8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kajian Pustaka Ada beberapa penelitian terkait dengan Sistem Noken yang dikaji oleh beberapa peneliti sebelumnya. Penulis menggunakan beberapa penelitian yang telah dilakukan sebagai referensi. Terdapat tiga sampel penelitian sebagai referensi yang dapat digunakan yaitu: Pertama, Penelitian yang dilakukan oleh Methodius Kossay (2014) dalam jurnal yang berjudul “Pemilu Sistem Noken Dalam Demokrasi Indonesia: Studi Kasus Di Kabupaten Jayawijaya Provinsi Papua”. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh sistem Noken yang tidak demokratis, bila disimak dari sistem Noken yang tidak sesuai dengan asas-asas pemilihan umum, sistem ini belum memiliki payung hukum yang jelas dalam peraturan perundangan penyelenggaraan pemilu. Dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian ini menunjukkan sistem Noken dapat dilaksanakan asalkan pemerintah dapat melegalkan sistem Noken terutama dalam suatu rancangan Undang-Undang. Kedua, Titus Pekei (2011) dalam buku yang berjudul “Cermin Noken Papua: Perspektif Kearifan Mata Budaya Papuani”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan arti pentingnya Noken, untuk mengetahui fungsi dalam kehidupan masyarakat Papua, serta membangun pemahaman dan pandangan mengenai masa depan budaya Noken sebagai salah satu warisan budaya yang tak terbendakan pemahaman terhadap transmisi Noken, nominasi Noken, dan perlindungan Noken.
9
Ketiga, Penelitian Dennys Sastika (2013) dalam penelitian yang berjudul “Sistem Noken Dalam Pemilukada Provinsi Papua:
Analisis Yuridis Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PHPU.D-XI/2013 Mengenai Persilisihan Hasil Pemilukada Provinsi Papua Tahun 2013”. Fokus penelitian ini adalah untuk mengetahui substansi putusan Mahkamah Konstitusi tentang penggunaan sistem noken dalam putusan nomor 14/PHPU.D-XI/2013 tentang persilisihan hasil pemilukada. Selain itu juga, penulis ingin mengetahui penggunaan sistem Noken dalam putusan Mahkamah Konstitusi nomor 14/PHPU.D-XI/2013 sesuai dengan ketentuan pasal 18D UUD 1945. Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa penggunaan sistem Noken dalam pemilukada Provinsi Papua sah, hal ini dikarenakan cara seperti itulah yang digunakan dalam pemilihan sebelumnya. Selain itu Mahkamah Konstitusi juga menyetujui pemilihan menggunakan sistem Noken, dengan alasan Mahkamah Konstitusi menghargai dan memahami nilai budaya yang hidup dilingkungan masyarakat Papua yang khas dalam penyelenggaraan pemilu. Dari ketiga penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, terlihat jelas bahwa penelitian mengenai “Peran Kepala Suku Dalam Sistem Noken Pada Pemilukada di Distrik Kamu Kabupaten Dogiyai Provinsi Papua Tahun 2013” belum pernah dilakukan. Namun terdapat sedikit kesamaan antara ketiga penelitian diatas dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Persamaan penelitian oleh Titus Pekei yaitu sama-sama membahas Noken hanya saja perbedaannya terletak pada nilai-nilai
10
Noken, manfaat Noken dalam masyarakat hukum adat. Perbedaannya terletak pada substansi materi dan masalah. Methodius Kossy dan Dennys Sastika yaitu sama-sama membahas Sistem Noken dalam Pemilukada hanya perbedaannya terletak pada fokus penelitian yang dilakukan Dennys Sastika adalah substansi putusan Mahkamah Konstitusi dalam putusan nomor 14/PHPU.D-XI/2013. Fokus penelitian yang dilakukan oleh Methodius Kossay adalah apakah penerapan dan pertimbangan yuridis terhadap pemilu sistem Noken dalam demokrasi di Indonesia. Sedangkan fokus penelitian yang akan penulis teliti adalah bagaimana peran kepala suku dalam sistem Noken pada pemilukada di Distrik Kamu Kabupaten Dogiyai Provinsi Papua tahun 2013. 2.2. Kerangka Konseptual Dalam penelitian ini penulis akan menjelaskan beberapa konsep yang digunakan. Oleh karena itu, perlu pemahaman terhadap konsep yang akan dikaji dalam penelitian ini. Konsep dalam penelitian ini tentu memiliki banyak pengertian yang berbeda-beda dari para ahli, oleh karena itu peneliti hanya akan memaparkan penjelasan dari konsep yang memiliki poin terkait konsep dalam penelitian ini. Adapun konsep yang terdapat dalam penelitian ini yakni: demokrasi, pemilihan umum kepala daerah, sistem noken, dan kepala suku
11
2.2.1. Demokrasi Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah. Salah satu pilar demokrasi adalah trias politica yaitu Eksekutif, Yudikatif, dan legislatif. Kedaulatan rakyat yang dimaksud bukan hanya dalam arti kedaulatan memilih Presiden, Gubernur, Bupati secara langsung melainkan dalam arti yang luas. Pada pasal 18b ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam Undang-Undang. Pemilihan menggunakan sistem Noken yang diterapkan di wilayah Pegunungan Tengah Papua merupakan bentuk demokrasi masyarakat adat dan dilaksanakan sesuai dengan hukum adat setempat. Selain itu penerapan sistem Noken sudah diakui oleh Mahkamah Konstitusi. Dimana, Mahkamah Konstitusi menghargai nilai budaya yang hidup dikalangan masyarakat dan menerima pemilihan dengan cara kolektif yaitu kesepakatan warga atau aklamasi. Secara etimologis demokrasi berasal dari bahasa yunani, yaitu demos artinya rakyat dan kratos artinya kekuasaan. Dengan dipadukannya kedua kata maka melahirkan pengertian rakyat berkuasa, pemerintahan dari rakyat. Menurut Abraham Lincoln (mantan presiden Amerika Serikat ke-14) demokrasi yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dari penjelasan diatas bahwa kekuasaan tertinggi di pegang oleh rakyat maka demokrasi dapat dibedakan sebagai berikut:
12
1. Berdasarkan penyaluran rakyat, demokrasi dibedakan sebagai berikut: a. Demokrasi Langsung Demokrasi langsung merupakan bentuk demokrasi dimana seluruh masyarakat diikutsertakan secara langsung dalam memberikan pilihannya dan proses pengambilan keputusan untuk menjalankan kebijakan pemerintahan. b. Demokrasi Perwakilan Demokrasi ini dijalankan oleh rakyat dengan cara menunjuk wakilwakilnya melalui pemilu maupun pemilukada 2. Berdasarkan prinsip ideologi, demokrasi dibedakan sebagai berikut: a. Demokrasi Rakyat Demokrasi rakyat, manusia dibebaskan dari keterikatan pada kepemilikan pribadi tanpa adanya paksaan. Demokrasi ini menghendaki kehidupan yang tidak mengenal kelas-kelas sosial. b. Demokrasi Konstitusional Demokrasi konstitusional menjunjung hak manusia setinggi-tingginya, diatas kepentingan umum dan didasarkan pada kebebasan. Dalam sistem ini campur tangan pemerintah tidak terlalu banyak dalam kehidupan masyarakat. Menurut Sri-Edi Swasono, demokrasi adalah daulat rakyat, bukan daulat tuanku, bukan pula daulat pasar. Artinya adalah demokrasi politik menuntut partisipasi politik dan emansipasi politik seluruh rakyat. Diambil dari (“demokrasi daulat rakyat” kompas.com /2014/08/21/). Kesepakatan rakyat yang disimbolkan melalui sistem Noken mencerminkan partisipasi dan emansipasi politik. Rakyat telah menyatakan
13
kedaulatannya dengan cara memilih para calon pemimpin yang dipercayainya. Maka, apapun hasil kesepakatannya mencerminkan kedaulatan rakyat. Rakyat telah melaksanakan pemilihan secara langsung, umum, bebas, transparan, jujur, dan adil. Sistem Noken yang digunakan oleh masyarakat adat dalam proses Pemilukada maupun Pemilu merupakan bagian dari prinsip-prinsip demokrasi yang harus diwujudkan dalam negara demokrasi di indonesia. Menurut pendapat Almadudi dalam Peter Ell (2013:26) prinsip-prinsip demokrasi adalah: 1) Kedaulatan rakyat; 2) Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah; 3) Hak-hak dari minoritas; 4) Jaminan hak asasi manusia; 5) Pemilihan yang bebas, adil dan jujur; 6) Persamaan di depan hukum; 7) Proses hukum yang wajar; 8) Pluralisme sosial, ekonomi, dan politik; 9) Nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerja sama, dan mufakat. Berdasarkan sembilan prinsip demokrasi sebagaimana disebutkan diatas maka sangat relevan dan sesuai dengan proses demokrasi melalui sistem Noken. Hal ini dikarenakan penggunakan sistem Noken dalam Pemilukada adalah adanya musyawarah mufakat atau kesepakatan bersama yang melahirkan keputusan bersama terkait dengan adat istiadat Noken dalam Pemilukada sebagai pilar demokrasi Negara Indonesia. 2.2.2. Pemilihan Umum Kepala Daerah Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut demokrasi, dimana rakyat ikut terlibat dalam pemerintahan. Rakyat ikut terlibat dalam pesta demokrasi untuk memilih wakil-wakil rakyat serta salah satu bentuk pemenuhan hak asasi warga negara. Pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan umum kepala daerah (pemilukada)
14
merupakan pesta demokrasi terbesar dalam dunia perpolitikkan yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Karena pada momen tersebut masyarakat menentukan pemimpin yang menjadi penyambung lidah masyarakat Indonesia. Menurut Ramlan (1992:181), pemilu diartikan sebagai mekanisme penyeleksian dan pendelegasian atau penyerahan kedaulatan rakyat kepada orang atau partai yang dipercayai. Pemilukada adalah pemilihan untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung oleh masyarakat berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Pelaksanaan pemilukada diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pemilihan Kepala Daerah (pilkada) pertama kali dilakukan pada tahun 2005, pada saat itu Pilkada belum dimasukkan dalam rezim pemilu. Sejak berlakukanya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Pemilihan Umum, pilkada kemudian dimasukkan kedalam rezim pemilu, sehingga secara resmi berganti nama yaitu Pemilihan Umum Kepala Daerah (pemilukada). Pemilukada merupakan salah satu sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam sebuah pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 (UU 1945). Pemilukada memiliki asas-asas penyelenggaraan yaitu : 1. Langsung yaitu setiap pemilih memberikan suaranya langsung tanpa perantara. 2. Umum yaitu seluruh warga Negara yang memenuhi syarat berhak ikut pemilihan.
15
3. Bebas yaitu tidak ada paksaan dari pihak manapun dalam menggunakan haknya. 4. Jujur yaitu semua pihak yang terlibat dalam proses pemilu itu harus bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 5. Rahasia yaitu setiap warga Negara yang memilih tidak akan diketahui tentang siapa yang dipilihnya (hanya dia yang tahu). 6. Adil yaitu setiap pihak yang terlibat dalam proses pemilu akan mendapat perilaku yang sama sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Pemilihan umum merupakan salah satu cara untuk mempengaruhi rakyat, tetapi dalam pemilukada, rakyat tidak dipaksa untuk memilih melainkan di beri hak kebebasan untuk memilih. Rakyat yang terlibat dalam pemilukada disebut konstituen karena pada merekalah para calon menawarkan setiap janji-janji kampanye baik itu visi-misi dan program-programnya. Penyelenggaraan pemilukada dilaksanakan secara efektif dan efisien sebagaimana sudah dijelaskan diatas dan diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum yang berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. 2.2.3. Gambaran Umum Sistem Noken 2.2.3.1. Pengertian Noken Noken merupakan tas tradisional yang dibawa dengan mengunakan kepala dan terbuat dari beberapa bahan seperti kulit kayu, rotan, anggrek, daun pandan, dan rumput rawa. Noken merupakan tas yang multi fungsi dimana dapat menyimpan segala kebutuhan. Masyarakat Papua biasanya menggunakan Noken untuk membawa hasil-
16
hasil pertanian, seperti sayur-sayuran, umbi-umbian, ternak, bahkan masyarakat yang tinggal di Daerah Pegunungan Tengah menggunakan Noken sebagai tempat untuk menaruh bayi yang belum bisa berjalan. Noken memiliki makna yang sangat penting dalam struktur kehidupan masyarakat Papua. Dalam tradisi adat Papua hanya perempuan yang berhak untuk membuat Noken, apabila seorang perempuan belum dapat membuat noken maka dianggap belum dewasa tetapi bagi perempuan yang sudah menguasai dianggap sudah dewasa. Jika sudah dewasa, perempuan Papua barulah boleh menikah. Berbeda dengan laki-laki, dimana seorang laki-laki tidak diperbolehkan untuk membuat Noken. Hal ini dikarenakan Noken merupakan sebuah simbol kesuburan seorang perempuan. Noken memiliki nama yang berbeda-beda di setiap suku, dimana noken dalam bahasa Biak adalah Inokson, suku Marind (Merauke) adalah Mahyan, suku Moor adalah Aramuto, dan suku Dani adalah Su, dan masih banyak lagi. Meskipun memiliki nama yang berbeda-beda noken tetap memiliki makna yang sakral dan penting dalam struktur budaya masyarakat adat. (Titus Pekei 2013: 32) Bagi masyarakat Papua, Noken memiliki simbol kehidupan yang baik, perdamaian, kesuburan bagi masyarakat Papua. Noken merupakan sebuah identitas budaya dalam suatu kebudayaan Papua. Dalam sebuah kebudayaan, Noken sangat penting dalam struktur budaya masyarakat Papua. Yang menarik dari Noken adalah hanya masyarakat Papua saja yang boleh membuat Noken. Noken (tas tradisional) memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan tas pada umumnya, karena keunikannyanya yang dibawa dengan kepala. Sehingga pada
17
tanggal 14 Desember 2012 noken di daftarkan ke UNESCO sebagai salah satu hasil karya tradisional dan warisan kebudayaan dunia. Pengakuan UNESCO dapat mendorong upaya melindungi dan mengembangkan warisan budaya noken yang dimiliki oleh lebih dari 250 suku di Provinsi Papua dan Papua Barat. (Sumber: http//www.kemdikbud.go.id). 2.2.3.2. Sistem Noken Sistem
Noken
merupakan
model
pemilihan
yang
penggunaannya
menggunakan Noken (tas tradisional) yang digantungkan pada salah satu kayu untuk digunakan sebagai pengganti kotak suara. Model ini mempertegas peranan adat dalam membangun demokrasi. Model demokrasi yang diterapkan oleh masyarakat Papua khususnya masyarakat yang tinggal di Daerah Pegunungan Tengah yaitu masyarakat solidaritas mekanis. Hal ini dikarenakan masyarakatnya sangat terstruktur dan memiliki hubungan patron-client antara kepala suku dan masyarakat. Sehingga peran seorang kepala suku sangat penting dalam menentukan kebijakan. Namun, sebelum keputusan itu dilakukan terlebih dahulu dilakukan musyawarah. Dalam tradisi masyarakat Papua untuk mengambil keputusan biasanya dengan cara musyawarah yang melibatkan semua masyarakat. Mekanisme ini dilakukan agar dalam menghadapi pihak luar masyarakat memiliki satu pandangan dan satu suara. Sistem Noken sudah digunakan dalam pemilu sejak tahun 1971. Sistem Noken dilakukan dalam proses pemilukada DPR, DPRD, Presiden dan Wakil Presiden, Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati. Sistem Noken menjadi bagian penting dalam pelaksanaan pemilukada di Daerah Pegunungan Tengah Papua.
18
Berdasarkan petunjuk teknis KPU Provinsi Papua Nomor 01/Kpts/KPU Prov.03/2013, Noken digunakan sebagai pengganti kotak suara dengan memperhatikan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 47-81/PHPU-A-VII/2009 terkait dengan PHPU dari Kabupaten Yahukimo yang memperbolehkan penggunaan Noken pada pemungutan suara di Daerah Pedalaman Papua. Penerapan sistem Noken diterapkan di beberapa kabupaten Pegunungan Tengah Papua seperti Yahukimo, Tolikara, Mamberamo Tengah, Lani Jaya, Puncak, Jayawijaya, Intan Jaya, dengan cara budaya setempat. Namun, tidak semua Daerah di Papua menggunakan sistem Noken, sistem ini hanya digunakan di Daerah Pengunungan Tengah Papua. Hal ini dikarenakan faktor geografis yang sulit untuk dijangkau dan mereka yang masih hidup tanpa akses informasi, transportasi, alat komunikasi, dan memiliki pendidikan yang rendah. Faktor-faktor tersebut membuat masyarakat kurang mendapat sosialisasi mengenai pemilihan umum kepala daerah maupun para calon, sebab untuk menjangkau Daerah-daerah yang ada di wilayah pegunungan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Dalam sistem Noken ada dua hal yang perlu dicermati jika dikaitkan dengan sistem pemilu di Indonesia sebagaimana diatur dalam peraturan pemilukada. pertama, terkait dengan asas pemilu yang dilakukan secara efektif dan efesien secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Kedua, dengan ketentuan-ketentuan tata cara pemungutan suara dalam Undang-undang pemilu. Berdasarkan dua hal tersebut bahwa dalam sistem Noken, masyarakat tidak melakukan pemilihan secara langsung melainkan diwakilkan oleh kepala suku.
19
Ada dua sistem Noken yang biasa digunakan masyarakat khususnya di Daerah Pegunungan Tengah Papua. Pertama, Sistem Big Man yaitu suara diserahkan atau diwakilkan kepada kepala suku yang mereka percayai. Kedua. Sistem Noken gantung atau ikat yaitu masyarakat dapat melihat langsung suara yang telah disepakati masuk ke kantung yang sebelumnya telah ditetapkan. Sistem Big Man bertentangan dengan Asas-asas pemilu karena sistem ini tidak memberikan kebebasan kepada setiap masyarakat untuk melakukan pemilihan secara langsung melainkan memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada kepala suku dan sistem ini tidak mengenal asas rahasia karena pemilihan yang dilakukan masyarakat secara terbuka atau transparan hal ini dilakukan untuk kepentingan bersama. Sistem gantung atau ikat juga bertentangan dengan asas-asas pemilu yaitu asas rahasia, dimana dalam sistem ini semua pemilih datang bersama-sama ke tempat TPS dan menyaksikan langsung surat suara yang sudah ditetapkan dimasukan kedalam Noken yang sudah digantungkan sesuai yang sudah disepakati. 2.2.4. Kepala Suku Kepala suku merupakan sebutan untuk seorang pemimpin atau figur dalam kelompok masyarakat adat. Dalam kehidupan masyarakat peran kepala suku sangat sentral dan tidak semua orang dapat menjabat posisi tersebut. Oleh karena itu, seorang kepala suku selalu dihormati dan mendapat tempat yang layak. Kepala suku berperan penting dalam mengambil keputusan atas setiap persoalan. Jika terjadi suatu masalah dalam kelompok masyarakat maka kepala suku adalah orang yang bertanggung jawab
20
dalam mencari solusi dengan cara melakukan dialog dengan masyarakat untuk menemukan mufakat. Dalam kehidupan masyarakat khususnya yang tinggal di Daerah Pegunungan Tengah Papua, kepala suku merupakan sosok yang sangat penting. Oleh karena itu, kepala suku bertanggung jawab atas seluruh kehidupan masyarakat atau kelompok yang ia (kepala suku) pimpin. Terdapat beberapa faktor dalam memilih seorang kepala suku: Pertama, kepala suku ditentukan berdasarkan garis keturunan. Kedua, dengan cara dipilih yaitu dengan cara musyawarah dan mufakat. Ketiga, penetapan yaitu melalui pemilihan atau dengan alasan keturunan dimana seseorang yang dianggap layak dapat ditetapkan menjadi kepala suku. Masyarakat biasanya menilai berdasarkan tindakan, cara berbicara, dan tanggap dalam menyelesaikan masalah. Peran kepala suku bukan hanya sekedar melindungi, memperhatikan kesejahteraan masyarakat yang ia pimpin, melainkan berperan sebagai penampung aspirasi setiap warganya. Salah satunya dalam proses pemilukada, dimana sebelum pemilihan dilakukan kepala suku melakukan musyawarah dengan warganya untuk menyatukan suara dalam menentukan pilihannya. Setelah kesepakatan terjadi maka suara yang sudah bulat akan diserahkan kepada kepala suku yang mereka percayai untuk dimasukkan ke dalam Noken yang sudah di gantung. 2.3. Landasan Teori Pada bagian ini peneliti akan menjelaskan teori-teori yang akan digunakan dalam penelitian ini. Pemilihan teori-teori didasari dari konsep yang digunakan dalam penelitian ini. Teori berfungsi sebagai landasan untuk menjawab pertanyaan dari
21
rumusan masalah yang ada dalam penelitian ini. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kekuasaan dari Max Weber. Berikut penjelasan terkait teori yang digunakan dalam penelitian ini. 2.3.1. Teori Kekuasaan Kekuasaan merupakan suatu kemampuan untuk menguasai atau mempengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu atau kemampuan untuk mengatasi perlawan dari orang lain dalam mencapai tujuan, khususnya untuk memengaruhi perilaku orang lain. Sementara paksaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu untuk mengatasi perlawanan dari orang lain dalam mencapai tujuan dengan cara tidak sah atau tidak memiliki legitimasi. Sedangkan otoritas (kewenangan) merupakan legitimasi (hak) atas dasar kepercayaan untuk mempengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu. Jadi kewenangan adalah merupakan suatu bentuk kekuasaan yang sah atau memiliki legitimasi.
Tabel: 2.1. konsep kekuasaan menurut Max Weber: Kekuasaan
SAH:
TIDAK SAH:
KEWENANGAN
PAKSAAN
22
Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa hubungan konsep kekuasaan, kewenangan, dan paksaan sangat erat. Kekuasaan itu bersifat netral. Sementara kewenangan merupaka dimensi positif dari kekuasaan, sebaliknya paksaan merupakan dimensi negatif dari kekuasaan. Max Weber dalam buku yang berjudul Pengantar Teori Sosiologi membedakan tipologi kewenangan dengan tiga tipe (Damsar 2015: 128-130) yaitu: 1. Kewenangan tradisional, yaitu kewenangan yang didasarkan atas tradisi, kebiasaan, kekudusan aturan dan kekuatan zaman dahulu. Max Weber membedakan kewenangan tradisional ini atas: a) Gerontokrasi, pada tangan orang-orang tua dalam suatu kelompok; b) Patriarkalisme, pada suatu satuan kekerabatan yang dipegang oleh seorang individu tertentu yang memiliki otoritas warisan; dan c) Patrimonial, pegawai pemerintah lahir di dalam administrasi rumah tangga si pemimpin. 2. Kewenangan karismatik, yaitu kewenangan yang diperoleh oleh seseorang karena dipandang memiliki kualitas kepribadian individu yang extraordinary (luar biasa) dan diperlakukan sebagai orang yang dianugrahi kekuatankekuatan kualitas supernatural (adiduniawi), superhuman (adiinsani), dan exceptional (pengecualian). 3. Kewenangan Legal-Rasional, yaitu kewenangan didasarkan atas komitmen terhadap seperangkat peraturan yang diundangkan secara resmi dan diatur secara impersonal.
23
Ketiga tipe kewenangan diatas bisa saling berkombinasi antara satu sama lain. Dalam hal ini seorang kepala suku yang memiliki karisma di kalangan kelompak masyarakat yang ia pimpin. Seorang kepala suku tidak hanya pintar tetapi memiliki kualitas yang baik. Kemudian jabatan yang diperoleh merupakan suatu tradisi yang diwarisi secara turun-temurun. Dalam kasus ini, dengan demikian penulis hanya mengombinasikan antara kewenangan karismatik dan kewenangan tradisional. Menurut Charles F. Andrain dalam (Damsar 1992: 130-131) kekuasaan pada hakikatnya merupakan suatu hubungan, hal ini karena pemegang kekuasaan menjalankan kontrol atas sejumlah orang lain. Pemegang kekuasaan bisa jadi seseorang ataupun kelompok. Sedangkan menurut Meriam Budiardjo (2002), kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari perilaku. Berdasarkan pada sistem Noken bahwa pemegang kekuasaan berada pada seorang pemimpin (kepala suku), yang dapat mempengaruhi masyarakat sehingga setiap orang tunduk dengan apa yang sudah di sepakati bersama.
24
2.4. Kerangka Pemikiran
Sistem Noken
Pemilihan Umum Kepala Daerah
Metode Kualitatif dan pendekatan deskriptif
Peran kepala suku dalam sistem Noken Pada Pemilukada di Distrik Kamu Kabupaten Dogiyai Provinsi Papua Tahun 2013
Peran Kepala Suku dalam Adat
Teori Kekuasaan Max Weber
Peran Kepala Suku dalam Sistem Noken
Sistem Noken Dalam Legal Standing
25
Keterangan: Kerangka pemikiran penelitian ini dimulai dari Pemilukada. Dalam pemilukada khususnya di wilayah Pegunungan Tengah Papua menggunakan sistem Noken. Salah satu penyelenggara yang berperan penting dalam pemilukada dengan menggunakan sistem Noken adalah kepala suku. Dengan menggunakan metode kualitatif, pendekatan deskriptif dan teori kekuasaan untuk menemukan peran kepala suku dalam sistem Noken.