30
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pelayanan Publik Istilah dan konsep pelayanan banyak ditemui dalam berbagai aspek
kehidupan manusia dewasa ini. Keragaman istilah dan konsep pelayanan menandakan ketertarikan para ahli untuk memberikan kontribusi terhadap perkembangan konsep pelayanan itu sendiri. Istilah-istilah tersebut antara lain pelayanan umum, pelayanan publik, pelayanan civil, pelayanan prima, dan lain sebagainya. Berdasarkan Undang – undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, dalam pasal 1 butir (1) disebutkan bahwa “Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang - undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik “. Selanjutnya dalam Pasal 4 dijelaskan bahwa penyelenggaraan pelayanan publik dilaksanakan berlandaskan asas : a.
Kepentingan umum;
b.
Kepastian hukum;
c.
Kesamaan hak;
d.
Keseimbangan hak dan kewajiban;
e.
Keprofesionalan;
f.
Partisipatif;
g.
Persamaan perlakuan/tidak diskriminatif;
h.
Keterbukaan;
i.
Akuntabilitas;
j.
Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan;
k.
Ketepatan waktu; dan
l.
Kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.
31
Dalam menghadapi era globalisasi yang penuh tantangan dan peluang, aparatur Negara dalam hal ini di titikberatkan kepada paratur pemerintah hendaknya memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya, berorientasi pada kebutuhan dan penerima pelayanan, sehingga dapat meningkatkan daya saing dalam pemberian pelayanan barang dan jasa. Berlakunya Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, diharapkan memberikan dampak nyata yang luas terhadap peningkatan pelayanan terhadap masyarakat. Pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat ke Daerah memungkinkan terjadinya penyelenggaraan pelayanan dengan jalur birokrasi yang lebih ringkas dan membuka peluang bagi Pemerintah Daerah untuk melakukan inovasi dalam pemberian dan peningkatan kualitas pelayanan. Kemajuan teknologi informasi juga merupakan solusi dalam memenuhi aspek transparansi, akuntabilitas dan partisipasi masyarakat. Keterpaduan sistem penyelengaraan pemerintahan melalui jaringan informasi on line, perlu terus dikembangakan terutama dalam penyelenggaraan pelayanan, sehingga memungkinkan tersedianya data dan informasi pada Insstansi Pemerintah yang dapat dianalisis dan dimanfaatkan secara cepat, akurat dan aman. Oleh karena itu untuk mempercepat upaya pencapaian sasaran terhadap peningkatan kinerja aparatur negara dalam rangka penyelenggaraan pelayanan publik (Rahmayanty, 2010)
2.2
Layanan Sipil Dalam hal pelayanan yang diberikan Pemerintah kepada masyarakat,
pelayanan yang diharapkan adalah pelayanan yang berkualitas. Kualitas pada dasarnya terkait dengan pelayanan yang baik, yaitu suatu sikap atau cara karyawan dalam melayani pelanggan atau masyarakat secara memuaskan. Sebagaimana dikemukakan Trigono (1997) dalam Karesepina (2007) bahwa pelayanan yang terbaik yaitu “melayani setiap saat, secara cepat dan memuaskan, berlaku sopan, ramah dan menolong serta profesional dan mampu”, bahwa kualitas
ialah
“Standar
yang
harus
dicapai
oleh
seorang/kelompok/
lembaga/organisasi mengenai kualitas sumber daya manusia, kualitas cara kerja atau produk yang berupa barang dan jasa. Berkualitas mempunyai arti memuaskan
32
kepada yang dilayani, baik internal maupun eksternal dalam arti optimal pemenuhan atas tuntutan /persyaratan pelanggan/masyarakat. Lebih lanjut Ndraha (2003) dalam Karesepina (2007) mengungkapkan bahwa layanan civil adalah layanan yang menjadi kewajiban (bukan wewenang) negara. Pemerintah berkewajiban memberi layanan, artinya ia tidak boleh menolak melakukannya dengan alasan apapun. Layanan civil merupakan hak dasar dari warga negara dan haknya pemerintah yang memproduksi dan mendistribusikannya. Setiap manusia baik warga negara sendiri maupun warga negara asing, berhak atas layanan civil tanpa dikaitkan dengan suatu kewajiban finansial apapun. Layanan civil adalah layanan perorangan atau individu, yang menjadi kewajiban pemerintah untuk memenuhi, melindungi atas dasar “civil right” yang dimiliki oleh setiap warga negara karena itu tidak dapat diprivatisasi. Jasa publik identik dengan pelayanan publik (public service) merupakan tanggung jawab pemerintah. Pada tingkat kemampuan masyarakat yang cukup pelayanan tersebut dapat diprivatisasikan di bawah kontrol legislatif. Dengan demikian layanan sipil adalah proses layanan yang dilakukan oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat diluar urusan militer dan ibadah. Pemerintah adalah lembaga yang memproduksi, mendistribusikan atau memberikan alat pemenuhan kebutuhan rakyat yang berupa layanan sipil. Secara eksplisit dapat dikatakan bahwa pemberian pelayanan sipil merupakan jenis pelayanan yang dimonopoli oleh pemerintah. Hal ini dapat dipahami mengingat pelayanan sipil merupakan bagian dari fungsi pemerintah yang memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dalam layanan sipil, kualitas merupakan salah satu aspek yang mendapat perhatian dari pemerintah, guna memberikan kepuasan kepada rakyat. Apalagi layanan sipil bila dilihat dari keberadaannya merupakan hak dasar dari warga negara dan hanya pemerintah yang memproduksi dan mendistribusikannya. Ndraha (2003) dalam Karesepina (2007) mengemukakan bahwa setiap manusia baik warga negara sendiri maupun warga negara asing, berhak atas layanan sipil tanpa dibebani atau tanpa dikaitkan dengan suatu kewajiban finansial apapun. Karena itu , layanan sipil disebut no rice. Layanan sipil 100 persen
33
dibayar melalui pendapatan negara, yaitu hasil pengelolaan sumber daya alam, pajak dan sebagainya. Setiap badan publik berfungsi memproduksi dan mendistribusikan layanan sipil pada saat diperlukan. Kualitas layanan bukan hanya mengacu pada kualitas produk, juga menekankan pada proses penyelenggaraan atau pendistribusian layanan itu sendiri hingga ke tangan masyarakat sebagai konsumen. Aspek-aspek kecepatan, ketepatan, kemudahan, dan keadilan menjadi alat untuk mengukur kualitas layanan sipil. Hal ini berarti, pemerintah melalui aparat dalam memberikan layanan sipil kepada masyarakat harus memperhatikan aspek kecepatan, ketepatan, kemudahan, dan keadilan. Hal ini berarti Layanan sipil yang berkualitas yang diterima oleh masyarakat selama ini dari aparat pemerintahan dilihat dari dimensi-dimensi tersebut. Pengukuran terhadap kualitas layanan, sepenuhnya berada pada masyarakat yang secara langsung berhadapan dengan aparat pemerintahan yang memberi layanan.
2.3
Administrasi Kependudukan Secara teoritis aspek kependudukan merupakan hal paling mendasar dalam
pembangunan. Dalam nilai universal penduduk merupakan pelaku dan sasaran pembangunan sekaligus yang menikmati hasil pembangunan. Dalam kaitan peran penduduk tersebut, kualitas mereka perlu ditingkatkan dan pertumbuhan serta mobilitasnya harus dikendalikan. Gambaran keadaan penduduk yang terus mengalami peningkatan dapat menjadi potensi pembangunan, sekaligus pula dapat menjadi faktor penghambat pembangunan (Amin, 2009) Administrasi Kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dan penertiban dalam penertiban dokumen dan Data Kependudukan melalui Pendaftaran Penduduk, Pencatatan Sipil, pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain (Bab I Pasal 1 butir (1) PP No.37 Tahun 2007).
34
Adapun arah dan tujuan pelaksanaan administrasi kependudukan yaitu : Arah administrasi kependudukan : 1. Memenuhi hak asasi setiap orang di bidang administrasi kependudukan tanpa diskriminasi dengan pelayanan publik yang professional ; 2. Meningkatkan kesadaran penduduk akan kewajiban untuk beperan serta dalam pelaksanaan Administrasi Kependudukan ; 3. Memenuhi data statistik secara nasional mengenai peristiwa kependudukan dan peristiwa penting ; 4. Mendukung perumusan kebijakan dan perencanaan pembangunan secara nasional, regional serta lokal ; dan 5. Mendukung pembangunan sistem Administrasi Kependudukan. Sedangkan tujuan administrasi kependudukan adalah : 1. Memberikan keabsahan identitas dan kepastian hukum atas dokumen penduduk untuk setiap peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang dialami oleh penduduk ; 2. Memberikan perlindungan status hak sipil penduduk ; 3. Menyediakan data dan informasi kependudukan secara nasional mengenai pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil pada berbagai tingkatan secara akurat, lengkap, mutakhir dan mudah diakses sehingga menjadi acuan bagi perumusan kebijakan dan pembangunan pada umumnya ; 4. Mewujudkan tertib administrasi kependudukan secara nasional dan terpadu ; 5. Menyediakan data penduduk yang menjadi rujukan dasar bagi sektor terkait dalam penyelenggaraan setiap kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Pelayanan publik di bidang administrasi kependudukan merupakan salah satu tugas pelayanan publik yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam rangka melayani masyarakat umum, yang meliputi tugas dan fungsi, mendaftarkan dan menerbitkan KTP, Kartu Keluarga serta berbagai Akta Catatan Sipil maupun pencatatan Mutasi dan pengelolaan data penduduk.
35
Dalam negara berkembang dan era otonomi daerah saat ini permasalahan penduduk merupakan permasalahan yang sangat penting, karena berkaitan dengan bidang sosial masyarakat. Pada kajian ini pengertian penduduk didasarkan pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan Pasal 1 bahwa yang disebut penduduk adalah Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang bertempat tinggal di Indonesia. Dirjen
Administrasi
kependudukan
(2005)
menyebutkan
bahwa
Pengelolaan administrasi kependudukan di daerah diwujudkan dalam penetapan Perda yang mengacu pada peraturan per Undang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya serta tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum. Kerangka pelaksanaan Administrasi Kependudukan dijelaskan dalam Gambar 1.
PENDAFTARAN PENDUDUK
PELAPORAN PERISTIWA KEPENDUDUKAN
PENCATATAN SIPIL
PENCATATAN BIODATA
Perubahan alamat; · · · · ·
Pindat dlm wil.Indonesia; Pindah antar negara; Pencatatan KK; WNI Tinggal Sementara; Perubahan Orang Asing tinggal terbatas menjadi tinggal tetap; · Pendataan Penduduk Rentan Adminduk; · Penatausahaan Dafduk.
PENERBITAN NIK, KK & KTP
PEMUTAKHIRAN BIODATA
DATA/INFODUK
PELAPORAN PERISTIWA PENTING
· Kelahiran; · Kematian, lahir mati; · Perkawinan, Pembatalan Perkawinan; · Perceraian · Pengangkatan,Pengakuan, Pengesahan anak; · Perubahan Nama, Status, Kewarganegaraan, Jenis Kelamin.
PENERBITAN AKTA/ PEMBUATAN CATATAN PINGGIR
Gambar 1. Kerangka Administrasi Kependudukan Sumber : Dirjend Adminduk, Depdagri, 2005
Dokumen Kependudukan adalah dokumen resmi yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana yang mempunyai kekuatan hukum sebagai alat bukti autentik yang dihasilkan dari pelayanan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil. Data Kependudukan adalah data perseorangan dan/atau data agregat yang terstruktur sebagai hasil dari kegiatan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.
36
2.4
Tertib Administrasi Kependudukan Pada hakekatnya bahwa upaya Tertib Dokumen Kependudukan atau Tertib
Administrasi Kependudukan, tidak sekedar pengawasan terhadap pengadaan blangko-blangko yang dipersyaratkan dalam penerbitan dokumen, tapi hendaknya harus tersistem, konkrit dan pragmatis. Artinya mudah difahami oleh penduduk dan diyakini bermakna secara hukum berfungsi melindungi, mengakui/ mengesahkan status kependudukan atau peristiwa vital (vital event) yang dialami penduduk, sehingga dibutuhkan oleh penduduk karena dapat memudahkan atau melancarkan urusannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain dokumen kependudukan memiliki insentif/benefit bagi si pemegang dokumen atau penduduk. (Ditjen Adminduk, 2005). Untuk itu, terdapat beberapa faktor strategis yang harus ditata dan disiapkan agar tugas tersebut berfungsi dan efektif. 1) Aspek Landasan Hukum Penataan dan penyiapan dukungan peraturan perundang-undangan dalam pelayanan dokumen kependudukan yang sarat bernilai hukum, adalah sangat fundamental. Peraturan perundang-undangan yang dibutuhkan, haruslah tidak diskriminatif, jelas (tidak multi interpretatif), tidak saling bertentangan (hendaknya sinergis) dengan peraturan perundang-undangan lain dalam pelayanan publik, sehingga dapat digunakan sebagai instrumen pengendalian penduduk, serta
dapat
berfungsi
mendorong
terwujudnya
pelayanan
administrasi
kependudukan yang “modern” dengan Good Governance dan Clean Government. 2) Aspek Kelembagaan dan SDM Kelembagaan yang ada atau yang dibutuhkan, mulai dari tingkat pemerintah pusat sampai ke tingkat pemerintah daerah haruslah memiliki nomenklatur dan ukuran organisasi dengan struktur yang fokus dan konsisten dengan misi negara/ pemerintah sejalan dengan peraturan perundang-undangan, agar efektif untuk mengemban tugas, fungsi dan kewenangan penyelenggaraan Administrasi Kependudukan. Begitu pula dengan SDM penyelenggara/pelayan administrasi
kependudukan,
hendaknya
pembinaannya
diarahkan
untuk
menguasai wawasan dan makna tertib administrasi kependudukan, baik pada level
37
kebijakan maupun pada level (praktis) teknis pelayanan, jujur, amanah, serta mampu berkomunikasi efektif dengan masyarakat. 3) Aspek Penerapan Teknologi dan Sistem Pelayanan Penerapan teknologi hendaknya memenuhi prinsip-prinsip tepat guna (“appropriate”) mendukung sistem pelayanan administrasi kependudukan, bertahan relatif lama (“long life” tidak mudah “face out”), efisien (tidak “over investment” atau “under investment”), aman (“secure”) mudah dioperasionalkan (“user friendly”) dan murah pemeliharaannya, serta dapat diakses di seluruh wilayah tanah air dengan support yang selalu tersedia dan relatif cepat. Dalam mendukung pelayanan administrasi kependudukan, penerapan teknologi sangat penting untuk menjawab keamanan (“security”) dan kecepatan dalam proses perekaman, pengiriman/ komunikasi data, penyimpanan serta pendayagunaan data individu penduduk. Dengan prinsip-prinsip tersebut, Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dirancang, dibangun dan dikembangkan untuk mampu menyelenggarakan penerbitan NIK Nasional sebagai nomor identitas tunggal – “unique” yang ditampilkan pada setiap dokumen kependudukan, dan sebagai kunci akses untuk verifikasi data diri maupun identifikasi jati diri seseorang yang sangat berguna di dalam mewujudkan efisiensi dan efektifitas pelayanan publik. Sejalan dengan itu, aspek material untuk penerbitan dokumen kependudukan, yaitu blangko KTP, Kartu Keluarga, Buku Register/Akta dan Kutipan Akta-akta Catatan Sipil juga harus terjamin kualitas keamanannya dalam mendukung nilai serta keaslian dokumen, yaitu dengan menerapkan security feature – teknologi yang tepat guna. Hal yang penting dicatat, adalah issue keamanan (“security”) dalam hal ini bermakna ganda, yaitu bagi penduduk/pemegang dokumen dapat memberikan rasa
aman,
nyaman,
kepastian
hukum
(perlindungan
dan
pengakuan
negara/pemerintah) atas data informasi status kependudukan atau peristiwa vital yang tertera dalam dokumen. Sedangkan bagi negara/pemerintah, dokumen kependudukan yang terjamin keasliannya dan valid data informasi di dalamnya dapat berfungsi mengendalikan penduduk untuk kepentingan nasional, serta bagi penyelenggara pelayanan publik dapat membantu mendukung terwujudnya
38
pelayanan yang efisien dan efektif. Oleh karenanya, perpaduan penerapan teknologi untuk penerbitan NIK Nasional yang unique dan sidik jari/photo – face recognition (biometrik) pada SIAK, dengan penerapan teknologi pada blangko security, menjadi patut diperhatikan efektifitas – efisiensinya, yaitu untuk mengidentifikasi keabsahan dan keaslian kepemilikan dokumen penduduk. 4) Aspek Registrasi Mekanisme, prosedur, dan persyaratan yang dirancang dan diterapkan dalam pelayanan dokumen kependudukan haruslah jelas, tidak berbelit-belit agar mudah difahami penduduk (sebagai pemohon) maupun operator (registrar) sebagai penyedia layanan, serta dapat dijamin penegakkannya (dipatuhi dan tertib). 5) Aspek Demografis atau Kesadaran Masyarakat Kondisi demografi, menginformasikan kepada kita tentang sebaran penduduk dan kesadaran/wawasan pemahaman masyarakat yang sedemikian rupa kualitasnya terhadap makna dokumen kependudukan, sehingga derajat ketertiban dalam kepemilikan dokumen relatif masih kurang. Untuk menuju tertib dokumen kependudukan, sangatlah diperlukan komitmen politik dari semua komponen, terutama penyelenggara pemerintah untuk bagaimana membuat kebijakan, strategi dan program-program kegiatan penciptaan “insentif/benefit” bagi masyarakat dan “Sosialisasi” pentingnya tertib administrasi kependudukan sebagai Gerakan Nasional. 6)
Aspek Pengelolaan Data Penduduk atau Pembangunan Bank Data Kependudukan Untuk mempercepat proses penerapan NIK Nasional kepada seluruh
penduduk Indonesia, peranan Bank Data Kependudukan sangatlah penting. Dalam kaitan itu, strategi yang diterapkan adalah mendayagunakan data penduduk (data individu) hasil P4B saat Pemilu Legislatif dan Pilpres tahun 2004 sebagai data dasar (baseline data) untuk dimutakhirkan secara berkelanjutan dengan pelayanan harian pendaftaran penduduk (pindah alamat, pencatatan biodata, perubahan status kependudukan, permohonan KTP dan Kartu Keluarga, dst) serta dengan pelayanan catatan sipil (kelahiran, perkawinan, kematian, dst).
39
2.5
Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) Dalam Penjelasan Undang-undang No. 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan, Pasal 82 ayat (2) dijelaskan bahwa pembangunan dan pengembangan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan bertujuan mewujudkan komitmen nasional dalam rangka menciptakan sistem pengenal tunggal berupa NIK bagi seluruh penduduk Indonesia. Dengan demikian, data penduduk dapat diintegrasikan dan direlasionalkan dengan data hasil rekaman pelayanan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil. Pembangunan SIAK dilakukan dengan menggunakan perangkat keras, perangkat lunak dan system jaringan komunikasi data yang efisien dan efektif agar dapat diterapkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bagi wilayah yang belum memiliki fasilitas komunikasi data, sistem komunikasi data dilakukan dengan manual dan semi elektronik. Yang dimaksud dengan “manual” adalah perekaman data secara manual, yang pengiriman data dilakukan secara periodik dengan sistem pelaporan berjenjang karena tidak tersedia listrik ataupun jaringan komunikasi data. Yang dimaksud “semi elektronik” adalah perekaman data
dengan
menggunakan
computer,
tetapi
pengirimannya
menggunakan compact disk (CD) atau disket secara periodik karena belum tersedia jaringan komunikasi data. SIAK merupakan satu kesatuan kegiatan terdiri dari unsur : a) Database ; b) Perangkat teknologi informasi dan komunikasi ; c) Sumber daya manusia ; d) Pemegang hak akses ; e) Lokasi Database ; f) Pengelolaan Database ; g) Pemeliharaan Database ; h) Pengamanan Database ; i) Pengawasan Database ; dan j) Data cadangan (back – up data / disaster recovery centre).
2.6
Tinjauan Kajian Terdahulu Penelitian-penelitian yang berkaitan dengan kependudukan telah banyak
dilakukan
sebelumnya.
Diantaranya
adalah
penelitian
yang
dilakukan
Wahyuningrat pada tahun 2009 dengan judul “Optimalisasi Pengelolaan Data Kependudukan di Kabupaten Banyumas”. Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifiksi dan mendeskripsikan faktor – faktor penghambat dan pendukung
40
yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Banyumas dalam optimalisasi pengelolaan data kependudukan. Metode penelitian dilakukan secara kualitatif deskriptif . Data dikumpulkan melalui in-depth interview, focussed group discussion, observasi dan dokumentasi, kemudian dianalisis dengan metode open coding, axial coding, dan selective coding.
Hasil penelitian menyatakan bahwa Pemerintah Kabupaten
Banyumas terus melakukan optimalisasi pengelolaan data kependudukan dengan melaksanakan
SIAK baik on-line maupun off-line. Untuk menunjang upaya
tersebut Pemerintah Kabupaten Banyumas membentuk instansi pelaksananya yakni Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Namun demikian upaya optimalisasi tersebut belum semuanya mematuhi peraturan perundangan yang relevan, sehingga pengelolaan data kependudukan belum optimal. Ada beberapa faktor yang menghambat upaya tersebut yakni sumber daya aparatur, sarana, teknologi, sosialisasi dan struktural. Namun juga ada beberapa faktor yang mendukungnya yakni political will, pola bisnis dan semangat kerja aparatur. Penelitian Sianturi (2004) menunjukkan bahwa faktor kunci keberhasilan dalam strategi pengembangan sistem pendaftaran penduduk di Kabupaten/Kota adalah melaksanakan pengembangan sistem pendaftaran penduduk berbasis Teknologi Informasi yang terpadu dengan mengikutsertakan pihak swasta dan memberdayakan lembaga dan sumber daya manusia yang ada di Kabupaten/Kota sampai dengan Desa/Kelurahan, meningkatkan kompetensi Sumber Daya Manusia
aparatur
dalam
pengembangan
sistem
pendaftaran
penduduk,
menempatkan SDM sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan baik di pusat maupun di Kabupaten/Kota sampai dengan Desa/Kelurahan, sehingga pelayanan di bidang pendaftaran penduduk tetap bisa dilaksanakan, mewujudkan UndangUndang tentang Administrasi Kependudukan dan Keputusan Presiden tentang pengelolaan hasil pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil serta menyediakan prosedur dan standar yang dapat digunakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sebagai dasar pelaksanaan, mendorong peningkatan pelaksanaan pendaftaran penduduk di Kabupaten/Kota sampai dengan Desa/Kelurahan dengan memberlakukan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 94 tahun 2003, memperjelas dan mendorong pengembangan insentif bagi masyarakat terhadap
41
penyelenggaraan pendaftaran penduduk, melakukan sosialisasi, advokasi dan evaluasi terhadap seluruh aspek penyelenggaraan pendaftaran penduduk. Penelitian lainnya mengenai administrasi kependudukan dilakukan oleh Insani pada Tahun 2008 dengan judul “ Implementasi Kebijakan Administrasi Kependudukan di Kota Banda Aceh Provinsi Nangroe Aceh Darussalam”. Tujuan penelitian adalah 1) untuk mengetahui potensi permasalahan yang muncul dari ketentuan-ketentuan yang ada dalam UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan ; 2) untuk mengetahui permasalahan yang timbul dalam praktek pelaksanaan UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan; dan 3) Untuk merumuskan solusi dalam mengatasi permasalahan dari ketentuanketentuan dan praktek pelaksanaan dari UU No. 23 Tahun 2006. Kerangka analisis penelitian yang digunakan : 1) Implementasi Kebijakan Publik, 2) Hukum dan Kependudukan, 3) Kebijakan Kependudukan, 4) Kebijakan Administrasi Kependudukan, dan 5) Faktor-faktor Strategis Administrasi Kependudukan. Selanjutnya Amin pada Tahun 2009 melakukan penelitian di Kabupaten Lampung Barat mengenai Strategi Peningkatan Pelayanan Pemerintah Daerah Bidang Pendaftaran Penduduk dan Catatan Sipil di Kabupaten Lampung Barat. Tujuan dari penelitian ini adalah : 1) Mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi pelayanan pendaftaran penduduk dan catatan sipil di Kabupaten Lampung Barat, dan 2) merumuskan strategi dan perancangan program peningkatan pelayanan Pemerintah Daerah bidang pendaftaran penduduk dan catatan sipil di Kabupaten Lampung Barat. Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis SWOT. Hasil kajian SWOT diperoleh hasil strategi prioritas
utama adalah menerbitkan Peraturan Daerah tentang pelayanan administrasi kependudukan oleh kecamatan dan memanfaatkan teknologi informasi untuk melakukan Administrasi Kependudukan secara online.
2.7
Posisi Kajian Perbedaan kajian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah pada
ruang lingkup penelitian. Pada penelitian Wahyuningrat (2009) ruang lingkup penelitian hanya menyangkut pengelolaan data kependudukannya saja. Pada
42
penelitian Sianturi (2004) penelitian di lakukan pada Ditjen Administrasi Kependudukan untuk mengembangkan Sistem Administrasi Kependudukan di Kota/Kabupaten seluruh Indonesia. Penelitian Insani (2008) menganalisis permasalahan–permasalahan kebijakan Administrasi
yang
muncul
Kependudukan,
dengan
sedangkan
diimplementasikannya Amin (2009)
dalam
penelitiannya bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pelayanan pendaftaran penduduk dan catatan sipil serta penyusunan strategi dan perancangan program peningkatan pelayanan bidang pendaftaran penduduk dan catatan sipil. Pada kajian ini, penelitian dilakukan mencakup kegiatan pelayanan Administrasi Kependudukan yang meliputi Pendaftaran Penduduk, Pencatatan Sipil dan Pengelolaan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan melalui SIAK dengan memberikan gambaran secara menyeluruh tentang pelaksanaan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil di Kabupaten Bogor setelah diterbitkannya Undang-undang No. 23 Tahun 2006. Untuk mengetahui dampaknya terhadap sistem pelayanan yang sedang berjalan, maka dilakukan analisis deskriftif kuantitatif kualitatif terhadap persepsi masyarakat sebagai konsumen di dua Kecamatan terhadap sistem pelayanan yang sedang berlangsung.
2.8
Pengembangan Organisasi Kegiatan pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil yang
dilakukan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil beserta perangkatnya di tingkat kecamatan dan desa adalah salah satu bentuk kegiatan administrasi. Karena secara harfiah menurut Webster (1974) dalam Mukhlish (2010) administrasi berasal dari kata “Ad” dan “Ministro” (latin) yang berarti “melayani” atau “menyelenggarakan”. Administrasi tersebut menekankan kepada kegiatan pengkoordinasian orang-orang yang berkerjasama, alat-alat dan dana yang digunakan untuk mencapai tujuan yang inginkan. Untuk itulah, pada saat kegiatan administrasi telah maju, maka diperlukan organisasi dan manajemen.
43
Secara sederhana Mukhlish (2010) menyimpulkan bahwa organisasi adalah 1) wadah atau tempat terselenggaranya administrasi; 2) didalamnya terjadi berbagai hubungan antar - individu maupun kelompok, baik dalam organisasi itu sendiri maupun keluar; 3) terjadinya kerjasama dan pembagian tugas; 4) berlangsungnya proses aktivitas berdasarkan kinerja masing-masing. Sedangkan organisasi yang dikembangkan oleh Osborne dan Gaebler (1992) dalam LAN (2007) lebih berorientasi/berwawasan organisasi masa depan atau modern. Berbeda dengan tipe organisasi birokrasi ideal dari Weber yang lebih mengarah pada tipe organisasi tradisional. Unsur-unsur perbedaan Organisasi Tradisional dan Organisasi Modern dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Unsur-unsur Perbedaan Organisasi Tradisional dan Modern/Perubahan Organisasi Tradisional
Organisasi Modern
Stabil
Dinamis
Tidak luwes
Luwes
Berfokus pada pekerjaan Pekerjaan didefnisikan pada posisi
Berfokus pada keahlian Pekerjaan didefinisikan berdasarkan tugas yang harus dilakukan
Beorientasi idinvidu
Berorientasi Kelompok Kerja
Pekerjaan yang tetap
Pekerjaan Sementara
Berorientasi Perintah
Berorientasi Keterlibatan
Pimpinan unit kerja selalu membuat Keputusan Berorientasi peraturan Tenaga Kerja yang relatif homogen Hari kerja ditetapkan dari jam 8 sampai 16 Hubungan hierarki
Karyawan berpartisipasi dalam pengambilan Keputusan Berorientasi kepada pelanggan Tenaga kerja yang beragam Waktu kerja tidak mempunyai batasan waktu Hubungan lateral dan jaringan
Bekerja difasilitas organisasi selama jam kerja
Bekerja dimana saja dan kapan saja
Laporan hasil kerja disampaikan dalam bentuk tatap muka
Laporan melalui informasi teknologi egovernment
Sumber : Modul Perumusan Kebijakan Pengembangan Organisasi, LAN, 2007
Tuntutan penerapan “kepemerintahan yang baik” pada saat ini selalu didengungkan kepada birokrasi pemerintah. Beberapa unsur dari organisasi modern dipilih secara selektif untuk diterapkan pada organisasi perangkat daerah (Dinas/Biro/Badan/ Kantor/ LPTD) yang sesuai dengan kondisi lokal, berorientasi
44
kepada pelayanan masyarakat, meningkatkan partisipasi pegawai dalam pengambilan keputusan, dan pembentukan gugus tugas/kelompok kerja (LAN, 2007). Organisasi Perangkat Daerah di Kabupaten/Kota dalam pelaksanaannya diharuskan berorientasi pada peraturan perundangan yang berlaku, tetapi dalam kerjanya dituntut untuk lebih fleksibel, khususnya dalam melaksanakan pekerjaan dapat menganut pada organisasi yang modern untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi. Oleh karena itu,dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitasnya, suatu organisasi sebaiknya selalu melakukan pengembangan terhadap organisasi itu sendiri. Beckhard
(2000)
dalam
Munandar
(2009)
menjelaskan
bahwa
Pengembangan Organisasi (Organization Development) adalah suatu usaha yang terencana, luas meliputi seluruh organisasi dan dikelola dari puncak manajemen, untuk meningkatkan efektifitas dan kesehatan organisasi melalui intervensi secara terencana dalam proses-proses organisasi, menggunakan behavioral –science knowledge.
2.9
Persepsi Untuk menjawab tujuan kedua dalam kajian ini dengan menggunakan
analisis persepsi. Oleh karena itu dalam bagian ini dijelaskan beberapa pengertian persepsi yang berkaitan dengan kajian. Sejumlah ahli telah memberikan pengertian mengenai persepsi yang diantaranya adalah Thoha (1999) dalam Puspasari (2010) yang mengatakan bahwa persepsi pada hakekatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman. Selain itu persepsi dapat berupa kesan, penafsiran atau penilaian berdasarkan pengalaman yang diperoleh dan suatu proses pengambilan keputusan tentang pemahaman seseorang kaitannya dengan suatu obyek, stimuli atau individu yang lain. Kesan tentang stimuli tersebut dapat dipandang sebagai pengalaman tentang pbyek, peristiwa atau
45
hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan (Rakhmat, 2007) dalam Puspasari (2010). Persepsi banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, Thoha (1996) dalam Julijanti (2008) mengemukakan faktor - faktor yang mempengaruhi persepsi adalah : 1) Faktor Psikologis Persepsi seseorang mengenai segala sesuatu di dalam dunia ini sangat dipengaruhi oleh keadaan psikologi. 2) Faktor Famili Banyak sikap dan persepsi-persepsi seseorang diturunkan oleh orang tuanya karena famili sangat besar pengaruhnya terhadap persepsi seseorang. 3) Faktor Kebudayaan Kebudayaan dan lingkungan masyarakat tertentu juga merupakan salah satu faktor yang kuat di dalam mempengaruhi sikap, nilai dan cara seseorang memandang dan memahami keadaan di dunia ini. Selain itu menurut Asngari (1984) dalam Puspasari (2010) bahwa persepsi dipengaruhi oleh
karakteristik responden
seperti
umur, jenis
kelamin,
pendididkan, pekerjaan, status sosial berhubungan dengan persepsi responden, karena persepsi merupakan proses pengamatan serapan yang berasal dari kemampuan kognisi orang tersebut. Dari beberapa pengertian persepsi tersebut, secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa persepsi seseorang dapat terjadi apabila terdapat personal (pengamat) terhadap suatu obyek yaitu stimuli atau peristiwa yang diamati atau yang dialami dengan situasi atau lingkungan yang mendukung serta dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor personal (pribadi pengamat). Oleh karenanya, seseorang seringkali melihat segala sesuatu atau suatu kejadian dengan cara yang berbeda walaupun dalam obyek yang sama tergantung pada personalnya dan lingkungan dimana orang tersebut berada.
46
2.10
Manajemen Strategi Manajemen strategis secara operasional dapat dinyatakan sebagai seni dan
ilmu untuk merumuskan, menerapkan dan mengevaluasi keputusan fungsi silang antar unit operasionalnya yang memungkinkan satu organisasi dapat mencapai sasarannya (Hadisugondo, 2009). Selanjutnya Hadisugondo (2009) menjelaskan terdapat tiga tahapan dalam Manajemen Strategik yaitu : 1) Formulasi Strategi Pada tahap ini kegiatan berawal dari pengembangan visi dan misi, mengenali ancaman dan peluang dari faktor eksteral, menetapkan faktor kekuatan dan kelemahan, menetapkan sasaran jangka panjang, mengembangkan strategi pilihan dan menetapkan strategi dasar untuk dilakukan. Dalam tahap ini juga ditetapkan bisnis baru mana yang akan dimasuki atau bisnis mana yang akan ditinggalkan, bagaimana mengalokasi sumber daya dan kemana perluasan operasi dilakukan (Diversivikasi). Mengingat sumberdaya selalu terbatas, maka pilihan strategi
harus
ditetapkan
untuk
memperoleh
manfaat
terbesar,
selain
keterkaitannya dengan macam produk, pasar, sumberdaya dan teknologi untuk kurun waktu tertentu. 2) Implementasi Strategi Memerlukan keputusan tentang sasaran tahunan serta rangkaian kebijakan, kemampuan memotivasi personil, pengalokasian sumberdaya untuk mendukung aplikasi strategi terpilih. Pada tahap ini menunjukkan perlunya karyawan dan manajer dapat dimobilisasi untuk menjabarkan strategi menjadi tindakan. Tahap ini menjadi tahap sulit dan kritis sifatnya karena memerlukan disiplin dari personil pelakunya, komitmen serta pengorbanan. Semuanya memerlukan kompetensi manajer untuk memotivasi personil yang ada. Untuk itu diperlukan keterampilan interpersonal, karena aplikasi kegiatan akan berpengarus pada semua unit operasional dalam organisasi. Mereka harus menjawab apa yang harus dilakuakan dan bagaimana melakukan hal itu, tantangannya adalah bagaimana membuat setiap individu bekerja sesuai dengan tupoksinya berlandaskan semangat dan kebanggaan untuk mewujudkan sasaran.
47
3) Evaluasi Strategi Mencari informasi mana strategi yang tidak efektif pelaksanaannya. Hal itu penting karena semua strategi harus diubah di masa mendatang sebagai akibat perubahan faktor internal dan eksternal. Tiga langkahnya adalah : a) Mengkaji ulang faktor eksternal dan internal yang dipakai sebagai landasan perumusan strategi saat ini, b) mengukur kinerja dan c) melakukan langkah koreksi. Kebutuhan akan langkah ini adalah karena keberhasilan saat ini tidak menjadi jaminan bagi keberhasilan esok. Keberhasilan selalu membangun masalah baru dan berbeda. Kalau organisasi memuaskan maka pengalaman akan berakhir. Dengan demikian dalam menerapkan manajemen strategi diperlukan pengintegrasian antara intuisi dengan kemampuan analisis. Demikian pula diperlukan kemampuan mengadaptasi perubahan dalam organisasi bisnis, karena organisasi yang berhasil adalah organisasi yang mampu mengelola perubahan.