BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bangsa
Indonesia
telah
lama
mengenal
pengobatan
secara
tradisional,misalnya dengan tumbuhan,binatang dan mineral. Penggunaan tumbuh-tumbuhan tersebut sebagai ramuan obat untuk penyakit-penyakit tertentu,ini merupakan suatu bukti bahwa di dalam ramuan obat tersebut terdapat senyawa-senyawa kimia yang berkasiat. Keaneka ragaman tumbuhan yang terdapat di Indonesia merupakan salah satu kekayaan alam yang perlu untuk di budidayakan.Tumbuh-tumbuhan ini dapat digunakan sebagai bahan obat hasil alam yang mengandung zat-zat kimia yang terdapat di alam. Penggunaan ramuan obat-obatan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan sampai saat ini masih banyak dikembangkan oleh sebagian masyarakat yang kita kenal sebagai jamu,baik jamu yang berupa sirup maupun bubuk. Ini membuktikan bahwa didalam ramuan obat-obatan tersebut mengandung senyawa-senyawa kimia yang berkasiat mengobati penyakit(Hariana, 2004)
2.1. Merambung (Vernonia arborea Buch-Ham. ) Nama umum Indonesia : Merambung, Hamirung, sembung dedek (Jawa) (http://www.plantamor.com/index.php?plant=1469) Klasifikasi Kingdom
:
Plantae
Divisi
:
Spermatophyta
Subdivisi
:
Angiospermae
Kelas
:
Dicotyledoneae
Ordo
:
Asterales
Universitas Sumatera Utara
Famili
:
Asteraceae
Genus
:
Vernonia
Species
:
Vernonia arborea Buch-Ham
2.2 Senyawa Terpenoida Senyawa terpenoida berasal dari molekul isoprene CH2=C(CH3)-CH=CH2 dan kerangka karbonnya dibangun oleh penyambungan dua atau lebih satuan C5 ini. Kedua senyawa – senyawa itu dibagi – bagi menjadi beberapa golongan berdasarkan jumlah satuan yang terdapat di dalam senyawa tersebut; dua (C10), tiga (C15), empat (C20), enam (C30), atau delapan (C40) satuan. Terpenoida terdiri atas beberapa macam senyawa, mulai dari komponen minyak atsiri, yaitu monoterpenoida dan seskuiterpenoida yang mudah menguap
(C10 dan C15),
diterpena yang lebih sukar menguap (C20), sampai senyawa yang tidak menguap, yaitu triterpenoida dan sterol (C30), serta pigmen karotenoida (C40 ). (Harborne, JB.1987) Berikut ini merupakan tipe dari terpenoid:
2.2.1. Hemiterpenoid Contohnya prenol, asam isovalerat. Isoprena terdapat langka dalam tumbuhan tetapi memang terdapat dalam dedaunan. Contoh lain dari hemiterpenoid ini adalah isoamilalkohol,iso valeraldelhida, asam senesioat, asam tiglat, asam angelat dan asam β-furoat.
2.2.2. Monoterpenoid Contohnya geraniol. Monoterpenoid terbentuk dari dua satuan isoprena dan biasanya mempunyai sepuluh atom karbon. Monoterpenoid merupakan komponen utama banyak
Universitas Sumatera Utara
minyak atsiri dan mempunyai makna ekonomi besar sebagai bau-rasa, wewangian dan pelarut. Monoterpenoid khas berupa cairan tak berwarna, tidak larut dalam air, dapat disuling uap dan berbau harum. Contoh monoterpenoid lain seperti mirsena, lavandol, geranial, keton artemisia, perinia, α-felandrena, pulegon, menton, mentofuran, mentol, 1,8 sinesol, eukarvon, kripton, safranal, nepelakton, askaridol dan lain-lain.
2.2.3. Seskuiterpenoid Contohnya farnesol, kurkumen, bisabolol. Seskuiterpenoid adalah senyawa C15 biasanya dianggap berasal dari tiga satuan isoprena. Seperti monoterpenoid, seskuiterpenoid terdapat sebagai komponen minyak atsiri yang tersuling uap dan berperan penting dalam aroma kepada buah dan bunga. Kegunaan kaidah isoprena secara umum dan kadangkadang kekecualian yang disebutkan terdahulu berlaku juga untuk golongan ini. Anggota seskuiterpenoid asiklik ialah farnesol dengan alkohol yang tersebar luas. Farnesol pirofosfat merupakan senyawa antara kunci dalam biosintesis terpenoid. Sebagian besar seskuiterpenoid monosiklik mempunyai kerangka farnesol yang tertutup membentuk cincin anggota 6. Contoh seskuiterpenoid yaitu γ-bisabolena, zingiberena, lanseol, ar-turmeron, perezon dan asam (S)-absisat. Salah satu seskuiterpenoid monosiklik terpenting adalah asam absisat, hormon yang melawan efek giberelin dan menghambat pertumbuhan kuncup. Sejumlah senyawa C13 berasal dari seskuiterpenoid telah diketahui penyebabnya bermakna bau-rasa buah. Banyak senyawa seskuiterpenoid yang diketahui mempunyai efek fisiologi terhadap hewan dan tumbuhan. Sementara beberapa senyawa seskuiterpenoid ada yang mengandung gugus fungsi lakton yang beracun yang merupakan kandungan tumbuhan obat. Senyawa lain bekerja sebagai penolak serangga dan insektisida, beberapa merangsang pertumbuhan tumbuhan, dan bekerja sebagai fungisida. Selain gugus fungsi lakton juga terdapat dua gugus aldehida yang dipisahkan oleh 2 atom karbon. Gugus
Universitas Sumatera Utara
dialdehida ini menyebabkan beberapa tumbuhan pedas dan juga aktif sebagai penolak serangga. Contoh seskuiterpenoid monosiklik biasa adalah humulen, zerumbon, elemol dan nootkatin. Seskuiterpenoid bisiklik seperti α-kadinena, guaiol, β-selinena, eudesmol, santonin, kesil alkohol, vetivon dan artabsin. Seskuiterpenoid tidak biasa seperti iresin, karyofilena, eremofilon, akoron, sedrol, kuparena, tujopsena. 2.2.4. Diterpenoid Contohnya kafestol Diterpenoid merupakan senyawa C20 yang berasal dari empat satuan isoprenoid. Karena titik didihnya yang tinggi biasanya diterpenoid tidak ditemukan dalam minyak atisri tumbuhan meskipun diterpenoid bertitik didih rendah pun. Senyawa ini ditemukan dalam damar, eksudat berupa gom dan dalam fraksi bertitik didih tinggi seperti damar yang tersisa setelah penyulingan minyak atsiri. Misalnya, rosin yang tersisa setelah penyulingan terpentin pinus kaya akan diterpenoid. Diterpenoid mencakup beberapa senyawa dari segi fisiologi sangat menarik seperti golongan hormon tumbuhan yang dikenal sebagai giberelin. Seperti seskuiterpenoid, diterpenoid mencakup banyak senyawa yang bekerja sebagai fungisida, racun terhadap hewan, penolak serangga dan sebagainya. Senyawa ini dapat bersifat karsinogen. Beberapa senyawa ini mempunyai efek racun atau efek penolakan terhadap serangga sementara senyawa lainnya menarik serangga. Beberapa senyawa mempunyai aktivitas antivirus, sebagai fungisida dan pembentukannya disulut oleh infeksi fungus. Satu senyawa dari kemangi mempunyai aktivitas hormon remaja. Forskolin dari Coleus forskohli merupakan pengaktif khas adenilat siklase. Partenolida dari parthenum tanacetum berguna untuk mengobati migrain karena menghambat pelepasan serotonin. Contoh senyawa diterpenoid adalah fitol, asam giberelat, α-kamforena, (-)kaurena, asam dekstro-pimarat, marubin, asam abietat.
Universitas Sumatera Utara
2.2.5. Triterpenoid Contohnya lanosterol, bahan dasar bagi senyawa-senyawa steroid. Triterpenoid memiliki atom C30. Triterpenoid tersebar luas dalam damar, gabus dan kutin tumbuhan. Damar adalah asam triterpenoid yang sering bersamasama dengan gom polisakarida dalam damar gom. Triterpenoid alkohol juga terdapat bebas dan sebagai glikosida. Triterpenoid asiklik yang penting hanya hidrokarbon skualena yang diisolasi untuk pertama kali dari minyak hati ikan hiu tetapi juga ditemukan dalam beberapa malam epikutikula dan minyak nabati (minyak zaitun). Senyawa triterpenoid yang paling dikenal seperti lanosterol yang terdapat dalam lemak wol, khamir dan beberapa senyawa tumbuhan tinggi. Triterpenoid tetrasiklik seperti alkohol eufol dari euphorbia sp dan asam elemi dari canarium commune. Triterpenoid yang terpenting ialah triterpenoid pentasiklik. Senyawa ini ditemukan dalam tumbuhan seprimitif sphagnum tetapi yang paling umum adalah pada tumbuhan berbiji, bebas dan glikosida. Triterpenoid nonglikosida sering ditemukan sebagai ekskresi dan dalam kutikula bekerja sebagai pelindung atau menimbulkan ketahanan terhadap air. Beberapa macam aktivitas fisiologi dari triterpenoid yang merupakan komponen aktif dari tumbuhan telah digunakan sebagai tumbuhan obat untuk penyakit diabetes, gangguan menstruasi, patukan ular, gangguan kulit, kerusakan hati dan malaria.
2.2.6. Tetraterpenoid Tetraterpenoid yang paling dikenal adalah karotenoid-pigmen larut dalam lemak berwarna kuning sampai merah terdapat pada semua tumbuhan dan dalam lemak berbagai jenis jaringan. Pigmen hidrokarbon disebut karoten dan turunannya yang teroksigenasi disebut xantofil. Dikenal juga tetraterpenoid tanwarna yaitu fitoena dan fitofluena.
Universitas Sumatera Utara
Karotenoid sebagai reseptor cahaya untuk fototropisme. Sebagai pigmen bunga karotenoid mungkin berperan dalam menarik serangga tetapi sebagian besar perhatian dicurahkan pada fungsinya sebagai pigmen daun. Senyawa ini terdapat pada kloroplas dan terikat secara longgar pada protein.Karotenoid yang paling tersebar luas adalah β- karoten. 2.2.7. Terpenoid campur Terpenoid campur adalah aneka golongan senyawa yang tampaknya terbentuk terutama dari satuan isoprena tetapi mengandung atom karbon tambahan atau jumlah atomnya kurang dari seharusnya. Kelompok paling umum dari golongan ini adalah furan alam. ( http://www.scribd.com/doc/28436179/Terpenoid-dari-bahan-hayati-laut)
2.3. Biosintesis Senyawa Terpenoida Secara umum biosintesa dari terpenoid dengan terjadinya 3 reaksi dasar yaitu : 1. Pembentukan isopren aktif berasal dari asam asetat melalui asam mevalonat 2. Penggabungan kepala dan ekor dua unit isopren akan membentuk mono-, seskui-,
di-, sester- dan poli-terpenoid
3. Penggabungan ekor dan ekor dari unit C-15 atau C-20 menghasilkan triterpenoid dan steroid Mekanisme dari tahap-tahap reaksi biosintesa terpenoid adalah asam asetat setelah diaktifkan oleh koenzim A melakukan kondensasi jenis Claisen menghasilkan asam asetoasetat. Senyawa yang dihasilkan ini dengan asetil koenzim A melakukan kondensasi jenis aldol menghasilkan rantai karbon bercabang sebagaimana ditemukan pada asam mevalonat. Reaksi-reaksi berikutnya adalah fosforilasi, eliminasi asam fosfat dan dekarboksilasi menghasilkan Isopentenil pirofosfat (IPP) yang selanjutnya berisomerisasi menjadi Dimetil alil pirofosfat (DMAPP) oleh enzim isomerase. IPP sebagai unit
Universitas Sumatera Utara
isopren aktif bergabung secara kepala ke ekor dengan DMAPP dan penggabungan ini merupakan langkah pertama dari polimerisasi isopren untuk menghasilkan terpenoid. Penggabungan ini terjadi karena serangan elektron dari ikatan rangkap IPP terhadap atom karbon dari DMAPP yang kekurangan elektron diikuti oleh penyingkiran ion pirofosfat yang menghasilkan Geranil pirofosfat (GPP) yaitu senyawa antara bagi semua senyawa monoterpenoid. Penggabungan selanjutnya antara satu unit IPP dan GPP dengan mekanisme yang sama menghasilkan Farnesil pirofosfat (FPP) yang merupakan senyawa antara bagi semua senyawa seskuiterpenoid. senyawa diterpenoid diturunkan dari Geranil-Geranil Pirofosffat (GGPP) yang berasal dari kondensasi antara satu unit IPP dan GPP dengan mekanisme yang sama. Mekanisme biosintesis senyawa terpenoid adalah sebagai berikut : O H3C
C
O
+
SCoA
OH H3C C
H3C
H2 C
C
O SCoA
H3C
C
OH
SCoA
H3C C
H2 C H2C
C
SCoA
O
H2 C
C
CH2 CH2
O
C
C
O
O
CH2 C SCoA
H3C
H2 C
H3C
OPP
C
CH
OH OH
CH2
OPP
CH3
CH2 IPP
DMAPP
+ OPP DMAPP
OPP IPP
Universitas Sumatera Utara
Monoterpen OPP
+ OPP
+ OPP
OPP
Triterpenoid
2x Seskuiterpen
Diterpenoid
OPP
Tetraterpenoid
Berdasarkan
mekanisme
tersebut
maka
senyawa
terpenoid
dapat
dikelompokkan sebagai berikut : (Herbert, 1995) Tabel 1 : Penggolongan senyawa terpenoida No
Jenis Senyawa
Jumlah atom Karbon
Sumber
1
Monoterpenoid
10
Minyak atsiri
2
Seskuiterpenoid
15
Minyak atsiri
3
Diterpenoid
20
Resin pinus
4
Triterpenoid
30
Damar
5
Tetraterpenoid
40
Zat warna karoten
6
Politerpenoid
>40
Karet alam
Universitas Sumatera Utara
2.4. Senyawa Diterpenoida Senyawa diterpenoid merupakan senyawa yang beraneka ragam yang mempunyai kerangka karbon C20 yang berasal dari 4 unit isopren. Barangkali, satu-satunya diterpenoid yang tersebar di semesta ialah senyawa induk asiklik dari deret senyawa tersebut, yaitu fitol, yang terdapat sebagai bentuk ester dalam molekul klorofil. Ada 3 kelas diterpenoid : diterpena damar, diterpena racun, dan gliberil (Harborne, 1987)
CH2OH
Struktur fitol Diterpena damar, meliputi senyawa seperti asam abietat dan asam agatat yang terdapat dalam damar tumbuhan mutakhir dan tumbuhan fosil (Thomas, 1970). Di alam senyawa damar ini berfungsi sebagai pelindung ketika dikeluarkan sebagai eksudat dari kayu pepohonan atau sebagai getah tumbuhan herba. Asam abietat terdapat luas dalam damar gimnospermae, terutama dalam pinus. Berbagai damar ‘kopal’ pada tumbuhan kacang-kacangan mengandung sederetan diterpena yang berlainan, salah satu contoh adalah asam hardwikat.
O
COOH
Asam hardwikat
Universitas Sumatera Utara
Sekelompok diterpena racun ialah grayanatoksin, contohnya grayanatoksin-1 yang terdapat dalam daun kebanyakan jenis Rhododendron dan Kalmia. Daun tersebut beracun oleh adanya senyawa tersebut. Kelas diterpenoid yang ketiga adalah giberelin, segolongan hormon yang merangsang pertumbuhan secara umum dan diketahui sangat tersebar luas pada tumbuhan. Asam giberalat adalah giberelin paling dikenal, tetapi sebenarnya lebih dari 60 senyawa dalam deret ini sekarang telah dikenal. Secara kimia mereka sangat erat berkaitan, jadi, sukar dipisahkan dan dibedakan. Satu-satunya cara penentuan yang memuaskan adalah KGC-SM. (Harborne, 1987) Senyawa diterpenoid merupakan senyawa yang mempunyai 20 atom karbon dan dibangun oleh 4 unit isopren. senyawa ini mempunyai bioaktifitas yang cukup luas yaitu sebagai hormon pertumbuhan tanaman, podolakton inhibitor pertumbuhan tanaman, antifeedant serangga, inhibitor tumor, senyawa pemanis, anti fouling dan anti karsinogen. Senyawa diterpenoid dapat berbentuk asiklik, bisiklik, trisiklik dan tetrasiklik dan tatanama yang digunakan lebih banyak adalah nama trivial. Diterpen adalah senyawa bahan alam yang mengandung 20 atom karbon, yang secara luas terdapat dalam tumbuhan damar, yang berasal dari pohonpohonan. Beberapa senyawa diterpen telah dikenal sejak bertahun-tahun lalu, walaupun baru dipelajari mendalam pada akhir-akhir ini. Beberapa kelompok dari diterpen diklasifikasi secara konvensional dengan dasar adanya cincin karbon. (Pinder, 1960)
2.4.1. Diterpen Alisiklis Fitol, adalah diterpen alkohol C20H40O, yang dikembangkan oleh Willstatter menjadi fragmen alkohol dari molekul-molekul klorofil dan kebanyakan di isolasi dari tumbuhan jelatang. Fitol merupakan alkohol primer tak jenuh mengandung 1 ikatan rangkap dan merupakan senyawa alisiklis. Pada ozonolisis akan menghasilkan aldehid glikolat dan keton jenuh C18H36O, yang mengandung
Universitas Sumatera Utara
gugus CH3CO- (reaksi haloform). Keton ini dapat ditulis C16H33COCH3, dan fitol dapat dituliskan dengan struktur parsial: C16H33
C = CH . CH2OH CH3
Fitol
2.4.2. Diterpen Monosiklik Vitamin A1, dikenal dalam lemak alam dan minyak (misalnya, mentega, minyak hati ikan, minyak ikan pecak) merupakan senyawa penting yang dibutuhkan oleh hewan untuk pertumbuhan. Pada tahun 1942 vitamin A1 dalam kondisi kristalin dari minyak ikan pecak dengan menggunakan metode kromatografi dan destilasi molekuler. Vitamin A1, C20H30O adalah alkohol primer dengan oksidasi akan menghasilkan aldehid bersesuaian, C20H28O. Molekul ini memiliki 5 ikatan rangkap. CH=CH. C = CH. CH = CH . C = CH . CH2OH CH3
CH3
Vitamin A1 Vitamin A2, dengan rumus C20H28O, merupakan alkohol primer dan memiliki sifat kimia yang mirip dengan vitamin A1. CH=CH. C = CH. CH = CH . C = CH . CH2OH CH3
CH3
Vitamin A2
Universitas Sumatera Utara
Kamforen, dengan rumus C20H32, merupakan diterpen hidrokarbon yang ditemukan dalam fraksi didih yang lebih tinggi dari minyak kamfor. Diperoleh dengan destilasi fraksinasi, mengandung 4 ikatan rangkap tidak terkonyugasi.
Kamforen
2.4.3. Diterpen Disiklik Sclareol, dengan rumus C20H36O2, merupakan diterpen disiklik dengan bentuk kristal, yang ditemukan dalam Salvia sclarea L.
Di isolasi dengan
ekstraksi pelarut dari daun.
OH
OH
Sclareol Manool, memiliki rumus C20H34O, merupakan diterpenoid bisiklik alkohol tersier yang terkandung dalam minyak esensial yang berasal dari kayu pohon cemara.
Universitas Sumatera Utara
OH
Manool Asam Agatendikarboksilat, diterpen ini berupa asam, dijumpai dalam berbagai jenis damar. Merupakan asam dikarboksilat, C20H30O4, mengandung 2 ikatan etilen, salah satunya dalam keadaan berkonyugasi dengan satu grup karboksil. COOH
COOH
Asam Agatendikarboksilat
2.4.4. Diterpen Trisiklik Asam Abietat, dengan rumus C20H30O2, merupakan asam tak jenuh, memiliki 2 ikatan rangkap, yang berkonyugasi.
HO2C
CH3
Asam Abietat
Universitas Sumatera Utara
Asam Dekstropimarat, dengan rumus C20H30O2. HO2C
Asam dekstropimarat Ferruginol, sugiol dan hinokiol, adalah 3 jenis diterpen trisiklik fenolik.
OH OH
Ferruginol
Sugiol
HO
OH
Hinokiol
Universitas Sumatera Utara
Fikhtelit, merupakan hidrokarbon diterpen trisiklik jenuh, terdapat dalam fossil resin. Merupakan kristal padat, dengan titik lebur 46 oC.
Fikhtelit (Hanson, J.R, 1998)
2.5. Teknik Pemisahan Tujuan dari teknik pemisahan adalah untuk memisahkan komponen yang akan ditentukan berada dalam keadaan murni, tidak tercampur dengan komponen-komponen lainnya. Ada 2 jenis teknik pemisahan : 2.5.1. Pemisahan Kimia Pemisahan ini berdasarkan adanya perbedaan yang besar dari sifat-sifat kimia komponen dalam campuran yang akan dipisahkan. 2.5.2. Pemisahan Fisika Pemisahan ini berdasarkan pada perbedaan-perbedaan kecil dari sifat-sifat fisik antara senyawa-senyawa yang termasuk dalam suatu golongan. (Muldja, 1995).
2.6. Ekstraksi Ekstraksi adalah penyarian zat-zat aktif dari bagian tumbuhan. Adapun tujuan dari ekstraksi yaitu untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam suatu sampel.
Universitas Sumatera Utara
2.6.1. Tujuan Ekstraksi Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat dalam sampel. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut. Secara umum, terdapat beberapa keadaan dalam menentukan tujuan ekstraksi: Senyawa kimia telah diketahui identitasnya untuk diekstraksi dari tumbuhan. Dalam kasus ini, prosedur yang telah dipublikasikan dapat diikuti dan dibuat modifikasi yang sesuai untuk mengembangkan proses atau menyesuaikan dengan kebutuhan pemakai. Bahan diperiksa untuk menemukan kelompok senyawa kimia tertentu, misalnya terpenoid, alkaloid, flavanoid atau saponin, meskipun struktur kimia sebetulnya dari senyawa ini bahkan keberadaannya belum diketahui. Hal ini diikuti dengan uji kimia atau kromatografik yang sesuai untuk kelompok senyawa kimia tersebut. Sifat senyawa yang akan diisolasi belum ditentukan sebelumnya dengan cara apapun. Situasi ini (utamanya dalam program skrining) dapat timbul jika tujuannya adalah untuk menguji organisme, baik yang dipilih secara acak atau didasarkan pada penggunaan tradisional untuk mengetahui adanya senyawa dengan aktivitas biologi khusus.( Sudjadi, 1986) 2.6.2. Prinsip ekstraksi 2.6.2.1. Prinsip Maserasi Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk sampel ke dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di
Universitas Sumatera Utara
dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan. 2.6.2.2. Prinsip Perkolasi Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara serbuk sampel dimaserasi selama 3 jam, kemudian sampel dipindahkan ke dalam bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori, cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui sampel tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif dalam sel-sel sampel yang dilalui sampai keadan jenuh. Gerakan ke bawah disebabkan oleh karena gravitasi, kohesi, dan berat cairan di atas dikurangi gaya kapiler yang menahan gerakan ke bawah. Perkolat yang diperoleh dikumpulkan, lalu dipekatkan. 2.6.2.3. Prinsip Sokletasi Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara serbuk sampel ditempatkan dalam klonsong yang telah dilapisi kertas saring sedemikian rupa, cairan penyari dipanaskan dalam labu alas bulat sehingga menguap dan dikondensasikan oleh kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang jatuh ke dalam klonsong menyari zat aktif di dalam sampel dan jika cairan penyari telah mencapai permukaan sifon, seluruh cairan akan turun kembali ke labu alas bulat melalui pipa kapiler hingga terjadi sirkulasi. Ekstraksi sempurna ditandai bila cairan di sifon tidak berwarna, tidak tampak noda jika di KLT, atau sirkulasi telah mencapai 20-25 kali. Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan.
Universitas Sumatera Utara
2.6.2.4. Prinsip Refluks Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekulmolekul cairan penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat, akan menyari kembali sampel yang berada pada labu alas bulat, demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian sempurna, penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan.
2.6.2.5. Prinsip Destilasi Uap Air Penyarian minyak menguap dengan cara sampel dan air ditempatkan dalam labu berbeda. Air dipanaskan dan akan menguap, uap air akan masuk ke dalam labu sampel sambil mengekstraksi minyak menguap yang terdapat dalam sampel, uap air dan minyak menguap yang telah terekstraksi menuju kondensor dan akan terkondensasi, lalu akan melewati pipa alonga, campuran air dan minyak menguap akan masuk ke dalam corong pisah, dan akan memisah antara air dan minyak atsiri.
2.6.2.6. Prinsip Rotavapor Proses pemisahan ekstrak dari cairan penyarinya dengan pemanasan yang dipercepat oleh putaran dari labu alas bulat, cairan penyari dapat menguap 5-10º C di bawah titik didih pelarutnya disebabkan oleh karena adanya penurunan tekanan. Dengan bantuan pompa vakum, uap larutan penyari akan menguap naik ke kondensor dan mengalami kondensasi menjadi molekul-molekul cairan pelarut murni yang ditampung dalam labu alas bulat penampung.
Universitas Sumatera Utara
2.6.2.7. Prinsip Ekstraksi Cair-Cair Ekstraksi cair-cair (corong pisah) merupakan pemisahan komponen kimia di antara 2 fase pelarut yang tidak saling bercampur di mana sebagian komponen larut pada fase pertama dan sebagian larut pada fase kedua, lalu kedua fase yang mengandung zat terdispersi dikocok, lalu didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan fase cair, dan komponen kimia akan terpisah ke dalam kedua fase tersebut sesuai dengan tingkat kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang tetap. 2.6.2.8. Prinsip Kromatografi Lapis Tipis Pemisahan komponen kimia berdasarkan prinsip adsorbsi dan partisi, yang ditentukan oleh fase diam (adsorben) dan fase gerak (eluen), komponen kimia bergerak naik mengikuti fase gerak karena daya serap adsorben terhadap komponen-komponen kimia tidak sama sehingga komponen kimia dapat bergerak dengan kecepatan yang berbeda berdasarkan tingkat kepolarannya, hal inilah yang menyebabkan terjadinya pemisahan. 2.6.2.9. Prinsip Penampakan Noda a. Pada UV 254 nm Pada UV 254 nm, lempeng akan berflouresensi sedangkan sampel akan tampak berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 254 nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan indikator fluoresensi yang terdapat pada lempeng. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi.
Universitas Sumatera Utara
b. Pada UV 366 nm Pada UV 366 nm noda akan berflouresensi dan lempeng akan berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 366 nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom yang ada pada noda tersebut. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi. Sehingga noda yang tampak pada lampu UV 366 terlihat terang karena silika gel yang digunakan tidak berfluororesensi pada sinar UV 366 nm. c. Pereaksi Semprot H2SO4 10% Prinsip penampakan noda pereaksi semprot H2SO4 10% adalah berdasarkan kemampuan asam sulfat yang bersifat reduktor dalam merusak gugus kromofor dari zat aktif simplisia sehingga panjang gelombangnya akan bergeser ke arah yang lebih panjang (UV menjadi VIS) sehingga noda menjadi tampak oleh mata. (Sudjadi, 1986 dan http://medicafarma.blogspot.com/2008/11/ekstraksi.html)
2.7. Kromatografi Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan tertentu dengan menggunakan dua fasa yaitu fasa diam dan fasa gerak. Pemisahan tergantung pada gerakan relatif dari dua fasa ini. Cara- cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat- sifat dari fasa gerak, yang dapat berupa zat padat atau zat cair. Jika fasa tetap berupa zat padat maka cara tersebut dikenal sebagai kromatografi serapan (absorption chromatography) dan jika zat cair maka kromatografi tersebut dikenal dengan kromatografi partisi (partition chromatography).
Universitas Sumatera Utara
Berbagai metode kromatografi memberikan cara pemisahan paling kuat di laboratorium kimia. Gagasan dasarnya sederhana untuk dipahami; caranya beragam, mulai dari cara yang sederhana sampai yang agak rumit dari segi kerja dan peralatan, dan metode ini dapat dipakai untuk setiap jenis senyawa. (Sastrohamidjojo,H.,1996)
2.7.1. Kromatografi Lapisan Tipis Kromatografi Lapisan Tipis (KLT) dapat dipakai dengan dua tujuan. Yang pertama, dipakai selayaknya sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif dan preparatif. Kedua dipakai untuk menjajaki sistem pelarut dan sistem penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi. Teknik kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Egon Stahl dengan menghamparkan penyerap pada lempeng gelas, sehingga merupakan lapisan tipis. KLT merupakan kromatografi serapan, tetapi dapat juga merupakan kromatografi partisi karena bahan penyerap telah dilapisi air dari udara. Sistem ini segera popular karena memberikan banyak keuntungan, misalnya peralatan yang diperlukan sedikit, murah, sederhana, waktu, analisis cepat dan daya pisah cukup baik. (Sudjadi, 1986) Pada hakikatnya Kromatografi Lapisan Tipis melibatkan dua peubah: sifat fasa diam atau sifat lapisan dan sifat fase gerak atau campuran pelarut pengembang. Fasa diam dapat berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penyerap (kromatografi cair-padat) atau berfungsi sebagai penyangga untuk lapisan zat cair (kromatografi cair- cair). Fasa diam pada KLT sering disebut penyerap, walaupun sering berfungsi sebagai penyangga untuk lapisan zat cair di dalam sistem kromatografi cair- cair. Hampir segala macam serbuk dapat dipakai sebagai penyerap pada KLT, yaitu: silika gel (asam silikat), alumina (aluminium oksida), kiselgur (tanah diatome), dan selulosa. Fasa gerak dapat berupa hampir segala macam pelarut atau campuran pelarut.
Universitas Sumatera Utara
2.7.1.1. Pembuatan Lapisan Tipis Dalam pembuatan lapisan tipis digunkan plat-plat kaca yang memiliki ukuran 20 x 5 cm atau 20 x 20 cm, dan ukuran ini dianggap “standart”. Plat ini dicuci terlebih dahulu dengan air dan detergen kemudian dikeringkan dengan aseton.
Selanjutnya membuat penyerap menjadi bubur dengan air, biasanya
dalam perbandingan x gram penyerap dan 2x ml air. Bubur diaduk dengan baik dan dibentangkan di atas plat kaca dengan berbagai cara. Tebal “standart” adalah 250 mikron. Lapisan-lapisan yang lebih tebal (0,5 – 2,0 mm) digunakan untuk pemisahan-pemisahan yang sifatnya besar, dengan menggunakan penyerap hingga 250 mg untuk plat dengan ukuran 20 x 20 cm. Salah satu keukaran dengan
lapisan
tebal
ialah
adanya
tendensi
mengelupas
bila
kering.(Sastrohamidjojo, 2001) Beberapa contoh penyerap yang digunakan untuk pemisahan dalam kromatografi lapis tipis adalah sebagai berikut :
1. Silika gel Ada beberapa jenis silika gel, yaitu : a. Silika gel G Silika gel G adalah silika gel yang mengandung 13 % kalsium sulfat sebagai perekat. Jenis silika gel ini biasanya mengandung ion logam, terutama ion besi. Kandungan ion besi dapat dihilangkan dengan mengembangkan plat TLC silika gel G dengan sstem pelarut metanol : asam HCl pekat 9 : 1. b. Silika gel H Perbedaan silika gel G dan silika gel H ialah, bahwa silika gel H tidak menngandung perekat kalsium sulfat. Silika gel H dipakai untuk pemisahan yang bersifat spesifik, terutama lipida netral.
Universitas Sumatera Utara
c. Silika gel PF Jenis silika gel ini diketemukan belakangan, yang dibuat sedemikian rupa sehingga senyawa-senyawa organik terikat pada plat ini dapat mengadakan fluoresensi.
Oleh
karena
itu
visualisasinya
dapat
dikerjakan
dengan
menempatkan plat yang telah dikembangkan di dalam ruangan gelap atau dengan sinar ultra violet yang bergelombang pendek.
2. Alumina Penggunaan alumina dalam TLC, yang semula diperkenalkan oleh peneliti dari Cekoslowakia, tidak sesering silika gel. Sebenarnya alumina netral mempunyai kemampuan untuk memisahkan bermacam-macam senyawa, seperti terpena, alkaloid, steroid, dan senyawa-senyawa alisklik, alifatik, serta aromatik. Sebagai zat perekat alumina tidak mengandung zat perekat, memepunyai sifat alkalis dan dapat digunakan baik tanpa maupun dengan aktivasi. (Keese,R. dkk, 1982)
3. Kieselguhr Kieselguhr merupakan adsorben yang lebih lemah dari silika gel dan alumina, oleh karena itu lebih cocok untuk memisahkan senyawa-senyawa polar. (Adnan, M., 1997) Menurut Markham, KLT memiliki peranan penting dalam metoda pemisahan dan isolasi yaitu : a. Mencari pelarut untuk kromatografi kolom b. Analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom c. Menyigi arah atau perkembangan reaksi seperti hidrolisis atau metilasi d. Identifikasi flavonoida secara ko-kromatografi e. Isolasi flavonoida murni skala kecil.
Universitas Sumatera Utara
2.7.2. Kromatografi Kolom Sistem bertekanan rendah biasanya terbuat dari kaca yang dilengkapi dengan keran jenis tertentu pada bagian bawahnya untuk mengatur aliran pelarut. Ukuran keseluruhan kolom sungguh beragam, tetapi biasanya panjangnya sekurangkurangnya 10 kali garis tengah dalamnya dan mungkin saja sampai 100 kali. Pada kromatografi kolom, campuran yang akan dipisahkan diletakkan berupa pita pada bagian atas kolom penyerap yang berada dalam tabung kaca, tabung logam atau bahkan tabung plastik. Pelarut (fasa gerak) dibiarkan mengalir melalui kolom karena aliran yang disebabkan oleh gaya berat atau didorong oleh tekanan. Pita senyawa linarut bergerak melalui kolom dengan laju yang berbeda, memisah dan dikumpulkan berupa fraksi ketika keluar dari alas kolom.(Gritter,R.J,1991)
2.7.2.1. Pengisian Kolom Pengisian kolom harus dikerjakan dengan seragam.Setelah adsorben dimasukkan
dapat
diseragamkan
kepadatannya
dalam
kolom
dengan
menggunakan vibrator atau dengan plunger (pemadat). Selain itu dapat juga dikerjakan dengan memasukkan adsorben dalam bentuk larutan (slurry) dan partikelnya dibiarkan mengendap. Pengisian kolom yang tidak seragam akan menghasilkan rongga-rongga di tengah-tengah kolom. Cara untuk mengatasi masalah ini adalah dengan mengadakan back fushing , sehingga terjadi pengadukan, yang seterusnya dibiarkan lagi mengendap. Pada bagian bawah (dasar) dan atas dari isian kolom diberi wol kaca (glass wool) atau sintered glass disc untuk menyangga isian. Bila kolom telah diberi bahan isian, permukaan cairan tidak boleh dibiarkan turun dibawah permukaan bahan isian bagian atas, karena akan memberikan peluang masuknya gelembung udara masuk ke kolom. (Adnan,M., 1997)
2.7.3. Kromatografi Preparatif Salah satu metode pemisahan yang memerlukan pembiayaan yang paling murah dan memakai peralatan yang paling dasar ialah kromatografi lapis titpis
Universitas Sumatera Utara
preparatif (KLTP). Walaupun KLTP dapat memisahkan bahan alam dalam jumlah gram, sebagian besar pemakaian hanya dalam jumlah milligram. KLTP bersama-sama dengan kromatografi kolom terbuka, masih dijumpai dalam sebagian besar publikasi mengenai isolasi bahan alam, terutama dari laboratorium yang tidak dilengkapi dengan cara pemisahan modern. Akan tetapi, seperti yang akan diterangkan kemudian, tertdapat banyak masalah pada KLTP. ¾
Penyerap Dalam KLTP digunakan ketebalan adsorbent yang paling sering dipakai yaitu 0,5-2 mm. ukuran plat kromatografi biasanya 20 x 20 cm atau 20 x 40 cm. Peneyerap yang paling umum ialah silika gel dan dipakai untuk pemisahan campuran senyawa lipofil maupun campuran senyawa hidrofil.
¾
Penotolan Cuplikan Cuplikan dilarutkan dalam sedikit pelarut sebelum ditotolkan pada plat KLTP.
Pelarut
yang
baik
ialah
pelarut
atsiri/organik
(heksana,
diklorometana, etil asetat), karena jika pelarut kurang atsiri maka akan terjadi pelebaran pita. Konsentrasi cuplikan harus sekitar 5-10%. ¾
Pemilihan Fase Gerak Pilihan pelarut ditentukan berdasarkan pemeriksaan pendahuluan memakai KLT analitik. Karena ukuran partikel penyerap kira-kira sama, pelarut yang dipakai pada plat KLT dapat dipakai langsung pada KLTP. Pengembangan pelat KLTP biasanya dilakukan dalam bejana kaca yang dapat menampung beberapa plat.
¾
Isolasi senyawa yang sudah terpisah Kebanyakan penyerap KLTP mengandung indikator fluoresensi yang membantu mendeteksi kedudukan pita yang terpisah sepanjang senyawa yang dipisahkan menyerap sinar UV.
Akan tetapi, beberapa indikator
Universitas Sumatera Utara
menimbulkan masalah yaitu bereaksi dengan asam kadang-kadang bahakan dengan asam asetat. Untuk senyawa yang tidak menyerap sinar UV, ada beberapa pilihan : a). Menyemprot dengan air b). Menutup pelat dengan sepotong kaca menyemprot salah satu sisi dengan pereaksi semprot c). Menambahkan senyawa pembanding. (Hostettman,K.,1995)
2.7.4. Harga Rf ( Retension factor) Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah pada lapisan tipis lebih baik dikerjakan dengan pereaksi lokasi kimia dan reaksi warna. Lazimnya identifikasi menggunakan harga Rf meskipun harga-harga Rf dalam lapisan tipis kurang tepat bila dibandingkan pada kertas. Dapat didefenisikan sbb : Harga Rf adalah =
Faktor-faktor yang memepengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapis tipis yang juga mempengaruhi harga Rf : 1). Struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan 2). Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya 3). Tebal keraataan dari lapisan penyerap 4). Pelarut (dan derajat kemurniannya) fasa gerak 5). Derajat kejenuhan dari uap 6). Jumlah cuplikan yang digunakan 7). Suhu 8). Kesetimbangan 9). Teknik percobaan (Sastrohamidjojo, 2001)
Universitas Sumatera Utara
2.8. Teknik Spektroskopi Teknik spektroskopi adalah salah satu teknik analisis kimia – fisika yang mengamati tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik. Ada dua macam instrumen pada teknik spektroskopi yaitu spektrometer dan spektrofotometer. Instrumen yang memakai monokromator celah tetap pada bidang fokus disebut sebagai spektrometer. Apabila spektrometer tersebut dilengkapi
dengan
detektor
yang
bersifat
fotoelektrik
maka
disebut
spektrofotometer. (Muldja, 1955). Informasi Spektroskopi Inframerah menunjukkan tipe – tipe dari adanya gugus fungsi dalam satu molekul, Resonansi Magnet Inti yang memberikan informasi tentang bilangan dari setiap tipe dari atom hidrogen. Ini juga memberikan informasi yang menyatakan tentang alam serta lingkungan dari setiap tipe dari atom hidrogen. Kombinasinya dan data yang ada kadang – kadang menentukan struktur yang lengkap dari molekul yang tidak diketahui. (Pavia, 1979). Walaupun spektrum infra-merah merupakan kekhasan sebuah molekul secara menyeluruh, gugus- gugus atom tertentu memberikan penambahan pita- pita pada kerapatan tertentu, ataupun didekatnya, apa pun bangun molekul selebihnya. Keberlakuan seperti itulah yang memungkinkan kimiawan memperoleh informasi tentang struktur yang berguna serta mendapatkan acuan bagi peta umum frekuensi gugus yang khas. ( Silverstain, 1986)
2.8.1. Spektroskopi Infra Merah (IR) Spektroskopi infra merah digunakan untuk menentukan spektrum infra merah suatu senyawa hingga memberikan gambaran mengenai berbagai gugus fungsional dalam sebuah molekul organik. Hal ini terjadi bila sinar infra merah dilewatkan melalui cuplikan senyawa organik, maka sejumlah frekuensi diserap sedangkan frekuensi yang lain diteruskan tanpa diserap. Jika digambarkan antara
Universitas Sumatera Utara
persen adsorbansi atau persen transmitansi lawan frekuensi maka akan dihasilkan suatu spektrum infra merah. Penggunaan spektroskopi infra merah pada bidang kimia organik hampir menggunakan daerah 650 – 4000 cm-1. Daerah dengan frekuensi lebih rendah dari 650 cm-1 disebut infra merah jauh, dan daerah dengan frekuensi lebih tinggi 4000 cm-1, disebut infra merah dekat. Masing-masing daerah tersebut lebih jauh dan lebih dekat dengan spektrum tampak. Infra merah jauh mengandung sedikit serapan yang bermanfaat bagi orang organik dan serapan tersebit dikaitkan dengan perubahan-perubahan rotasi dalam molekul. Infra merah dekat terutama menunjukkan serapan-serapan harmonik overtone dari vibrasi pokok yang terdapat pada daerah normal. Instrumen yang digunakan untuk mengukur resapan radiasi infra merah pada berbagai panjang gelombang disebut spektrofotometer infra merah.(Sastrohamidjojo, 1996) Radiasi infra merah ditemukan oleh Sir William Hercshel pada tahun 1880, yang melaporkan penemuannya kepada Royal Society. Pada waktu itu para saintis belum memahami secara jelas keadaan transisi. Daerah inframerah terletak antara spektrum electromagnetic cahaya tampak dan spektrum radio; yakni antara 4.000-400 cm-1. Mulai tahun 1903 William dan N. Coblentz mahasiswa di Cornel University memperbaiki teknik-teknik percobaan dan menyusun sederetan spektra serapan zat murni. a. Ada beberapa daerah penyerapan terpenting dalam Spektrum Infra Merah : 1. Daerah vibrasi regang hidrogen : 3.700-2.700 cm-1. •
3.700 – 3.100 cm-1, serapan oleh vibrasi regang O-H dan N-H. Serapan oleh vibrasi lentur
O-H
biasanya
terdapat
pada
bilangan gelombang lebih besar dan pita serapannya dalam spektrum sering lebih lebar dari pita serapan N-H. •
3.200 – 2.850 cm-1, daerah vibrasi regang C-H alifatik.
2. Daerah vibrasi regang ikatan ganda tiga, 2.700 – 1.850 cm-1 Gugus fungsional yang menyerap di daerah ini terbatas, karena itu ada atau tidaknya serapan tersebut dalam suatu molekul dapat dilihat.
Universitas Sumatera Utara
3. Daerah ikatan ganda dua, 1.950 – 1.550 cm-1 Vibrasi regang untuk ikatan ganda dua, yaitu : •
- C = C , - C = N -, 1690 – 1600 cm-1
•
1.650 – 1.450 cm-1, puncak serapan dalam daerah ini memberi keterangan yang penting mengenai cincin aromatik.
4. Daerah sidik jari “finger print”, 1.500 – 700 cm-1 Beberapa frekuensi gugusan (group frequency) juga bisa ditemukan di daerah sidik jari ini : C-O-C (vibrasi regang) dalam eter, ester kira-kira 1.200 cm-1 dan vibrasi regang C-Cl pada 700 – 800 cm-1 . Pada bilangan gelombang dibawah 1.200 cm-1 terdapat puncak-puncak serapan beberapa gugusan anorganik seperti : sulfat, fosfat, nitrat dan karbonat. b. Vibrasi kerangka suatu molekul (skeletal vibrations) Vibrasi kerangka terletak di derah spektrum lebih dari 1.500 cm-1. Kelompikkelompok vibrasi di daerah spektrum kecil dari 1.500 cm-1 adalah : a. Vibrasi regang (stretching) ikatan ganda yang tidak mengandung atom C b. Vibrasi regang ikatan tunggal c. Vibrasi-vibrasi lentur (bending) (Noerdin, 1985) 2.8.2. Spektrofotometri Resonansi Magnetik Inti Proton ( 1H-NMR ) Spektrometri Resonansi Magnetik Inti (Nuclear Magnetic Resonance, NMR) merupakan alat yang berguna pada penentuan struktur molekul organik. Teknik ini memberikan informasi mengenai berbagai jenis atom hidrogen dalam molekul. Struktur NMR memberikan
informasi mengenai lingkungan kimia
atom hidrogen, jumlah atom hidrogen dalam setiap lingkungan dan struktur gugusan yang berdekatan dengan setiap atom hidrogen. (Cresswell, 1982,). Sesuai dengan namanya, resonansi magnet inti (RMI) berhubungan dengan sifat magnet dari inti atom. Mempelajari molekul senyawa organik secara spektrometri resonansi magnet inti akan memperoleh gambaran perbedaan sifat
Universitas Sumatera Utara
magnet dari berbagai inti yang ada dan untuk menduga letak inti tersebut dalam molekul (Sudjadi,1985). Spektroskopi RMI proton pada hakikatnya merupakan sarana untuk menentukan struktur senyawa organik dengan mengukur momen magnet atom hidrogennya. Pada kebanyakan senyawa, atom hidrogen terikat pada gugus yang berlainan (seperti –CH2-, -CH3, -CHO,-NH2,-CHOH-) dan spektrum RMI proton merupakan rekaman sejumlah atom hidrogen yang berada dalam keadaan limgkungan yang berlainan tersebut (Harbone, 1987). Dengan spektrometer resonansi magnetik inti proton dapat ditentukan banyaknya jenis lingkungan atom hidrogen yang berbeda yang ada dalam molekul, beberapa hidrogen pada masing-masing jenis lingkungan hidrogen, serta berapa banyak atom hidrogen yang ada pada atom karbon tetangga. Pada spektrometer resonansi magnetik inti proton, kebanyakan proton pada spektra NMR proton menunjukkan adsorpsi antara 0 – 10 ppm (δ) di bawah TMS, hanya beberapa seperti proton aldehida dan karboksilat yang menunjukkan puncak diluar jangka ini. Kegunaan yang besar dari resonansi magnetik inti adalah karena tidak setiap proton dalam molekul beresonansi pada frekuensi yang sama. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa berbagai proton dalam molekul dikelilingi oleh elektron dan menunjukkan sedikit perbedaan lingkungan elektronik dari satu proton dengan proton yang lain. Proton-proton dilindungi oleh elektron-elektron yang mengelilinginya. Di dalam medan magnet, perputaran medan magnet valensi dari proton menghasilkan medan magnet yang melawan medan magnet yang digunakan. Sehingga setiap proton dalam molekul dilindungi dari medan magnet yang digunakan yang mengenainya, besarnya perlindungan ini tergantung pada kerapatan elektron yang mengelilinginya. Makin besar kerapatan yang mengelilingi inti, maka makin besar pula medan magnet yang dihasilkan yang melawan yang digunakan. Akibat secara keseluruhan inti/proton merasakan adanya pengurangan medan yang mengenainya. Senyawa standar yang umum
Universitas Sumatera Utara
digunakan adalah tetrametilsilan, (CH3)4Si, juga disebut TMS yang protonprotonnya menyerap pada ujung kanan dalam spektrum NMR. Senyawa ini dipilih karena proton-proton dari gugus metil jauh lebih terlindungi bila dibandingkan dengan kebanyakan senyawa-senyawa yang diketahui. (Silverstein, 1988) Senyawa yang paling lazim dan paling berguna dipakai sebagai acuan adalah tetrametilsilana (TMS). Senyawa ini mempunyai beberapa kelebihan; lamban secara kimia, isotop magnet, serta larut dalam kebanyakan pelarut organik; TMS meberikan puncak serapan tajam tunggal serta menyerap pada medan lebih tinggi daripada semua proton organik. (Silverstein, 1986). CH3
Si
H3C
CH3
CH3
Tetrametilsilana Pada spektormetri NMR integrasi sangat penting. Harga integrasi menunjukkan daerah atau luas puncak dari tiap-tiap proton. Sedangkan luas daerah atau luas puncak tersebut sesuai dengan jumlah proton. Dengan demikian perbandingan tiap integrasi proton sama dengan perbandingan jumlah proton dalam molekul. (Muldja, 1955) Di dalam medan magnet, perputaran elektron-elektron valensi dari proton menghasilkan medan magnet yang melawan medan magnet yang digunakan. Hingga setiap proton dalam molekul dilindungi dari medan magnet yang digunakan dan bahwa besarnya perlindungan ini tergantung pada kerapatan elektron yang mengelilingnya. Makin besar kerapatan elektron yang mengelilingi inti, maka makin besar pula medan yang dihasilkan yang melawan medan yang
Universitas Sumatera Utara
digunakan. Akibat secara keseluruhan adalah inti/proton merasakan adanya pengurangan medan yang mengenainya. (Sastrohamdijojo, 1996) Untuk banyak senyawa, banyak peak yang terpisah secara spin-spin dalam absorpsi NMR dari suatu proton tertentu (atau sekelompok proton ekuivalen). Dapat diramalkan dengan mencacah proton-proton tetangga (n) yang tak ekuivalen dengan proton yang sedang di bahas dan menambah satu pada n itu. Aturan ini disebut aturan n+1. proton-proton yang sama pergeseran kimianya tidak saling membelah (split) isyarat mereka. Hanya proton yang bertetangga yang geseran kimianya berlainan, akan mengakibatkan pemisahan. Untuk mendapat spektrum yang baik, cuplikan harus merupakan cairan atau larutan tidak kental. Pelarut yang dapat melarutkan cuplikan sampai 10 % sudah cukup dan merupakan pelarut aprotik (yang tidak memberikan sinyal NMR). Biasanya dipergunakan pelarut organik yang terderasi, seperti CCl4, CS2, CDCl3, C6D6, D2O, (CD3)3SO, (CD3)2CO dan (CCl3)2COO. (Silverstein, 1986)
2.8.3. Spektroskopi NMR 13C Spektroskopi proton atau 1H, memberikan informasi struktural mengenai atom-atom hidrogen dalam sebuah molekul organik. Spektroskopi NMR karbon 13 atau
13
C menghasilkan informasi struktur mengenai karbon-karbon dalam
sebuh molekul organik. Dalam spektroskopi 1H-NMR kita bekerja dengan isotop hidrogen alamiah 99,985 %, atom hidrogen alamiah 1H. Namun 98,9 % atom karbon dalam alam adalah 13C, suatu isotop karbon yang intinya tidak mempunyai spin. Karbon -13 hanya merupakan 1,1 % atom karbon yang terdapat dalam alam. Disamping itu transisi dari paralel ke paralel dari suatu inti akibatnya spektra
13
13
C adalah transisi energi rendah,
C-NMR hanya dapat diperoleh dengan spektrometer yang
sangat sensitif. Akhir-akhir ini spektrometer ini tersedia secara meluas dan spektroskopi 13C menjadi makin penting dalam laboratorium organik.
Universitas Sumatera Utara
Terdapat dua tipe utama spektra 13
13
C, spektra yang menunjukkan pola
1
pemisahan spin-spin C- H dan spektra yang tidak menunjukkan pola itu. Kedua tipe spektra ini sering digunakan secara berhubungan. Dalam keduanya TMS sebagai bahan pembanding-dalam, dan geeran-geseran kimia diukur ke bawah medan dari peak TMS ini. Geseran-geseran kimia dalam
13
C-NMR jauh lebih
besar dari geseran yang dijumpai dalam 1H-NMR, dimana pergeseran kimia mulai 0 – 220 ppm. Kebanyakan proton dalam spektra 1H-NMR menunjukkan absorpsi antara 0 – 10 ppm (δ) di bawah medan TMS, hanya beberapa seperti proton aldehida dan karboksilat yang menunjukkan peak di luar jangka ini. Absorpsi karbon-13 dijumpai dengan angka 0 – 220 ppm di bawah medan dari TMS. Jangka geseran kimia yang lebar inilah merupakan faktor lain yang menyederhanakan spektra 13C dibandingkan dengan spektra 1H, dalam spektra 13C peluang tumpang tindihnya absorpsi lebih kecil. (Sastrohamidjojo, 1996)
Universitas Sumatera Utara