BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pemasaran Dan Manajemen Pemasaran Pengertian tentang pemasaran akan diuraikan sehubungan dengan tujuan dari kegiatan pemasaran, yaitu : untuk memutuskan serta memenuhi kebutuhan manusia akan barang dan jasa. Pemasaran memegang peranan yang sangat penting dalam perusahaan karena dalam pelaksanaannya berhubungan langsung dengan konsumen serta lingkungan luar perusahaan lainnya. Adapun defenisi pemasaran menurut Philip Kotler (2007;9) adalah : “Suatu proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain.” Selanjutnya menurut Stanton yang dikutip Herry Achmad Buchory (2010) mengemukakan sebagai berikut : “Pemasaran adalah suatu sistem total dan kegiatan bisnis uang dirancang untuk mendistribusikan barang-barang yang dapat memuaskan keinginan dan mencapai sasaran serta tujuan organisasi”. Melihat definisi diatas, jelas bahwa semua defenisi tersebut mempunyai tujuan dan prinsip yang sama, yaitu pemasaran tidak hanya berhubungan dengan penjualan saja, tetapi juga merupakan aktivitas yang mempunyai dimensi sosial dan berorientasi kepada pemuasan kebutuhan dan keinginan konsumen melalui pertukaran demi laba perusahaan. Definisi Manajemen Pemasaran menurut Philip Kotler (2007;9) adalah : “Manajemen pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan konsepsi, penentuan harga, promosi, dan distribusi ide-ide barang-barang, dan jasa-jasa untuk menciptakan pertukaran yang memuaskan tujuan dan individu dan tujuantujuan organisasi.”
15
Bab II Tinjauan Pustaka
Defenisi ini mengakui bahwa manajemen pemasaran adalah suatu proses yang menyangkut analisis, perencanaan, pelakasanaan dan kontrol bahwa manajemen pemasaran ini berdasarkan pada pemahaman pertukaran dan bahwa tujuannya adalah untuk menghasilkan kepuasan bagi pihak-pihak terlibat. 2.2 Pengertian Bauran Pemasaran dan Bauran Pemasaran Jasa Para pemasar menggunakan sejumlah alat untuk mendapatkan tanggapan yang diinginkan dari pasar sasaran mereka. Alat-alat itu membentuk suatu bauran pemasaran. Definisi bauran pemasaran menurut Philip Kotler (2007;18) adalah : "Bauran Pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mencapai tujuan dalam pasar sasaran." Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa bauran pemasaran merupakan seperangkat alat yang dapat di gunakan oleh perusahaan untuk mempengaruhi pelanggan terhadap keputusan pembelian di pasar. Juga dapat mempengaruhi permintaan terhadap produknya dan perangkat tersebut akan menentukan tingkat keberhasilan pemasaran bagi perusahaan, dan ditujukan untuk dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan. Menurut Zeithalm dan Bitner yang dikutip Rambat Lupiyoadi (2006;18) pemasaran jasa membuat modifikasi akibat perbedaan kualitas antara barang dan jasa, maka bauran pemasaran jasa tidak hanya pada 4P tetapi ditambahkan tiga unsur lagi yaitu people, physical evidence dan process. Ketiga variabel tambahan dalam bauran pemasaran tersebut memainkan peranan yang penting dalam program pemasarannya, yang apabila diabaikan dapat dapat menyebabkan kegagalan. Berpedoman kepada definisi-definisi di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa bauran pemasaran merupakan proses dari pelaksanaan pemasaran yang terdiri dari variabel-variabel yang berkaitan satu sama lain, oleh karena itu perusahaan dapat mengkombinasikan dan mengendalikan variabel-variabel tersebut agar dapat mengatasi permasalahan pemasaran yang merupakan masalah komplek dan memegang peranan penting bagi kelangsungan hidup perusahaan.
16
Bab II Tinjauan Pustaka
Perangkat dari bauran pemasaran menurut McCcarthy yang dikutip Philip Kotler 2007;18) diklasifikasikan menjadi 4P (Product, Price, Place, Promotion). Adapun pengertian dari masing-masing bauran pemasaran adalah sebagi berikut: 1. Produk (Product) Penawaran yang berwujud dari perusahaan kepada pasar yang mencakup keragaman produk, kualitas produk, design, warna merk, kemasan, ukuran, pelayanan, garansi dan imbalan. 2. Harga (Price) Sejumlah uang yang di bayar pelanggan untuk produk tertentu. Perusahaan menentukan harga seperti memberikan daftar harga, diskon, potongan harga khusus, periode, pembayaran, syarat kredit. 3. Tempat (Place) Suatu tempat yang digunakan untuk melakukan berbagai kegiatan perusahaan untuk membuat produk dan produk tersebut dapat di peroleh dan tersedia bagi pelanggan sasaran, yaitu dengan menyediakan saluran pemasaran, cakupan pasar, pengelompokan, lokasi, persediaan, transportasi. 4. Promosi (Promotion) Meliputi semua kegiatan yang di lakukan perusahaan untuk mengkomunikasikan dan mempromosikan produknya kepada pasar sasaran. Promosi penjualan, periklanan, tenaga penjual, public relation, pemasaran langsung. Sedangkan menurut Tjiptono (2006;145) di dalam perusahaan jasa bauran pemasaran di tambah menjadi 7P, adapun 3P itu adalah : 5. Orang (People) Perusahaan dapat membedakan dirinya dengan cara merekrut dan melatih karyawan yang lebih mampu dan lebih dapat diandalkan dalam berhubungan dengan pelanggan, dari pada karyawan pesaingnya. 6. Lingkungan Fisik (Physical Evidence) Perusahaan jasa dapat mengembangkan lingkungan fisik yang lebih atraktif. 7. Proses (Process) Perusahaan jasa dapat merancang proses penyampaian jasa yang superior, misalnya home banking yang di bentuk oleh bank tertentu.
17
Bab II Tinjauan Pustaka
2.3 Ruang Lingkup Pemasaran Jasa 2.3.1 Pengertian Jasa Banyak ahli pemasaran yang mengemukakan definisi jasa, dimana masingmasing mengemukakan dengan berdasar kepada sudut pandangnya masingmasing. Beberapa definisi jasa yang dikemukakan oleh ahli pemasaran tersebut adalah sebagai berikut. Definisi jasa menurut Philip Kotler (2007;486), jasa adalah : "Setiap tindakan atau kegiatan yang dapat menawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan apapun, produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan dengan suatu produk fisik." Sedangkan menurut Tjiptono (2006;7) mengemukakan: “Jasa adalah setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya bersifat
intangible
(tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu”. Berdasarkan definisi di atas dapat ditarik kesimpulan jasa atau service merupakan suatu manfaat kinerja yang dapat dirasakan oleh pemakai jasa dan bersifat intangible.
2.3.2 Karakteristik Jasa Jasa merupakan suatu yang khusus, karena merupakan sesuatu yang tidak nyata dan tentu saja berbeda dengan produk nyata. Oleh sebab itu ada 4 karakteristik produk jasa menurut Philip kotler yang dikutip oleh Tjiptono (2006;15) yang sangat mempengaruhi rancangan program pemasaran yaitu : 1. Tidak berwujud (Intangible) Artinya tidak dapat dilihat , diraba, dicium, atau didengar sebelum dibeli, seseorang tidak dapat menilai hasil dari jasa sebelum dinikmati sendiri. Bila pelanggan membeli jasa, maka ia hanya menggunakan, memanfaatkan, atau menyewa jasa tersebut. Pelanggan tersebut tidak lantas memiliki jasa yang dibelinya. Konsep intangible ini sendiri memiliki dua pengertian yaitu :
18
Bab II Tinjauan Pustaka
a. Sesuatu yang tidak dapat disentuh dan dirasa b. Sesuatu yang tidak mudah didefinisikan, diformulasikan, atau dipahami secara rohaniah. Seseorang tidak dapat menilai hasil dari jasa sebelum ia menikmatinya sendiri. Bila konsumen membeli jasa, maka ia hanya menggunakan memanfaatkan, atau menyewa jasa tersebut. Konsumen tersebut tidak lantas memiliki jasa yang dibelinya. Oleh karena itu untuk mengurangi ketidakpastian, para konsumen memperhatikan tanda-tanda atau bukti kualitas jasa tersebut. Mereka akan menyimpulkan kualitas jasa dari tempat (place), orang (people), peralatan (equipment, bahan-bahan komunikasi (communication materials), simbol, dan harga yang mereka amati. Kesimpulan yang diambil para pelanggan akan banyak dipengaruhi oleh atribut-atribut yang berisifat objektif dan dapat dikuantitatifkan maupun atribut yang bersifat perseptual. 2. Tidak dapat dipisahkan (lnseparability) Barang biasanya diproduksi, kemudian dijual, lalu dikonsumsi. Sedangkan jasa biasanya dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan. Interaksi antara penyedia jasa dan pelanggan merupakan ciri khusus dalam pemasaran jasa keduanya mempengaruhi hasil dari jasa tersebut. Dalam hubungan penyedia jasa dan pelanggan ini, efektivitas individu yang menyampaikan jasa yang merupakan unsur penting. 3. Bervariasi (Variability) Jasa bersifat sangat variabel karena merupakan nonstandarized output artinya banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis, tergantung pada siapa, kapan dan dimana jasa tersebut dihasilkan. Dalam hal ini penyedia jasa dapat menggunakan tiga pendekatan dalam pengendalian kualitasnya, yaitu : a. Melakukan investasi dalam seleksi dan pelatihan personil yang baik. b. Melakukan standarisasi proses pelaksanaan jasa (Service-performance process).
19
Bab II Tinjauan Pustaka
c. Membantu kepuasaan pelanggan melalui sistem saran dan keluhan, survei pelanggan, sehingga pelayanan yang kurang baik dapat dideteksi dan koreksi. 4. Daya tahan (Perishability) Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan dengan demikian bila suatu jasa tidak digunakan, maka jasa tersebut akan berlalu begitu saja. Kondisi diatas tidak akan menjadi masalah jika permintaannya konstan tetapi kenyataannya permintaan pelanggan akan jasa umumnya sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh faktor musiman. Oleh karena itu perusahaan jasa harus
mengevaluasi
kapasitasnya
(subtitusi
dan
persedian
jasa)
guna
menyeimbangkan penawaran dan permintaan. Dalam hal ini perlu dilakukan analisis terhadap biaya dan pendapatan bila kapasitas ditetapkan terlalu tinggi atau terlampau rendah. Pembahasan mengenai strategi mengelola penawaran dan permintaan yang berfluktuasi akan dilakukan lebih mendalam. Menurut Stanton, Etzel, dan Walker (2001;81), ada pengecualian dalam karateristik perishability dan penyimpanan jasa. Dalam kasus tertentu, jasa bisa disimpan, yaitu dalam bentuk pemesanan (misalnya reseniasi tiket pesawat dan kamar hotel), peningkatan permintaan akan suatu jasa pada saat permintaan sepi (misalnya minivacation weekends di hotel-hotel tertentu), dan penundaan penyampaian jasa (misalnya asuransi). Sebagai contoh, jasa asuransi dibeli oleh pelanggan, kemudian jasa tersebut ditahan oleh perusahaan asuransi sampai saat dibutuhkan oleh pemegang polis atau ahli waris sampai saat dibutuhkan oleh pemegang polis atau ahli waris klien yang bersangkutan. Dengan demikian hal ini bisa dianggap sebagai suatu bentuk penyimpanan. Menurut Lovelock yang dikutip Rambat Lupiyoadi (2006), terdapat sembilan Perbedaan utama antara pemasaran jasa dengan pemasaran barang. Kesembilan Perbedaan tersebut adalah sebagai berikut : 1. No Customer Ownership of Service Kunci Perbedaan antara barang dan jasa terletak pada fakta bahwa konsumen mendapatkan nilai dari jasa tanpa memperoleh kepemilikan sesuatu juga nyata misalnya, menawarkan kepada konsumen kesempatan untuk memperoleh
20
Bab II Tinjauan Pustaka
manfaat jasa rawat inap, mobil untuk memperoleh jasa sewa mobil, atau hotel untuk memperoleh jasa istirahat. 2. Service Product as Intangible Performance Meskipun jasa sering mengandung tindakan nyata sepeni gigi yang sehat setelah dirawat di klinik gigi, tidur ditempat tidur yang disediakan oleh hotel, namun jasa pada dasarnya adalah tidak nyata (intangible). Manfaat jasa muncul sebagai hasil dari kegiatan yang membutuhkan cara pemasaran yang berbeda dibanding dengan pemasaran barang termasuk diantaranya menggunakan tindakan nyata, pembuktian atas kompetisi perusahaan jasa serta pengiriman jasa. 3. Customer Involvement in the Production Process Banyak jenis jasa yang menciptakan produk jasa keterlibatan konsumen yang membantu dalam menciptakan jasa dapat berupa self service (misalnya : penarikan uang lewat ATM) atau berupa hasil kerja sama dengan karyawan Penyedia jasa (misalnya : pada Rumah sakit, Hotel. dan Salon). Meskipun yang menarik konsumen adalah hasil akhir dari jasa akan tetapi keterlibatan konsumen dalam proses produksi jasa dapat sangat menarik minat konsumen. 4.
People as Part of Product Pada jasa yang melibatkan konsumen dalam keterlibatan yang tinggi, konsumen dalam penggunaan jasa tidak hanya berhubungan dengan pegawai perusahaan tetapi mungkin juga berhubungan dengan orang lain, misalnya : seorang yang menggunakan jasa rawat inap, tidak hanya berhubungan dengan petugas tetapi melihat orang lain yang bersama-sama menggunakan jasa di sinilah orang tersebut dapat menilai jasa.
5.
Greater Variability in Operational and Output Sistem operasional jasa membutuhkan kehadiran karyawan Penyedia jasa maupun konsumen sehingga hal tersebut menyebabkan input serta output jasa sulit dikontrol dan distandarisasi dan dikontrol. Dalam menciptakan suatu barang dapat dibuat standar tertentu bagi barang tersebut. Berbeda dengan jasa yang diproduksi dan dikonsumsi pada saat yang bersamaan sehingga sulit untuk distandarisasi.
21
Bab II Tinjauan Pustaka
6.
Difficult of Customer Evaluation Pada saat membeli barang konsumen dapat menilai dari bentuk fisik barang tersebut seperti bentuk, warna, model. Sedangkan jasa, konsumen baru dapat menilai jasa tersebut pada saat mengkonsumsi atau setelah mengkonsumsi jasa tersebut.
7. No inventories for Service After Production Oleh karena jasa merupakan performance bukan berupa barang yang berwujud, maka jasa tidak dapat disimpan. 8. Importance of the Time Factor Jasa dinikmati pada saat waktu konsumen menginginkannya. Ada keterlibatan pada konsumen untuk menunggu berapa lama sampai jasa dapat dinikmati. Lebih lanjut jasa harus segera diberikan agar konsumen tidak membuangbuang waktu karena adanya kemungkinan pembatalan. 9. Different Distribution Channels Tidak seperti perusahaan manufaktur yang membutuhkan saluran distribusi fisik untuk menyalurkan barang-barang ke tangan konsumen, usaha jasa kebanyakan menggunakan saluran elektronik (seperti : komputer, telepon, dan media elektronik lainnya) atau jasa kombinasi perusahaan jasa dengan retail outlet dan point of consumption. Penawaran suatu perusahaan kepada pasar biasanya mencakup beberapa jenis jasa. Komponen jasa ini dapat merupakan bagian kecil atau bagian utama dari keseluruhan penawaran tersebut. Pada kenyataannya, suatu penawaran dapat bervariasi dari kutub ekstrim, yaitu murni berupa suatu barang pada suatu sisi dan jasa murni pada sisi lainnya. Berdasarkan kriteria ini menurut Philip Kotler (2007;487), penawaran suatu perusahaan dibedakan menjadi lima kategori, yaitu : 1. Barang Berwujud murni Penawaran semata-mata hanya terdiri dari produk fisik, misalnya sabun mandi, pasta gigi, atau sabun mandi, tanpa ada jasa yang menyertai produk tersebut. 2. Barang Berwujud yang diberi pelayanan Tawaran terdiri dari barang berwujud yang disertai dengan suatu atau beberapa layanan, misalnya : ruang pamer,
22
Bab II Tinjauan Pustaka
pengiriman, perbaikan dan pemeliharaan, bantuan aplikasi, pelatihan operator, nasihat, instalasi, pemenuhan garansi, dan lain-lain. 3. Campuran Penawaran terdiri dari barang dan jasa dengan proporsi yang sama. Misalnya : orang mengunjungi restoran untuk mendapatkan makanan dan pelayanan. 4. Jasa utama yang disertai barang dan jasa tambahan Tawaran terdiri dari suatu jasa utama yang disertai jasa tambahan dan atau barang pendukung. Misalnya : para penumpang pesawat terbang membeli jasa transportasi. Perjalanan itu meliputi beberapa barang berwujud, seperti makanan dan minuman, potongan tiket, dan majalah penerbangan. Jasa tersebut memerlukan barang padat modal yaitu sebuah pesawat untuk merealisasikannya, tetapi komponen utamanya adalah jasa. Begitu pula dengan para tamu hotel yang membeli jasa penyimpan yang diliputi beberapa barang berwujud seperti makanan dan minuman tetapi komponen utamanya adalah jasa. 5. Jasa murni Penawaran hampir seluruhnya berupa jasa, misalnya : fisioterapi, konsultasi psikologi, dan lain-lain.
2.3.3 Klasifikasi Jasa Sebagai konsekuensi dari adanya macam variasi antara barang dan jasa maka sulit untuk mengklasifikasikan jasa bila tidak melakukan pembedaan lebih lanjut. Banyak pakar yang melakukan klasifikasi, dimana masing-masing ahli menggunakan dasar pembedaan yang disesuaikan dengan sudut pandangnya masing-masing. Klasifikasi jasa dapat dilakukan berdasarkan tujuan kriteriakriteria yang ada. Menurut Lovelock yang dikutip oleh Tjiptono (2006;8), yaitu : 1. Segmen Pasar Berdasarkan segmen pasar, jasa dapat dibedakan menjadi jasa kepada konsumen organisasi (misalnya : jasa akuntansi, perpajakan, dan jasa konsultasi hukum). Sebenarnya ada kesamaan diantara kedua segmen pasar tersebut dalam pembelian jasa. Baik konsumen akhir maupun organisasional sama-sama melalui proses pengambilan keputusan, meskipun faktor-faktor
23
Bab II Tinjauan Pustaka
yang mempengaruhi pembeliannya berbeda. Perbedaan utama dari kedua segmen tersebut adalah alasan dalam kompleksitas pengerjaan jasa. 2. Tingkat Keberwujudan (Tangibility) Kriteria ini berhubungan dengan tingkat keterlibatan produk fisik dengan konsumen. Berdasarkan kriteria ini jasa dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu: a. Rented Goods Service Dalam jenis ini, konsumen menyewa dan menggunakan produk-produk tertentu berdasarkan tarif tertentu selama jangka waktu tertentu pula. Konsumen
hanya
dapat
menggunakan
produk
tersebut,
karena
kepemilikannya tetap berada pada pihak perusahaan yang menyewakannya contohnya : penyewaan mobil, lasser disc, villa, apartemen. b. Owned Goods Service Pada owned goods service, produk-produk yang dimiliki konsumen direparasi, dikembangkan atau ditingkatkan untuk kerjanya, atau dirawat oleh perusahaan jasa. Jenis ini mencakup perubahan bentuk pada produk yang dimiliki konsumen. contohnya : jasa reparasi, pencucian mobil, perawatan rumput lapangan golf perawatan taman, pencucian pakaian. c. Non Goods Service Karakteristik khusus pada jenis ini adalah jasa personel bersifat Intangible (tidak berbentuk produk fisik) ditawarkan kepada para pelanggan. Contohnya : sopir, baby sitter, dosen, pemadu wisata, ahli kecantikan. Dalam kaitannya dengan aspek pemasaran secara umum dapat dikatakan bahwa semakin sedikit persamaan pemasaran jasa dan pemasaran barang berwujud. Pada non-goods service misalnya, kinerja (performance) hanya dapat dinilai setelah jasa diberikan dan konsistensi kinerja tersebut sulit dijaga. Sebaliknya rented goods service dan owned goods service dapat dipasarkan dengan cara-cara yang serupa dengan pemasaran barang berwujud (produk asli) karena kedua jenis jasa ini memerlukan barang-barang fisik dan lebih bersifat tangible.
24
Bab II Tinjauan Pustaka
3. Keterampilan Penyedia Jasa Berdasarkan tingkat keterampilan penyedia jasa, jasa terdiri atas profesional service dan non profesional service. Pada jasa yang memerlukan keterampilan tinggi dalam proses operasinya, pelanggan cenderung sangat selektif dalam memilih penyedia jasa. Hal inilah yang menyebabkan para profesional dapat mengikat para pelanggannya. Sebaliknya jika tidak memerlukan keterampilan tinggi, seringkali loyalitas pelanggan rendah penawarannya sangat banyak. 4. Tujuan Organisasi Berdasarkan tujuan organisasi, jasa dapat dibagi menjadi Comercial service atau proht service. Contoh : yayasan dana bantuan, panti asuhan, panti werda, perpustakaan, dan museum.
2.3.4 Jasa Sebagai Suatu Proses Suatu proses jasa tidak terlepas dari input yang diolah dan output yang dihasilkan. Menurut Lovelock yang dikutip oleh Rambat Lupioyadi (2006;39), terdapat empat tipe dari proses jasa, yaitu : 1.
People Processing Terjadi dimana konsumen membutuhkan jasa yang berhubungan langsung dengan dirinya. Konsumen mempunyai kebutuhan yang harus dipenuhi. Misalnya : sesorang akan menggunakan jasa dokter untuk merawat kesehatannya maka input untuk mendapatkan jasa kesehatan selain keterlibatan Rumah Sakit itu sendiri konsumen harus harus memasuki sistem jasa kesehatan yang ada. Proses dari jasa tersebut akan membutuhkan kerjasama konsumen dimana diharuskan datang ke Rumah Sakit dan menunggu pemeriksaan dari dokter. Sedangkan output yang diperoleh konsumen telah memperoleh hasil pemeriksaan berupa diagnosis dokter.
2.
Possesion Processing Terjadi dimana konsumen membutuhkan jasa yang diperoleh bukan untuk dirinya sendiri melainkan untuk benda yang dimilikinya. Misalnya : motor rusak dan harus diperbaiki, input untuk mendapatkan jasa selain keterlibatan perusahaan jasa, adalah motor yang rusak. Proses dalam jasa tersebut adalah perbaikan motor dalam suatu
25
Bab II Tinjauan Pustaka
waktu. Sedangkan output yang diperoleh konsumen adalah motornya dapat berjalan kembali seperti semula. 3.
Mental Stimulus Processing Jasa yang berinteraksi atau berkaitan dengan pemikiran (minds) termasuk diantaranya pendidikan, berita dan informasi, nasehat atau ahli, psikoterapi, jasa hiburan dan hal yang bersifat religius. Jasa hiburan dan jasa pendidikan misalnya seringkali diciptakan disuatu tempat dari disampaikan melalui media kepada konsumen individu pada lokasi yang berjauhan atau dapat disampaikan secara langsung kepada konsumen.
4.
Information Processing Erat kaitannya dengan perkembangan komputer tetapi tidak semua proses informasi menggunakan jasa komputer, hanya saja penggunaan sarana komputer ini sebagai alat bantu, misalnya :jasa telekomunikasi radio panggil. Konsumen membutuhkan kabar atau informasi pada saat konsumen tidak dapat menggunakan fasilitas telekomunikasi lain atau berada didaerah yang tidak ada fasilitas telepon. Input
untuk mendapatkan jasa
telekomunikasi selain keterlibatan proses jasa menggunakan alat radio panggil, proses dari jasa tersebut akan membutuhkan kerjasama konsumen, dimana konsumen harus mempunyai sarana radio panggil dan perusahaan jasa menyampaikan berita informasi kepada konsumen.
2.3.5 Strategi Pemasaran Untuk Perusahaan Jasa Perusahaan jasa sangat bervariasi dan kompleks, karena banyak elemen yang mempengaruhinya seperti sistem internal organisasi, lingkungan fisik, iklan dan komentar dari mulut ke mulut, dan sebagainya. Oleh karena itu Groonos yang di kutip oleh Kotler menegaskan bahwa pemasaran jasa tidak hanya membutuhkan pemasaran eksternal tetapi juga pemasaran internal dan interaktif.
26
Bab II Tinjauan Pustaka
Gambar 2.1 Tiga Jenis Pemasaran Dalam Industri Jasa Perusahaan Pemasaran Internal
karyawan
Pemasaran Eksternal
Pemasaran
Pelanggan
Interaktif Sumber: Philip Kotler, Marketing Management, 11 th ed., (New Jersey : Pearson Education. Inc. Upper Sadde Riven, 2007) P.451
Ada beberapa strategi pemasaran yang dapat diterapkan perusahaan jasa seperti yang dikemukakan oleh Groonos yang dikutip Philip Kotler (2007;117) yaitu : 1. Pemasaran Eksternal Menggambarkan pekerjaan biasa untuk menyiapkan, menetapkan harga, mendistribusikan, dan mempromosikan jasa tersebut kepada konsumen. 2. Pemasaran Internal Menggambarkan pekarjaan untuk melatih dan memotivasi karyawannya untuk melayani pelanggan dengan baik. 3. Pemasaran Interaktif Menggambarkan kemampuan karyawan dalam melayani klien. Karena klien tersebut menilai jasa bukan hanya berdasarkan mutu teknisnya tetapi juga berdasarkan mutu fungsional. Kepuasaan konsumen tidak hanya terletak pada mutu jasa, tetapi juga harus dipadukan dengan melakukan service quality improvement, supaya peningkatan pelayanan benar-benar meyakinkan.
27
Bab II Tinjauan Pustaka
2.4 Kualitas Jasa 2.4.1 Pengertian Kualitas Jasa Kualitas atau mutu produk perlu mendapat perhatian besar dari pihak manajemen,
sebab
kualitas
mempengaruhi
hubungan
langsung
dengan
kemampuan bersaing dan tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan. Kualitas yang rendah akan menempatkan perusahaan pada posisi yang kurang menguntungkan. Apabila konsumen merasa kualitas dari suatu produk tidak memuaskan, maka kemungkinan besar konsumen tidak akan menggunakan produk, jasa perusahaan lagi. Sebaliknya apabila kualitas baik atau tinggi maka akan menempatkan posisi suatu perusahaan sangat menguntungkan dan kemungkinan besar konsumen akan menggunakan produk atau jasa perusahaan lagi. Adapun definisi kualitas itu sendiri menurut Goetsh dan Davis, yang dikutip oleh Tjiptono (2006;51) yaitu : "Kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan." Pengertian kualitas jasa Menurut Lovelock-Wright (2007;96) menyatakan bahwa : “Kualitas jasa adalah evaluasi kognitif jangka panjang pelanggan terhadap penyerahan jasa atau perusahaan.” Sedangkan pengertian kualitas jasa menurut Wyckof yang dikutip oleh Tjiptono (2006;59) adalah : “Tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan.”
Pada dasarnya definisi kualitas jasa terpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan. Kualitas jasa (service quality) dibangun atas adanya perbandingan 2 faktor utama yaitu persepsi pelanggan atas pelayanan yang nyata mereka terima (perceived service) dengan layanan yang sesungguhnya diharapkan/diinginkan (expected service), maka kualitas jasa dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya jika jasa yang diterima lebih rendah dari pada yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan
28
Bab II Tinjauan Pustaka
buruk. Dengan demikian baik tidaknya kualitas jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten. 2.4.2 Model Kualitas Jasa Merupakan suatu model yang mengenali adanya lima kesenjangan yang dapat menyebabkan masalah dalam menyajikan jasa dan mempengaruhi konsumen atas kualitas jasa. Menurut Berry, Parasuraman, Zeithaml yang di kutip oleh Philip Kotler (2007;55) merumuskan model kualitas jasa yang di perlukan pada industri jasa. Pada model tersebut mengidentifikasi lima kesenjangan yang mengakibatkan ketidakberhasilan penyerahan jasa : 1. Kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi manajemen. Manajemen tidak selalu memahami dengan tepat apa yang di inginkan pelanggan. 2. Kesenjangan antara persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas jasa. Manajemen mungkin memahami dengan tepat keinginan – keinginan pelanggan, tetapi tidak menetapkan standar kinerja. 3. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyerahan jasa. Karyawan mungkin kurang terlatih, tidak mampu atau tidak mau mematuhi standar, atau mereka kurang mungkin di hadapkan pada standar yang saling bertentangan, seperti menyediakan waktu untuk mendengarkan pelanggan dan melayani mereka dengan cepat. 4. Kesenjangan antara penyerahan jasa dan komunikasi eksternal. Harapan – harapan konsumen di pengaruhi pernyataan–pernyataan yang dikeluarkan perwakilan dan iklan perusahaan. 5. Kesenjangan antara persepsi jasa dan jasa yang diharapkan. Kesenjangan ini terjadi apabila konsumen tersebut memiliki persepsi yang keliru tentang mutu jasa tersebut. Kesenjangan-kesenjangan tersebut bisa dilihat pada gambar 2.2 dibawah ini.
29
Bab II Tinjauan Pustaka
30
Gambar 2.2 Model Kualitas Jasa Analisis Lima Kesenjangan Komunikasi Dari Mulut ke
Kebutuhan Personal
Pengalaman Yang Lalu
Jasa Yang Diharapkan
5 Jasa Yang Dirasakan
Pemasar
Komunikasi Eksternal
Penyampaian Jasa
Konsumen
3 1
4 Perubahan dari persepsi menjadi spesifikasi kualitas jasa
2 Persepsi Manajemen tetang harapan konsumen Sumber: Parasuraman, A., et al. (1985), “A Conceptual Model of Service Quality and its implications Future Research”, Journal of Marketing, Vol.49 (Fall),p.44.
Bab II Tinjauan Pustaka
2.4.3 Mengukur Kualitas Jasa Kualitas jasa yang sesuai dengan harapan konsumen sangat penting bagi perusahaan untuk dapat memenangkan persaingan, menurut Zeithaml (2001) kelima kualitas jasa tersebut adalah sebagai berikut : 1. Tangibles Tangibles (wujud fisik ) adalah kebutuhan pelanggan yang berfokus pada fasilitas fisik seperti gedung dan ruangan, tersedianya tempat parkir, kebersihan, kerapian dan kenyamanan ruangan, kelengkapan peralatan, sarana komunikasi serta panampilan karyawan. Adapun indikator-indikator tangible dalam penelitian ini adalah: a. Bangunan dan interior yang bagus dan menarik b. Kebersihan dan kenyamanan tempat rekreasi dan villa c. Kelengkapan fasilitas yang ditawarkan d. Kebersihan dan kerapian karyawan 2. Reliability Reliability (kehandalan) merupakan kemampuan untuk memberikan jasa atau pelayanan sebagaimana yang dijanjikan dengan akurat dan terpercaya. Adapun indikator-indikator reliability dalam penelitian ini adalah: a. Kecepatan receptionist dalam melayani tamu b. Prosedur pelayanan atau pendaftaran untuk tamu yang bermalam tidak berbelitbelit c. Pelayanan yang memuaskan 3. Responsiveness Responsiveness (daya tanggap/ ketanggapan) adalah kemampuan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat. Adapun indikatorindikator responsiveness dalam penelitian ini adalah: a. Tanggap terhadap keluhan pelanggan b. Kesediaan karyawan membantu pelanggan atau tamu c. Kecepatan dalam menyelesaikan masalah
31
Bab II Tinjauan Pustaka
4. Assurance Yaitu mencakup kemampuan pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan sehingga bebas dari bahaya, resiko, ataupun keraguan. Adapun indikator-indikator assurance dalam penelitian ini adalah: a. Keramahan dalam melayani pelanggan atau tamu b. Pengetahuan yang luas c. Keamanan konsumen atau tamu terjamin 5. Emphaty Emphaty adalah kesediaan untuk peduli, memberikan perhatian pribadi bagi pelanggan. Dalam Rambat Lupiyoadi (2006:182), pemberian perhatian yang tulus dan bersifat pribadi, termasuk berupaya memahami keinginan konsumen adalah termasuk dalam emphaty. Adapun indikator-indikator emphaty dalam penelitian ini adalah: a. Tersedia layanan 24 jam b. Mengetahui keinginan pelanggan atau tamu c. Mampu berkomunikasi dengan baik
2.4.4 Faktor-Faktor Penyebab Kualitas Yang Buruk Menurut Tjiptono (2006;85) ada berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan kualitas suatu jasa menjadi buruk. Faktor yang dapat menyebabkan kualitas jasa menjadi buruk faktor-faktor tersebut meliputi : 1. Produksi dan konsumsi yang terjadi secara simultan. Salah satu karakteristik jasa yang penting adalah jasa diproduksi dan dikonsumsi pada saat bersamaan (inseparability). Dengan kata lain dalam memberikan jasa dibutuhkan kehadiran dan partisipasi pelanggan. Akibatnya timbul masalahmasalah sehubungan dengan interaksi produsen dan konsumen jasa. Beberapa kekurangan yang mungkin ada pada karyawan pemberi jasa dapat berpengaruh terhadap persepsi pelanggan pada kualitas jasa misalnya : a. Tidak terampil dalam melayani pelanggan. b. Cara berpakaian tidak sesuai.
32
Bab II Tinjauan Pustaka
c. Tutur katanya kurang sopan atau bahkan menyebalkan. d. Bau badannya mengganggu. e. Selalu cemberut atau pasang tampang angker. 2. Intensitas tenaga kerja yang tinggi. Keterlibatan tenaga kerja yang insentif dalam penyampaian jasa dapat pula menimbulkan masalah pada kualitas, yaitu tingkat variabilitas yang tinggi. Hal-hal yang bisa mempengaruhinya adalah upah rendah (umumnya karyawan yang melayani pelanggan memiliki tingkat pendidikan dan upah yang paling rendah dalam suatu perusahaan), pelatihan yang kurang memadai atau bahkan tidak sesuai, tingkat karyawan yang tinggi, dan lain- lain. 3. Dukungan terhadap pelanggan internal (pelanggan perantara) kurang memadai. Karyawan front-line (bagian teller dan pelayanan pelanggan atau customer service) merupakan ujung tombak dari sistem pemberian jasa yang efektif, maka mereka perlu mendapatkan dukungan dari fungsi-fungsi utama manajemen (operasi, pemasaran, keuangan dan sumberdaya manusia). Dukungan tersebut bisa berupa peralatan (perkakas, material, pakaian seragam), pelatihan ketrampilan, maupun informasi (misalnya prosedur operasi). Selain itu yang tidak kalah pentingnya adalah unsur pemberdayaan, baik terhadap karyawan front line maupun para manajer. Karyawan dan manajer yang diberdayakan akan mampu : a. Mengendalikan dan menguasai cara melaksanakan pekerjaannya. b. Sadar akan konteks dimana pekerjaannya dilaksanakan dan akan kesesuaian
pekerjaannya dalam kerangka yang lebih luas.
c. Bertanggung jawab bersama atas kinerja unit dan organisasi. d. Keadilan dalam ditribusi balas jasa berdasarkan kinerja individual dan kinerja kolektif. 4. Kesenjangan-kesenjangan Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa komunikasi merupakan faktor yang sangat esensial dalam kontak dengan pelanggan. Bila terjadi gap atau kesenjangan dalam komunikasi, maka akan timbul penilaian atau persepsi negatif terhadap kualitas jasa. Ada beberapa jenis kesenjangan komunikasi yang biasa terjadi, yaitu :
33
Bab II Tinjauan Pustaka
a. Perusahaan memberikan janji yang berlebihan, sehingga tidak dapat memenuhinya. b. Perusahaan tidak bisa selalu menyajikan informasi terbaru kepada para konsumen, misalnya yang berkaitan dengan perubahan prosedur atau aturan, perubahan susunan barang di rak pajangan supermarket, dan lainlain. c. Pesan komunikasi perusahaan tidak dipahami pelanggan. d. Perusahaan tidak memperhatikan atau segera menanggapi keluhan atau saran pelanggan. 5. Memperlakukan semua pelanggan dengan cara yang sama. Pelanggan adalah manusia biasa yang bersifat unik, karena mereka memiliki perasaan dan emosi. Dalam hal berinteraksi dengan pemberi jasa, tidak semua pelanggan menerima pelayanan atau jasa yang seragam. Sering terjadi ada pelanggan yang menginginkan atau bahkan menuntut jasa yang bersifat personal dan berbeda dengan pelanggan lain. Hal ini menimbulkan tantangan bagi perusahaan agar dapat memahami kebutuhan-kebutuhan khusus pelanggan individual dan memahami perasaan pelanggan sehubungan dengan pelayanan perusahaan kepada mereka. 6. Perluasan atau pengembangan jasa secara berlebihan. Memperkenalkan jasa baru atau memperkaya jasa lama dapat meningkatkan peluang pemasaran dan menghindari terjadinya pelayanan yang buruk. Akan tetapi bila terlampau banyak menawarkan jasa baru dan tambahan terhadap jasa yang sudah ada, maka hasil yang diperoleh tidaklah selalu optimal, bahkan tidak tertutup kemungkinan akan timbul masalah-masalah seputar standar kualitas jasa. 7. Visi bisnis jangka pendek. Visi jangka pendek (seperti orientasi pada pencapaian target penjualan dan laba tahunan, peningkatan produktivitas tahunan, dan lain-lain) bisa merusak kualitas yang sedang dibentuk untuk jangka panjang. Sebagai contoh : kebijakan suatu bank untuk menekan biaya dengan cara mengurangi jumlah kasir (failled) menyebabkan semakin panjangnya antrian di bank tersebut.
34
Bab II Tinjauan Pustaka
2.5 Pelanggan dan Pengertian Pelanggan Pelanggan dan konsumen memang sangat sulit untuk dibedakan, namun terdapat perbedaan nyata dalam frekuensi penggunaan suatu produk atau jasa. Konsumen menggunakan jasa atau produknya hanya untuk memenuhi kebutuhan sesaat, sedangkan pelanggan merupakan konsumen yang melakukan pembelian ulang atas produk dan jasa yang dihasilkan perusahaan (Yamit, 2004). Pelanggan merupakan aset terbesar yang dimiliki oleh perusahaan. Menurut Sutojo (2003;56) pelanggan dapat dibedakan ke dalam dua bentuk yaitu : 1. Pelanggan bermutu Suatu pelanggan dikategorikan sebagai pelanggan bermutu, apabila : a.Mengulang pembelian produk setiap saat membutuhkannya lagi. Jumlah produk yang dibeli secara kontinu bertambah. b.Apabila penjualan produk dilakukan secara kredit, maka membayar kredit dilakukan sesuai dengan jadwal pembayaran yang telah disepakati bersama. c.Apabila penjualan dilakukan secara kontingensi, membayar produk yang dijual kembali sesuai dengan jumlah sebenarnya yang terjual. d.Memberitahukan manfaat produk atau jasa yang dikonsumsi kepada orang lain atau instansi lain. Bagi perusahaan produsen kesediaan pelanggan menceritakan manfaat produknya kepada orang lain merupakan sarana promosi penjualan yang sangat efektif dan efisien. e.Menganjurkan orang atau instansi lain membeli produk yang di beli. f.Menjadi tokoh panutan atau idola di dalam masyarakat atau sebuah perusahaan yang menjadi pemimpin pasar (the market leader). Tokoh idola atau pemimpin pasar yang menggunakan produk buatan perusahaan tertentu, terdapat harapan para pengikutnya mengikuti untuk mengkonsumssi produk tersebut. 2. Pelanggan tidak bermutu Pelanggan dikatakan tidak bermutu, jika pelanggan tersebut tidak memiliki loyalitas tinggi terhadap produk atau jasa yang dikonsumsinya.
35
Bab II Tinjauan Pustaka
Pelanggan juga dapat didefinisikan sebagai pemanfaat tetap barang atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan. Menurut Gaspersz dalam Tjiptono (2006), pelanggan suatu perusahaan dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu : 1. Pelanggan Internal Pelanggan internal merupakan orang yang berada di dalam perusahaan dan memiliki pengaruh pada performansi pekerjaan atau perusahaan. 2. Pelanggan Antara Pelanggan antara adalah orang yang bertindak atau berperan sebagai perantara, bukan sebagai pemakai akhir produk itu. 3. Pelanggan Eksternal Pelanggan eksternal merupakan pembeli atau pemakai akhir produk itu yang sering disebut sebagai pelanggan nyata. Orang membayar untuk produk yang dihasilkannya itu.
2.6 Kepuasan Pelanggan 2.6.1 Pengertian Kepuasan Dalam persaingan antar hotel yang semakin ketat, faktor kepuasan pelanggan menjadi perhatian yang serius. Pelayanan dan kepuasan pelanggan merupakan aspek penting dalam rangka bertahan dalam bisnis dan persaingan. Konsep kepuasan pelanggan masih bersifat abstrak, yaitu merupakan proses sederhana, maupun kompleks dan rumit. Dalam hal ini peranan individu dalam service encounter sangatlah penting dan berpengaruh terhadap kepuasan yang dibentuk (Tjiptono, 2006). Menurut Philip Kotler (2006;52), kepuasan adalah : “Tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang ia rasakan dibandingkan dengan harapannya”. Sedangkan menurut pendapat Tjiptono (2006;146) "Kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuain atau diskonfirmasi yang dirasakan antara harapan sebelumnya (atau norma kinerja lainnya) dan kinerja produk yang dirasakan setelah pemakaiannya." Ada kesamaan antara beberapa definisi diatas, yaitu menyangkut komponen kepuasan pelanggan (harapan dan kinerja (hasil) yang dirasakan).
36
Bab II Tinjauan Pustaka
Gambar 2.3 Konsep kepuasan pelanggan Kebutuhan dan Keinginan Pelanggan
Tujuan Perusahaan
Produk
Harapan Pelanggan Terhadap Produk
Nilai Produk Bagi Pelanggan
Tingkat Kepuasan Pelanggan Sumber : Fandy Tjiptono, 2006, Manajemen Jasa, Penerbit Andi offset, Yogyakarta
Umumnya harapan pelanggan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan terhadap apa yang akan diterima bila konsumen membeli atau mengkonsumsi suatu produk (barang atau jasa). Kemudian menurut pendapat Philip Kotler (2007;25) menyatakan kunci untuk mempertahankan pelanggan adalah kepuasan pelanggan. Pelanggan dapat sangat puas akan melakukan tindakan : 1. Membeli lebih banyak dan setia lebih lama. 2. Membeli jenis produk baru atau produk yang disempurnakan dari perusahaan. 3. Mengumpulkan pujian bagi perusahaan dan produknya kepada orang lain. 4. Kurang memperhatikan merek dan iklan pesaing, serta kurang sensitif terhadap harga. 5. Memberikan gagasan baru atas barang atau jasa perusahaan. 6. Lebih murah biaya pelayanannya daripada pelanggan baru, karena transaksinya sudah rutin.
37
Bab II Tinjauan Pustaka
2.6.2 Faktor-Faktor Pendorong Kepuasan Pelanggan Menurut Irawan (2003) menyatakan bahwa terdapat lima komponen yang dapat mendorong kepuasan pelanggan.
Gambar 2.4 Lima komponen yang dapat mendorong kepuasan pelanggan Mutu pelayanan
Mutu Produk
Faktor Emosional
Kepuasan Pelanggan
Harga
Biaya dan Kemudahan
Loyalitas Pelanggan
Sumber : Irawan, H. 2003. Indonesian Customer Satisfaction : Membedah Strategi Kepuasan Pelanggan Merek Pemenang ICSA. PT. Alex Media Komputindo, Jakarta.
Dari Gambar 2.4 dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Mutu Produk Konsumen atau pelanggan akan merasa puas, bila hasil evaluasi menunjukkan produk yang digunakan merupakan produk yang bermutu. b. Mutu pelayanan Komponen atau driver pembentuk kepuasan ini, terutama untuk industri jasa, pelanggan akan merasa puas, apabila mendapatkan pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan. c. Faktor Emosional Konsumen yang merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain akan merasa kagum terhadapnya bila menggunakan produk dengan merek tertentu akan cenderung mempunyai tingkat kepuasan lebih tinggi. Kepuasannya bukan
38
Bab II Tinjauan Pustaka
karena produk tersebut, tetapi self-esteem atau social value yang membuat pelanggan menjadi puas terhadap merek produk tersebut. d. Harga Produk yang mempunyai mutu sama, tetapi menetapkan harga relatif murah akan memberikan nilai lebih tinggi bagi pelanggannya. Faktor harga merupakan salah satu faktor yang penting bagi pelanggan untuk mengevaluasi tingkat kepuasannya. e. Biaya dan Kemudahan Pelanggan yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa akan cenderung merasa puas terhadap produk atau jasa tersebut.
2.6.3 Atribut-atribut Pembentuk Kepuasan Menurut Tjiptono (2006;101) atribut- atribut pembentuk kepuasan yaitu : a. Kemudahan dalam Memperoleh Produk atau jasa yang ditawarkan oleh produsen tersedia di outlet-outlet dan toko yang dekat pembeli potensial. b. Kesediaan untuk Merekomendasikan Dalam kasus produk yang pembelian ulangnya relatif lama, kesediaan pelanggan untuk merekomendasikan produk kepada teman atau keluarganya menjadi ukuran yang penting untuk dianalis dan ditindak.
2.6.4 Strategi Kepuasan Pelanggan Kepuasan pelanggan total bukan hal yang mudah untuk dicapai bagi tiap perusahaan. Berbagai upaya harus dapat dilakukan perusahaan untuk mempertahankan para pelanggannnya agar tidak berpindah ke pesaing lain dengan mengorbankan banyak biaya dan investasi. Terdapat berbagai strategi yang dapat diterapkan perusahaan untuk meningkatkan kepuasan pelanggannya, menurut Tjiptono (2006;161) antara lain :
39
Bab II Tinjauan Pustaka
1. Relationship Marketing Hubungan transaksi antara penyedia jasa dan pelanggan tidak berakhir setelah penjualan selesai, namun berupaya untuk menjalin suatu kemitraan jangka panjang dengan pelanggan secara terus-menerus, agar terjadi pembelian ulang. Penerapannya dapat dilakukan dengan cara dibentuknya database pelanggan yang tidak hanya sekedar berisi nama pelanggan, tetapi mencakup hal-hal penting lainnya, misalnya frekuensi dan jumlah pembelian. Penerapannya dapat dilakukan dengan cara memberikan potongan harga khusus dan memberikan jaminan reservasi bagi pelanggan yang menggunakan jasa dengan frekuensi tertentu. 2. Superior Customer Service Penerapan strategi ini memerlukan biaya besar, kemampuan SDM yang profesional dan gigih, karena perusahaan berusaha menawarkan pelayanan lebih unggul daripada pesaingnya. Keunggulan pelayanan yang diberikan menuntut perusahaan untuk membebankan harga tinggi pada jasanya, namun akan terdapat pelanggan yang tidak berkeberatan dengan tingginya harga tersebut. Perusahaan yang memberikan pelayanan superior ini pada akhirnya akan meraih laba dan tingkat pertumbuhan yang pesat dibandingkan pesaingnya. 3. Unconditional Guarantees Perusahaan memberikan garansi tertentu ataupun memberikan layanan purna jual yang baik yang mampu menyediakan media efisien dan efektif untuk menangani keluhan. Intinya perusahaan memiliki komitmen memberikan kepuasan kepada pelanggan, yang pada akhirnya dapat menjadi sumber berguna untuk menyempurnakan mutu jasa dan kinerja perusahaan, serta akan meningkatkan motivasi para karyawan untuk mencapai tingkat kinerja yang lebih baik daripada sebelumnya. 4. Penanganan Keluhan Efektif Penanganan ini dapat dilakukan dengan cara mengidentifikasi dan menentukan sumber masalah yang menyebabkan pelanggan tidak puas dan mengeluh. Masalah ini perlu diatasi, ditindaklanjuti dan diupayakan, agar di masa mendatang tidak timbul masalah yang sama.
40
Bab II Tinjauan Pustaka
5. Peningkatan Kinerja Perusahaan Pemberian pendidikan dan pelatihan mencakup komunikasi, salesmanship dan public relations (PR) kepada setiap manajemen dan karyawan dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Alternatif lain yang dapat dilakukan perusahaan untuk meningkatkan kinerjanya adalah membentuk tim-tim kerja lintas fungsional, sehingga diharapkan wawasan dan pengalaman karyawan semakin meningkat, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kemampuan melayani pelanggan. 6. Quality Function Deployment (QFD) QFD berupaya untuk menerjemahkan apa yang dibutuhkan pelanggan dan menjadi apa yang dihasilkan perusahaan. Hal ini dilaksanakan dengan melibatkan pelanggan dalam proses pengembangan produk dan jasa, sehingga perusahaan dapat memprioritaskan kebutuhan pelanggan, menemukan tanggapan inovatif terhadap kebutuhan tersebut dan memperbaiki proses, sehingga tercapai efektifitas maksimum.
2.6.5 Mengukur Kepuasan Pelanggan Dalam hal ini menurut Philip Kotler yang dikutip oleh Tjiptono (2006;148), ada beberapa metode yang dapat dipergunakan setiap perusahaan untuk mengukur dan memantau kepuasan pelanggannya (juga pelanggan perusahaan pesaing), yaitu : 1. Sistem keluhan dan saran Setiap perusahaan yang berorientasi pada pelanggan (customer oriented) perlu memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi para pelanggannya untuk menyampaikan saran, pendapat, dan keluhan mereka. Informasi yang diperoleh melalui metode ini dapat memberikan ide-ide baru dan masukan yang berharga kepada perusahaan, sehingga memungkinkannya untuk memberikan respon secara cepat dan tanggap terhadap setiap masalah yang timbul.
41
Bab II Tinjauan Pustaka
2. Survei kepuasan pelanggan Melalui survey, perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan dan sekaligus juga memberikan tanda signal positif bagi perusahaan terhadap para pelanggannya. Pengukuran kepuasan pelanggan melalui metode ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya : a. Directly reported satisfaction Pengukuran dilakukan secara langsung melalui ungkapan penanyaan dengan kata-kata seperti : seberapa puas. Penggunaan penanyaan tersebut dengan skala : sangat tidak puas, tidak puas, netral, puas, dan sangat tidak puas. b. Derived dissatisfaction Penanyaan yang diajukan menyangkut dua hal utama, yakni besarnya harapan pelanggan terhadap atribut tertentu dan besarnya kinerja yang mereka rasakan. c. Problem analysis Pelanggan yang dijadikan responden diminta untuk mengungkapkan dua hal pokok. Pertama, masalah-masalah yang mereka hadapi berkaitan dengan penawaran dari perusahaan. Kedua, saran-saran untuk melakukan perbaikan. d. Importance-performance analysis Dalam teknik pengukuran, responden diminta untuk meranking berbagai elemen (atribut) dari penawaran berdasarkan derajat pentingnya setiap elemen tersebut. 3. Ghost shopping Metode ini dilaksanakannya dengan cara memperkerjakan beberapa orang (ghost shopped untuk berperan atau bersikap sebagai pelanggan atau pembeli potensial produk perusahaan dan pesaing. Lalu ghost shopper tersebut menyampaikan temuan-temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam pembelian produk-produk tersebut.
42
Bab II Tinjauan Pustaka
4. Lost customer analysis Metode ini sedikit unik. Perusahaan berusaha menghubungi para pelanggannya yang telah berhenti membeli atau yang telah beralih pemasok yang diharapkan adalah akan diperolehnya informasi penyebab terjadinya hal tesebut. Informasi ini sangat bermanfaat bagi perusahaan untuk mengambil kebijakan selanjutnya dalam rangka meningkatkan kepuasan dan loyalitas pelanggan. Upaya mewujudkan kepuasan pelanggan bukanlah hal yang mudah namun upaya perbaikan atau penyempurnaan kepuasan pelanggan dapt dilakukan dengan berbagai strategi. Pada prinsipnya strategi kepuasan pelanggan akan menyebabkan para pesaing harus bekerja keras dan memerlukan biaya tinggi usahanya merebut pelanggan suatu perusahaan.
2.7 Hotel 2.7.1 Pengertian Hotel Hotel merupakan salah satu akomodasi komersil. Kita mengenal hotel sebagai suatu perusahaan untuk menyediakan pelayanan penginapan, makan dan minum bagi siapa saja yang memerlukannya. Untuk semua pelayanan yang diperolehnya, tamu harus membayar sesuai dengan harga yang ditetapkan oleh hotel tersebut. Hotel didefinisikan sebagai suatu bentuk akomodasi yang dikelola secara komersial disediakan untuk setiap orang untuk memperoleh pelayanan penginapan berikut
makanan dan minuman. (Surat Menteri Perhubungan RI No.
PM/10/PW.301/phb.1997 dalam Susanti, 2004). Menurut Keputusan Dirjen Pariwisata No. 14. Tahun 1998, pengertian hotel adalah : "Suatu usaha yang menggunakan suatu bangunan atau sebagian Bangunan yang disediakan secara khusus dimana setiap orang dapat menginap dan makan serta memperoleh pelayanan dan menggunakan fasilitas lainnya dengan pembayaran."
43
Bab II Tinjauan Pustaka
Dari definisi tersebut nampak jelas bahwa suatu hotel memilki unsur- unsur pihak yaitu adanya bangunan, kamar tidur, kamar mandi, penyediaan makanan dan minuman yang dikelola secara komersial. Menurut Dirjen Pariwisata Usaha Perhotelan itu sendiri didasarkan kepada kriteria: 1. Persyaratan fisik, yang meliputi lokasi, kondisi bangunan dan sebagainya. 2. Bentuk pelayanan yang diberikan sejumlah kamar yang dimiliki. 3. Kualitas menajer serta karyawan yang bekerja meliputi pendidikan,pengalaman dan keterampilan jasa.
2.7.2 Klasifikasi Hotel Klasifikasi atau penggolongan hotel adalah suatu sistem pengelompokan hotel-hotel berbagai kelas atau tingkatan, berdasarkan ukuran penilaian tertentu. Hotel dapat dikelompokan ke dalam berbagai kriteria menurut kebutuhannya, namun ada beberapa kriteria yang dianggap paling lazim digunakan. Penggolongan hotel di dunia berlainan antara negara yang satu dengan negara lainnya. Maka dengan Surat Keputusan Menteri Perhubungan No. PM.10.PW.301 / Pdb - 77 tentang usaha dan klasifikasi hotel ditetapkan bahwa penilaian klasifikasi hotel secara minimum didasarkan pada : a. Jumlah kamar b. Fasilitas c. Peralatan yang tersedia d. Mutu pelayanan Menurut Alma (2004) terdapat tiga jenis hotel, yaitu : 1. Residential Hotel, yaitu hotel yang menerima tamu untuk tinggal dalam jangka waktu yang cukup lama, tetapi tidak untuk menetap. 2. Transit Hotel disebut “Commercial Hotel”, yaitu hotel yang menyediakan kamar dan makan pagi yang diperuntukan bagi pengunjung yang sedang mengadakan bisnis. 3. Resort Hotel disebut Seasonal Hotel, menyediakan akomodasi pada musim tertentu.
44
Bab II Tinjauan Pustaka
Untuk dapat memberikan informasi kepada para tamu yang akan menginap ulang di hotel tentang standar fasilitas yang dimiliki oleh masing- masing jenis dan tipe hotel, maka Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi melalui Direktorat Jendral Pariwisata mengeluarkan suatu peraturan usaha dan penggolongan hotel (SK. No. KM 37 / PW. 304 IMPTT - 86). Penggolongan hotel di Indonesia kemudian digolongkan kedalam 5 (lima) kelas hotel, ditandai dengan bintang yaitu : a. Hotel Bintang 1 (*) b. Hotel Bintang 2 (**) c. Hotel Bintang 3 (***) d. Hotel Bintang 4 (****) e. Hotel Bintang 5 (*****) Hotel-hotel dengan golongan tertinggi dinyatakan dengan tanda dengan tanda bintang 5 dan hotel-hotel dengan golongan terendah dinyatakan dengan tanda bintang 1. Hotel-hotel yang tidak dapat memenuhi standar ke lima tersebut, ataupun yang dibawah
standar
minimum yang ditentukan disebut
Hotel Non
Bintang.Tujuan umum daripada penggolongan kelas hotel adalah : a. Untuk menjadi pedoman teknis bagi calon investor (penanam modal) dibidang usaha perhotelan b. Agar calon penghuni hotel dapat mengetahui fasilitas dan pelayanan yang akan diperoleh di suatu hotel, sesuai dengan golongan kelasnya. c. Agar terciptanya keseimbangan antara permintaan (Demand) dan penawaran (supply) dan usaha akomodasi hotel.
2.8 Pengaruh Antara Kualitas Jasa dan Kepuasan Pelanggan Tuntutan konsumen terhadap kualitas layanan semakin tinggi. Era globalisasi memaksa perusahaan untuk selalu memperbaiki kualitas jasanya agar bisa mempertahankan kelangsungan hidupnya, karena konsumen semakin pintar dan kritis untuk memutuskan apa yang akan dibelinya. Konsumen tidak hanya melihat harga dari label, tetapi lebih pada manfaat yang didapat dari barang yang
45
Bab II Tinjauan Pustaka
dibelinya. Mereka lebih suka membeli dengan harga yang sedikit lebih tinggi asalkan mendapatkan layanan yang memuaskan. Fenomena ini merupakan tantangan bagi perusahaan dan perlu untuk direspon dengan merancang strategi yang tepat. Perusahaan dituntut lebih memperhatikan kebutuhan dan keinginan pelanggan, selanjutnya perlu diketahui harapannya dan kemudian berusaha untuk memenuhinya. Kualitas jasa merupakan bagian yang paling penting dari kegiatan pemasaran produk. Pelayanan yang baik akan sangat membantu dalam mempertahankan
pelanggan,
karena
biaya
yang
diperlukan
untuk
mempertahankan kemauan pelanggan akan lebih sedikit jika dibandingkan biaya untuk merebut kembali pelanggan yang telah hilang atau untuk menarik pelanggan yang baru yang biasanya lebih besar. Pengaruh antara kualitas jasa dengan kepuasan pelanggan ini diungkapkan oleh Tjiptono (2006;68) sebagai berikut: Kualitas dan kepuasan pelanggan berkaitan sangat erat. Kualitas memberikan suatu dorongan kepada pelanggan untuk menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan perusahaan. Dalam jangka panjang ikatan seperti ini memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan seksama harapan pelanggan serta kebutuhan mereka. Dengan demikian perusahaan dapat meningkatkan kepuasan pelanggan dimana perusahaan memaksimumkan pengalaman yang menyenangkan dan meminimumkan atau meniadakan pengalaman pelanggan yang kurang menyenangkan. Pada gilirannya kepuasan pelanggan dapat menciptakan kesetiaan atau loyalitas pelanggan kepada perusahaan yang memberikan kepuasan.
46