BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Manajemen Manajemen mempunyai arti yang sangat luas, dapat berarti proses, seni,
maupun ilmu. Dikatakan proses karena dalam manajemen terdapat beberapa tahapan untuk mencapai tujuan, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan. Dikatakan seni karena manajemen merupakan suatu cara atau alat untuk seorang manajer dalam mencapai tujuan. Dimana penerapan dan penggunaannya tergantung pada masing-masing manajer yang mempunyai cara dan gaya tersendiri, dalam mencapai tujuan perusahaan yang sebagian besar dipengaruhi oleh kondisi dan pembawaan manajer. Dikatakan ilmu karena manajemen dapat dipelajari dan dikaji kebenarannya. Definisi Manajemen menurut para ahli antara lain sebagai berikut: Menurut Hasibuan, (2001:2) menyatakan bahwa: “Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu”. Menurut Terry, (1993:3), menyatakan bahwa: “Management is a distinct process consisting of planning, organizing, actuating, and controlling performed to determine and accomplish stated objecties by the use of human being and other resources”. (Manajemen adalah suatu proses yang khas, yang terdiri dari tindakantindakan perenanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber data manusia dan sumber-sumber lainnya).
Menurut Stonner dan Wankel, (1992:4-5) menyatakan bahwa: “Manajemen
adalah
proses
perencanaan,
pengorganisasian
dan
pengendalian upaya anggota organisasi dan proses penggunaan semua sumber daya organisasi untuk tercapainya tujuan organisasi yang diharapkan”. 2.2
Pengertian Fungsi dan Peranan Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia mempunyai arti proses, ilmu dan seni
manajemen yang mengatur tentang sumber daya manusia yang ada di dalam organisasi. Biasanya suatu organisasi mempunyai bagian khusus untuk menangani hal ini dan dikepalai oleh seorang manajer personalia. Untuk lebih jelasnya kita melihat uraian manajemen sumber daya manusia menurut Flippo (1993:5) yang menyebut Manajemen sumber Daya Manusia sebagai Manajemen Personalia, mengemukakan bahwa: “Personnel management is Planning, organizing, directing, and controlling, of the procurement, development, compensation, integration, maintenance and separation of human resources to the end that individual, organizational and societal objectives are accomplished”. (Manajemen Personalia adalah suatu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan kegiatan-kegiatan pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan dan pelepasan sumber daya manusia agar tujuan individu organisasi dan masyarakat dapat terwujud). Menurut Flippo (1993:6) definisi manajemen personalia meliputi dua fungsi manajerial dan fungsi operasional. Agar tujuan organisasi dan tujuan individual karyawan dapat dicapai dengan baik maka kedua fungsi tersebut harus dilaksanakan sebaik-baiknya. Fungsi Manajerial a. Planning (Perencanaan) Yaitu kegiatan yang paling pertama dilakukan. Kita harus merencanakan terlebih dahulu berapa jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan, bagaimana kemampuannya agar dapat dicapai titik optimal. Tanpa manajemen sumber daya manusia, manajer personalia akan kesulitan dalam mencapai efisiensi kerja karyawan.
b. Organizing (Pengorganisasian) Ini adalah langkah kedua. Kita harus mulai mengelola sumber daya manusia yang ada, dimana seorang manajer personalia dapat memberikan pembagian tugas dan wewenang karyawan dan membuat struktur organisasi yang mengatur hubungan karyawan dengan atasan, karyawan dengan sesamanya dan karyawan dengan bawahannya. c. Directing (Pengarahan) Inilah langkah ketiga yang merupakan pelaksaaan dari kedua fungsi sebelumnya. Kita memberikan pengarahan bila karyawan salah dan memberikan pujian akan bonus bila karyawan berprestasi tinggi. d. Controlling (Pengendalian) Ini merupakan dari pengendalian dari recana semula dan dapat juga berarti evaluasi dari ketiga fungsi sebelumnya dengan membandingkan rencana semula dengan keadaan yang terjadi sekarang. Fungsi Operasional a. Procurement (Pengadaan) Ini adalah fungsi pengadaan karyawan yang dibutuhkan, baik dari segi kualitas maupun kuantitas agar tercapai efisiensi. b. Development (Pengembangan) Ini dilakukan melalui sarana-sarana pendidikan dengan tujuan peningkatan kemampuan karyawan, sehingga dapat menyelesaikan tugas dengan lebih baik. c. Compensation (Kompensasi) Ini adalah fungsi pemberian balas jasa yang sesuai dengan prestasi kerja karyawan. d. Integration (Integrasi) Ini adalah usaha mempengaruhi karyawan sedemikian rupa sehingga segala tindakan mereka dapat diarahkan pada tujuan yang menguntungkan perusahaan, pekerjaan, dan rekan sekerja.
e. Maintenance (Pemeliharaan) Ini adalah fungsi mempertahankan dan memperbaiki kondisi-kondisi yang telah ada, yang terpenting di sini adalah terpeliharanya kondisi fisik karyawan dan sikap-sikap mereka terpelihara sehingga tidak merugikan perusahaan. f. Separation (Pemisahan) Ini merupakan fungsi terakhir dari fungsi operatif, yaitu mengenai pemutusan kerja seperti pensiun, pengunduran diri, pemecatan, dengan memperhatikan undang-undang atau peraturan tentang ketenagakerjaan yang berlaku. Agar manajemen sumber daya manusia lebih diperhatikan, kita lihat peranannya menurut Hasibuan (2001:15), yang menyatakan bahwa peranan manajemen sumber daya manusia adalah mengatur dan menetapkan program kepegawaian yang mencakup masalah-masalah: 1. Menetapkan jumlah, kualitas dan penempatan tenaga kerja yang efektif sesuai dengan
kebutuhan
perusahaan
berdasarkan
Job
Reqruitment,
Job
Specification, Job Description dan Job Evaluation. 2. Menetapkan penarikan, seleksi, dan penempatan karyawan berdasarkan asas The Right Man On The Right Place And The Right Man On The Right Job. 3. Menetapkan
program
kesejahteraan,
pengembangan,
promosi
dan
pemberhentian. 4. Meramalkan penawaran dan permintaan sumber daya manusia pada masa yang akan datang. 5. Memperkirakan keadaan perekonomian pada umumnya dan perkembangan perusahaan kita pada khususnya. 6. Memonitor dengan cermat undang-undang perburuhan, dan kebijakan pemberian balas jasa perusahaan-perusahaan sejenis. 7. Memonitor kemajuan teknik dan perkembangan serikat buruh. 8. Melaksanakan pendidikan, pelatihan dan penilaian prestasi karyawan. 9. Mengatur mutasi karyawan baik vertikal maupun horizontal. 10. Mengatur pensiun, pemberhentian, dan pesangonnya.
2.3
Kepemimpinan
2.3.1
Pengertian Kepemimpinan Para ahli dalam bidang organisasi umumnya mengajukan pengertian
tersendiri mengenai kepemimpinan. Kepemimpinan didefinisikan ke dalam ciri individual, kebiasaan, cara mempengaruhi orang lain, interaksi, kedudukan dalam administrasi dan persepsi mengenai pengaruh yang sah. Ada beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli tentang kepemimpinan, diantaranya: Menurut Gibson, Ivancevich dan Donely yang dialihbahasakan oleh Wahid (1989:263): “Kepemimpinan adalah suatu usaha untuk mempengaruhi orang atau perorangan (Interpersonal), lewat proses komunikasi untuk mencapai suatu atau beberapa tujuan”. Menurut Terry yang dialihbahasakan oleh Winardi (1986:343) menyatakan bahwa: “Kepemimpinan adalah hubungan dimana satu orang yakni pemimpin mempengaruhi pihak lain untuk bekerjasama secara sukarela demi usaha mengerjakan tugas yang berhubungan untuk mencapai hal yang diinginkan oleh pemimpin tersebut”. Menurut Koontz dan O’donel (1972:459) menyatakan bahwa: “Kepemimpinan
adalah
seni
atau
proses
membujuk
atau
mempengaruhi seseorang sehingga mereka berusaha sekuat tenaga menghasilkan sejumlah keberhasilan atau mempengaruhi semangat kerja”. Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses dimana seseorang mempengaruhi orang lain atau suatu kelompok dalam usahanya untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
2.3.2
Tanggung Jawab dan Wewenang Kepemimpinan Tanggung jawab kepemimpinan menurut Ranupandojo dengan mengutip
pendapat Miljus (1984:201-203) menyatakan bahwa tanggung jawab para pemimpin adalah sebagai berikut: a. Menentukan tujuan pelaksanaan kerja realitas (dalam arti kuantitas, kualitas, keamanan, dan sebagainya). b. Melengkapi para karyawan dengan sumberdaya-sumberdaya yang diperlukan untuk menjalankan tugasnya. c. Mengkomunikasikan pada karyawan tentang apa yang diharapkan dari mereka. d. Memberikan susunan imbalan atau hadiah yang sepadan untuk mendorong prestasi. e. Mendelagasikan wewenang apabila diperlukan dan mengundang partisipasi apabila memungkinkan. f. Menghilangkan hambatan untuk pelaksanaan pekerjaan yang efektif. g. Menilai pelaksanaan pekerjaan dan mengkomunikasikan hasilnya. h. Menunjukkan perhatian kepada bawahan. Yang penting dalam hal ini adalah tanggung jawab dalam memadukan seluruh kegiatan dalam mencapai tujuan organisasi tersebut seharmonis mungkin, sehingga tercapainya tujuan organisasi tersebut efektif dan efisien. Wewenang kepemimpinan dapat diperoleh dari dua sumber yaitu dari atas atau penetapan dari atas (Top Down Authority) dan dapat pula berasal dari pilihan anggota yang akan menjadi bawahan (Bottom up Authority). Pada Top down Authority kewenangan memimpin atau memerintah diberikan oleh atasannya (kekuasaan puncak bawah). Sedangkan pada Bottom Up Authority pimpinan dipilih oleh mereka yang akan menjadi bawahannya. Dengan demikian bawahan akan menghargai wewenang itu karena mereka mempunyai respek pribadi untuk menghargai
orang
yang
telah
mereka
pilih
berkewenangan. Ranupandojo (1997:219-220)
menjadi
pemimpin
yang
2.3.3
Sumber dan Dasar Kekuasaan Kepemimpinan Pada umumnya kekuasaan meliputi sifat-sifat yang berhubungan dengan
orang dan posisinya. Kekuasaan ini merupakan dasar bagi kemampuan pimpinan untuk mempengaruhi orang lain. Dalam istilah manajemen, kekuasaan meliputi kemampuan pimpinan untuk menggerakkan sumber, mendapatkan sumber, dan menggunakan sumber apa saja yang diperlukan orang untuk mencapai tujuan yang diinginkan, Wahid (1989:263). Kekuasaan dalam organisasi sebagian besar merupakan fungsi untuk berada di tempat yang tepat, pada waktu yang tepat, dengan sumber yang tepat dan bekerja secara efisien. Unit atau orang yang berhasil baik seharusnya diberikan kekuasaan lebih banyak misalnya diberikan sumber lebih banyak, dihormati, dan di dengar. Dalam organisasi pekerjaan, kemampuan untuk mempengaruhi, mendesak dan memotivasi pengikutnya, disamping tempat, penentuan waktu penggunaan informasi dan efisiensi, didasarkan juga pada kekuasaan yang dirasakan oleh pimpinan. French and Raven (1989:261) mengidentifikasi bentuk-bentuk kekuasaan yang mungkin dimiliki oleh seorang pemimpin adalah sebagai berikut: 1. Kekuasaan yang didasarkan oleh rasa takut (coersive): Seorang pengikut merasa bahwa kegagalan memenuhi permintaan seorang pemimpin dapat menyebabkan dijatuhkanya suatu bentuk hukuman, yaitu peringatan atau pengasingan sosial kelompok. 2. Kekuasaan yang didasarkan atas suatu harapan (reward): Seorang pengikut berharap menerima pujian, penghargaan atau pendapatan bagi terpenuhinya permintaan seorang pemimpin. 3. Kekuasaan yang diperoleh dari posisi seseorang dalam kelompok atau hirarki keorganisasian (legitimate): Dalam organisasi formal, supervisor lini pertama dianggap mempunyai kekuasaan lebih banyak dari karyawan operasional. Dalam kelompok informal, pemimpin diakui oleh para anggotanya memiliki kekuasaan yang sah. 4. Kekuasaan yang didasarkan pada keterampilan khusus, keahlian atau pengetahuan (expert):
Para pengikut menganggap bahwa orang tersebut mempunyai keahlian yang relevan dan yakin bahwa keahliannya itu melebihi keahlian mereka sendiri. 5. Kekuasaan yang didasarkan pada daya tarik (referent): Seseorang yang dikagumi karena ciri khasnya, memiliki kekuasaan referensi. Bentuk kekuasaan ini secara popular dinamakan kharisma. Orang tersebut dikatakan mempunyai kharisma untuk menyemangati dan menarik para pengikut. Menurut Wahid (1989:262) satu hal yang harus disadari oleh seorang pemimpin bahwa sifat dari kekuasaan dua arah (two ways power of flow). Arus kekuasaan dua arah artinya kekuasaan itu mengalir dari satu orang (pemimpin) kepada orang lain (bawahan) dan kembali lagi. Misalnya seorang supervisor mungkin dapat mengendalikan kenaikan gaji yang diterima oleh bawahan, tapi bawahan mempunyai suara juga dalam apa yang diterima oleh supervisor sebagai kenaikan gaji. Jika bawahan bekerja dengan baik maka evaluasi dari output dan usaha mereka dapat membantu supervisor menerima penilaian yang tinggi. Tetapi jika bawahan menimbulkan persoalan produksi, membatasi dan mengacaukan output, dan pada umumnya tidak mau bekerja sama, maka dapat secara negatif mempengaruhi evaluasi hasil karya supervisor. Dalam kenyataan, perilaku bawahan yang negatif itu sangat mungkin akan merupakan sebab utama dari penilaian hasil karya yang jelek bagi supervisor.
2.3.4
Peranan Kepemimpinan Menurut pendapat Stogdil yang dikutip oleh Sugandha (1981:83-84), ada
beberapa peranan yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin, yaitu: 1.
Integration, yaitu tindakan-tindakan yang mengarah pada peningkatan koordinasi.
2.
Communication, yaitu tindakan-tindakan yang mengarah pada meningkatnya saling pengertian dan penyebaran informasi.
3.
Product Emphasis, yaitu tindakan-tindakan yang berorientasi pada volume pekerjaan yang dilakukan.
4.
Fronternization, yaitu tindakan-tindakan yang menjadikan pemimpin menjadi bagian dari kelompok.
5.
Organization, yaitu tindakan-tindakan yang mengarah pada perbedaan dan penyesuaian dari tugas-tugas.
6.
Evaluation, yaitu tindakan-tindakan yang berkenaan dengan pendistribusian ganjaran-ganjaran atau hukuman-hukuman.
7.
Initation, yaitu tindakan-tindakan yang menghasilkan perubahan-perubahan pada kegiatan organisasi.
8.
Domination, yaitu tindakan-tindakan yang menolak pemikiran-pemikiran seseorang atau anggota kelompoknya.
2.3.5
Gaya-gaya Kepemimpinan Menurut Boone dan Kurtz (1984:69) mendefinisikan gaya kepemimpinan
sebagai cara seseorang memanfaatkan kekuatan yang tersedia untuk memimpin orang lain. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi dan menentukan gaya kepemimpinan yaitu: pemimpin itu sendiri, orang yang dipimpin, dan situasi. Gaya kepemimpinan merupakan fungsi dari ketiga variabel tersebut. Sedangkan menurut Terry yang dialihbahasakan oleh Winardi (1986:31), menjelaskan dikembangkannya suatu kerangka Manajerial atau “The Managerial Grid” oleh psikolog industrial yang bernama Blake and Mouton (1966:31) memberikan gambaran yang menarik dan berguna tentang macam-macam gaya kepemimpinan. Dengan jalan mencantumkan produksi secara horizontal pada sebuah peta dan perhatian pada manusia secara vertikal, maka gaya-gaya kepemimpinan seperti diungkapkan oleh kedua macam variable dapat ditunjukan pada gambar 2.1
(1,9)
(9,9)
Human orientation
(5,5)
(1,1)
(9,1)
Product Orientation Gbr 2.1 Sumber: Blake and Mouton, “Management Facades:, Advance Journal, July 1966, p.31 Keterangan: Angka 1 pada sumbu horizontal menunjukkan perhatian terendah terhadap produksi, sedangkan angka 9 menunjukkan perhatian terbesar terhadap produksi. Pada sumbu vertical, angka 1 menunjukkan perhatian terendah terhadap manusia, sedangkan angka 9 menunjukkan perhatian terbesar terhadap manusia. Blake and Mouton mengemukakan 5 macam gaya kepemimpinan pokok, antara lain. Tabel 2.1 The Managerial Grid Tipe Pemimpin
Gaya Kepemimpinan
1.1 Kurang perhatian, baik terhadap
Tipe desertur
Terburuk
Tipe
Berorientasi pada
missionaris
manusia
Tipe
Gaya berimbang
Kompromis
yang kini dipakai
produksi maupun manusia 1.9 Kurang sekali perhatian terhadap produksi, perhatian terbesar terhadap manusia 5.5 Perhatian yang cukup seimbang terhadap produksi maupun manusia
9.1 Perhatian terbesar terhadap
Tipe Otokrat
Berorientasi pada
produksi, perhatian terendah
produksi
terhadap manusia 9.9 Perhatian terbesar yang seimbang
Tipe Eksekutif
Puncak daripada
baik terhadap produksi maupun
gaya
manusia
kepemimpinan
Melalui “The Managerial Grid’ tersebut bidang-bidang manajemen terpilih dapatlah kita identifikasikan gaya kepemimpinannya dalam situasi tertentu. Banyak para ahli megemukakan tipe atau gaya kepemimpinan dalam jumlah dan bentuk yang berbeda, menurut Terry yang dialihbahasakan oleh Winardi (1986:350), menggolongkan jenis-jenis kepemimpinan yaitu sebagai berikut: 1.
Kepemimpinan Pribadi (Personal Leadership) Kepemimpinan pribadi dilaksanakan melalui hubungan pribadi. Petunjukpetunjuk dan dorongan atau motivasi diberikan secara pribadi oleh pihak pimpinan. Hal tersebut merupakan jenis kepemimpinan biasa dan pada umumnya bersifat sangat efektif dan mudah untuk dilaksanakan.
2.
Kepemimpinan Non Pribadi (Non Personal Leadership) Kepemimpinan
jenis
ini
dipengaruhi
untuk
menunjukkan
bahwa
kepemimpinan dilaksanakan melalui orang-orang bawahan pimpinan dan melalui media non pribadi serta kepercayaan-kepercayaan. 3.
Kepemimpinan Otoritas (Authoritarian Leadership) Kepemimpinan jenis ini dilaksanakan atas anggapan bahwa kepemimpinan merupakan suatu hak dan pemimpin bersifat kaku. Tugas-tugas, fasilitas dan petunjuk-petunjuk diberikan tanpa mengadakan konsultasi dengan pekerja yang melaksanakan tugas.
4.
Kepemimpinan Demokrasi Kepemimpinan
jenis
ini
ditandai
oleh
partisipasi
kelompok
dan
diproduktifkan opini-opininya. Pihak pimpinan menganjurkan tindakan
tertentu, akan tetapi menunggu persetujuan kelompok dan berusaha untuk memenuhinya. 5.
Kepemimpinan Paternalistis Dicirikan oleh suatu pengaruh yang paternal atau kebapakan dalam hubungan antar pemimpin kelompok. Tujuan untuk melindungi dan memberi arah.
6.
Kepemimpinan bakat (Indegeneous Leadership) Kepemimpinan yang timbul pada orang-orang dari kelompok organisasi sosial informal. Kelompok ini membentuk saling mempengaruhinya diri seseorang dengan orang lain pada pekerjaan di rumah, di sekolah, pada permainan dan sering timbul secara spontan. White
dan
Lippit
(1983:25)
mengemukakan
tiga
tipe
gaya
kepemimpianan, yaitu: 1.
Gaya Kepemimpinan Otokrasi (Autocratia) Dalam tipe kepemimpinan ini, pemimpin menentukan sendiri “policy” dan rencana untuk kelompoknya, membuat keputusan-keputusan sendiri, Namun mengharapkan tanggung jawab penuh bawahan harus patuh dan mengikuti perintahnya. Jadi pemimpin tersebut menentukan atau mendiktekan aktivitas dari anggotanya. Dalam kepemimpinan otokrasi terjadi adanya keketatan dalam pengawasan, sehingga sukar bagi bawahan dalam memuaskan kebutuhan egoistisnya. Kebaikan dari gaya kepemimpinan ini adalah: a. Keputusan dapat diambil secara tepat b. Tipe ini baik digunakan pada bawahannya yang kurang displin, kurang inisiatif, dan bergantung pada atasan saja, kurang kecakapan (unskilled) c. Pemusatan kekuasaan, tanggung jawab serta membuat keputusan terletak pada satu orang yaitu pimpinan. Kelemahannya adalah: a. Dengan tidak diikutsertakannya bawahan dalam mengambil keputusan atau tindakan, maka bawahan tersebut tidak dapat belajar mengenai hal tersebut.
b. Kurang mendorong inisiatif bawahan dan dapat mematikan inisiatif para bawahan tersebut. c. Dapat menimbulkan rasa tidak puas dan tertekan. d. Bawahan kurang mampu menerima tanggung jawab dan tergantung pada atasan saja. 2.
Gaya Kepemimpinan Demokrasi (Democratic) Pada gaya ini pemimpin sering mengadakan konsultasi dengan mengikuti bawahannya dan aktif dalam menentukan rencana kerja yang berhubungan dengan kelompok. Di sini pemimpin seperti moderator atau koordinator dan tidak memegang peranan seperti pada kepemimpinan otoriter. Partisipan digunakan dalam kondisi yang tepat, akan merupakan hal yang efektif. Maksudnya supaya dapat memberikan kesempatan pada bawahan untuk mengisi atau memperoleh kebutuhan egoistisnya dan memotivasi bawahan dalam menyelesaikan tugasnya untuk meningkatkan produktivitasnya. Pada pemimpin demokratis, sering mendorong bawahan untuk ikut ambil bagian dalam hal tujuan-tujuan dan metode-metode serta menyokong ide-ide dan saran-saran. Di sini pemimpin mencoba mengutamakan “human relation” (hubungan antar manusia) yang baik dan mengerjakan secara lancar komunikasi-komunikasi dua arah. Pemimpin tidak memberikan instruksi yang mendetail secara ketat terhadap pengikutnya. Kebaikan dari gaya kepemimpinan ini adalah : a. Memberikan kebebasan lebih besar kepada kelompok untuk mengadakan kontrol terhadap supervisor. b. Merasa lebih bertanggung jawab dalam menjalankan tugas. c. Produktivitas lebih tinggi dari apa yang diinginkan manajemen dengan catatan bila situasi memungkinkan. d. Ada kesempatan untuk mengisi kebutuhan egoistisnya. e. Lebih matang dan bertanggung jawab terhadap status dan pangkat yang lebih tinggi. f. Di sini kedua belah pihak yaitu pemimpin dan bawahan dapat saling mengenal dan saling mengerti lebih dalam tentang hubungan antar
kemanusiaan. Bawahan dapat membantu pemimpin dalam menghadapi persoalan, jadi dapat saling mengisi kekurangan dan dapat lebih saling menghargai. g. Mengurangi ketegangan di dalam kelompok dan mengurangi konflik. Kelemahannya adalah : a. Harus banyak membutuhkan koordinasi dan komunikasi. b. Membutuhkan waktu yang relatif lama dalam mengambil keputusan. c. Memberikan persyaratan tingkat “skilled” (kepandaian) yang relatif tinggi bagi pimpinan. d. Diperlukan adanya toleransi yang besar pada kedua belah pihak karena jika tidak dapat menimbulkan perselisih pahaman. 3.
Gaya Kepemimpinan Laissez Faire Kepemimpinan pada tipe ini melaksanakan peranannya atas dasar aktivitas kelompok dan pimpinan kurang mengadakan pengontrolan terhadap bawahannya. Pada tipe ini pemimpin akan meletakkan tanggung jawab keputusan sepenuhnya kepada para bawahannya, pemimpin akan sedikit saja atau hampir tidak sama sekali memberikan pengarahan. Pemimpin pada gaya ini sifatnya pasif dan seolah-olah tidak mampu memberikan pengaruhnya kepada bawahannya. Kebaikan dari gaya kepemimpinan ini: a.
Ada kemungkinan bawahan dapat mengembangkan kemampuannya, daya kreatifitasnya untuk memikirkan dan memecahkan persoalan serta mengembangkan rasa tanggung jawab.
b.
Bawahan lebih bebas untuk menunjukkan persoalan yang ia anggap penting dan tidak bergantung pada atasan sehingga prosesnya lebih cepat.
Kelemahannya adalah: a.
Bila bawahan terlampau bebas tanpa pengawasan, ada kemungkinan terjadi penyimpangan dari peraturan yang berlaku dari bawahan serta dapat mengakibatkan salah tindak dan memakan banyak waktu bila bawahan kurang pengalaman.
b.
Pemimpin sering sibuk sendiri dengan tugas-tugas dan terpisah dari bawahan. Beberapa tidak membuat tujuan tanpa suatu peraturan tertentu.
c.
Kelompok dapat mengkambinghitamkan sesuatu, kurang stabil, frustasi dan merasa kurang aman. Penggunaan tipe atau gaya kepemimpinan tersebut akan selalu berubah
secara bergantian sesuai dengan perubahan situasi yang dihadapi oleh pemimpin yang bersangkutan. Dalam situasi tenang dan dalam menghadapi masalah-masalah yang memerlukan pikiran bersama antara pemimpin dengan pelaksananya, dengan sendirinya akan dipergunakan tipe kepemimpinan demokrasi. Sebaliknya dalam situasi darurat di mana diperlukan langkah-langkah yang cepat, dengan sendirinya akan menuntut dilaksanakannya kepemimpinan otokrasi. Jadi kadang-kadang suatu saat pemimpin memberikan pengarahan atau perintah yang kaku. Tetapi, pada saat lain ia memberikan saran. Oleh karena itu, tidak ada tipe atau gaya kepemimpinan yang lebih baik semua tergantung kepada situasi atau lingkungannya. Ralph and Lippit (1983:26-27).
2.4
Produktivitas Kerja
2.4.1
Pengertian Produktivitas Kerja Produktivitas pada dasarnya mengandung pengertian sikap moral yang
selalu mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Ravianto J. (1985:3). Hal ini diwujudkan dengan cara kerja yang lebih baik atau adanya suatu peningkatan. Pandangan demikian akan membuat setiap orang selalu berusaha mencari
perbaikan-perbaikan
dan
peningkatan-peningkatan
kehidupannya,
sehingga ia akan menjadi kreatif, dinamis dan kritis terhadap ide-ide baru serta perubahan-perubahan. Beberapa pengertian mengenai produktivitas akan dibahas berikut ini: a. ILO (International Labour Organization) mengeluarkan batasan tentang produktivitas:
“Produktivitas adalah rasio antara keluaran (output) yang dihasilkan oleh berbagai elemen masukan (input), dibagi dengan masukan itu sendiri yang digunakan untuk menghasilkan keluaran”. Ravianto J. (1985:6). b. Alan Lawler berpendapat bahwa (1983:9): “Produktivitas adalah hubungan yang ada antara barang yang diproduksi dan terjual atau jasa-jasa yang diberikan yaitu keluaran (output) dan sumber daya yang dikonsumsi di dalam melakukannya yaitu masukan (input). c. Werther and Davis mengemukakan bahwa (1993:8): “Produktivitas adalah merupakan rasio output organisasi (good and service) dengan input (manusia, modal, materi dan energi). Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa produktivitas mengandung pengertian perbandingan antara hasil yang dicapai (output) dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan (input). Produksi dan produktivitas merupakan dua pengertian yang berbeda. Peningkatan produksi menunjukkan pertambahan hasil yang dicapai, sedangkan peningkatan produktivitas mengandung pengertian tambahan hasil dan perbaikan cara pencapaian produksi tersebut, meningkatkan produksi tidak selalu disebabkan oleh peningkatan produktivitas, karena produksi dapat meningkat walaupun produktivitas tetap menurun. Ravianto (1985:4). Produktivitas tenaga kerja mengandung pengertian perbandingan antara hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja persatuan waktu. Produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh faktor, baik yang berhubungan dengan tenaga kerja itu sendiri maupun faktor-faktor lainnya. Faktor-faktor tersebut antara lain: a.
Pendidikan dan Pelatihan
b.
Gizi dan Kesehatan
c.
Penghasilan dan Jaminan Sosial
d.
Kesempatan Kerja
e.
Peningkatan Kemampuan manajerial
f.
Kebijaksanaan pemerintah
Secara ringkas faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja tersebut dijelaskan sebagai berikut: Pendidikan dan Pelatihan Pendidikan membentuk dan menambah pengetahuan seseorang untuk mengerjakan sesuatu dengan lebih baik dan tepat. Sedangkan latihan membentuk dan meningkatkan keterampilan kerja. Jadi semakin tinggi pendidikan dan pelatihan seseorang, semakin tinggi pula produktivitasnya. Gizi dan Kesehatan Keadaan gizi dan kesehatan yang baik akan memberikan kesegaran fisik dan mental seseorang dalam melakukan pekerjaannya. Semakin baik kesehatan dan gizi seseorang akan semakin baik pula produktivitasnya.
Penghasilan dan jaminan sosial Penghasilan dan jaminan sosial dalam arti imbalan atau penghargaan dapat mendorong untuk bekerja lebih giat dan produktif. Di dalam perusahaan ini tercermin melalui pengupahannya. Sistem pengupahan yang baik dan mendorong pekerja berprestasi lebih baik, sebab penghasilan dan jaminan sosial seseorang berkaitan langsung dengan usahanya untuk memenuhi kebutuhan pokoknya yang lebih lanjut akan mempengaruhi produktivitasnya. Kesempatan Kerja Tingkat produktivitas seseorang juga bergantung pada kesempatan terbuka baginya. Kesempatan dalam hal ini sekaligus berarti: 1. Kesempatan untuk bekerja 2. Pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan dan keterampilan tiap-tiap orang . 3. Kesempatan mengembangkan diri.
Peningkatan Kemampuan manajerial Prinsip manajemen adalah peningkatan efisiensi dengan mengurangi pemborosan. Sumber daya-sumber daya seperti modal, bahan baku serta tenaga kerja harus digunakan efektif dan efisien sehingga dapat meningkatkan produktivitas perusahaan. Kebijaksanaan Pemerintah Usaha peningkatan produktivitas sangat sensitif terhadap kebijaksanaan pemerintah di bidang produksi, investasi, moneter, harga, distribusi dan lain-lain. Tiap kebijaksanaan di bidang tersebut akan mempengaruhi produktivitas secara langsung maupun tidak langsung.
2.4.2
Indikator-Indikator Produktivitas Kerja Indikator-indikator
yang
dapat
mempengaruhi
produktivitas
kerja
karyawan adalah: a.
Tingkat Absensi Karyawan Tingkat absensi karyawan dapat digunakan sebagai alat ukur untuk mengetahui produktivitas karyawan, karena absensi merupakan data yang menyangkut tanggung jawab karyawan terhadap pelaksanaan tugasnya masing-masing. Tingginya tingkat absensi akan berpengaruh terhadap efektivitas dan efisiensi jalannya operasi perusahaan. Apabila karyawan sering absen, maka akan menghambat jalannya proses produksi. Rumus yang digunakan untuk persentasi absen karyawan adalah sebagai berikut: Jumlah hari absen dalam satu tahun Jumlah hari kerja sebenarnya dalam satu tahun
b.
x100%
Tingkat perputaran Tenaga kerja Tingkat perputaran tenaga kerja dalam suatu perusahaan juga dapat digunakan sebagai alat ukur tingkat produktivitas kerja karyawan, Karena besar kecilnya perputaran karyawan yang terjadi dapat menunjukkan ada tidaknya kesenangan mereka bekerja pada perusahaan tersebut.
Ada beberapa perusahaan yang menganggap bahwa tingkat perputaran tenaga kerja yang tinggi bukan merupakan masalah yang perlu diperhatikan, tetapi sebenarnya hal ini dapat merugikan yang bersangkutan, sebab kemungkinan karyawan yang keluar adalah karyawan yang sudah terlatih. Rumus yang digunakan untuk menghitung persentasi perputaran tenaga kerja adalah sebagai berikut: Jumlah karyawan yang keluar Jumlah rata rata karyawan dalam satu tahun
2.5
x100%
Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Produktivitas Kerja Seperti kita ketahui bahwa gaya kepemimpinan merupakan suatu proses di
mana seseorang mempengaruhi orang lain atau suatu kelompok dalam usahanya untuk
mencapai
tujuan
tertentu.
Setiap
pemimpin
mempunyai
gaya
kepemimpinannya sendiri. Seorang pemimpin yang berhasil mengusahakan bawahannya dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, sangat bergantung pada kemampuan pemimpin tersebut dalam menyesuaikan gaya kepemimpinannya pada situasi kerja yang dihadapinya. Tannenbaum dan Schmidt yang dikutip oleh Gibson (1974:285) mengatakan bahwa: “Manajer yang baik adalah orang yang dapat memelihara keseimbangan yang tinggi dalam menilai secara tepat kekuatan yang menentukan perilakunya yang paling cocok bagi waktu tertentu dan benar-benar mampu bertindak demikian”. Keberhasilan perusahaan pada dasarnya ditopang oleh kepemimpinan yang efektif, di mana dengan kepemimpinannya itu dapat mempengaruhi bawahannya untuk membangkitkan motivasi kerja mereka agar berpartisipasi terhadap tujuan bersama. Seperti yang dikatakan oleh Dale Timpe (1991:31) mengatakan: “Pemimpin merupakan orang yang menerapkan prinsip dan teknik yang memastikan motivasi, disiplin, dan produktivitas jika bekerja sama dengan orang, tugas, dan situasi agar dapat mencapai sasaran perusahaan”. Dengan mengerti dan mengetahui hal-hal yang dapat membangkitkan motivasi dalam diri seseorang yang merupakan kunci untuk mengatur orang lain.
Tugas pemimpin adalah mengidentifikasikan dan memotivasi karyawan agar dapat berprestasi dengan baik yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas perusahaan. Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan mempunyai pengaruh yang kuat terhadap produktivitas kerja karyawan.