BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Membran 2.1.1 Pengertian dan Klasifikasi Pada pertengahan abad 18 diketahui adanya fenomena membran sebagai penghalang yang selektif untuk proses pemisahan. Penelitian tentang hal ini awalnya dilakukan oleh ahli biologi, biokimia dan zoologi. Periode sejarah perkembangan membran: 1. Tahun 1848- 1960 : untuk keperluan penelitian saja 2. Tahun 1960-1980 : terjadi pengembangan baik pengembangan material maupun teknologi prosesnya 3. Tahun 1980-sekarang: teknologi membran untuk pemisahan Teknolgi membran telah berkembang dengan pesat dalam beberapa dekade ini. Teknologi membran memiliki berbagai keunggulan baik secara teknik maupun ekonomi, sehingga sering kali digunakan dalam proses-proses pemisahan maupun pemurnian. Membran merupakan suatu fasa yang bertindak sebagai penghalang yang selektif terhadap aliran molekul atau ion yang terdapat dalam cairan atau uap yang berhubungan dengan kedua sisinya. Proses membran dapat digunakan dalam aplikasi yang sangat luas dan dapat dipastikan kegunaannya akan semakin meningkat dimasa yang akan datang. Dari sudut ekonomi, sekarang ini membran di Indonesia berada diantara perkembangan proses membran generasi pertama dan membran generasi kedua. Yang termasuk generasi pertama dari proses membran adalah: Microfiltrasi (MF) Ultrafiltrasi (UF) Nanofiltrasi (NF) Reverse Osmosis (RO) Electrodialisis (ED) Membran Elektrolisis (ME)
5
Diffusion Dialysis Dialisis yang termasuk generasi kedua adalah: Gas Separation (GS) Vapour Permeation (VP) Pervaporation (PV) Membrane Desillation (MD) Membrane Contractors (MC) Carrier Mediated Process Secara umum membran didefinisikan sebagai suatu lapisan tipis semipermeabel diantara dua fasa yang berbeda karakter, fasa pertama adalah feed atau larutan pengumpan dan fasa kedua adalah permeat atau hasil pemisahan. Operasi membran dapat diartikan sebagai proses pemisahan dua atau lebih komponen dari aliran fluida melalui suatu membran. Pemisahan dicapai karena membran mempunyai kemampuan untuk melewatkan suatu komponen yang ukurannya lebih kecil dari pori membran, pada fasa umpan lebih baik daripada komponen lain yang ukurannya lebih besar dari pori membran [1]. Membran berfungsi sebagai penghalang (Barrier) tipis yang sangat selektif diantara dua fasa, yang hanya dapat melewatkan komponen tertentu dan menahan komponen lain dari suatu aliran fluida yang dilewatkan melalui membran. Molekul atau partikel yang dipindahkan melalui membran dari fasa satu ke fasa yang lain disebabkan oleh adanya: 1. Gradien temperatur (∆T) 2. Gradien konsentrasi (∆C) 3. Gradien tekanan (∆P) 4. Gradien energi (∆E) Berdasarkan eksistensinya, membran terdiri dari membran alami dan membran sintetik. Membran alami adalah membran pada sistem dan proses kehidupan makhluk hidup. Komponen utama membran alami adalah lemak dan protein. Sedangkan membran sintetik adalah membran buatan yang dapat terbuat dari bahan alami (biomembran) atau bahan non alami. Membran buatan
6
digunakan untuk kepentingan penelitian dan pengujian sifat-sifat membran biologi dan juga untuk kepentingan industri. Teknologi membran buatan banyak dimanfaatkan untuk industri kimia dan bahan makanan.
Gambar 1 Skema proses membran [1]
Berdasarkan bentuk membrannya, membran terdiri dari membran simetri dan asimetri. Membran simetri memiliki struktur pori yang homogen dan relatif sama ketebalannya antara 10-200 µm. Sedangkan membran asimetri memiliki ukuran dan kerapatan yang tidak sama. Membran jenis ini memiliki dua lapis yaitu lapisan kulit yang tipis dan rapat (skin lover) dengan ketebalan < 0,5 µm serta lapisan pendukung yang berpori dengan ketebalan 50-200 µm. simetris
asimetri
Pori silindris
Gambar 2 Morfologi membran simetris dan asimetris [1]
Berdasarkan kelistrikannya membran terdiri atas membran bermuatan tetap dan membran bermuatan netral. Membran bermuatan tetap dapat dilalui oleh
7
ion-ion tertentu. Membran bermuatan tetap yang hanya dapat dilalui oleh kation saja disebut membran penukar kation (MPK), sedangkan jika hanya dilalui anion saja disebut membran penukar anion (MPA). Selain kedua membran tersebut ada juga membran yang merupakan gabungan keduanya yang disebut Double Fixed Charge Membrane. Membran bermuatan tetap ini dapat digunakan dalam proses industri, seperti proses elektrolisis, fuel cell, dan berbagai proses filtrasi. Membran bermuatan netral banyak digunakan dalam aplikasi bidang-bidang sains dan teknologi. Membran netral terdiri dari polimer yang tidak mengikat ion-ion tetap. Membran netral juga dapat bersifat selektif terhadap larutan-larutan kimiawi. Selektivitas membran ditentukan oleh unsur-unsur penyusun (monomer), ukuran kimia, ukuran pori-pori, daya tahan terhadap tekanan dan suhu, resistivitas dan konduktivitas serta karakteristik kelistrikannya. Adanya gugus bermuatan tetap (fixed charges group) menyebabkan interaksi yang kuat di dalam polimer antara ion berlawanan (counter ion) dengan gugus bermuatan tetap, di dalam air atau pelarut polar lainnya dapat menyebakan polielektrolit terionisasi. Berdasarkan muatan gugus terikatnya, polielektrolit dapat dibedakan menjadi dua, yaitu polielektrolit penukar anion dan kation. Polielektrolit penukar anion mempunyai gugus terikat dengan muatan positif sedangkan polielektrolit penukar kation mempunyai gugus tetap bermuatan negatif.
Gambar 3 Polielektrolit penukar kation dan anion
Aplikasi polielektrolit antara lain banyak digunakan dalam proses pemisahan seperti elektrodialisis, elektrolisis membran, reverse osmosis, nanofiltrasi, mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, dialisis difusi dan dialisis Donnan. Selain itu juga perkembangan terkini adalah penggunaan polielektrolit sebagai elektrolit dalam fuel cell Berdasarkan
gradien
tekanan
sebagai
daya
dorongnya
permeabilitasnya, membran dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu:
dan
8
a. Mikrofiltrasi (MF). Membran jenis ini beroperasi pada tekanan berkisar 0,1-2 bar dan batasan permeabilitasnya lebih besar dari 50 L/m2.jam.bar. b. Ultrafiltrasi (UF). Membran jenis ini beroperasi pada tekanan antara 1-5 bar dan batasan permeabilitasnya adalah 10-50 L/m2.jam.bar. c. Nanofiltrasi. Membran jenis ini beroperasi pada tekanan antara 5-20 bar dan batasan permeabilitasnya mencapai 1,4-12 L//m2.jam.bar d. Reverse osmosis (RO). Membran jenis ini beroperasi pada tekanan antara 10-100 bar dan batasan permeabilitasnya mencapai 0,005-1,4 L/m2.jam.bar
Perbedaan dari keempat membran tersebut dapat dilihat pada Gambar 4. Nilai fluks yang dimiliki tiap membran berbeda-beda. Nilai fluks ditentukan oleh tekanan operasi dan permeabilitas dari membran yang digunakan. Rentang nilai tekanan operasi untuk keempat membran tersebut disajikan pada Tabel 1
Gambar 4 Bagan proses pemisahan pada membran [1]
9
Tabel 1 Rentang nilai tekanan operasi dan fluks proses membran [1] Proses membran
Rantang tekanan
Rentang fluks
(bar)
(L/m2.jam)
Mikrofiltrasi
0,1-2,0
>50
Ultrafiltrasi
1,0-5,0
10-50
Nanofiltrasi
5,0-20
1,4-12
Osmosis balik
10-100
0,05-1,4
Berdasarkan struktur dan prinsip pemisahan membran dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu membran berpori (porous membrane), membran tidak berpori (non porous membrane) dan membran cair (carrier membrane).
Membran berpori Prinsip pemisahan membran berpori adalah didasarkan pada perbedaan ukuran partikel dan ukuran pori membran. Ukuran pori membran berperan penting dalam pemisahan. Membran jenis ini biasanya digunakan untuk mikrofiltrasi, ultrafiltrasi dan nanofiltrasi. Berdasarkan kerapatan ukuran pori, membran dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu [1]:
1. Makropori
: membran dengan ukuran pori > 50 nm
2. Mesopori
: membran dengan ukuran pori antara 2 nm – 50 nm.
3. Mikropori
: membran dengan ukuran pori < 2 nm
Membran tidak berpori Pada membran tidak berpori prinsip pemisahannya didasarkan pada perbedaaan kelarutan dan kemampuan berdifusi. Sifat intrinsik polimer membran mempengaruhi tingkat selektifitas dan permeabilitas. Membran jenis ini digunakan untuk proses pemisahan gas, pervaporasi dan diálisis.
Membran cair Pada membran ini prinsip pemisahannya tidak ditentukan oleh membran itu sendiri, tetapi ditentukan oleh sifat molekul pembawa spesifik. Molekul pembawa (carrier) berada di dalam membran dan dapat bergerak jika dilarutkan dalam cairan. Carrier harus menunjukkan afinitas yang sangat spesifik terhadap suatu komponen pada umpan sehingga diperoleh selektifitas
10
tinggi. Selain itu permselektivitas komponen sangat tergantung pada spesifikasi bahan pembawa tersebut. Komponen yang dapat dipisahkan dapat berupa cair atau gas, ionik dan non ionik.
Gambar 5 Skema jenis-jenis membran [1]
2.1.2 Teknik Pembuatan Membran
Semua jenis material sintetik berbeda dapat digunakan untuk pembuatan membran. Material yang digunakan bisa berupa anorganik seperti logam, keramik, gelas atau organik mencakup semua polimer. Tujuannya adalah untuk memodifikasi material melalui teknik yang cocok untuk memperoleh struktur membran dengan morfologi yang cocok untuk pemisahan. Teknik pembuatan membran diantaranya: 1. Sintering Bahan membran yang digunakan adalah bubuk yang memiliki ukuran partikel tertentu. Bubuk tersebut ditekan dan dipanaskan pada suhu yang tinggi, sehingga antar muka partikel yang berdekatan akan menghilang dan timbul pori-pori. Metode ini digunakan untuk menghasilkan membran mikrofiltrasi organik dan anorganik yang berpori, dengan ukuran pori antara 0,1-10µm. 2. Stretching Pada metode ini membran yang terbuat dari polimer semikristalin ditarik searah dengan arah ektrusi, sehingga bagian kritsalin dari polimer terletak sejajar dengan arah ektrusi. Porositas membran dihasilkan dengan metode ini lebih banyak
11
dibandingkan dengan metode sintering. Pori yang terbentuk berukuran antara 0,13µm. 3. Track-etching Metode ini dikenal dengan metode litografi. Membran dari polimer ditembak dengan partikel radiasi berenergi tinggi pada arah tegak lurus terhadap membran. Partikel radiasi akan
membentuk lintasan pada matriks membran. Pada saat
membran dimasukan ke dalam bak asam atau basa, maka membran polimer akan terbentuk sepanjang lintasan. Pori yang dihasilkan berukuran seragam (simetri) dan distribusi pori sempit (porositas menurun). Ukuran pori yang diperoleh berkisar antara 0,02-10 µm. 4. Template leaching Teknik ini dilakukan dengan melepas salah satu komponen membran, sehingga dihasilkan membran berpori. Sebagai contoh leburan homogen dari 3 komponen sistem (Na2O-B2O3-SiO2) didinginkan dan sistem akan memisah menjadi dua fasa. Fasa pertama adalah fasa yang tidak larut dan mengandung SiO2, sedangkan fasa kedua adalah fasa yang larut. Fasa kedua ini dilepas dengan penambahan asam atau basa. Ukuran pori yang dihasilkan bervariasi dengan ukuran minimum sekitar 5 nm. 5. Coating Polimer membran yang rapat akan menghasilkan nilai fluks yang rendah. Untuk meningkatkan laju fluks, maka ketebalan membran harus diperkecil dengan membentuk membran komposit. Membran komposit terdiri atas dua material yang sangat selektif diletakan dibagian atas membran. Selektivitas membran akan ditentukan oleh lapisan atas ini. Sedangkan pada lapisan bawahnya dilapisi dengan material berpori besar. Coating dapat dilakukan dengan cara dip coating, polimerisasi plasma, polimerisasi antar muka, dan polimerisasi in situ. 6. Phase Inversion (inversa fasa) Inversa fasa adalah proses transformasi polimer dari fasa cair ke fasa padat dengan kondisi terkendali. Proses pengendapan diinisiasi oleh keadaan dari satu cairan menjadi dua cairan yang saling campur (liquid-liquid demixing). Campuran salah satu fasa cair yang mengandung polimer berkonsentrasi tinggi akan memadat dan membentuk matriks sehingga morfologi membran dapat diatur.
12
2.1.3 Transpor Partikel melalui Membran
Membran merupakan suatu penghalang selektif di antara dua fasa homogen. Molekul atau partikel dapat ditransferkan melalui membran dari satu fasa ke fasa lain karena adanya gaya yang bekerja pada molekul atau partikel. Frata −rata =
∆x l
(1)
dimana Frata-rata adalah gaya dorong yang bekerja pada membran. Ketika gaya dorong ini tetap, akan terjadi suatu aliran melalui membran setelah keadaan mantap tercapai. Hubungan antara fluks (J) dan gaya dorong (F) sesuai dengan persamaan Fluks (J) = Faktor Proporsional (A) X Gaya dorong (F)
(2)
Faktor proporsional A menunjukkan seberapa cepat komponen ditransferkan melalui membran. Jika komponen i ditrasferkan dari satu fasa umpan ke fasa permeat, ada tiga tahap yang terjadi secara umum transfer dari fasa umpan ke permeat, difusi melalui membran dan tranfer dari membran ke fasa permeat. Fluks komponen i dituliskan dalam bentuk koefisien transfer massa total [1]. J i = kov ,i
(3)
dengan
1 k ov ,i
=
1 ki ,umpan
+
1 ki ,membran
+
1 ki , fasapermeat
(4)
Beda potensial yang penting pada proses membran adalah pembedaan potensial kimia (∆µ) dan perbedaan potensial listrik (∆V). Transfer membran dapat terjadi melalui dua mekanisme yaitu tranpor aktif dan transpor pasif. Pada tranpor pasif molekul-molekul berpindah dari potensial tinggi ke potensial rendah, gaya dorong yang bekerja pada transpor pasif adalah beda potensial. Selama proses transpor melalui membran, gejala fouling mungkin saja terjadi. Fouling dapat menyebabkan fluks menurun [2]. Gejala ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu pembentukan gel dan polarisai konsentrasi. Gel terbentuk dari molekul-molekul yang tertahan oleh membran pengendap pada permukaan membran, sedangkan polarisasi konsentrasi terjadi akibat membesarnya
13
konsentrasi larutan umpan disekitar permukaan membran. Untuk mengatasi gejala fouling maka larutan umpan diaduk dengan menggunakan pengaduk magnet.
Beberapa parameter utama dalam proses pemisahan menggunakan membran yaitu permeabilitas dan permselektivitas.
Permeabilitas Permeabilitas suatu membran merupakan ukuran kecepatan dari suatu spesi atau konstituen menembus membran. Secara kuantitas, permeabilitas membran sering dinyatakan sebagai fluks atau koefisien permeabilitas. Definisi dari fluks adalah jumlah volum permeat yang melewati satuan luas membran dalam waktu tertentu dengan adanya gaya dorong, dalam hal ini berupa tekanan. Secara sistimatis fluks dirumuskan sebagai berikut [1,3] :
J=
V A× t
(5)
dimana: J
= Fluks (L/m2.jam)
V
= Volum permeat (L)
A
= Luas permukaan membran (m2)
t
= Waktu (jam)
Pengaruh bentuk pori terhadap fluks dapat diketahui dengan menggunakan persamaan Hagen-Poiseulille dan Kozeny-Carman. Untuk membran dengan poripori membran berupa lubang kapiler lurus, digunakan persamaan HagenPoiseulille berikut [4]
J=
εr 2 ∆P 8ητ ∆x
dimana: ε
= Porositas (besaran tanpa satuan)
r2
= Jari-jari pori (m)
∆P
= Tekanan (N/m2)
∆x
= Ketebalan membran (m)
η
= Viskositas dinamik
τ
= Faktor tortuisitas (keberlikuan pori), nilai τ = 1 untuk pori silinder
(6)
14
τ=
ε
(7)
δ (ε / Lp )
δ adalah ketebalan membran, Lp adalah panjang pori. δ = Lp sehingga τ = 1. Membran yang memiliki pori lebih rumit dapat menggunakan persamaan KozenyCarman, pada persamaan ini pori dianggap sebagai bola pejal J=
ε ∆P KηS 2 ∆ x
(8)
dimana: ε
= Porositas
K
= Tetapan tak berdimensi yang bergantung pada geometri pori
S
= Luas permukaan partikel tiap unit volum (m2)
porositas dapat dicari dengan persamaan sebagai berikut ρ ε = 1 − 1 x100% ρ
2
(9)
dimana ρ1 adalah massa jenis membran kitosan murni sebagai kontrol dan ρ2 adalah massa jenis membran komposit. Suatu membran dikatakan efektif dan efisien jika membran tersebut mempunyai nilai fluks yang tinggi. Masalah yang timbul ketika membran digunakan adalah adanya penurunan nilai fluks terhadap waktu. Hal itu ditunjukkan pada Gambar 6.
Fluks
waktu Gambar 6 Kurva perubahan fluks membran terhadap waktu
Penurunan nilai fluks dalam proses filtrasi dipengaruhi oleh adanya fouling. Fouling pada membran sangat sulit dihindari dalam proses filtrasi membran. Dari Gambar 7 dapat dilihat bahwa Fouling terjadi akibat adanya
15
molekul-molekul yang terakumulasi pada permukaan membran dan menempati pori-pori membran dan terjebak di dalamnya.
Gambar 7 Gejala fouling
Permselektivitas Permselektivitas suatu membran merupakan ukuran kemampuan suatu membran untuk menahan suatu molekul atau melewatkan suatu molekul tertentu. Parameter yang digunakan untuk menggambarkan permselektivitas membran adalah koefisien rejeksi (R). Koefisien rejeksi adalah fraksi konsentrasi zat terlarut yang tidak menembus membran, dan dirumuskan sebagai berikut [1,3]: Cp R % = 1 − C f
x100
(10)
dimana: R = Koefisien rejeksi (%) Cp = Konsentrasi zat terlarut dalam permeat Cf = Konsentrasi zat terlarut dalam umpan Penentuan nilai rejeksi membran berkaitan dengan porositas membran. Porositas merupakan perbandingan ukuran pori dengan luasan membran. Semakin kecil ukuran membran, maka porositas yang dihasilkan akan semakin tinggi dan sebaliknya. Jika nilai rejeksi membran menunjukkan nilai 100% berarti membran mengalami rejeksi sempurna dan sebaliknya jika nilainya 0%, menunjukkan larutan dan zat terlarut melewati membran dengan bebas.
16
2.1.4 Tipe Aliran pada Operasi Membran
Dalam operasi membran dikenal dua jenis aliran umpan, yaitu aliran cross flow dan aliran dead-end. Pada sistem aliran cross flow, aliran umpan mengalir melalui suatu membran dimana hanya sebagian umpan yang melewati pori membran untuk memproduksi permeat, sedangkan aliran perlarut atau cairan pembawa akan melewati permukaan membran sehingga larutan, koloid dan padatan tersuspensi yang tertahan oleh membran akan terus terbawa menjadi aliran balik. Pada sistem dead-end keseluruhan dari fluida melewati membran (sebagai media filter) dan partikel tertahan pada membran sehingga fluida umpan mengalir melalui tahanan membran dan tahanan penumpukan partikel pada permukaan membran [5]. Dengan demikian pada sistem aliran dead-end penyumbatan (clogging) dan pengendapan material (fouling) pada membran lebih cepat dibandingkan pada sistem cross flow, karena pada sistem cross flow deposisi partikel pada permukaan membran akan tersapu (swept away) oleh kecepatan aliran umpan [6].
Gambar 8 Skema sistem aliran dead-end dan cross flow
17
2.2 Kitosan 2.2.1 Struktur dan Sifat Kimia Kitosan adalah polisakarida yang bermuatan positif, mengandung rantai lurus D-glukosamin dan residu N-asetil-D-glukosamin yag diikat dengan ikatan β(1-4→glikosidik). Kitosan merupakan senyawa turunan dari kitin yang banyak terdapat pada rangka luar dari insektisida, crustasea dan jamur. Kitosan diperoleh dengan cara mendeasetilasi kitin dengan menambahkan suatu senyawa alkalin. Kitosan merupakan bahan dasar suatu polielektrolit yang mengandung gugus aktif amino dan gugus hidroksi, membran kitosan banyak digunakan sebagai bahan molekul transpor aktif suatu anion di dalam larutan [7]. Banyak manfaat yang dapat diambil dari sintesis kitosan di antaranya sebagai dietary supplement, pengolahan air, penyajian makanan, bidang pertanian, kosmetik, kertas dan aplikasi medis [8] Kitosan memiliki sifat mudah terdegradasi, biocompatible, tidak beracun dan memiliki aktivitas anti bakteri serta mudah diperoleh [9]. Sifat-sifat kitosan dihubungkan dengan adanya gugus-gugus amino dan hidroksil yang terikat. Adanya gugus tersebut menyebabkan kitosan mempunyai reaktivitas kimia yang tinggi dan penyumbang sifat polielektrolit kation, sehingga dapat berperan sebagai amino exchange. Selain itu sifat biologi yang dimiliki kitosan antara lain (1) bersifat biocompatible, artinya sebagai biopolimer alam sifatnya tidak memiliki efek samping, tidak beracun, tidak dapat dicerna, mudah diuraikan oleh mikroba (biodegradable), (2) dapat berikatan dengan sel mamalia dan mikroba secara agresif, (3) mampu meningkatkan pembentukan tulang, (4) bersifat hemostatik, fungistatik, spermisidal, antitumor, anti kolesterol, (5) kitosan mempunyai sifat khas yaitu mudah dibentuk menjadi spon, larutan gel, pasta, membran dan serat yang bermanfaat dalam aplikasinya. Kitosan memiliki struktur linier sepasang polisakarida yang mengandung ikatan N-asetilglukosamin (unit-A) dan ikatan glukosamin (unit-D). Secara industri kitosan diperoleh dengan mendeasetilasi kitin dengan alkali. Kitosan yang diperoleh secara homogen dari deasetilasi kitin menghasilkan variasi distribusi unit-A dan Unit-D. Kitosan dalam bentuk padatan adalah polimer semikristalin.
18
Kristal tunggal diperoleh dengan deasetilasi penuh dari kitin dengan berat molekul yang rendah. Kitosan merupakan polimer kationik dengan adanya gugus amina yang dapat berprotonasi dalam air, sehingga bermuatan positif yang memberikan kemampuan dapat mengikat muatan negatif yang berada disekelilingnya seperti lemak, kolesterol, ion logam, protein dan makromolekul.
Gambar 9 Struktur kitosan
19
2.2.2 Aplikasi Kitosan
Kitosan memiliki gugus aktif amina bebas dan hidroksil. Dengan adanya gugus-gugus ini maka kitosan dapat dimodifikasi menjadi berbagai produk. Modifikasi yang dapat dilakukan adalah alkilasi, sililasi, tosilasi, pembentukan garam kuarterner, sulfatasi, fosforilasi dan tiolasi [10,11]. Kitosan juga dapat dimodifikasi dengan cara di-blend dengan polimer lain seperti poli (vinil alkohol) dan poli (asam akrilat). Modifikasi lainnya adalah dengan menambahkan crossilinker seperti glutardialdehid dan epiklorohidrin sehingga terbentuk ikatan silang antara rantai polimer kitosan. Berikut beberapa aplikasi kitosan dan turunannya.
Tabel 2 Aplikasi kitosan dan turunannya No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bidang Agrikultur Fotografi Kosmetik
Keterangan Stimulus pertumbuhan tanaman, nutrisi tanaman Pembentukan film Sebagai pelarut, sering digunakan dalam krim dan lotion Kulit buatan Sebagai kulit buatan untuk menutupi luka bakar Apthamology Bahan lensa kontak Pengolahan limbah Sebaga koagulan dan chelating agent Kertas Zat aditif pada kertas Bateraí padat Sebagai konduktor proton Drug delivery dalam bentuk tablet dan gel Pengolahan air dan Mengurangi bau busuk limbah Makanan Mengikat lipid (mengurangi kolesterol) Biofarmasi Imunologis, hemostatik, dan antikoagulan
2.3 Silika Sekam Padi
Sekam padi adalah bagian terluar dari butir padi, yang merupakan hasil sampingan saat proses penggilingan padi dilakukan. Sekitar 20 % dari bobot padi adalah sekam padi dan kurang lebih 15 % dari komposisi sekam adalah abu sekam yang selalu dihasilkan setiap kali sekam dibakar [12]. Nilai paling umum kandungan silika dari abu sekam padi adalah 94 - 96 % dan apabila nilainya
20
mendekati atau di bawah 90 % kemungkinan disebabkan oleh sampel sekam padi yang telah terkontaminasi dengan zat lain yang kandungan silikanya rendah. Silika yang terdapat dalam sekam padi adalah dalam bentuk amorf terhidrat [13]. Tapi jika pembakaran dilakukan secara terus menerus pada suhu di atas 650oC akan menaikkan kristalinitasnya dan akhirnya akan terbentuk fasa cristobalite dan tridymite dari silika sekam padi [14]. Silika (SiO2) atau disebut juga silox merupakan senyawa kimia yang berwujud bubuk putih dalam keadaan murninya pada suhu kamar seperti ditunjukkan pada Gambar 10. Silika merupakan senyawa tidak reaktif dan hanya dapat dilarutkan dalam asam fluorida (HF) dan lelehan NaOH menurut reaksi berikut: SiO2(s) + 6HF(aq) → SiF62-(aq) + 2H+(aq) + 2H2(g) SiO2(s) + 2NaOH(l) → Na2SiO3(s) + H2O(l)
Gambar 10 Bubuk silika
Jika silika ditempatkan dalam suatu larutan tertentu maka pada permukaannya akan terbentuk molekul silanol (SiOH) yang cenderung bersifat sebagai asam bronsted dibandingkan asam lewis karena gugus OH terikat kuat pada SiO2. Silika memiliki afinitas tinggi terhadap molekul positif seperti ion-ion logam. Silika merupakan bahan kimia yang pemanfaatan dan aplikasinya sangat luas mulai dari bidang elektronik, mekanik, medis, seni hingga bidang-bidang
21
lainnya. Salah satu pemanfaatan serbuk silika yang cukup luas adalah sebagai penyerap kadar air di udara sehingga memperpanjang masa simpan bahan dan sebagai bahan campuran untuk membuat keramik seni. Sedangkan silika amorf terbentuk ketika silika teroksidasi secara termal. Silika amorf terdapat dalam beberapa bentuk yang tersusun dari partikel-partikel kecil yang kemungkinan ikut tergabung. Biasanya silika amorf mempunyai kerapatan 2,21 g/cm3. Indonesia sebagai negara agraris memiliki sekitar 60.000 mesin penggiling padi yang tersebar di seluruh daerah dengan produksi sekam sekitar 15 juta ton pertahun. Beberapa mesin penggiling padi dengan kapasitas besar dapat memproduksi 10-20 juta ton pertahun. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil padi terbesar. Oleh karena itu, menghasilkan limbah yang cukup besar, berupa sekam padi. Sekam adalah suatu lapisan tipis atau lapisan terluar yang menutupi beras. Telah diketahui bahwa Indonesia menghasilkan 15 juta ton padi dimana sekitar seperlimanya adalah sekam. Ini berarti bahwa produksi beras tahunan meninggalkan sekitar 3,6 juta ton sekam sebagai limbah yang biasanya digunakan untuk pembakaran. Sayangnya 20% dari sisa abu sekam padi (Rice Husk Ash/ RHA) setelah pembakaran menimbulkan permasalahan lingkungan diantaranya menyebabkan polusi air dan udara. Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa RHA mengandung 90-99% SiO2 [15-22] dalam bentuk amorf atau dalam bentuk kristal seperti
cristobalite dan tridymite [16]. Cristobalite adalah bagian dari silika
amorf yang telah berubah menjadi kristal [17]. Sebenarnya silika amorf adalah prekursor silika yang paling aktif dalam Zeolit. Oleh karena itu, sebagian besar silika dapat diperoleh secara cuma-cuma dari sumber RHA yang sangat melimpah dan silika juga merupakan alternatif yang murah untuk digunakan oleh beberapa industri. Pada tahun 2001 M.S. Nizami dan M.Z. Iqbal telah melakukan penelitian untuk menghasilkan silika dari sekam padi. Metode yang mereka gunakan adalah pyroprocessed dengan membakar sekam padi di dalam furnace listrik dengan suhu 500oC selama 8 jam. Abu yang dihasilkan mengandung 92,01% SiO2 yang telah diberikan perlakuan kimia basah dan pengeringan termal [23].
22
Grama Rao et.al. juga telah melakukan penelitian pada sekam padi. Berbeda dengan penelitian M.S. Nizami dan M.Z. Iqbal, dimana mereka langsung membakar sekam padi, pada penelitian Grama Rao et.al. sekam padi yang akan digunakan dicuci terlebih dahulu dengan air destilata untuk mengilangkan debu/pengotor yang terakumulasi dalam sekam padi kemudian dikeringkan pada suhu 40oC selama 7 hari [24]. Metode ini tidak efektif karena memerlukan waktu yang lebih lama. Dengan demikian proses pengeringan ini harus dipersingkat dengan cara meningkatkan suhu pengeringan, seperti yang sudah dilakukan oleh Heru Harsono. Dia mengeringkan sekam padi pada suhu 190oC selama 1 jam [25]. Setelah dikeringkan sekam padi dipanaskan dengan menggunakan furnace untuk menghasilkan abu pada suhu 400-600oC selama 6-24 jam. Proses ini relatif lebih singkat dibandingkan metode sebelumnya. Pada tahun 2005 Ola Abdel Wahab et.al. melakukan penelitian yang sama, mereka mencuci sekam padi kemudian dikeringkan pada suhu 105oC [26], selanjutnya didinginkan dan diayak dengan ukuran 250-500 µm tanpa ada perlakuan lebih lanjut. Bagian lain dari sekam padi dengan ukuran fraksi yang sama digunakan untuk aktifasi dengan menggunakan asam cuka sebagai berikut: 100 g sekam padi dicampurkan dalam 0,6 M asam cuka selama 2 jam dengan suhu 20oC. Campuran tersebut dikeringkan semalam pada suhu 50oC kemudian sekam yang telah kering dipanaskan pada suhu 120oC sampai akhirnya abu yang tersisa mengandung silika murni. Silika yang dihasilkan lebih murni dibandingkan metode sebelumnya. Ada beberapa metode yang telah dilaporkan oleh Zainab Ramli dan Hasliza Bahruji untuk menghilangkan pengotor dari sekam padi. Metode pertama adalah treatment pada sekam padi dengan larutan asam organik dan inorganik panas sebelum dibakar. Metode kedua menggunakan air mendidih dengan menggunakan autoclave
pada suhu mendekati 150oC. Metode ketiga adalah
dengan cara memutar sekam padi menjadi serbuk yang halus pada suhu 250oC sebelum kalsinasi. Bagaimanapun kemungkinan proses ini mempengaruhi perubahan amorf menjadi cristobalite. Metode pertama dan kedua menghasilkan silika amorf berwarna putih yang dapat menunjukkan luas permukaan 500 m2/g. Metode ketiga tidak menghilangkan unsur-unsur yang bersifat alkali dari sekam
23
dan tampak menghasilkan suatu serbuk karbon bebas berwarna kelabu yang luas permukaannya lebih rendah. Sekam padi merupakan hasil sampingan dari penggilingan padi yang digunakan sebagai sumber energi di beberapa industri seperti pembangkit tenaga listrik biomassa dan penggilingan padi. Ada beberapa metode untuk ekstraksi silika dari biomassa. Beberapa penulis [27,28] mengusulkan bahwa pengasaman sebelum pemanasan merupakan metode yang bagus untuk ekstraksi silika alami. Kemurnian yang tinggi dari silika dan impuritas mineral yang rendah diperoleh dengan mendidihkan larutan hidroklorik selama 1 jam kemudian dibakar pada tekanan atmosfer pada suhu 650-700°C selama 4 jam [29]. Dengan metode ini silika yang diekstrak ditemukan dalam bentuk struktur amorf yang bentuknya paling reaktif untuk reaksi silylation. Penelitian sekam padi pada saat ini menguraikan proses untuk memproduksi campuran silika-karbon dalam bentuk amorf, silikat elektronikpotasium dan karbon aktif. Sekam padi pertama kali dipirolisis dalam reaktor pada suhu kurang dari 973 K untuk memperoleh arang yang kemudian dipanaskan dan diaktifkan dengan uap air pada suhu 1073-1173 K sekitar 1 jam di dalam reaktor lain [30]. Arang yang dihasilkan dilarutkan dengan HCl. Analisa arang yang dilarutkan menunjukkan bahwa bentuknya amorf alami dan sebagian besar mengandung 40% karbon 56% silika dengan jumlah penguapan yang sedikit. Sekam padi mengandung silika dan karbon yang sangat diperlukan untuk industri terutama untuk material keramik. Sekam padi pertama kali digunakan oleh Cutler (1973) sebagai bahan dasar untuk produksi karbid-silikon. Sejauh ini proses yang diteliti ada dua tahap yaitu (i) dipanaskan pada suhu lebih rendah (400-800°C) dengan cara dikontrol untuk menghilangkan penguapan dan (ii) mereaksikan sekam padi yang sudah dipanaskan pada suhu tinggi (> 1300°C) untuk membentuk SiC [31]. A.D.Simonov et.al. telah melakukan penelitian pada pembakaran sekam padi. Dalam penelitianya mereka menjelaskan beberapa data percobaan pada pembakaran katalitik dari sisa-sisa tumbuhan salah satunya adalah sekam padi yang paling tersebar luas [32]. Sekam padi tersedia di banyak negara-negara dan penggunaanya sekarang tidak hanya sebagai bahan bakar, tetapi juga sebagai
24
sumber silikon untuk industri semikonduktor yang merupakan sintesis dari silikon-karbid dan silikon-nitrid. Sifat fisik dan morfologi dari sintesis sekam padi diuji dengan beberapa teknik.
Pengujian
kristalinitas
dilakukan
dengan
menggunakan
X-Ray
Diffractometer [33]. Gambar 11 menunjukkan pola XRD dari ektraksi silika yang dilakukan oleh C. Siriluk dan S. Yuttapong. Mereka mengektraksi silika dengan cara memanaskan RHA dalam 1M HCl pada suhu 80oC selama 1 jam. Setelah pengasaman, abu dicuci dengan air destilata, dikeringkan dengan oven pada suhu 110oC semalaman kemudian dikalsinasi dalam furnace pada suhu 650oC selama 4 jam. Dari hasil karakterisasi XRD dapat dilihat salah satu puncaknya adalah sekitar 2θ sama dengan 22° yang mengindikasikan bahwa silika yang diperoleh dari pelarutan RHA dengan asam adalah dalam bentuk amorf.
Gambar 11 Pola XRD dari silika yang diekstrak dari RHA yang dilarukan dalam asam [33]. Tashima MM, et.al. telah melakukan penelitian yang sama, tapi dalam penelitian mereka, abu yang diperoleh dimasukan dalam Ball Mill sehingga RHA lebih halus dibandingkan RHA pada penelitian C.Siriluk dan S. Yuttapong. Difraksi sinar X digunakan untuk melihat persentase silika kristal dalam RHA dan laser diffraction particle size analyzer digunakan untuk menentukan disrtibusi ukuran partikel RHA.
25
Dalam penelitian Yasushi Shinohara dan Norihiko Kohyama persentase dan karakteristik silika kristal pada sampel RHA dipanaskan pada beberapa variasi suhu dan diuji secara kuantitatif dengan analisis kandungan silika berdasarkan pada XRD dan metode asam pyrophosphoric. Dengan cara membandingkan data yang diperoleh melalui kedua metode tersebut, mereka mengevaluasi kedua metode dengan lebih efektif untuk menganalisa sampel yang mengandung tridymite dan cristobalite. Mereka melakukan penelitian pada dua jenis arang sekam padi komersil, salah satunya adalah bagian sekam padi yang digunakan untuk meningkatkan kesuburan tanah (“Kun-tan” (KT)), sampel yang kedua adalah serbuk arang sekam padi yang digunakan sebagai sumber material dalam pemasangan kaca tembikar (“Momi-hai” (MH)). Gambar 12 menunjukkan pola XRD dari sampel RHA yang dipanaskan dan menunjukkan persentase fase kristal silika.
Gambar 12 Pola XRD dari sampel RHA yang telah dipanaskan pada beberapa variasi suhu. Simbol C, T dan Q: posisi puncak dari cristobalite, tridymite dan quartz [17]. Berdasarkan pada beberapa penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa sekam padi dapat menghasilkan silika dalam bentuk amorf dan kristal yang
26
bergantung pada proses pemanasannnya. Proses pemasanan pada suhu 400-650oC menghasilkan silika dalam betuk amorf dan pada suhu lebih dari 650oC menghasilkan silika dalam bentuk kristal.
2.4 Membran Komposit
Pada dekade terakhir, nanopartikel logam dan nanokomposit mendapat perhatian lebih terutama pada sifatnya. Sifat yang unik pada nanomaterial diakibatkan oleh ukurannya yang kecil dan luas permukaan yang spesifik [34]. Teknologi nano ini dapat diaplikasikan dalam membuat membran nanokomposit. Contoh membran yang terbuat dari bahan alam adalah kitosan, karena diketahui bahwa kitosan merupakan polimer alam. Tetapi membran yang terbuat hanya dari kitosan saja memiliki banyak kekurangan sehingga harus dicampur/dikomposit dengan bahan lain. Membran telah digunakan untuk teknik separasi dalam jangka waktu yang panjang. Hampir semua membran dibuat dari material buatan. Polimer alami tidak terlalu banyak yang mirip dengan membran buatan tetapi lebih biocompatible dan biodegradable. Disamping selulosa dan turunannya, polimer alami yang umum saat ini adalah kitin dan kitosan. Kitosan telah digunakan tidak hanya di dalam farmasi, ilmu pengobatan mata, kosmetik, pertanian, dan proses makanan, tetapi juga di dalam membran separasi. Kitosan tidak dapat larut dalam air, tetapi membran kitosan menunjukkan hidrofilisitas yang tinggi [35]. Banyak riset menyelidiki pemisahan campuran air-alkohol yang menggunakan sistem pervaporasi melalui membran kitosan dan memodifikasi membran kitosan dengan campuran pengikat silang atau kompleks Berbagai penelitian terhadap kitosan telah dilakukan dan penelitian yang paling populer adalah penelitian kitosan yang dapat berfungsi sebagai membran berdasarkan sifat polimernya. Kitosan menarik perhatian dalam pengembangan biomaterial komposit karena polisakarida yang alami diperoleh dari kitin setelah N-Deacetylation yang biodegradable dan biocompatible [36]. Kitosan adalah turunan dari kitin, yang linier dengan bobot molekular tinggi, polisakarida kristal terdiri dari ß-(1.4) yang berikatan dengan N-Acetyl-D-
27
Glucosamine. Analisa XRD mengungkapkan bahwa kitin adalah suatu unsur polimorfik yang terjadi dalam tiga modifikasi kristal yang berbeda, termasuk α-,ßdan kitin. Kitosan adalah semikristal dan menunjukkan polymorphism yang tergantung pada sifat fisiknya. Struktur untuk bentuk yang berbeda meliputi bentuk anhydrous, bentuk terhidrasi dan berbagai garam diperoleh dari analisa XRD [37]. Penelitian yang dilakukan oleh Modrzejewska, et.al. untuk mengetahui struktur membran kitosan adalah dengan membuat membran kitosan hidrogel. Larutan pembentuk membran adalah garam kitosan dalam bentuk asam cuka dan laktat dengan konsentrasi polimer yang berbeda.
Gambar 13 Hasil XRD membran kitosan [37]
Berdasarkan Gambar 13 dapat dilihat bahwa kitosan merupakan polimer dengan indeks kristalinitas rendah atau lebih tepatnya bentuk amorf. Ketika terjadi perubahan bentuk kitosan ke dalam bentuk membran hidrogel, struktur kristal akan berubah. Perubahan ini tergantung dari konsentrasi polimer yang digunakan. Kitosan adalah bentuk deasetilasi dari kitin, yang merupakan biopolimer paling melimpah kedua di dunia setelah selulosa, molekul kitosan mengandung sejumlah besar grup hidroksil reaktif (-OH) dan grup amina (-NH2), oleh karena itu bisa merupakan bahan yang sempurna untuk afinitas membran [38]. Zhiping
28
Zhao et.al telah melakukan penelitian tentang membran kitosan yang berfungsi untuk mikrofiltrasi. Membran yang dibuat merupakan komposit antara carboxymethyl amphoteric chitosan (CS–CM)/poly (ethersulfone) (PES). Kitosan dilarutkan dalam asam asetat dengan menggunakan magnetik stirer. Kemudian dibuat membran, membran yang telah kering direndam dalam NaOH untuk menetralisir asam asetat. Untuk membran komposit, dilakukan dengan prosedur yang sama tetapi asam asetat digantikan oleh H2O, poly (ethersulfone) dicampurkan ke dalam larutan selama 1 jam, membran yang terbentuk tidak perlu dinetralisir dengan NaOH. Silika memiliki banyak aplikasi diantaranya sebagai semen aditif, penyerap dalam industri, pengental dalam beton, semikonduktor, membran dan lain-lain [39]. Jiahao Liu et.al telah melakukan penelitian tentang membran silika dan kitosan. Mereka membuat membran kitosan makropori, yaitu dengan cara melarutkan 2 g kitosan dalam 10 ml asam asetat 2 %. Setelah kitosan larut, ditambahkan partikel silika kemudian diaduk selama 3 jam pada suhu ruang agar terdispersi dan seragam. Berbeda dengan peneletian Zhao et.al, pada penelitian ini membran yang terbentuk direndam dalam NaOH pada suhu 80oC, tujuannya adalah untuk melepaskan silika dalam membran sehingga terbentuk makropori. Karena telah diketahui bahwa silika akan larut dalam HF atau NaOH. Membran yang terbentuk digunakan untuk adsorpsi urea. Pada umumnya porogen digunakan untuk menghasilkan membran berpori melalui metoda inversa fasa dengan cairan campuran seperti aseton, dimethyl formamide, dimethyl sulfoxide dan benzen. Partikel silika diketahui sebagai suatu porogen ideal untuk menghasilkan membran kitosan makropori yang mengontrol porositas dan memiliki sifat mekanik yang baik [40]. Contoh lain komposit antara kitosan dan silika adalah Aquagels yaitu suatu fasa padat yang terdiri dari kitosan dan silika yang dapat dengan mudah dibuat dengan menggunakan suatu larutan asam asetat dari kitosan untuk mengkatalis, hidrolisis
dan
pemadatan
tetraethylorthosilicate
(TEOS).
Kitosan-silika
dicampurkan menjadi gel. Fungsi dari komposit ini adalah untuk hibrid aerogel [41,42]. Di dalam penelitian terbaru, menunjukkan bahwa grup amina pada kitosan di dalam jaringan silika dapat bereaksi dengan campuran eksternal yang
29
disediakan. oleh karena itu memungkinkan untuk mereaksikan molekul kitosan dicampurkan dalam ruang aerogel yang kering. Juin-Yih Lai et.al melakukan penelitian membran kitosan yang dapat digunakan untuk pervaporasi. Membran kitosan dapat dibuat dengan sistem kering, di mana larutan kitosan/asam/air diuapkan untuk membentuk membran padat. Bagaimanapun, beberapa membran tidak bisa secara langsung digunakan untuk pervaporasi karena membran mengalami re-dissolve ketika berhubungan dengan larutan yang mengandung air, efek ini disebabkan oleh sisa asam dalam membran karena efek swelling yang disebabkan oleh larutan umpan [43]. Oleh karena itu, dalam penelitian selanjutnya digunakan partikel nano-inorganik yang dicampurkan ke dalam membran kitosan untuk mengurangi swelling untuk meningkatkan permselektivas membran dan stabilitas jangka panjang. Tiga jenis nanopartikel yang biasa digunakan adalah silika, tanah liat, dan 5A zeolit. Bahan tersebut dicampur dengan kitosan yang telah dilarutkan dalam asam asetat untuk membentuk suatu larutan homogen. Larutan ditempatkan dalam plat gelas/kaca kemudian dikeringkan pada suhu kamar untuk membentuk membran. Membran yang telah keringkan dilepaskan dari plat kaca dengan cara direndam dalam larutan NaOH. Membran yang telah dinetralkan dibilas dengan akuades kemudian dikeringkan dalam tungku pada suhu 40oC. Kunci utama dari pembuatan membran komposit kitosan/nanopartikel adalah dispersi nanopartikel di dalam larutan kitosan. Jika nanopartikel dapat dengan baik didispersikan secara bebas pada larutan ber-pH maka nanopartikel akan terdispersi di dalam larutan kitosan, membran komposit kitosan/nanopartikel homogen dapat diperoleh, seperti pada Gambar 14.
Gambar 14 Dispersi nanopartikel dalam membran kitosan [43]
30
Penelitian tentang membran kitosan yang dikomposit juga telah dilakukan oleh Mohd. Natsir et.al. dalam penelitiannya mereka mencampurkan kitosan dengan poly Ethylene Oxide (PEO). Kitosan-PEO dicampurkan menggunakan magnetik stirer diaduk selama 8 jam, kemudian dikeringkan dalam suhu ruang sampai terbentuk membran. Karakteristik yang dilalukan diantaranya adalah XRD, SEM dan FTIR [44]. Dapat dilihat dengan jelas dari hasil SEM Gambar 15 bahwa dengan penambahan PEO menyebabkan membran menjadi berpori. a
c
a
b
b
c
Gambar 15 Hasil SEM a) membran kitosan murni, b) membran PEO murni, c) membran kitosan-PEO [44]. Hasil XRD menunjukkan fase dari masing-masing komponen, PEO menunjukkan dalam fase kristal, kitosan merupakan polimer sehingga fasenya dalah amorf. Setelah dikomposit terlihat fasenya ada di antara kristal dan amorf
Gambar 16 Hasil XRD untuk kitosan, PEO dan membran kitosan-PEO [44]
31
Dengan uji FTIR dapat dilihat perubahan kisaran panjang gelombang antara kedua komponen, kisaran panjang gelombang tersebut menunjukkan adanya ikatan antara gugus-gugus molekul yang ada dalam membran. Terlihat perubahan yang signifikan antar komponen, terbentuk ikatan yang baru dan ada ikatan yang hilang
Gambar 17 Hasil FTIR membran kitosan, PEO dan kitosan-PEO [44]
Pada tahun 2005 Feng Na Xi, et.al melakukan penelitian pada kitosan yang dilapisi dengan silika gel. Kitosan merupakan salah satu matriks chromatographic
yang
potensial
berdasarkan
karakteristiknya
meliputi
biocompatibility, hydrophilicity, biodegradability dan biayanya rendah [45]. Disamping itu, grup amino pada rantai polyglucosamine membuat suatu hubungan matriks chromatographic yang tepat untuk gabungan bioligands. Bagaimanapun, gel kitosan dibuat dalam bentuk butiran yang memperlihatkan kekuatan mekanik rendah dan operasi tekanan besar. Dalam penelitian ini, telah dibuat suatu silika yang didukung butiran kitosan makropori yang berhubungan dengan trypsin, dan pemurnian TIs pada afinitas serapannya. Proses pembuatnnya hampir sama dengan penelitian sebelumnya, dimana kitosan dilarutkan dalam asam asetat kemudian ditambahkan silika. Tetapi kitosan-silika ini tidak dibentuk membran, campuran tersebut didiamkan sampai mengering. Setelah kitosan yang dilapisi silika gel dihilangkan dalam DMSO
32
dengan pengadukan, larutan NaOH ditambahkan sampai pH mencapai 9,0. Pengadukan campuran dilanjutkan selama 30 menit untuk mengekstrak PEG dalam rangka membentuk permukaan makropori seperti ditunjukkan pada Gambar 18.
Gambar 18 Permukaan SiO2 dan CTS-SiO2 [45] Penelitian yang sama untuk kitosan dan silika juga telah dilakukan oleh Silva et.al dalam penelitiannnya mereka menggunakan campuran antara kitosan dan SiO2 yang dihasilkan dari TEOS (tetraethyl orthosilicate) [46]. Kitosan dan TEOS diaduk selama 24 jam, larutan diuapkan dalam suhu ruang sampai akhirnya terbentuk membran. Membran yang telah terbentuk diujikan dalam SBF (simulated body fluid) untuk memperkirakan bioaktivitas dari membran. Analisis yang dilakukan adalah SEM dan EDS. Berikut adalah gambar hasil pengujiannya
Gambar 19 Analisis SEM A) sebelum direndam dalam SBF, B) setelah 7 hari dalam SBF, C) dan D) hasil EDS [46] Pengujian fluks membran dengan menggunakan metode cross flow telah dilakukan oleh Noor E. dan Kusumawardhani GD. pada tahun 2001. Metode crossflow mereka lakukan untuk memekatkan sirup glukosa [47]. Proses
33
pengukuran fluksnya dilakukan selama 60 menit dengan skema alat sebagai berikut
Gambar 20 Rangkaian alat proses mikrofiltrasi cross flow
Dari hasil pengukuran fluks diperoleh grafik hubungan antara fluks dan waktu seperti pada Gambar 21 terlihat bahwa grafik menunjukkan ekponensial sesuai dengan teori seperti pada Gambar 6 fluks menurun tajam dan mulai konstan pada menit ke 10. Peristiwa ini terjadi karena terbentuk lapisan gel pada permukaan membran yang lebih dikenal sebagai peristiwa fouling atau penyumbatan.
Gambar 21 Hubungan antara fluks dan waktu
Masalah fouling merupakan alasan paling utama terhambatnya proses utrafiltrasi dalam berbagai bidang diantaranya bidang kimia dan proses biologi. Shamsuddin Ilias telah melakukan suatu penelitian untuk meminimalisir terjadinya fouling yaitu dengan menggunakan konsep flow reveral [48]. Dalam penelitiannya dia menggunakan BSA (Bovine Serum Albumine) sebagai feed.
34
BSA adalah model pelarut yang baik pada membran filtrasi yang dikenal fouling dan kemampuan polarisasi konsentrasinya.
Gambar 22 Skema percobaan reverse feed flow [48]
Gambar 23 adalah perbandingan grafik hubungan antara fluks dan waktu antara flow reversal dan tanpa flow reversal. Tampak jelas perbedaan antara kedua grafik, penurunan fluks pada grafik flow reversal lebih sedikit. Metode ini terbukti dapat mengurangi terjadinya fouling pada proses filtrasi.
Gambar 23 Grafik hubungan antara fluks dan waktu dengan dua metode yang berbeda