BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Dana Bergulir Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 218/PMK.5/2009, dana bergulir memiliki pengertian sebagai dana yang dialokasikan oleh Kementerian Negara/Lembaga/Satuan Kerja Badan Layanan Umum untuk kegiatan perkuatan modal usaha bagi koperasi, usaha mikro, kecil, menengah, dan usaha lainnya yang berada di bawah pembinaan Kementerian Negara/Lembaga. Program Dana Bergulir yang telah dimulai sejak tahun 2000, merupakan salah satu program terobosan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (KUKM) untuk membantu KUKM dalam rangka menstimulir pertumbuhan ekonomi masyarakat melalui kebijakan pembinaan dan pengembangan program KUKM. Konsep program dana bergulir adalah bantuan perkuatan oleh pemerintah dalam bentuk uang atau barang modal yang disalurkan kepada KUKM. Dana tersebut disalurkan melalui pola bergulir (LPDB, 2013). Lebih lanjut, LPDB (2013) melaporkan bahwa Anggaran Program dana bergulir yang dikembangkan Kementerian KUKM ketika itu bersumber dari dana Kompensasi Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM), dan APBN. Terdapat empat pola pelaksanaan dana bergulir yang dijalankan, yaitu: 1. Pola subsidi program kompensasi pengurangan BBM (PKPS-BBM) yang dilakukan sejak tahun 2000-2003, 2. Pola agribisnis yang meliputi dua sub pola yaitu; (1) Sub-pola pengembangan komoditas unggulan dengan plafon dana masing-masing Rp 1 milyar dilakukan sejak tahun 2005, dan (2) Sub-pola peningkatan produksi dengan plafon masing-masing Rp 50 juta dilakukan sejak tahun 2000-2004 dan akan diteruskan pada tahun 2005, 3. Pola Modal Awal Padanan (MAP) merupakan stimulan terhadap UKM melalui sentra-sentra produksi. Pola ini disalurkan melalui Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan telah dilaksanakan sejak tahun 2000-2004 dengan besaran plafon Rp 150 sampai Rp 250 juta, dan 4. Pola syariah dilakukan tahun 2003 sampai tahun 2004. Pola ini merupakan kelanjutan dari program P2KER (Proyek Peningkatan Kemandirian Ekonomi Rakyat) melalui BMT/Kopontren yang dilakukan sejak tahun 2000 dengan plafon masing-masing Rp 50 juta. Fokus pola ini adalah pemberdayaan dan pengentasan kemiskinan. Dalam perkembangan lebih lanjut, dalam rangka mengoptimalkan pengelolaan dana bergulir, Kementerian Negara Koperasi dan UKM membentuk Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (LPDB-KUMKM) yang bertugas melaksanakan pengelolaan dana bergulir untuk pembiayaan KUMKM. Hal ini dilakukan antara lain berupa pemberian pinjaman dan bentuk pembiayaan lainnya yang sesuai dengan kebutuhan KUMKM, dimana ketentuan mengenai kriteria KUKM ditetapkan oleh LPDB-KUMKM. Sebelum dibentuknya LPDB-KUMKM, pengelolaan Dana Bergulir untuk Koperasi dan UMKM dilaksanakan oleh Deputi-deputi di lingkungan Kementerian Negara Koperasi dan UKM.
6 2.2
Skema Pembiayaan Dana Bergulir Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 75/PMK.05/2011, LPDBKUMKM memungkinkan untuk memberikan pembiayaan kepada Koperasi dan UMKM baik secara langsung maupun tidak langsung. Pola pembiayaan tersebut dibagi ke dalam dua strata pelayanan, yaitu: Strata 1 : Pemberian pinjaman/ pembiayaan kepada KUMKM melalui Koperasi Simpan Pinjam/ Unit Simpan Pinjam Koperasi Primer dan/atau Koperasi Jasa Keuangan Syariah/ Unit Jasa Keuangan Syariah Koperasi Primer atau kepada UMKM tenant Inkubator melalui Lembaga Modal Ventura, Strata 2 : Pinjaman/Pembiayaan kepada KUMKM secara langsung dari LPDBKUMKM dan/atau melalui: 1. Lembaga Keuangan Bank (LKB); 2. Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB), yaitu: a. Lembaga Modal Ventura (LMV); b. Perusahaan Pembiayaan; c. Perusahaan Permodalan dan Jasa Manajemen KUKM; d. Perusahaan Pegadaian; 3. Koperasi (KSP/USP-Kop Primer); dan/atau 4. Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Koperasi dan UKM Nomor 21/Per/M.KUKM/IX/2006 tentang Standar Pelayanan Minimum Bagi Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, jenis layanan dalam penyaluran dana bergulir oleh LPDB-KUMKM meliputi empat program, yaitu: a. Program Dana Bergulir Sektoral Program Dana Bergulir Sektoral adalah proram jenis layanan pemberian pinjaman yang digulirkan kepada KUMKM baik langsung atau melalui lembaga perantara untuk kegiatan usaha produktif di sektor tertentu dengan pola konvensional, yang harus dibukukan dalam neraca sebagai hutang. b. Program Dana Bergulir Syariah Program Dana Bergulir Syariah adalah program jenis layanan pemberian pembiayaan yang digulirkan kepada KUMKM baik langsung atau melalui lembaga perantara untuk kegiatan usaha produktif di sektor tertentu dengan pola syariah, yang harus dibukukan dalam neraca sebagai hutang. c. Program Modal Awal dan Padanan (MAP)/ Modal Ventura Program Modal Awal dan Padanan (MAP)/ Modal Ventura adalah program jenis layanan pemberian pembiayaan yang digulirkan kepada KUMKM baik langsung atau melalui lebaga perantara untuk kegiatan usaha produktif di sektor tertentu dalam bentuk penyertaan modal/ bagi hasil/ obligasi konversi. d. Program Dana Penjaminan Program Dana Penjaminan adalah program jenis layanan pinjaman/ pembiayaan dengan penjaminan yang dilakukan bekerjasama dengan perusahaan penjamin atas pencairan pinjaman/ pembiayaan Koperasi dan UKM, dengan komposisi yang secara proporsional ditetapkan dalam perjanjian kerjasama penjaminan.
7 Lebih lanjut, Peraturan tersebut juga menjelaskan kelompok sasaran pemberian pinjaman/pembiayaan LPDB-KUMKM yang dapat dikelompokkan dalam lima kelompok sasaran layanan, yang meliputi: a. Pemberian pinjaman/pembiayaan kepada KSP/USP dan KJKS/UJKS, baik secara langsung maupun melalui koperasi sekunder. Kelompok sasaran layanan ini, memiliki sasaran akhir yang sama yaitu anggota atau calon anggota koperasi primer yang memiliki usaha produktif. b. Pemberian pinjaman/pembiayaan kepada koperasi yang bergerak dalam bidang usaha sektor riil. Pada kelompok sasaran ini, seluruh pinjaman/pembiayaan yang diterima digunakan untuk membiayai usaha koperasi primer yang bersangkutan dan tidak dimaksudkan untuk disalurkan kembali kepada para anggotanya. c. Pemberian pinjaman/pembiayaan kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) melalui Lembaga Keuangan Bukan Bank. Pemberian pinjaman/pembiayaan ini ditujukan untuk pemberian akses permodalan bagi UMKM dengan menggunakan lembaga perantara, antara lain perusahaan modal ventura, perusahaan pembiayaan dan jasa manajemen, pegadaian, dan lembaga keuangan bukan bank yang sejenis. d. Pemberian pinjaman/pembiayaan kepada KUKM melalui Lembaga Keuangan Bank. Pemberian pinjaman/pembiayaan ini ditujukan untuk pemberian akses permodalan bagi KUKM dengan menggunakan lembaga perantara perbankan, baik bank umum nasional, bank umum daerah, BPR, dan lembaga keuangan bank lainnya. e. Pemberian pinjaman/pembiayaan kepada UKM strategis. Pemberian pinjaman/pembiayaan ini dilakukan kepada pelaku UKM yang memiliki usaha dengan kriteria khusus dan menggunakan pola channeling (menggunakan lembaga/tenaga konsultan pendamping). Kriteria khusus tersebut antara lain adalah mampu menyerap tenaga kerja yang cukup banyak, menghasilkan produk yang penjualannya berorientasi pada ekspor, memperkerjakan karyawan yang mengalami cacat fisik atau mental, dan kriteria lain yang ditetapkan oleh Direksi. 2.3
Konsep Kepuasan Pelanggan Menurut Schnaars (1991), pada dasarnya tujuan dari suatu bisnis adalah untuk menciptakan para pelanggan yang merasa puas. Terciptanya kepuasan pelanggan dapat memberikan beberapa manfaat, diantaranya hubungan antara perusahaan dan pelanggannya menjadi harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang dan terciptanya loyalitas pelanggan, dan membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut (word of mouth) yang menguntungkan bagi perusahaan. Lebih lanjut, Schnaars (1991) menyatakan bahwa strategi kepuasan pelanggan menyebabkan para pesaing harus berusaha keras dan memerlukan biaya tinggi dalam usahanya merebut pelanggan suatu perusahaan. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa kepuasan pelanggan merupakan strategi jangka panjang yang membutuhkan komitmen, baik menyangkut dana maupun sumberdaya manusia. Terdapat beberapa pakar yang memberikan definisi tentang kepuasan pelanggan. Kotler (2002), menyatakan bahwa kepuasan pelanggan adalah tingkat
8 perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang ia rasakan dibandingkan dengan harapannya. Menurut Swastha dan Irawan (2002), kepuasan atau satisfaction adalah kata dari bahasa latin yaitu satis yang berarti enough atau cukup dan facare yang berarti to do atau melakukan. Jadi, produk atau jasa yang dapat memuaskan adalah produk atau jasa yang sanggup memberikan sesuatu yang dicari oleh konsumen sampai pada tingkat yang cukup tinggi. Sedangkan Rangkuti (2003) mengemukakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan respon pelanggan terhadap ketidaksesuaian antara kepentingan sebelumnya dan kinerja aktual yang dirasakannya setelah pemakaian. Secara umum dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya pengertian kepuasan pelanggan mencakup perbedaan antara harapan dan kinerja atau hasil yang dirasakan. Pengertian ini didasarkan pada disconfirmation paradigm dari Oliver dalam Tjiptono (1997).Konsep kepuasan pelanggan dapat dilihat pada Gambar 1. Harapan pelanggan dan hasil yang dirasakan merupakan dua faktor yang menentukan suatu tingkat kepuasan pelanggan. Harapan pelanggan dalam hal ini adalah perkiraan tentang sesuatu yang akan diterimanya saat berniat membeli suatu produk atau jasa. Sedangkan kinerja yang dirasakan dalam hal ini adalah nilai produk bagi pelanggan atau persepsi terhadap produk/jasa yang pelanggan terima setelah menggunakan produk atau jasa tersebut.
Nilai produk/jasa bagi pelanggan
Tujuan Organisasi
Produk/Jasa Harapan Pelanggan terhadap Produk/jasa
Nilai produk/jasa bagi pelanggan
Tingkat Kepuasan Pelanggan
Gambar 1. Konsep kepuasan pelanggan (Rangkuti, 2003) Tingkat kepuasan pelanggan, merupakan tingkat perasaan senang atau kecewa pelanggan setelah membandingkan antara tingkat pelayanan aktual yang pelanggan terima dengan harapan yang pelanggan miliki saat hendak memanfaatkan jasa organisasi. Dalam hal ini banyak perusahaan yang memfokuskan pada kepuasan pelanggan yang tinggi, karena pelanggan yang memiliki tingkat kepuasan yang rendah maka akan mudah sekali untuk berubah pikiran bila mendapat tawaran nilai dan manfaat yang lebih besar (Kotler, 2002). Rangkuti (2003) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan terhadap suatu jasa ditentukan oleh tingkat kepentingan pelanggan sebelum menggunakan jasa
9 dibandingkan dengan hasil persepsi pelanggan terhadap jasa tersebut setelah pelanggan merasakan kinerja jasa tersebut, sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 2. Pelanggan sangat puas
Desired Service Persepsi Pelanggan
Harapan Pelanggan
Zona of Tolerance Adequate Service
Perceived Service (Pelayanan yang diterima pelanggan)
Pelanggan sangat tidak puas
Gambar 2. Diagram proses kepuasan pelanggan (Rangkuti, 2003) Lebih jauh, Rangkuti (2003) menyebutkan bahwa adequate service maksudnya adalah tingkat kinerja jasa minimal yang masih dapat diterima berdasarkan perkiraan jasa yang mungkin akan diterima dan tergantung pada alternatif yang tersedia. Adequate service dipengaruhi oleh keadaan darurat, ketersediaan alternative, derajat keterlibatan pelanggan, faktor-faktor yang tergantung situasi dan pelayanan yang diperkirakan. Sedangkan desired service adalah tingkat kinerja jasa yang diharapkan pelanggan akan diterimanya, yang merupakan gabungan dari kepercayaan pelanggan mengenai apa yang dapat dan harus diterimanya. Desired service dipengaruhi oleh keinginan untuk dilayani dengan baik dan benar, kebutuhan perorangan, janji secara langsung, janji secara tidak langsung, komunikasi dari mulut ke mulut dan pengalaman masa lalu. Diagram proses kepuasan pelanggan memperlihatkan adanya zona toleransi diantara adequate service dan desired service, zona toleransi ini daerah dimana variasi pelayanan yang diberikan perusahaan yang masih dapat diterima. Apabila pelayanan yang diterima pelanggan di bawah adequate service, pelanggan akan frustasi dan kecewa. Sedangkan apabila pelayanan yang diterima pelanggan melebihi desired service, pelanggan akan terkejut dan sangat puas. Mittal dan Kamakura (2001), menyatakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan faktor utama dalam membentuk keinginan pelanggan untuk melakukan pembelian di masa depan. Lebih jauh, Jamal dan Naser (2002) menyatakan pelanggan yang terpuaskan akan membicarakannya kepada orang lain tentang pengalaman mereka. Hal yang sama juga dijelaskan oleh Malik, Basharat dan Zoune (2011) tentang loyalitas pelanggan perbankan, dimana dijelaskan bahwa retensi pelanggan melalui kualitas jasa, produk, harga, dan akses terhadap
10 fasilitas bank merupakan faktor kritis pada kepuasan pelanggan. Penelitian menunjukkan bahwa pelanggan yang terpuaskan akan membuat pembelian kembali (atau tetap pada penyedia jasanya) dan merekomendasikannya kepada teman dan keluarganya, sehingga dapat meningkatkan penerimaan dan keuntungan organisasi. Lam dan Burton (2006) menyatakan pelayanan unggulan yang diberikan oleh perbankan secara positif mempengaruhi loyalitas konsumen. Babakus, Yavas (2008), menyatakan bahwa loyalitas konsumen saat ini diakui sebagai elemen penting dalam membuat keputusan strategis, hal ini dikarenakan menciptakan konsumen baru lebih mahal dibandingkan mempertahankan konsumen lama. Manager perbankan yang cerdas akan mempertahankan konsumen yang loyal dan terpuaskan. Perusahaan harus meningkatkan kualitas pelayanannya pada pelanggan, dimana semakin tinggi kualitas pelayanan yang diberikan akan menciptakan kecenderungan perilaku konsumen yang menguntungkan perusahaan. Begitu pula sebaliknya, apabila konsumen tidak mendapatkan pelayanan yang baik dan merasa tidak puas maka akan menimbulkan kecenderungan perilaku konsumen yang tidak menguntungkan sehingga akan merugikan perusahaan (Zeithaml et al, 2002). 2.4
Pengukuran Kepuasan Pelanggan Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan setiap perusahaan untuk mengukur dan memantau kepuasan pelanggan. Menurut Kotler (2002), mendefinisikan empat metode untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu: a. Sistem Keluhan dan Usulan Menggunakan media formulir atau kuesioner dalam penyampaian keluhan atau usulan. Sistem ini juga memberi gagasan baru untuk peningkatan produk atau layanan. b. Survei Kepuasan Mitra Penyedia jasa dapat melakukan survei rutin untuk mengetahui kepuasan mitra. Kelebihan dari metode ini adalah perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari mitra dan dapat mengetahui penilaian mitra terhadap produk yang ditawarkan secara berkala, sehingga dapat menjaga konsistensi pelayanan. Kekurangan metode ini membutuhkan biaya yang cukup mahal. c. Belanja Samaran atau Siluman Belanja samaran disini menggunakan pihak lain yang dianggap independen untuk mengkonsumsi produk dari pihak penyedia jasa dan melaporkan pengalaman mereka ketika mengkonsumsi produk tersebut. Cara ini sangat efektif untuk mengetahui kinerja staff dan karyawan. d. Analisis Mitra yang Hilang Menghubungi mitra yang berhenti atau beralih ke penyedia jasa lainnya. Penyedia jasa bukan hanya melakukan wawancara dengan mitra yang beralih, tetapi juga harus memonitor tingkat kehilangan mitra. Tingkat kehilangan yang meningkat menunjukkan bahwa suatu organisasi gagal memuaskan mitra.
11 Dalam mengevaluasi kepuasan terhadap produk, jasa, atau perusahaan tertentu, konsumen umumnya mengacu pada berbagai faktor atau dimensi. Sementara itu dalam mengevaluasi jasa yang bersifat intangible, konsumen umumnya menggunakan beberapa atribut atau faktor. Penilaian ini dilakukan dengan menggunakan model SERVQUAL yang diperkenalkan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1985). Menurut Kitcharoen (2004), model “SERVQUAL” yang diperkenalkan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1990) telah digunakan untuk mengukur lima dimensi kualitas pelayanan dalam berbagai konteks. Lima dimensi dalam model SERVQUAL meliputi: a. Bukti langsung (tangible), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai serta sarana komunikasi. b. Kehandalan (reliability), yakni kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan. c. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staff dan karyawan untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayan dengan tanggap. d. Jaminan (assurance), mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staff, bebas dari bahaya, resiko atau keragu-raguan. e. Empati (Emphaty), meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan para pelanggan. 2.5
Penelitian Terdahulu Berbagai penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Daftar penelitian terdahulu No Peneliti Tahun Judul Penelitian 1 Rizal Nugraha 2014 Usulan peningkatan kualitas pelayanan jasa pada bengkel “x” berdasarkan hasil matrix ImportancePerformance Analysis* (studi kasus di bengkel AHASS PD. Sumber Motor Karawang)
Kesimpulan Hasil yang didapat dari perhitungan Customer Satisfaction Index adalah 90,979 persen, dan atribut yang menjadi usulan perbaikan adalah atribut yang berada pada kuadran pertama matrix Importance Performance Analysis, yaitu ketersediaan ruang tunggu, ruang resepsionis yang nyaman, ketersediaan kipas angin, tersedia sarana hiburan, tersedia seragam formal untuk mekanik, kerapian pegawai, dan
12 kesopanan resepsionis. Lanjutan Tabel 1 2 Fauzan Zamahsyarie
2014
Model Customer Satisfaction Index Turkish Mobile Phone Dector untuk model kepuasan pelanggan Blackberry Internet Service pada GraPARI Telkomsel Bogor
3
2014
Analisis kepuasan pelanggan dengan Importance Performance Analysis di SBU Laboratory Cibitung PT Sucofindo (Persero)
Johan Oscar Ong dan Jati Pambudi
kepuasan pelanggan BIS Telkomsel dari ketiga model yang diajukan dipengaruhi oleh citra perusahaan, harapan pelanggan, persepsi mutu dan persepsi nilai. Model kepuasan pelanggan pascabayar paling sedikit memiliki manifest-manifest yang merefleksikan latennya. Hal ini merupakan indikasi bahwa pelanggan pascabayar tidak membutuhkan banyak faktor untuk bisa memengaruhi kepuasannya terhadap layanan BIS Telkomsel. Sementara yang memiliki manifest terbanyak adalah model kepuasan pelanggan prabayar, sehingga mengindikasikan bahwa pelanggan prabayar memiliki lebih banyak faktor yang memengaruhi kepuasannya. SBU Laboratory Cibitung PT Sucofindo (Persero) masih belum maksimal dalam memuaskan keinginan pelanggan. Terdapat dua atribut penting yang perlu ditingkatkan yaitu mengenai atribut biaya jasa yang ditawarkan harus sesuai dengan kualitasnya dan paket harga yang ditawarkan agar
13 terjangkau Lanjutan Tabel 1 4 Wine Widiana
2013
Tingkat kepuasan pelanggan dan strategi pengembangan usaha jasa Salon Kecantikan Keraton di Tangerang
5
2013
Measuring service quality in the banking industry: a Hong Kong based study
Mei Mei Lau, et al
Pelanggan wanita, terutama yang berusia di atas 40 tahun dan pelanggan yang memiliki penghasilan di atas Rp 8 juta lebih sensitif dan membutuhkan perhatian lebih untuk ditangani. Karyawan dan pengusaha lebih mudah untuk mengerti dan memahami jenis perawatan yang disediakan. Frekuensi kunjungan tergantung pada layanan pada kunjungan pertama yang dapat menyebabkan kesan yang baik pada pelanggan. Dimensi SERVQUAL memiliki pengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan. Penggunaan dimensi SERVQUAL merupakan instrumen yang cocok untuk mengukur kualitas pelayanan pada bank ritel di Hongkong. Praktisi industri perbankan dapat mempertimbangkan instrumen ini untuk menilai dan meningkatkan kualitas pelayanannya
14
Lanjutan Tabel 1 6 Dewi Suryaningtyas, Nuddin Harahap, Harsuko Riniwati
2013
7
Agung Setyawan, Sajidan, dan Koosdaryani
2013
8
Zoune Arif
2011
9
Dr. Asep Habib, M.Pd
2011
Analisis kualitas pelayanan karyawan terhadap kepuasan pelanggan (nelayan) di UPTD Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Popoh, Desa Besole Kecamatan Besuki Tulungagung, Jatim Korelasi faktor kepuasan pelanggan terhadap pelayanan jasa air bersih ditinjau dari segi persepsi harga, kualitas, kuantitas dan kontinuitas Impact of perceived service quality on banking customers‟ loyalty Pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan nasabah pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Kantor Cabang Subang Unit Subang Kota
Kualitas pelayanan (bukti fisik, keandalan, daya tangkap, jaminan, empati) secara simultan berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan.
Kualitas air suatu wilayah memiliki korelasi positif yang signifikan antara persepsi kualitas, kuantitas, dan kontinuitas dengan kepuasan pelanggan.
Kualitas pelayanan memberikan dampak positif bagi loyalitas konsumen
Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara kualitas pelayanan terhadap kepuasan nasabah PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Kantor cabang Subang Unit Subang Kota. Pelayanan jasa bank adalah pemberian bantuan dan kemudahan yang diberikan pihak bank kepada para nasabahnya.
15
Lanjutan Tabel 1 10 Barbara Culiberg dan Iča Rojšek
2010
2010
Identifying service quality dimensions as antecedents to customer satisfaction in retail banking Service quality, customer satisfaction and loyalty: a test of mediation
11
Rahim Mosabab
12
Dwi Ariyani dan 2010 Febrina Rosinta
Pengaruh kualitas layanan terhadap kepuasan pelanggan dalam membentuk loyalitas pelanggan
13
Riandina Wahyu 2006 Oktaviani dan Rita Nurmalina suryana
Analisis kepuasan pengunjung dan pengembangan fasilitas wisata agro (studi kasus di Kebun Wisata Pasirmukti, Bogor)
Kualitas pelayanan memiliki banyak dimensi, sehingga tidak ada konsensus pasti dimensi pengukurannya.
Kualitas pelayanan mempengaruhi kepuasan dan loyalitas pelanggan. Harapan pelanggan berada diantara persepsi mereka terhadap kinerja perbankan. Pada bank yang diteliti, kinerja pelayanannya lebih tinggi dari rata-rata penilaian, meskipun demikian kinerja ini masih belum memenuhi harapan konsumennya. kelima dimensi pembentuk kualitas layanan terbukti berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas layanan. Terdapat pengaruh kuat dan positif antara variabel kuallitas layanan KFC terhadap kepuasan pelanggan mahasiswa FISIP UI. Konsumen cukup puas terhadap kinerja atributatribut yang terdapat dalam Kebun Wisata Pasirmukti dengan nilai indeks kepuasan sebesar 65,38. Atribut yang prioritas diperbaiki adalah promosi, kemudahan mencapai lokasi, dan
16 sarana promosi. Lanjutan Tabel 1 14 Syamsi
2008
15
Diah Fitriani
2005
16
Anggereiny H Ginting
2004
Analisa persepsi karyawan atas hubungan kepuasan kerja dengan kinerja karyawan di Novotel Coralia Bogor
17
Tri Gunawan
2004
Analisis kepuasan debitur kredit guna bakti di Bank Jabar KCP Darmaga
18
Lasser
1998
Service quality perspectives and satisfaction in private banking
Pengaruh kualitas pelayanan jasa terhadap kepuasan konsumen pada siswa bimbingan dan konsultasi belajar Al Qolam Bandar Lampung Analisis hubungan antara kepuasan karyawan dan kepuasan pelanggan dengan mediasi kualitas pelayanan studi pada magister manajemen Universitas Islam Indonesia
Kualitas pelayanan jasa berpengaruh terhadap daya tarik bimbingan dan konsultasi belajar Al Qolam Bandar Lampung
Terdapat hubungan antara kepuasan karyawan dan kepuasan pelanggan dengan kualitas pelayanan yang berfungsi sebagai mode-rating variable. Faktor dominan dari kualitas pelayanan yang mempengaruhi kepuasan pelanggan adalah dimensi responsiveness Terdapat hubungan yang positif antara kepuasan kerja dengan kinerja karyawan. Makin tinggi tingkat kepuasan kerja karyawan, makin tinggi dan kuat pula pengaruhnya terhadap kinerja karyawan. Atribut pelayanan yang perlu mendapatkan perbaikan prioritas adalah pelayanan diberikan dengan cepat, kenyamanan ruang tunggu, dan letak yang mudah dijangkau Kualitas pelayanan memiliki hubungan dengan loyalitas pelanggan pada bank ritel, baik secara langsung maupun tidak
17
Lanjutan Tabel 1 19 Fitri Yanti
2002
Penentuan indeks kepuasan pelanggan dengan regresi logistik (survey kepuasan produk minuman energi di kota bogor)
Faktor-faktor yang berpengaruh secara nyata pada tingkat loyalitas responden adalah harga, kualitas, kemudahan didapat, kecepatan reaksi, aroma dan komposisi zat. Perlu dilakukan peningkatan kualitas produk pada berbagai produk minuman energi.
Berdasarkan kajian terhadap penelitian terdahulu yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa umumnya peneliti menyatakan kualitas pelayanan berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan. Sedangkan dimensi pengukuran yang direkomendasikan adalah SERVQUAL. Berdasarkan kajian tersebut juga dapat diketahui bahwa penelitian kepuasan pelanggan pada institusi BLU yang menyalurkan dana bergulir masih belum dilakukan. Oleh karenanya, penelitian ini perlu dilakukan.