BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Bank
Menurut Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan UU Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan, Bank adalah badan usaha yang menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Kegiatan utama suatu bank adalah menghimpun dana (funding) dari masyarakat dalam bentuk simpanan seperti tabungan, giro, deposito, sertifikat berjangka dan kemudian menyalurkannya (lending) kembali kepada masyarakat umum dalam bentuk pemberian kredit serta memberikan jasa bank lainnya (services) kepada masyarakat. Jika ditinjau dari fungsinya bank dikelompokan menjadi 3, yaitu : a. Bank sentral merupakan bank yang mengatur berbagai kegiatan yang berkaitan dengan dunia perbankan dan dunia keuangan disuatu Negara. b. Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank umum
27
28
bertugas melayani segenap lapisan masyarakat, baik masyarakat
perorangan maupun lembaga-lembaga lainnya.
c. Bank perkreditan rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah. Dalam kegiatannya
BPR tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank
perkreditan rakyat, bank yang khusus melayani masyarakat kecil di kecamatan dan pedesaan.
Bank umum dikelompokan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut : a. Bank umum devisa Bank umum devisa merupakan bank umum yang memperoleh surat penunjukan dari Bank Indonesia untuk dapat melaksanakan transaksi keluar negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing secara keseluruhan, misalnya transfer keluar negeri, inkaso keluar negeri, travelers cheque, pembukaan dan pembayaran letter of credit. Syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum suatu bank non devisa dapat diberikan izin untuk menjadi bank devisa, antara lain: a. CAR minimum dalam bulan terakhir 8%; b. Tingkat kesehatan selama 24 bulan terakhir berturut-turut tergolong sehat; c. Modal disetor minimal Rp.150 miliar;
29
d. Bank telah melakukan persiapan untuk melaksanakan kegiatan
sebagai Bank Umum Devisa meliputi: organisasi, sumber daya
manusia, pedoman operasional kegiatan devisa.
b. Bank umum non devisa
Bank umum yang masih berstatus non devisa hanya dapat melayani transaksi-transaksi di dalam negeri (domestik). Bank umum non devisa dapat meningkatkan statusnya menjadi bank devisa setelah memenuhi ketentuan-ketentuan antara lain: volume usaha minimal mencapai jumlah tertentu, tingkat kesehatan, dan kemampuannya dalam
memobilisasi
dana,
serta
memiliki
tenaga
kerja
yang
berpengalaman dalam valuta asing. Dalam menjalankan fungsinya bank memiliki beberapa risiko usaha, yang menyangkut kepada ketidakpastian keuntungan yang diinginkan dan kenyataan. Dalam hal ini semakin tidak pasti keuntungan/hasil yang diperoleh suatu bank makin semakin besar pula risiko yang akan dihadapi oleh suatu bank dan semakin tinggi pula premi risiko atau bunga yang diinginkan investor. Risiko yang dihadapi oleh bank yaitu sebagai berikut : a. Risiko kredit merupakan suatu risiko akibat ketidakmampuan nasabah mengembalikan jumlah pinjaman yang di terima dari bank berserta bunganya sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan.
30
b. Risiko investasi merupakan kerugian akibat suatu penurunan nilai pokok
portofolio surat-surat berharga yang dimiliki oleh bank.
c. Risiko likuiditas adalah risiko yang mungkin dihadapi oleh bank untuk
memenuhi kebutuhan likuiditasnya dalam rangka memenuhi permintaan
kredit dan penarikan dana oleh nasabah pada suatu waktu.
d. Risiko operasional adalah risiko ketidakpastian mengenai usaha bank
misalnya ketidakpastian bila terjadi penurunan keuntungan yang
dipengaruhi oleh struktur biaya operasional bank. e. Risiko penyelewengan adalah risiko yang berkaitan dengan kerugian yang terjadi akibat ketidakjujuran, penipuan yang dilakukan oleh pejabat dan nasabah. f. Risiko fidusia adalah risiko yang timbul apabila bank dalam usahanya memberikan jasa bertindak sebagai wali amanat baik untuk individu maupun badan usaha. 2.2 Kredit 2.2.1 Pengertian Kredit Definisi kredit menurut ensiklopedia umum adalah sistem keuangan untuk memudahkan pemindahan modal dari pemilik kepada pemakai dengan pengharapan memperoleh keuntungan. Kredit diberikan berdasarkan kepercayaan. Namun menurut Undang-undang No. 10/1998 (pasal 21 ayat 11), kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan
31
persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka
waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Secara umum kredit yang ditawarkan meliputi :
a.
Kredit investasi yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha yang
melakukan investasi atau penanaman modal dengan jangka waktu
diatas 1 tahun.
b.
Kredit modal kerja yaitu kredit yang digunakan sebagai modal usaha dengan jangka waktu kurang dari 1 tahun.
c.
Kredit konsumtif adalah kredit yang digunakan untuk keperluan pribadi.
2.2.2 Macam – Macam Kredit Macam – macam kredit menurut bila di tinjau dari beberapa aspek, yaitu sebagai berikut : 1. Kredit menurut tujuan penggunaannya a. Kredit konsumtif yaitu kredit yang digunakan untuk membiayai pembelian barang ataupun jasa yang dapat member kepuasan langsung terhadap kebutuhan manusia. b. Kredit produktif yaitu kredit yang digunakan untuk tujuan-tujuan produktif, artinya dapat menimbulkan atau meningkatkan utility
32
(kegunaan), misalnya digunakan untuk peningkatan usaha baik usaha-
usaha produksi, perdagangan maupun investasi.
2. Kredit menurut jangka waktu
a.
Kredit jangka pendek yaitu kredit yang berjangka waktu maksimal satu
tahun.
b. Kredit jangka menengah yaitu kredit jangka waktunya antara 1 tahun
sampai dengan 3 tahun. c. Kredit jangka panjang yaitu kredit yang berjangka waktu lebih dari 3 tahun. 3. Kredit dilihat dari segi jaminan a. Kredit tidak memakai jaminan, yaitu kredit yang diberikan benar-benar atas dasar kepercayaan saja. b. Kredit dengan memakai jaminan, yaitu kredit yang diberikan dengan menggunakan jaminan baik jaminan perorangan, jaminan kebendaan yang bersifat berwujud atau tidak berwujud. 4. Kredit menurut ukuran besar kecilnya debitur a. Kredit usaha kecil dan menengah b. Kredit korporasi yaitu kredit dengan jumlah besar dan diperuntukan bagi debitur-debitur korporasi (perusahaan besar).
33
2.2.3 Prinsip-Prinsip Pemberian Kredit
Penilaian kredit oleh bank dilakukan dengan berbagai cara untuk
mendapatkan keyakinan tentang nasabah. Penilaian ini dilakukan dengan menggunakan analisis 5 C dan 7 P. Penilaian analisis 5 C yaitu sebagai berikut : a. Character adalah sifat atau watak dapat dilihat dari latar belakang
nasabah, baik latar belakang pekerjaan, cara hidup, gaya hidup, keadaan keluarga, jiwa sosial. Dari sifat dan watak ini dapat dijadikan suatu ukuran tentang kemauan nasabah untuk membayar. b. Capacity adalah analisis untuk mengetahui kemampuan nasabah dalam membayar kredit dalam penilaian ini terlihat kemampuan nasabah dalam mengelola binis. Kemampuan ini dihubungkan dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman selama ini dalam mengelola usaha, sehingga terlihat kemampuannya dalam mengembalikan kredit yang disalurkan. c. Capital adalah dilihat dari laporan keuangan (neraca dan laporan laba rugi) yang disajikan dengan melakukan pengukuran dari segi likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas. d. Condition of economy adalah dinilai dari kondisi ekonomi, sosial dan politik yang ada sekarang dan prediksi untuk di masa yang akan datang. Penilaian kondisi untuk prospek bidang usaha yang dibiayai hendaknya
34
benar-benar memiliki prospek yang baik, sehingga kemungkinan kredit
tersebut bermasalah relatif kecil.
e. Collateral adalah jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat
fisik maupun non fisik. Jaminan melebihi jumlah kredit yang diberikan.
Jaminan juga harus diteliti keabsahan dan kesempurnaannya sehingga jika
terjadi sesuatu masalah, maka jaminan yang dititipkan akan dapat dipergunakan secepat mungkin. Penilaian analisis 7 P, yaitu sebagai berikut :
a. Personality adalah menilai nasabah dari segi kepribadiannya atau tingkah lakunya. b. Party adalah mengklasifikasikan nasabah berdasarkan modal, loyalitas serta karakter. c. Purpose adalah mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit. d. Prospect adalah untuk menilai usaha nasabah di masa yang akan datang menguntungkan atau tidak. e. Payment adalah ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan kredit yang telah di ambil atau dari sumber mana saja dana untuk pengembalian kredit. f. Profitability adalah untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari laba. g. Protection adalah perlindungan yang diberikan oleh debitur dapat berupa jaminan barang atau orang atau jaminan asuransi.
35
2.2.4 Manfaat Kredit bank
1. Bagi debitur a. Untuk meningkatkan usahanya maka debitur dapat menggunakan dana kredit untuk pengadaan atau peningkatan berbagai faktor
produksi.
b. Kredit bank relatif mudah diperoleh apabila usaha debitur layak untuk dibiayai (feasible). c. Terbuka kesempatannya untuk menikmati produk atau jasa bank. 2. Bagi bank a. Bank memperoleh pendapatan berupa bunga yang diterima dari debitur. b. Dengan diperolehnya pendapatan bunga kredit, maka diharapkan rentabilitas bank akan membaik yang tercermin dalam perolehan laba yang meningkat. c. Dengan adanya kegiatan pemberian kredit, maka bank dapat mendidik dan meningkatkan kemampuan para personilnya untuk lebih mengenal secara rinci kegiatan usaha secara riil di berbagai sektor ekonomi.
36
2.2.5 Faktor-faktor Dalam Penentuan Bunga Kredit
Dalam buku Bank dan Lembaga Keuangan lainnya karya Martono; 2004
Bunga kredit adalah suatu jumlah balas jasa atas penggunaan uang oleh nasabah. Bagi pihak bank, bunga kredit ini merupakan pendapatan atas peminjaman uang oleh pengusaha atau nasabah, sedangkan bagi debitur (nasabah) bunga dianggap modal. biaya
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan tingkat bunga yaitu sebagai berikut : a. Total biaya dana Total biaya dana merupakan total bunga yang dikeluarkan oleh bank untuk memperoleh dana simpanan baik dalam bentuk giro, tabungan maupun deposito. Total biaya ini harus dikurangi dengan cadangan wajib atau reserve requirement yang telah ditetapkan pemerintah sebesar 5 %. b. Biaya operasi Biaya operasi merupakan biaya yang dikeluarkan oleh bank dalam melaksanakan operasinya. c. Cadangan risiko kredit macet Cadangan risiko kredit macet merupakan cadangan terhadap macetnya kredit yang diberikan, hal ini disebabkan karena setiap kredit yang diberikan pasti mengandung suatu risiko tidak terbayar. Risiko ini timbul baik disengaja maupun tidak disengaja. Oleh karena itu, pihak bank perlu mencadangkan
37
dana sebagai sikap bersiaga untuk menghadapinya denagn cara membebankan sejumlah persentase tertentu terhadap kredit yang disalurkan.
d. Laba yang diinginkan
Penentuan besarnya laba sangat mempengaruhi besarnya bunga kredit,
sehingga pihak bank memperhatikan beberapa pertimbangan termasuk kondisi
pesaing.
e. Pajak Pajak merupakan kewajiban yang dibebankan pemerintah kepada bank yang memberikan fasilitas kredit kepada nasabahnya. f. Keadaan ekonomi dan keuangan Pihak bank harus memperhatikan keadaan pasar uang. Bila uang dan peredarannya terus meningkat, maka bunga perlu dinaikkan. g. Tingkat risiko Semakin tinggi suatu risiko, bertambah tinggi pula bunga yang dikenakan, dan sebaliknya jika risiko kredit rendah maka rendah pula bunga yang dibebankan. h. Kemampuan dalam perdagangan dan persaingan Penilaian ini memperhatikan apakah nasabah tetap survive dalam dunia usahanya, secara minimal. Bila dalam perdagangannya menunjukkan trend yang terus naik, maka tingkat bunga untuk nasabah ini perlu dipertimbangkan untuk diturunkan agar usahanya dapat bertambah maju secara pesat. Bila perdagangannya menurun, maka perlu diteliti apakah bunga yang dikenakkan sekarang ini merupakan ongkos produksi yang mahal. Bila memang demikian
38
dan dengan penurunan tingkat bunga ada kemungkinan usahanya berkembang maju, maka harus diadakan pertimbangan kembali atas tingkat bunga yang
ditetapkan.
2.3 Kredit Bermasalah
2.3.1 Pengertian Kredit Bermasalah
Kredit bermasalah adalah kredit yang pengembaliannya terlambat dari jadwal yang direncanakan, bahkan tidak dikembalikan sama sekali. (Manurung Mandala, 2004). Adapun penggolongan kredit bank berdasarkan kolektibilitas kredit, menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/ 2/ PBI/ 2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum. Ketentuan tersebut selanjutnya untuk beberapa pasal telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/ 2/ PBI/ 2006 tentang perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/ 2/ PBI/ 2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum. Kualitas kredit dibagi menjadi 5 (lima) kolektibilitas, yaitu : 1. Kredit lancar (pas) Suatu kredit dapat dikatakan lancar apabila : a. Pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga tepat waktu; atau b. Memiliki mutasi rekening yang aktif; atau c. Bagian dari kredit yang dijamin dengan agunan tunai (cash collateral).
39
2. Kredit dalam perhatian khusus (special mention) Kriteria kredit dalam perhatian khusus apabila :
a. Terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga yang
belum melampaui 90 hari; atau
b. Kadang-kadang terjadi cerukan; atau
c. Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan; atau
d. Mutasi rekening relatif aktif; atau e. Didukung dengan pinjaman baru. 3. Kurang lancar (substandard) Dikatakan kurang lancar apabila memenuhi kriteria diantaranya : a. Terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 90 hari; atau b. Sering terjadi cerukan; atau c. Terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90 hari; atau d. Frekuensi mutasi rekening relatif rendah; atau e. Terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur; atau f. Dokumen pinjaman yang lemah. 4. Kredit diragukan (doubtful) Dikatakan diragukan apabila memenuhi kriteria diantaranya : a. Terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 180 hari; atau
40
b. Terjadi cerukan yang bersifat permanen; atau c. Terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari; atau
d. Terjadi kapitalisasi bunga; atau
e. Dokumen hukum yang lemah, baik untuk perjanjian kredit maupun
pengikatan jaminan.
5. Kredit macet (loss)
Dikatakan macet apabila memenuhi kriteria antara lain : a. Terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 270 hari; atau b. Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru; atau c. Dari segi hukum dan kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai yang wajar. Non performing loan adalah tingkat pengembalian kredit yang diberikan deposan kepada bank. Perubahan penggolongan kredit dari kredit lancar menjadi NPL adalah secara bertahap melalui proses penurunan kualitas kredit (Z. Dunhil, 2005). Menurut statistika perbankan Indonesia rasio NPL dapat dirumuskan sebagai berikut :
Rasio NPL =
,,
x 100 %
41
Menurut
Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/3/PBI/2011 tentang
Penetapan Status Dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank, Bank Indonesia
menetapkan suatu bank dalam pengawasan intensif apabila bank dinilai memiliki
potensi kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya. Salah satu kriteria
bank yang membahayakan yaitu rasio kredit atau pembiayaan bermasalah (non
performing loan/ financing) secara neto lebih dari 5% (lima persen) dari total
kredit atau total pembiayaan. Sehingga dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa rasio kredit (non performing loan )setiap bank harus menjaga rasio NPL-nya dibawah 5 %. 2.3.2 Gejala Kredit Bermasalah Terjadinya NPL ini tidak mendadak namun secara bertahap sehingga pihak bank seharusnya mengetahui gejala-gejala timbulnya suatu kredit macet dari nasabah. Ada beberapa sumber untuk mengindikasi kredit bermasalah, yaitu sebagai berikut : 1. Perilaku rekening Perilaku rekening adalah suatu situasi yang dapat dilihat oleh pihak bank terhadap rekening debitu tentang aktivitas yang dilakukan oleh debitur dalam kesehariannya. Perilaku rekening debitur yang bermasalah memiliki cirri-ciri, yaitu sebagai berikut : a. Saldo rekening sering mengalami cerukan (overdraft)
42
b. Saldo giro rata-rata menurun
c. Terjadinya penurunan saldo secara mencolok d. Pembayaran angsuran maupun bunga tersendat-sendat e. Jadwal pencairan kredit tidak sesuai dengan akad kredit
f. Sering mengajukan permintaan penundaan pembayaran
g. Terjadinya penyimpangan penggunaan kredit h. Mengajukan perpanjangan kredit i. Mengajukan penambahan kredit j. Mengajukan penjadwalan ulang kredit k. Terlibat cek kosong
2. Perilaku laporan keuangan a. Likuiditas menurun b. Perputaran piutang menurun c. Piutang meningkat d. Perputaran persediaan menurun e. Biaya produksi naik tajam f. Penjualan meningkat namun laba menurun g. Utang jangka panjang meningkat tajam h. Muncul utang dari kreditur lain i. Harga penjualan terlalu rendah dan berada di titik impas. 3. Perilaku kegiatan bisnis a. Hubungan dengan agen menurun
43
b. Hubungan dengan pelanggan memburuk
c. Kehilangan pemasok utama d. Kehilangan pelanggan utama e. Mulai terlibat spekulasi bisnis
f. Hubungan dengan bank semakin renggang
g. Terjadi kejenuhan pasar h. Biaya produksi naik
2.3.3 Dampak Kredit Bermasalah Dampak dari kredit bermasalah yaitu sebagai berikut : a. Terhadap kelancaran operasi bank pemberi kredit. Dalam pandangan bank sentral. •
Aktiva produktif bank yang diragukan kolektibilitasnya
•
Menurunnya profitabilitas
•
Mengurangi jumlah modal bank.
b. Terhadap industri perbankan •
Turunnya likuiditas, solvabilitas dan kepercayaan masyarakat
•
Sistem manajemen risiko bank
c. Terhadap kehidupan ekonomi dan moneter Negara •
Peranan bank sebagai lembaga intermediasi tidak dapat berfungsi sehingga akan memperkecil kesempatan peluang bisnis, proyek baru, lapangan kerja baru.
44
2.3.4 Teknik Penyelesaian Kredit Macet Kredit macet akan menyebabkan pihak bank mengalami kerugian, sehingga
harus ada penyelamatan terhadap kredit macet tersebut. Penyelamatan kredit
macet dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Rescheduling
a. Memperpanjang jangka waktu kredit. b. Memperpanjang jangka waktu angsuran.
2. Reconditioning Dengan cara mengubah berbagai persyaratan yang ada seperti berikut ini : a. Kapitalitas bunga, yaitu bunga dijadikan utang pokok. b. Penundaan pembayaran bunga sampai waktu tertentu. c. Penurunan suku bunga. d. Pembebasan bunga. 3. Restructuring a. Dengan menambah jumlah kredit. b. Dengan menambah equity : -
Dengan menyetor uang tunai.
-
Tambahan dari pemilik.
4. Kombinasi Merupakan kombinasi dari ketiga jenis yang di atas.
45
5. Penyitaan jaminan
Penyitaan jaminan merupakan jalan terakhir yang dilakukan oleh pihak bank bila nasabah tidak mempunyai etiket, baik ataupun sudah tidak mampu membayar semua utang-utangnya.
2.3.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi NPL
Dalam proses penyaluran kredit bank konvensional akan menghadapi kredit
bermasalah ( Non Performing loan). NPL ini disebabkan adanya risiko kredit yang terdiri dari : a. Risiko Usaha Berbagai jenis usaha memiliki risiko yang berbeda. Semakin tinggi keuntungan yang di dapat suatu perusahaan maka semakin tinggi pula tingkat risikonya (High Risk High return), atau sebaliknya ketika suatu usaha itu memiliki keuntungan yang rendah maka resikonya pun rendah ( Low Risk Low Return) b. Risiko geografis Risiko geografis dari suatu jenis usaha erat kaitannya dengan bencana alam. c. Risiko keramaian Situasi keramaian yang tidak kondusif akan sangat mengganggu jalannya perusahaan. Situasi keamanan yang buruk akan berdampak negatif
46
terhadap kelancaran usaha sehingga akan mengganggu kelancaran
pengembalian kredit.
d. Risiko politik
Banyak kegagalan kredit yang disebabkan gagalnya usaha debitur sebagai
akibat dari tidak konsistennya kebijakan, ketentuan-ketentuan pemerintah
serta ketidakstabilan politik.
e. Risiko ketidakpastian Adanya tenggang waktu antara pemberian kredit dengan waktu pembayaran kembali sehingga risiko ketidakpastian setiap kredit yang selalu melekat. f. Risiko inflasi Akibat dari inflasi adalah turunnya nilai uang. Walaupun kredit bank berjalan lancar dimana utang pokok dan bunga telah di bayar, namun dengan berjalannya waktu, nilai uang tetap turun karena inflasi, maka daya beli uang menjadi lebih rendah dibandingkan dengan sebelumnya yaitu pada saat kredit yang diberikan. g. Risiko persaingan Bank harus benar-benar selektif dalam memberikan kreditnya yaitu hanya memberikan kreditnya yaitu hanya memberikan kreditnya kepada caloncalon debitur yang benar-benar dapat memenangkan persaingan atas perusahaan sejenis. Apabila bank tidak selektif maka akan terjadi kredit
47
macet yang menyebabkan volume perusahaan menurun dan dinilai buruk
oleh calon nasabah dan calon nasabah tersebut beralih ke bank lainnya. Adapun menurut pendapat Jhon Agustinus dalam jurnal keuangan dan
perbankan tahun 2008 menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya kredit macet, yaitu sebagai berikut :
a. Kemauan/ itikad baik debitur
Kemampuan serta itikad baik dari debitur untuk membayar pokok dan/atau bunga pinjaman. b. Kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia Kebijakan pemerintah dapat mempengaruhi tinggi rendahnya NPL suatu perbankan, dan peraturan-peraturan BI mempunyai pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap NPL (contohnya : kebijakan BI Rate). c. Kondisi perekonomian Kondisi perekonomian mempunyai pengaruh yang besar terhadap kemampuan debitur dalam melunasi utang-utangnya. Indikator-indikator makro yang mempunyai pengaruh terhadap NPL, adalah sebagai berikut : •
Inflasi Inflasi adalah kecenderungan meningkatnya harga barang-barang pada umumnya secara terus menerus, yang disebabkan oleh karena jumlah uang beredar terlalu banyak dibandingkan dengan barang-barang dan
48
jasa yang tersedia. (H. Rachmat Firdaus dan Maya ariyanti, 2011 ;
115).
Inflasi yang tinggi menyebabkan kemampuan debitur berkurang untuk
melunasi utang-utangnya.
•
Kurs Rupiah Kurs rupiah mempunyai pengaruh juga terhadap NPL suatu bank
karena aktivitas debitur perbankan tidak hanya bersifat nasional tetapi
juga internasional. 2.4 Inflasi 2.4.1 Pengertian Inflasi Inflasi adalah kecenderungan meningkatnya harga barang-barang pada umumnya secara terus menerus, yang disebabkan oleh karena jumlah uang beredar terlalu banyak dibandingkan dengan barang-barang dan jasa yang tersedia (H. Rachmat Firdaus dan Maya ariyanti, 2011 ; 115). Menurut Wikipedia dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidak lancaran distribusi barang.
49
2.4.2 Jenis-Jenis Inflasi
Jenis inflasi menurut tingkat persentase inflasi dapat digolongkan menjadi
empat golongan, yaitu sebagai berikut : a. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka 10%
setahun;
b. Inflasi sedang antara 10%—30% setahun;
c. Inflasi berat antara 30%—100% setahun; dan d. Inflasi hiperinflasi atau inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% setahun. Jenis inflasi menurut penyebab awal inflasi yaitu sebagai berikut : a. Inflasi yang timbul sebagai akibat dari permintaan masyarakat yang semakin meningkat, dan b. Inflasi yang timbul karena kenaikan biaya/ ongkos produksi. Jenis inflasi berdasarkan sumber atau asalnya yaitu sebagai berikut : a. Inflasi yang berasal dari dalam negeri Inflasi yang berasal dari dalam negeri timbul karena defisit anggaran pemerintah yang dibiayai oleh pencetakan uang baru. b. Inflasi yang berasal dari luar negeri Inflasi yang timbul karena kenaikan harga barang-barang di luar negeri yang menjadi terjalin kerjasama dalam perdagangan impor dengan Negara Indonesia, yaitu barang-barang yang kita impor.
50
2.4.3 Penyebab Inflasi
Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal yaitu sebagai berikut :
a. Tarikan permintaan (kelebihan likuiditas/uang/alat tukar) dipengaruhi
dari peran Negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral).
b. Desakan (tekanan) produksi dan/atau distribusi (kurangnya produksi
(product or service) dan/atau juga termasuk kurangnya distribusi) dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan eksekutor yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah (Government) seperti fiskal (perpajakan/pungutan/insentif/disinsentif),
kebijakan
pembangunan
infrastruktur, regulasi, dan lain-lain.
2.4.4.Dampak / Akibat Inflasi terhadap Perekonomian Dampak yang diakibatkan inflasi terhadap suatu perekonomian, yaitu sebagai berikut : a. Inflasi dapat mengurangi minat masyarakat untuk menabung karena mereka khawatir nilai uang mereka pada saat ini akan menurun, sehingga mereka akan membelanjakan uang tersebut. Inflasi dapat mempercepat laju peredaran uang, dengan perkataan lain berarti mengurangi keinginan untuk menyimpan uang tunai.
51
b. Menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap uang baik sebagai
medium of exchange, sebagai store of value maupun sebagai standard value. c. Berkurangnya kesediaan orang / badan untuk memberikan kredit.
Cara-cara Mengatasi Inflasi 2.4.5
Ada 4 kebijakan yang dapat ditempuh untuk mengatasi inflasi, yaitu sebagai berikut : a. Kebijakan moneter Kebijakan moneter pada dasarnya dilaksanakan oleh Bank Sentral untuk mengurangi jumlah uang beredar, melalui 3 cara, yaitu : • Menaikkan cash reserve ratio/ CRR atau cash ratio atau persentase likuiditas atau Giro Wajib Minimum. Dengan kenaikan CRR, kemampuan bank-bank umum untuk memberikan kredit menjadi berkurang, jadi terdapat kontraksi moneter sehingga jumlah uang beredar menjadi berkurang. • Menjual surat-surat berharga, dalam rangka operasi pasar terbuka, misalnya melalui Sertifikat Bank Indonesia atau Surat Berharga Pasar Uang dengan tingkat bunga yang menarik maka uang yang beredar yang berlebih di masyarakat sebagian akan tersedot ke kas bank sentral sehingga jumlah uang yang beredar di masyarakat menjadi berkurang.
52
• Menaikkan tingkat bunga kredit. Apabila Bank Sentral meningkatkan
tingkat bunga kredit dasar. Dengan meningkatnya bunga kredit maka akan mengurangi minat sebagian anggota masyarakat untuk mengambil kredit, sehingga jumlah uang yang beredar menjadi
berkurang. b. Kebijakan fiskal • Pengurangan pengeluaran pemerintah
• Menaikkan pajak • Pemerintah melakukan pinjaman kepada masyarakat. c. Kebijakan Non Moneter • Meningkatkan hasil produksi • Kebijakan upah/ gaji • Pengawasan harga barang dan distribusinya d. Kombinasi dari berbagai cara
2.5
Bank Indonesia (Bank Sentral)
Dalam UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia bab III pasal 7 bahwa tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Dari penjelasan di atas, Bank Indonesia mempunyai tugas pokok sesuai dengan UU No. 23 tahun 1999 tentang bank Indonesia Bab III pasal 8 ialah :
53
a. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter.
b. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.
c. Mengatur dan mengawasi bank.
Dalam rangka mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, maka bank
sentral diberikan wewenang untuk :
1. Menyusun rencana kredit
2. Memberikan kredit likuiditas
3. Membatasi kredit kuantitatif dan kualitatif yang ditujukan untuk mempengaruhi pemberian kredit. 4. Menyusun rencana devisa. 5. Membina dan mengawasi perbankan. 6. Menetapkan tingkat bunga/ politik diskonto. 7. Menjalankan politik pasar terbuka. 8. Kebijakan perubahan cadangan minimum.
2.6
Base Interest Rate 2.6.1 Pengertian Base Interest Rate Seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Salah satu kebijakan yang diambil untuk mencapai hal itu adalah dengan menetetapkan BI Rate sebagai acuan suku bunga bank.
54
Sebelum diterbitkannya BI Rate, Bank Indonesia menggunakan SBI
(sertifikat Bank Indonesia) sebagai alat pengendali moneter. Menurut surat
keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/67/KEP/DIR, SBI adalah surat
berharga atas unjuk dalam rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai
pengakuan utang berjangka waktu pendek dengan sistem diskonto. Yang
dimaksud dengan sistem diskonto disini adalah bahwa pihak yang membeli SBI
menerima pembayaran bunga dimuka/ seketika itu, dengan ketentuan bunga yang telah diterimanya tersebut akan diperhitungkan pada saat SBI dibayarkan kembali pada tanggal jatuh temponya. SBI diterbitkan pertama kali tahun 1970 untuk menciptakan instrument keuangan jangka pendek yang diperdagangkan antar bank. Namun sejak awal Juli 2005, Bank Indonesia menggunakan mekanisme Base Interest Rate (BI Rate), yaitu mengumumkan target suku bunga SBI yang diinginkan BI untuk pelelangan pada periode tertentu. BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia dan diumumkan kepada publik juga sebgai suku bunga acuan para pelaku pasar dalam mengikuti pelelangan.
2.6.2 Manfaat BI Rate Manfaat BI Rate adalah untuk mengatur stabilitas moneter khususnya mengendalikan jumlah uang beredar, menurunkan dan menekan tingkat inflasi dan menjaga kestabilan tingkat bunga pada dunia perbankan.
55
2.6.3 Penetapan BI Rate Penetapan BI Rate dilakukan dalam Rapat Dewan Gubernur (untuk
selanjutnya disinglat RDG) yang dilaksanakan triwulanan dan berlaku selama 3
bulan berjalan. Yang menjadi dasar pertimbangannya adalah kondisi makro
ekonomi, perkiraan inflasi dan penentuan respon kebijakan moneter. Jika
diperlukan, RDG ini dapat dilakukan 1 bulanan, dengan review atas
perkembangan inflasi, nilai tukar, kondisi moneter, dan likuiditas. Perubahan BI Rate dilakukan dalam kelipatan 25 bps.
2.7 Loan To Deposit Ratio (LDR) 2.7.1 Pengertian Loan To Deposit Ratio (LDR)
Menurut Bank Indonesia, penilaian aspek likuiditas mencerminkan kemampuan bank untuk mengelola tingkat likuiditas yang memadai guna memenuhi kewajibannya secara tepat waktu dan untuk memenuhi kebutuhan yang lain. Disamping itu, bank juga kehilangan kesempatan untuk memperoleh laba lebih besar (Azwir, 2006 : 27). Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 12/19/PBI/2010, LDR adalah rasio kredit yang diberikan kepada pihak ketiga dalam rupiah dan valuta asing, tidak termasuk kredit kepada bank lain, terhadap dana pihak ketiga yang mencakup giro, tabungan dan deposito dalam rupiah dan valuta asing, tidak termasuk dana antar bank.
56
Loan to deposit ratio merupakan rasio yang mengukur kemampuan bank
memenuhi kewajiban keuangan yang harus segera dipenuhi. (Sudarini, untuk
2005).
Dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/19/PBI/2010 menyebutkan
bahwa batas bawah LDR target sebesar 78 % dan batas atas LDR target sebesar
100 %.
Besarnya rasio LDR sesuai SE No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004, dihitung sebagai berikut :
Rasio LDR =
x 100 %
Keterangan : Dana Pihak Ketiga
: Simpanan pihak ketiga bukan bank yang terdiri dari giro, tabungan dan simpanan berjangka (tidak termasuk antar Bank)
Total kredit yang diberikan
: Total kredit yang diberikan kepada pihak ketiga (tidak termasuk antar bank)
2.7.2 Fungsi Perhitungan Rasio LDR Fungsi perhitungan rasio LDR adalah sebagai berikut : a.
Rasio LDR ini dihitung untuk menghitung GWM LDR (Giro Wajib Minimum Loan to Deposit Ratio).
57
GWM LDR adalah simpanan minimum yang wajib dipelihara oleh
Bank dalam bentuk saldo rekening giro pada Bank Indonesia sebesar
persentase dari DPK yang dihitung berdasarkan selisih antara LDR
yang dimiliki oleh bank dengan LDR target.
b.
Indikator penilaian tingkat kesehatan bank.
c.
Sebagai faktor penentu besar-kecilnya GWM (Giro Wajib Minimum).
2.8
Kajian Empiris dan Penelitian Terdahulu Adapun kajian empiris dan penelitian terdahulu yang membahas tentang faktor-
faktor yang mempengaruhi terjadinya non performing loan, yaitu sebagai berikut : 1. Dalam artikel yang berjudul “NPL Bank BUMN Terus Meningkat” yang ditulis oleh Amanda Putri Nugrahanti pada bulan Mei 2009 menyebutkan bahwa berdasarkan data dari Kantor BI Semarang tercatat, rasio kredit bermasalah terus naik sejak Januari hingga Maret 2009. Pada Januari 2009 NPL bank umum sebesar 3,22 persen, kemudian naik di bulan Februari 2009 menjadi 3,32 persen. Angka itu kembali naik pada Maret 2009 menjadi 4,17 persen. 2. Menurut Analis Madya Senior BI Semarang, Herdiana AW, menjelaskan bahwa krisis global merupakan faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan NPL, sehingga mempunyai risiko lebih besar. Mengingat bank umum lebih banyak menyalurkan kredit korporasi maka kemungkinan
58
terjadinya kredit bermasalah setelah krisis global lebih besar. Herdiana pun
berpendapat, peningkatan NPL merupakan dampak dari suku bunga acuan
BI yang terus turun beberapa bulan terakhir. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengaruh terjadinya non performing loan ini disebabkan karena
jumlah kredit yang disalurkan terlalu tinggi sehingga mengakibatkan risiko
NPL semakin tinggi. Serta dampak dari krisis global serta BI Rate.
3. Penelitian terdahulu mengenai Analisis Kinerja NPL Perbankan di Indonesia serta Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya yang diteliti oleh salah satu mahasiswa Universitas Gunadarma. Pada penelitian dengan sampel Bank Umum Nasional yang tercatat di Bank Indonesia, periode 2003 – 2007 yang tertdiri dari Bank BUMN sebanyak 4 bank dan Bank Swasta sebanyak 11 bank. Variable independen terdiri dari 5 variabel, yaitu LDR, LAR, Inflasi, BI Rate, serta kredit yang diberikan. Variebel dependennya yaitu kinerja NPL. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa dari kelima variable tersebut tidak berpengaruh secara signifikan. Namun untuk variabel LDR, Inflasi serta BI Rate meskipun berpengaruh tidak signifikan namun mempunyai pengaruh yang positif. Semakin tinggi LDR, Inflasi, BI Rate maka Kinerja NPL bank akan tinggi. Dari penelitian terdahulu mengatakan bahwa LDR, BI Rate dan Inflasi ini berpengaruh tidak signifikan namun pengaruhnya positif.