BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 PELEPAH KELAPA SAWIT Kelapa sawit (elaeis guineensis) adalah tanaman pohon tropis yang terutama ditanam untuk produksi industri minyak nabati. Habitat asli kelapa sawit adalah hutan hujan tropis dengan curah hujan 1780 – 2280 mm3 per tahun dengan kisaran suhu 24 – 30 oC. Kelapa sawit juga toleran dengan berbagai jenis tanah asalkan mendapat pasokan air yang cukup [11]. Untuk pertumbuhan dan produksi yang optimal, tanaman kelapa sawit membutuhkan curah hujan yang tinggi dan suhu yang stabil sepanjang tahun, tanah harus dalam dan berdrainase baik. Tanaman kelapa sawit tumbuh terutama di dataran rendah daerah tropis di bawah ketinggian 400 m [12]. Dibandingkan dengan komoditi lainnya pada sub-sektor perkebunan, kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang pertumbuhannya paling pesat. Perkebunan kelapa sawit sampai saat ini terus berkembang hampir di semua provinsi di Indonesia sehingga luasannya terus meningkat. Agroindustri kelapa sawit berkembang pesat di Indonesia dalam dua dekade terakhir [13]. Namun seiring dengan perkembangan tersebut, timbul persoalan baru yaitu dihasilkannya sejumlah limbah padat, baik yang berasal dari aktivitas perkebunan. Perkebunan kelapa sawit menghasilkan sisa atau limbah yang belum dimanfaatkan secara optimal, limbah yang dihasilkan oleh perkebunan kelapa sawit ada tiga macam yaitu limbah padat, cair, dan gas [14]. Pelepah kelapa sawit merupakan salah satu limbah padat dari perkebunan kelapa sawit yang dapat diperoleh sepanjang tahun bersamaan dengan panen tandan buah segar. Total potensi jumlah limbah pelepah kelapa sawit di Indonesia sebanyak 81.887.936 ton/tahun [15]. Nutrisi pelepah kelapa sawit meliputi 5,8 % protein kasar, 48,6 % serat kasar, dan 3,3 % abu [16]. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa komponen penyusun terbesar dari pelepah kelapa sawit adalah serat kasar.
8 Universitas Sumatera Utara
Serat kasar pelepah kelapa sawit terdiri dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Komposisi kimia pelepah kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Komposisi Kimia Pelepah Kelapa Sawit [17]
2.2
No. Komponen Kimia
Kadar (%)
1.
Selulosa
31,5 ± 0,3
2.
Hemiselulosa
19,2 ± 0,1
3.
Lignin
14,0 ± 0,5
4.
Abu
12,3 ± 0,2
5.
Protein
9,4 ± 0,1
SELULOSA Selulosa adalah senyawa berbentuk benang-benang serat, terdapat sebagai
komponen terbesar dalam dinding sel pepohonan, jerami, rumput, enceng gondok, dan tanaman lainnya. Selulosa pada tanaman merupakan serat-serat panjang yang bersama-sama hemiselulosa membentuk 5 dan 6 karbon gula dan lignin. Molekulmolekul tersebut berikatan dan membentuk rantai panjang dari kesatuan Dglukose yang dihubungkan oleh rantai β glukosida1,4. Rumus molekul selulosa adalah C6H11O6 - (C6H10O5) - C6H11O5 [10]. Struktur selulosa dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 2.1.Struktur Selulosa Selulosa yang mempunyai rumus molekul (C6H10O5)n memiliki derajat polimerisasi yang jumlahnya > 10.000. Sifat-sifat selulosa terdiri dari sifat fisika dan sifat kimia. Selulosa rantai panjang mempunyai sifat fisik yang lebih kuat, 9 Universitas Sumatera Utara
dan lebih tahan lama terhadap degradasi yang disebabkan oleh pengaruh panas, bahan kimia maupun pengaruh biologis. Sifat fisika selulosa yang penting adalah panjang, lebar dan tebal molekulnya. Sifat fisik lain dari selulosa adalah: 1.
Dapat terdegradasi oleh hidrolisis, oksidasi, fotokimia maupun secara mekanis sehingga berat molekulnya menurun.
2.
Tidak larut dalam air maupun pelarut organik, tetapi sebagian larut dalam larutan alkali.
3.
Dalam keadaan kering, selulosa bersifat higroskopis, keras dan rapuh. Bila selulosa cukup banyak mengandung air maka akan bersifat lunak. Jadi fungsi air disini adalah sebagai pelunak.
4.
Selulosa dalam kristal mempunyai kekuatan lebih baik jika dibandingkan dengan bentuk amorfnya [18]. Panjang suatu rangkaian selulosa tergantung pada derajat polimerisasinya.
Semakin panjang suatu rangkaian selulosa, maka rangkaian selulosa tersebut mempunyai serat yang lebih kuat, lebih tahan terhadap pengaruh bahan kimia, cahaya, dan mikroorganisme. Selulosa dapat dibedakan menjadi: 1. α-selulosa yaitu jenis selulosa ini tidak dapat larut dalam larutan NaOH dengan kadar 17,5% pada suhu 200 oC dan merupakan bentuk sesungguhnya yang telah dikenal sebagai selulosa. 2. β-selulosa yaitu jenis selulosa yang mudah larut dalam larutan NaOH 17,5% dengan derajat polimerisasi 15-90 pada suhu 200 oC dan akan mengendap bila larutan tersebut berubah menjadi larutan yang memiliki suasana asam. 3. γ-selulosa memiliki sifat yang sama dengan β-selulosa, dengan derajat polimerisasi kurang dari 15 [14]. Struktur selulosa yang bermacam-macam menyebabkannya dapat digunakan sebagai bahan pembuat produk terbarukan seperti bioetanol dan berbagai macam kebutuhan termasuk juga asam oksalat.
2.3
ASAM OKSALAT Asam oksalat disintesis untuk pertama kali pada tahun 1776 oleh Scheele
melalui oksidasi gula dengan asam nitrat. Kemudian oleh Wohler disintesis dengan hidrolisis sianogen pada tahun 1824 [19]. Asam oksalat banyak digunakan 10 Universitas Sumatera Utara
dalam industri sebagai bahan pembuat seluloid, rayon, bahan peledak, penyamakan kulit, pemurnian gliserol dan pembuatan zat warna. Selain itu asam oksalat juga dapat digunakan sebagai pembersih peralatan dari besi, katalis, dan reagen laboratorium [10]. Pada tahun 1829, Gay Lussac menemukan bahwa asam oksalat dapat diproduksi dengan cara meleburkan serbuk gergaji dalam larutan alkali. Asam oksalat merupakan turunan dari asam karboksilat yang mengandung 2 gugus karboksil yang terletak pada ujung-ujung rantai karbon yang lurus yang mempunyai rumus molekul C2H2O4. Asam oksalat tidak berbau, higroskopis, berwarna putih sampai tidak berwarna dan mempunyai berat molekul 90 gr/mol [20]. Kebutuhan asam oksalat di Indonesia setiap tahun selalu meningkat. Saat ini Indonesia masih mengimpor asam oksalat dari China, untuk memenuhi sebagian kebutuhan asam oksalat dalam negeri. Saat ini terdapat 6 macam teknologi yang telah dikembangkan untuk sintesis asam oksalat secara komersial, yaitu oksidasi karbohidrat, etilen glikol, proses propilen, proses dialkil oksalat, proses peleburan alkali, dan fermentasi glukosa.
Tabel 2.2 Sifat Fisika dan Kimia Asam Oksalat Anhidrat dan Dihidrat [10] Sifat
Nilai
Asam oksalat anhidrat (C2H2O4.H2O) Titik leleh Densitas Panas spesifik (Padat, -200-50 oC) Berat molekul Tidak berbau Berwarna bening Tidak menyerap air Asam oksalat dihidrat (C2H2O4.2H2O) Titik leleh Densitas pH Berat molekul Tidak berbau Dapat kehilangan molekul air
189,5 oC 1,9 gr/mL 1,084 + 0.0318t 90,04 gr/mol
101,5 oC 1,653 g/cm3 1 (10 gr/l H2O, 20 oC) 126,07 gr/mol
11 Universitas Sumatera Utara
2.3.1 PEMBUATAN ASAM OKSALAT Asam oksalat dapat disintesis dengan 6 metode yaitu: 1. Oksidasi Karbohidrat Cara ini ditemukan oleh Scheele pada tahun 1776. Asam oksalat diproduksi dengan mengoksidasi karbohidrat seperti glukosa, sukrosa, pati, dekstrin, dan selulosa dengan menggunakan asam nitrat. Biasanya untuk proses ini bahan yang digunakan adalah bahan yang banyak mengandung karbohidat, misalnya tepung. Tepung yang digunakan biasanya adalah tepung jagung, tepung gandum, tepung ubi jalar atau tepung yang lainnya dan bisa juga menggunakan gula atau molase. Ketika digunakan bahan baku seperti selulosa maka harus dihidrolisa terlebih dahulu dengan asam sulfat, sehingga menjadi monosakarida. Glukosa ini kemudian dioksidasi dengan asam nitrat pada temperatur 63-85 oC dengan katalis vanadium pentoksida [19]. Reaksi : 5C6H12O6 + 30HNO3
V2O5
15C2H2O4 +
3NO
+ 9N2O
+
9NO2 + Glukosa
As. Nitrat
As.Oksalat Nitrogen monoksida Nitrooksida Nitrit
30 H2O Air
Produksi asam oksalat dengan oksidasi karbohidrat masih dapat dikembangkan karena banyaknya bahan baku seperti limbah pertanian [19]. Dalam pembuatan asam oksalat dengan proses ini bahan dasarnya mengandung 60 % larutan glukosa. Temperatur pada proses ini perlu dikontrol dan dijaga. Untuk menghindari terjadinya oksidasi asam oksalat menjadi karbondioksida, maka ditanggulangi dengan penambahan asam sulfat. Kemurnian produk akhir adalah 99 % dengan konversi asam oksalat pada proses ini adalah 63 – 65 %. Prosesnya dapat dilakukan secara batch maupun kontinu [21]. 2. Proses Etilen Glikol Dalam proses ini etilen glikol dioksidasi dalam campuran 30-40 % asam sulfat dan asam nitrat 20-25 % dengan 0,001- 0,1 % vanadium pentoksida pada suhu 50-70 oC untuk menghasilkan asam oksalat lebih dari 93% [21]. 12 Universitas Sumatera Utara
Proses ini telah dikembangkan di Jepang oleh Mitsubishi Gas Chemical yang memproduksi 12.000 Ton/tahun asam oksalat. Etilen glikol teroksidasi dengan konsentrasi 60 % asam nitrat pada 0,3 MPa (43,5 psi), 80 oC dengan oksigen. Inisiator seperti NaNO2 dapat membantu menghasilkan oksida nitrogen dan promotor seperti senyawa vanadium atau asam sulfat yang digunakan untuk mempercepat reaksi oksidasi. Yield asam oksalat yang dihasilkan adalah 90 % [19]. Reaksi yang berlangsung pada proses ini adalah. (CH2OH)2 + 4NO2
(COOH)2
Etilen Glikol
As.Oksalat
4NO
Nitrit
+
+
+ 2H2O
Nitrogen monoksida Air
2O2
Nitrogen monoksida
4NO
4NO2
Oksigen
Nitrit
Keseluruhan: (CH2OH)2 + 2O2
(COOH)2 + 2H2O
E.Glikol
As.Oksalat
Oksigen
Air
3. Proses Propilen Pembuatan asam oksalat dengan oksidasi propilen, menggunakan gas bersih dari stok umpan pada operasi perengkahan minyak bumi. Pada proses propilen, propilen dioksidasi oleh asam nitrat melalui 2 tahap. Tahap pertama propilen direaksikan dengan NO 2 cair untuk menghasilkan produk antara berupa asam αnitrolaktat
yang selanjutnya dioksidasi pada temperatur
tinggi
untuk
menghasilkan asam oksalat [19]. Rhone-Poulenc (Prancis) mengembangkan sebuah versi modifikasi
dari
proses pembuatan asam oksalat atau asam laktat, atau keduanya dari propilen. Pada tahun 1978, sebanyak 65.000 ton/tahun asam oksalat diproduksi di seluruh dunia dengan proses ini, Pada 1990-an proses ini dioperasikan hanya oleh Rhone-Poulenc [19]. Reaksi oksidasi Rhone-Poulenc seperti persamaan reaksi berikut:
CH3CH=CH2 + 3HNO3
CH3CHCOOH + 2NO +
2H2O
ONO2 Propilen
As.Nitrat
α-nitrolaktat
Nitrogen monoksida
Air
13 Universitas Sumatera Utara
CH3CHCOOH + 5/2 O2
(COOH)2 + CO2 + HNO3 + H2O
ONO2 α-nitrolaktat
Oksigen
As.Oksalat Karbon dioksida As.Nitrat
Air
Pada langkah pertama, propilen dicampurkan pada suhu 10-40 oC dengan asam nitrat, konsentrasi dijaga pada 50-75 % dan perbandingan rasio molar untuk propilena 0,01-0,5 hingga terkonversi menjadi asam α-nitrolaktat dan asam laktat. Pada tahap kedua asam α-nitrolaktat teroksidasi oleh oksigen dengan adanya katalis pada suhu 45-100 oC untuk menghasilkan asam oksalat dihidrat. Secara keseluruhan dengan konsentrasi propilen lebih besar dari 90% diperoleh konversi propilen 77,5% [21].
4. Proses Dialkil Oksalat Asam oksalat dihasilkan dengan hidrolisis diester asam oksalat dengan gas CO dengan produk samping alkohol. Pada tahun 1978 UBE Industries (Jepang) mengkomersialisasikan proses dua-langkah ini. Sintesis pertama yang dilaporkan dengan menggunakan contoh PdCl2 - CuCl2 dalam sistem redoks dengan persamaan reaksi berikut :
2CO
+ 2ROH + ½ O2
Karbon Dioksida
(COOR)2
Alkohol
Oksigen
+ H2 O
Dialkil Oksalat
(COOR)2 +
H2O
Dialkil Oksalat
Air
(COOH)2 + 2ROH As.Oksalat
Air
Alkohol
5. Proses Peleburan Alkali Pembuatan asam oksalat dengan proses peleburan alkali dilakukan menggunakan bahan baku yang mengandung selulosa tinggi seperti serbuk gergaji, sekam padi, tongkol jagung, dan lain-lain. Bahan ini dilebur dengan alkali hidroksida seperti natrium hidroksida atau kalsium hidroksida pada suhu 240 – 285 ºC. Produk yang
diperoleh
direaksikan
dengan
asam sulfat untuk
membentuk asam oksalat dan kalsium sulfat [21]. 14 Universitas Sumatera Utara
Berikut
reaksi-reaksi
yang
terjadi
pada
proses
peleburan
alkali
menggunakan Ca(OH)2: 2(C6H10O5)n + 3n Ca(OH)2 + 13/2n O2 Selulosa
Kalsium Hidroksida
n CaC2O4 + n Ca (CH3COO)2 +
Oksigen
Kalsium Oksalat
Kalsium Asetat
n Ca(COOH)2 + 9 n H2O + 4n CO2 Kalsium Formiat
CaC2O4
+
Air
Karbon dioksida
H2SO4
C2H2O4
Kalsium Oksalat
As. Sulfat
+
CaSO4
Asam Oksalat
Kalsium Sulfat
Kemurnian dari proses peleburan alkali adalah sebesar 60 % [21].
6. Fermentasi Glukosa Asam oksalat dapat dihasilkan dengan menggunakan proses fermentasi gula dengan menggunakan jamur (seperti Aspergillum atau Penicillium) sebagai pengurainya. Produk yang diperoleh kemudian disaring, diasamkan dan dihilangkan warnanya. Setelah itu, produk dinaikkan konsentrasinya dengan evaporator dan hasilnya dikristalkan. Kemudian dilakukan pengeringan untuk memisahkan produk dengan airnya. Hasil dari asam oksalat tergantung dari nutrient (nitrogen) yang ditambahkan. Berikut Tabel 2.3 yang menunjukkan perbedaan dari beberapa metode sintesis asam oksalat secara ringkas.
Tabel 2.3 Perbedaan Keuntungan dan Kerugian pada Berbagai Proses Sintesis Asam Oksalat
Metode 1. Oksidasi Karbohidrat
Keuntungan
Dihasilkan asam oksalat dalam jumlah besar (yield 63-65 %).
Kerugian
2. Etilen Glikol
Dihasilkan asam oksalat dalam jumlah besar (yield > 90 %).
Bahan bakunya mahal seperti tepung tapioka, tepung jagung dan lainlain. Diperlukan katalis tertentu yaitu V2O5/Fe3+. Menggunakan bahan baku yang mahal, yaitu etilen glikol.
15 Universitas Sumatera Utara
3. Proses Propilen
4. Proses Dialkil Oksalat
5. Proses Peleburan Alkali
6. Fermentasi Glukosa
Dihasilkan asam oksalat dalam jumlah besar (yield 75 % Selain menghasilkan asam oksalat, juga dihasilkan alkohol sebagai produk samping yang memiliki nilai ekonomi Bahan yang digunakan tersedia dalam jumlah yang cukup banyak, seperti sabut kelapa, serbuk gergaji, sekam padi, dll. Proses yang digunakan cukup sederhana yaitu hanya dengan penambahan alkali hidroksida, Ca(Cl)2, dan H2SO4. Bahan utama yang berasal dari karbohidrat mudah didapat.
Menggunakan proses yang cukup sulit.
Menggunakan proses yang kompleks.
Kemurnian asam oksalat yang dihasilkan sebesar 60%
Prosesnya yang cukup panjang yaitu gula difermentasikan terlebih dahulu dengan menggunakan jamur aspergillus atau penicillium.
2.3.2 KEGUNAAN ASAM OKSALAT Terdapat beberapa kegunaan asam oksalat di dalam industri, yaitu [22]: 1.
Perawatan Logam (Metal Treatment) Asam oksalat digunakan pada industri logam untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang menempel pada permukaan logam yang akan dicat. Hal ini dilakukan karena kotoran tersebut dapat menimbulkan korosi pada permukaan logam setelah proses pengecatan selesai dilakukan.
2.
Pelapisan dengan Oksalat (Oxalate Coatings) Pelapisan oksalat telah digunakan secara umum karena asam oksalat dapat digunakan untuk melapisi logam stainless steel, nickel alloy, kromium, 16 Universitas Sumatera Utara
dan titanium. Sedangkan pelapisan dengan senyawa lain seperti fosfat tidak dapat bertahan lama apabila dibandingkan dengan menggunakan pelapisan oksalat. 3.
Anodizing Proses pelapisan menggunakan asam oksalat dikembangkan di Jepang dan dikenal lebih jauh di Jerman. Pelapisan asam oksalat menghasilkan tebal lebih dari 60 μm dapat diperoleh tanpa menggunakan teknik khusus. Pelapisannya bersifat keras, abrasif, tahan terhadap korosi, dan cukup atraktif warnanya sehingga tidak diperlukan pewarnaan. Tetapi bagaimanapun juga, proses
pelapisan
menggunakan
asam
oksalat
lebih
mahal
apabila
dibandingkan dengan proses asam sulfat. 4.
Pembersihan Baja (Metal Cleaning) Asam oksalat adalah senyawa pembersih yang digunakan untuk otomotif radiator, boiler, railroad cars, dan kontaminan radioaktif untuk reaktor pada proses pembakaran. Dalam membersihkan logam besi dan non besi, asam oksalat menghasilkan kontrol pH sebagai indikator yang baik. Banyak industri
yang
mengaplikasikan
cara
ini
berdasarkan
sifatnya
dan
keasamannya. 5.
Pembersihan Zat Warna Tekstil (Textiles) Asam oksalat banyak digunakan untuk zat warna. Dalam pencucian, asam oksalat digunakan sebagai zat asam, kunci penetralan alkali, dan melarutkan besi pada pewarnaan tenun pada suhu pencucian. Selain itu, asam oksalat juga digunakan untuk membunuh bakteri yang ada pada kain.
6.
Pewarnaan Wool (Dyeing) Asam oksalat dan garamnya juga digunakan untuk pewarnaan wool. Asam oksalat sebagai agen pengatur kromium florida. Mordan yang terdiri dari 4% kromium florida dan 2 % berat asam oksalat. Wool dididihkan dalam waktu 1 jam. Kromium oksida pada wool diangkat dari pewarnaan. Ammonium oksalat juga digunakan sebagai pencetakan Vigoreus pada wool, dan juga terdiri dari mordan (zat kimia) pewarna.
2.4 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBUATAN ASAM OKSALAT 17 Universitas Sumatera Utara
Beberapa faktor yang berpengaruh dalam pembuatan asam oksalat adalah: a. Waktu Semakin lama waktu reaksi, maka waktu kontak antara zat-zat tersebut akan semakin lama sehingga reaksi akan semakin mendekati sempurna. Tetapi jika waktu reaksi terlalu lama dapat menyebabkan reaksi berlanjut ke arah reaksi yang tidak diinginkan. b. Temperatur Hubungan antara temperatur dan kecepatan reaksi dinyatakan oleh persamaan Arrhenius sebagai berikut: k = ko .e(-E/RT) dengan: k = tetapan laju reaksi ko= faktor frekuensi E = energi aktivasi R = tetapan gas = 8,314 Joule/mol. K = 1,987 kal/mol. K Setiap kenaikan temperatur akan memberikan kenaikan harga k. Semakin besar harga k, maka kecepatan reaksi akan semakin besar pula. Tetapi apabila temperatur terlalu tinggi maka akan menyebabkan perubahan yang tidak diinginkan pada asam oksalat. c. Komposisi dan Konsentrasi Komposisi suatu bahan dan adanya zat inert sangat berpengaruh terhadap kecepatan reaksi. Suatu reaksi biasanya dapat berubah menjadi produk dengan cepat apabila direaksikan dengan konsentrasi yang tinggi, tetapi itu tidak berlaku pada semua reaksi, sehingga perlu dicari perbandingan yang baik. d. Pengadukan Pengadukan dapat memperbesar frekuensi tumbukan antara zat-zat pereaksi sehingga reaksi akan berlangsung lebih cepat [10].
18 Universitas Sumatera Utara