9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Audit Internal Pengertian Audit Internal menurut Standar Profesi Audit Internal (SPAI)
tahun 2004: “Audit Internal adalah suatu aktivitas penilaian independen di dalam suatu organisasi untuk penelitian kegiatan pembukuan, finansial, dan kegiatan lainnya, sebagai dasar untuk membantu pimpinan perusahaan. Pemeriksaan itu mempunyai pengendalian manajerial yang berfungsi dengan jalan mengukur dan menilai efektivitas sarana pengendalian” Menurut IIA (Institute of Internal auditor) yang dikutip oleh Boynton (2001:980) yakni: ”Internal auditing is an independent, objective assurance and consulting activity designed to add value and improve an organization’s operations. It helps an organization accomplish its objectives by bringing a systematic, disciplined approach to evaluate and improve the effectiveness of risk management, control, and governance processes”.
Menurut pernyataan tersebut audit internal adalah aktivitas independen, keyakinan objektif, dan konsultasi yang dirancang untuk menambah nilai dan meningkatkan operasi organisasi. Audit internal ini membantu organisasi mencapai tujuannya dengan melakukan pendekatan sistematis dan disiplin untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas manajemen resiko, pengendalian dan proses tata kelola. Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat dijelaskan bahwa pengertian audit internal mencakup:
10
1) Audit internal merupakan suatu aktivitas penilaian independen dalam suatu organisasi. Ini berarti bahwa orang yang melakukan penilaian tersebut adalah pegawai perusahaan, 2) Dalam
pengukurang
yang
dilakukan
oleh
auditor
internal,
independensi dan objektivitas harus dipegang, 3) Dalam pengukuran yang dilakukan oleh auditor internal bertanggung jawab langsung pada pimpinan, 4) Auditor internal memeriksa dan mengevaluasi seluruh kegiatan baik finansial maupun non fianansial, 5) Menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan dijalankan sesuai dengan target dalam pencapaian tujuan organisasi. Pengertian Audit Internal menurut Mulyadi (2002:29) adalah sebagai berikut: “Pemeriksaan yang bekerja dalam perusahaan, yang tugas pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang diterapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan efisiensi dan efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi”. Sedangkan pengertian Audit Internal menurut Sukrisno Agoes (2004:221) adalah sebagai berikut: “Internal Audit (pemeriksaan intern) adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan, maupun ketaatan terhadap kebijakan manajemen puncak yang telah ditentukan dan ketaatan terhadap peraturan pemerintah dan ketentuan-ketentuan dari ikatan profesi yang berlaku. Peraturan pemerintah misalnya peraturan di bidang perpajakan, pasar modal, lingkungan hidup, perbankan, perindustrian, investasi dan lain-lain. Ketentuan-ketentuan dari ikatan profesi misalnya standar akuntansi keuangan”.
11
IIA (Institute of Internal auditor) memperkenalkan Standards for the professional Practice of Internal auditing-SPPIA (Standar) dikutip dari Sawyer (2005:8), audit internal adalah fungsi penilaian independen yang dibentuk dalam perusahaan untuk memeriksa dan mengevaluasi aktivitas-aktivitasnya sebagai jasa yang diberikan kepada perusahaan.
2.1.1 Fungsi Audit Internal Fungsi audit internal sekarang ini semakin dibutuhkan dalam suatu perusahaan. Tanpa adanya fungsi audit internal pada suatu perusahaan, maka tidak akan ada sumber informasi internal yang independen mengenai kinerja yang ada di perusahaan. Menurut (SA) Seksi 322 yang dikutip oleh Mulyadi menyatakan bahwa (2002:211). “Tugas fungsi audit internal adalah menyelidiki dan menilai pengendalian intern dan efisiensi pelaksanaan fungsi beberapa unit organisasi, dan merupakan bentuk pengendalian untuk mengukur dan menilai efektivitas unsur-unsur pengendalian intern dan lain-lain”. Fungsi audit internal dijelaskan oleh Abdul Halim (2003:10) menyatakan bahwa : “Auditor internal bertanggungjawab terhadap pengendalian intern perusahaan demi tercapainya efisiensi, efektivitas dan ekonomis serta ketaatan pada kebijakan yang diambil oleh perusahaan. Selain itu juga bertanggungjawab untuk selalu memberikan rekomendasi atau saran kepada pihak manajemen. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa fungsi auditor internal adalah membantu manajemen dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas kegiatan perusahaan”.
12
Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa fungsi audit internal merupakan kegiatan penilaian yang bebas, yang terdapat dalam organisasi, yang dilakukan dengan cara memeriksa akuntansi, keuangan, dan kegiatan lain. Untuk memberikan jasa bagi manajemen dalam melaksanakan tanggung jawab mereka. Dengan cara menganalisis, penilaian, rekomendasi, dan komentar-komentar penting terhadap kegiatan manajemen, auditor intern menyediakan jasa tersebut. Audit internal berhubungan dengan semua kegiatan perusahaan, sehingga tidak hanya terbatas pada audit catatan-catatan akuntansi.
2.1.2 Kompetensi Audit Internal Menurut Mulyadi (2002:7) kemampuan profesional merupakan tanggung jawab bagian audit internal dan setiap audit internal. Pimpinan audit internal dalam setiap pemeriksaan haruslah menugaskan orang-orang yang secara bersama atau keseluruhan memiliki pengetahuan, kemampuan dan berbagai disiplin ilmu yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaan secara tepat dan pantas. Menurut Siti Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati (2010:2) menyatakan bahwa kompetensi adalah sebagai berikut : “Suatu kemampuan, keahlian (pendidikan dan pelatihan) dan berpengalaman dalam memahami kriteria dan dalam menentukan jumlah bahan bukti yang dibutuhkan untuk dapat mendukung kesimpulan yang akan diambilnya”.
Menurut Standar Profesional Akuntan Publik (2001:322) menyatakan: “Pada waktu menentukan kompetensi auditor intern, auditor harus memperoleh atau memutakhirkan informasi dari audit tahun sebelumnya mengenai faktor-faktor berikut ini : a. Tingkat pendidikan dan pengalaman profesional auditor intern, b. Ijazah profesional dan pendidikan profesional
13
berkelanjutan, c. Kebijakan, program,dan prosedur audit, d. Praktik yang bersangkutan dengan penugasan auditor intern, e. Supervisi dan review terhadap aktivitas auditor intern, f. Mutu dokumentasi dalam kertas kerja, laporan, dan rekomendasi, g. Penilaian atas kinerja auditor intern”.
Menurut
International
Professional
Practices
Framework
(IPPF)
(2009:61) menyatakan bahwa kompetensi audit internal itu harus di dukung oleh : 1)
Proficiency (Keahlian) Dalam International Practices Framework (IPPF) (2009:63) menyatakan
bahwa : “Internal auditors must possess the knowledge, skills and other competencies needed to perform their individual responsibilities. The internal audit activity collectively must possess or obtain the knowledge, skills and other competencies needed to perform its responsibilities”. Maksud dari pernyataan tersebut adalah auditor internal harus memiliki pengetahuan, keterampilan dan kompetensi lainnya yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawab perorangan. Fungsi pengawasan intern secara kolektif harus memiliki atau memperoleh pengetahuan, keterampilan dan kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawabnya. 2)
Due Professional Care (Kecermatan Profesional) Dalam International Practices Framework (IPPF) (2009:20) menyatakan
tentang kecermatan profesional adalah : “Internal auditors must apply the care and skill expected of a reasonably prudent and competent internal auditor. Due professional care does not imply infallibility”.
14
Maksud dari pernyataan tersebut adalah auditor internal harus menetapkan kecermatan dan keterampilan yang layaknya dilakukan oleh seorang auditor internal yang prudent dan kompeten. Menurut International Practices Framework (IPPF) (2009:20) dalam menerapkan kecermatan profesional auditor internal perlu mempertimbangkan hal-hal berikut : “Internal auditors must exercise due professional care by considering the: 1) Extent of work needed to achieve the engagement’s objectives. 2) Relative complexity, materiality, or significance of matters to which assurance procedures are applied. 3) Adequacy and effectiveness of governance, risk management and control processes. 4) Probability of significant errors, fraud, or non compliance and 5) Cost of assurance in relation to potential benefits”. Maksud dari pernyataan tersebut
bahwa Auditor Internal harus
mempertimbangkan : 1) Ruang lingkup penugasan. 2) Kompleksitas dan materialitas yang dicakup dalam penugasan. 3) Kecukupan dan efektivitas manajemen resiko, pengendalian dan proses governance. 4) Biaya dan manfaat penggunaan sumber daya dalam penugasan. 5) Penggunaan teknik-teknik audit berbantuan komputer dan teknikteknik analisis lainnya.
15
2.1.3 Unsur-unsur Audit Internal Menurut Hiro Tugiman dalam Franklin Samuel (2006:12) tiga unsur dalam audit internal yaitu : 1) Memastikan/ memverifikasi (verification) Merupakan suatu aktivitas penilaian dan pemeriksaan dan kebenaran data dan informasi yang dihasilkan dari suatu sistem akuntansi sehingga dapat dihasilkan laporan akuntansi yang akurat yaitu cepat dan dapat dipercaya. Catatan yang telah diverifikasi dapat ditentukan oleh audit internal tertentu apakah terdapat kekurangan dan kelemahan dalam prosedur pencatatan untuk diajukan saran-saran perbaikan. 2) Menilai/ mengevaluasi (evaluation) Merupakan aktivitas penilaian secara menyeluruh atas pengendalian akuntansi keuangan dari kegiatan menyeluruh berdasarkan kriteria yang sesuai. Hal ini merupakan suatu cara untuk memperoleh kesimpulan yang menyeluruh dari kegiatan perusahaan yang berhubungan dengan aktivitas yang dilakukan perusahaan. 3) Rekomendasi (rekomendation) Merupakan suatu aktivitas penilaian dan pemeriksaan terhadap ketaatan pelaksanaan dan prosedur operasi, prosedur akuntansi, kebijakan dan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan (tindak korektif terhadap manajemen), sehingga dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur
audit
internal,
yaitu
memastikan/
memverifikasi
16
(verification), menilai, mengevaluasi (evaluation) dan rekomendasi (recommendation).
Menurut Henry Simamora (2002:4) unsur-unsur penting dalam audit yaitu audit merupakan suatu proses sistematik yang bersifat logis, terstruktur, dan terorganisir. Proses sistematis yang dilakukan tersebut merupakan proses untuk menghimpun bukti-bukti yang mendasari asersi-asersi yang dibuat oleh individu maupun entitas yang kemudian dievaluasi oleh auditor.
2.1.4 Tujuan dan Ruang Lingkup Audit Internal Audit internal dalam membantu perusahaan untuk mencapai tujuan yang diharapkannya, tentunya ada ruang lingkup yang harus dijalankan agar manajemen perusahaan dapat menjalankan tanggung jawabnya dengan efektif, sehingga perusahaan mampu mengurangi berbagai risiko seperti bentuk kecurangan, kejahatan, transaksi mencurigakan dalam perusahaan. Tindak kecurangan bukanlah kasus sembarangan dan bukan pula kejadian yang kebetulan. Hanya audit internal yang dijalankan dengan penuh kewaspadaan yang mampu menangkal permainan mereka yang diam-diam merongrong perusahaan (Valery G. Kumaat, 2011:134). Menurut Hiro Tugiman (2004:11) tujuan pemeriksaan internal adalah membantu para anggota organisasi agar dapat melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif. Untuk itu, pemeriksaan internal akan melakukan analisis, penilaian, dan mengajukan saran-saran. Tujuan pemeriksaan mencakup pula pengembangan pengawasan yang efektif dengan biaya yang wajar.
17
Menurut Sukrisno Agoes (2004:222), tujuan pemeriksaan yang dilakukan oleh internal auditor adalah membantu semua pimpinan perusahaan (manajemen) dalam melaksanakan tanggungjawabnya dengan memberikan analisa, penilaian, saran dan komentar mengenai kegiatan yang diperiksanya. Menurut Sukrisno Agoes (2004:223) untuk mencapai tujuan tersebut, internal auditor harus melakukan kegiatan-kegiatan berikut: 1) Menelaah dan menilai kebaikan, memadai tidaknya dan penerapan dari sistem pengendalian manajemen, pengendalian intern dan pengendalian operasional lainnya serta mengembangkan pengendalian yang efektif dengan biaya yang tidak terlalu mahal. 2) Memastikan ketaatan terhadap kebijakan, rencana dan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan oleh manajemen. 3) Memastikan seberapa jauh harta perusahaan dipertanggungjawabkan dan dilindungi dari kemungkinan terjadinya segala bentuk pencurian, kecurangan dan penyalahgunaan. 4) Memastikan bahwa pengelolaan data yang dikembangkan dalam organisasi dapat dipercaya. 5) Menilai mutu pekerjaan setiap bagian dalam melaksanakan tugas yang diberikan oleh manajemen. 6) Menyarankan
perbaikan-perbaikan
operasional
dalam
rangka
meningkatkan efisiensi dan efektifitas. Sedangkan menurut Mulyadi & Puradiredja (2002:211), tujuan audit internal sebagai berikut :
18
“Membantu semua anggota manajemen dalam melaksanakan tanggung jawab mereka, dengan cara menyajikan analisis, penilaian, rekomendasi, dan komentar-komentar penting mengenai kegiatan mereka.”
Ruang lingkup audit internal menurut Hiro Tugiman (2006:11) sebagai berikut: “Ruang lingkup audit internal menilai keefektifan sistem pengendalian intern serta mengevaluasi terhadap kelengkapan dan keefektifan sistem pengendalian intern yang dimiliki organisasi, serta kualitas pelaksanaan tanggung jawab yang diberikan. Pemeriksaan intern harus: 1) Mereview keandalan (reabilitas dan integritas) informasi finansial dan operasional serta cara yang dipengaruhi untuk mengidentifikasi, mengukur, mengklasifikasikan, dan melaporkan informasi tersebut. 2) Mereview berbagai sistem yang telah ditetapkan untuk memastikan kesesuaiannya dengan berbagai kebijaksanaan, rencana, prosedur, hukum, dan peraturan yang dapat berakibat penting terhadap kegiatan organisasi, serta harus menentukan apakah organisasi telah mencapai kesesuaian dengan hal-hal tersebut. 3) Mereview berbagai cara yang dipergunakan untuk melindungi harta dan, bila dipandang perlu, memverifikasi harta-harta tersebut. 4) Menilai keekonomisan dan keefisienan pengguna berbagai sumber daya. 5) Mereview berbagai operasi atau program untuk menilai apakah hasilnya konsisten dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dan apakah kegiatan atau program tersebut dilaksanakan sesuai dengan yang direncanakan”. Dari uraian diatas dapat disimpulakan ruang lingkup audit internal adalah menilai dan mengevaluasi keefektifan serta kelengkapan sistem pengendalian intern yang ada dalam organisasi serta kualitas pelaksanaan tanggung jawab yang diberikan. Definisi lain dari internal control menurut Karhi (2014) menjelaskan bahwa pengendalian intern adalah suatu cara yang diciptakan oleh manajemen untuk mewujudkan tata kelola organisasi yang baik dalam upaya memberdayakan
19
dan mengamankan seluruh sumber daya organisasi secara optimal, melaksanakan seluruh kegiatan operasional secara efektif, efisien dan normatif, sehingga tujuan organisasi dapat tercapai sebagaimana yang direncanakan. Dari definisi tersebut dalam praktek dapat diuraikan antara lain meliputi hal-hal sbb: 1) Mampu menyelenggarakan sistem akuntansi yang akuntable, auditable, dan memiliki tingkat reliabilitas yang tinggi. Hal ini diharapkan bermanfaat untuk seluruh tingkat manajemen, seluruh stakeholder, dan para pengguna lainnya. 2) Memiliki struktur organisasi yang secara jelas dan tegas membagi kewenangan dan tanggung jawab setiap personal dalam jenjang hirarki organisasi. 3) Memiliki standar operasional prosedur (SOP) dalam melaksanakan program-program dan kegiatan yang harus dipakai dan dipahami oleh seluruh anggota organisasi. 4) Memiliki unit kerja yang bertanggung jawab tentang pengendalian mutu 5) Memiliki unit kerja yang bertanggung jawab tentang pengendalian resiko 6) Memiliki unit kerja yang bertanggung jawab tentang perencanaan organisasi serta jelas, meliputi rencana program, kegiatan, sasaran, target, output bahkan outcome. 7) Memiliki unit kerja yang bertugas melaksanakan pengawasan internal, meliputi audit financial, audit operasi, audit kepatuhan.
20
8) Memperhatikan kompetensi sumber daya manusia dalam seluruh jenjang kegiatan. Selanjutnya
sejak
akhir
tahun
1992,
committee
of
Sponsoring
Organizations of the Treatway Commision (COSO) memperkenalkan kerangka pengendalian (control framework) dalam Karhi (2014) yang terdiri dari 5 unsur : 1) Lingkungan Pengendalian (Control Environment), meliputi sikap para manajemen dan karyawan terhadap pentingnya pengendalian internal organisasi. 2) Pengendalian Resiko (Risk Management), bahwa resiko yang dihadapi organisasi selalu ada dalam suatu aktivitas, baik itu yang berkaitan dengan bisnis (profit dan non-profit) maupun non bisnis. 3) Prosedur
Pengendalian
(Control
Procedure),
diterapkan
untuk
standardisasi proses kerja sehingga menjamin tercapainya tujuan perusahaan dan mencegah atau mendeteksi terjadinya ketidakberesan serta kesalahan. 4) Pemantauan (Monitoring), pemantauan ini akan menemukan kekurangan serta meningkatkan efektivitas pengendalian. 5) Informasi dan komunikasi (Information and Communication), informasi tentang
lingkungan
pengendalian,
penilaian
resiko,
prosedur
pengendalian,dan pemantauan diperlukan oleh manajemen untuk pedoman operasi dan menjamin ketaatan dengan pelaporan hukum serta peraturan yang berlaku di perusahaan.
21
2.2
Pengertian Efektivitas Efektivitas dapat dikatakan sebagai tolak ukur keberhasilan suatu
organisasi dalam mencapai tujuan organisasi tersebut yang berhubungan dengan hasil operasi perusahaan. Pengertian efektivitas menurut Mardiasmo (2001:4) adalah : “Efektivitas adalah tingkat pencapaian hasil program dengan target yang ditetapkan. Secara sederhana efektivitas merupakan perbandingan outcome dengan output”. Pengertian efektivitas menurut Sawyer’s yang diterjemahkan oleh Salemba Empat (2005:211) adalah sebagai berikut : “Menekankan hasil actual dari dampak atau kekuatan untuk menghasilkan dampak tertentu”. Efektivitas menurut Arens et all (2003:783) adalah : “Effectiveness refers to accomplisment of objective, whereas efficiency refers to the resources used to achieve those objectives”. Maksud pengertian diatas adalah efektivitas merupakan perbandingan antara target atau sesuatu yang hendak dicapai dengan realisasinya atau sesuatu yang telah terjadi berdasarkan kenyataan yang ada. Dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa efektivitas merupakan kemampuan suatu organisasi untuk memperoleh dan memanfaatkan sumber yang ada sebaik mungkin dalam usahanya mencapai tujuan organisasi.suatu unit dikatakan efektif bila kontribusi keluaran yang dihasilkan semakin besar terhadap nilai pencapaian sasaran tersebut. Dari pengertian diatas juga dapat disimpulkan bahwa efektivitas merupakan derajat keberhasilan suatu organisasi dalam pencapaian tujuan.
22
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa semakin besar kontribusi keluaran yang dihasilkan terhadap nilai sasaran tersebut, maka dapat dikatakan semakin efektif pula unit tersebut. Selain itu juga pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa efektivitas selalu dihubungan dengan pencapaian tujuan yang ditetapkan. Jadi, suatu perusahaan dapat dikatakan telah beroperasi dengan efektif apabila dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam hal efisiensi dapat dilihat dari dua hal, yaitu kemampuan untuk menghasilkan keluaran tertentu dengan sumber daya yang lebih sedikit dan kemampuan menggunakan sejumlah sumber daya tertentu untuk menghasilkan keluaran yang lebih besar
2.3
Pengelolaan Gaji Dalam sebuah perusahaan, baik yang berskala kecil, menengah atau besar,
sistem pembayaran upah atau gaji menjadi elemen penting yang harus dipelihara kelangsungannya. Dengan menjalankan sistem penggajian yang baik dan efektif, tujuan yang ditetapkan perusahaan akan dapat berjalan tanpa kendala. Karyawan sebagai asset dan penggerak dari usaha tentu memerlukan motivasi sebagai pelecut dalam menjalankan tugasnya dilapangan. Dan upah merupakan salah satu hak sekaligus penyemangat mereka untuk menjalankan tanggung jawab kerjanya secara lebih baik disamping pemberian bonus atau tunjangan diluar gaji yang diberikan perusahaan. Sistem penggajian yang baik dan efektif menjadi suatu keharusan bagi perusahaan. Tentunya dalam hal ini menyesuaikan dengan
23
kebutuhan serta kemampuan dari perusahaan yang bersangkutan (Saifuddin Bachrun, 2011:5). Ada banyak pemahaman yang dikemukakan tentang gaji dan upah. Menurut Mulyadi (2002:373) pengertian gaji adalah sebagai berikut : “Gaji umumnya merupakan pembayaran atas penyerahan jasa-jasa yang dilakukan oleh karyawan yang mempunyai jenjang jabatan manajer. Umumnya gaji diberikan secara tetap perbulan.”
Adapun pengertian gaji menurut Winarni. F dan Sugiarti (2008) adalah sebagai berikut: “Gaji merupakan balas jasa yang dibayarkan kepada pemimpin-pemimpin, pengawas-pengawas, pegawai tata usaha dan pegawai-pegawai kantor serta para manajer lainnya, dan biasanya gaji dibayarkan bulanan.”
Sedangkan pengertian gaji menurut Tua Efendi Hariandja (2002:244) adalah sebagai berikut : “Gaji adalah balas jasa dalam bentuk uang yang diterima pegawai sebagai konsekuensi dari kedudukannya sebagai seorang pegawai yang memberikan sumbangan dalam mencapai tujuan organisasi.” Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa gaji merupakan mulai dari jenjang manajer tingkat bawah sampai tingkat yang lebih tinggi yang dibayarkan secara berkala yang jumlahnya relatif konsisten. Menurut Nugroho Widjayanto (2001:59) pengelolaan gaji merupakan struktur dan prosedur mengenai pengumpulan data, perhitungan, pencatatan, pembuatan daftar pembayaran gaji dan pengawasan atas gaji serta terhadap gaji yang diambil oleh yang berhak atas gaji serta terhadap gaji yang belum diambil oleh yang berhak atas gaji tersebut.
24
Pengelolaan gaji yang memadai dapat dilaksanakan dan berjalan dengan baik jika terdapat pemisahan tugas. Pemisahan tugas dari bagian yang terlibat dalam prosedur gaji merupakan faktor yang sangat penting untuk menjamin efektivitas pengelolaan gaji. Hal ini disebabkan dengan adanya pemisahan tugas dapat mencegah persekongkolan (Mulyadi, 2002:285). Menurut Saifuddin Bachrun (2011:16) prosedur pengelolaan gaji dalam suatu perusahaan melibatkan keputusan-keputusan dan proses yang diperlukan dalam rangka mempertahankan tenaga kerja yang ada dengan menciptakan suatu kondisi akhir dimana gaji untuk masing-masing karyawan dibayar tepat waktu dan dalam jumlah yang tepat kepada orang-orang yang berhak. Prosedur-prosedur yang ada dalam pengelolaan gaji menurut Arens et al (2008:559-562) adalah sebagai berikut : 1)
Personal Employee (Prosedur kepegawaian) Prosedur pegawai meliputi : a) Penempatan pegawai baru a. Membuat
catatan
mengenai
pegawai
yang
berhenti
atau
diberhentikan dan pelamar-pelamar baru. b. Memelihara hubungan dengan kantor penempatan tenaga kerja, sekolah-sekolah, universitas, dan sumber pegawai lainnya. c. Memasang iklan. b) Mengadakan interview Menginterview calon pegawai untuk meyakinkan kepandaian, kecakapan dan pendidikan calon pegawai.
25
c) Melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan adanya karyawan baru sebagai berikut : a. Mencari data pribadi karyawan. b. Menyelenggarakan tes kesehatan. c. Membuat
formulir
penerimaan
yang
digunakan
untuk
menempatkan daftar pegawai dalam daftar gaji. d) Melakukan macam-macam fungsi sebagai berikut : a. Membuat catatan potongan gaji yang diminta oleh pihak luar. b. Membuat catatan mengenai sebab berhentinya pegawai. c. Membuat catatan mengenai riwayat hidup pegawai. d. Membuat catatan mengenai cuti pegawai. Prosedur kepegawaian biasanya dilaksanakan oleh bagian personalia, pengelolaan yang paling dalam masalah personalia meliputi metode formal untuk memberikan informasi mengenai pegawai-pegawai baru kepada pencatatan waktu dan petugas penyiap gaji. Selain itu penting sekali adanya pemisahan tugas antara pegawai yang mempunyai akses terhadap waktu kartu pembuat daftar gaji serta pegawai yang mempunyai akses terhadap catatan pegawai. Pengelolaan lainnya adalah penyelidikan dengan seksama terhadap kemampuan dan kejujuran pegawai baru dan adanya arsip pegawai yang memadai. 2)
Time keeping and Payroll Preparation (Prosedur Penentuan Waktu dan Penyiapan Pembayaran Gaji) Terdiri dari dua kegiatan pencatatan waktu kerja yaitu : a) Pencatatan waktu hadir (attendance time keeping)
26
Yaitu pencatatan atas waktu kehadiran karyawan di pabrik atau kantor sejak masuk sampai dengan pulang yang tercantum pada kartu kehadiran (clock card). b) Pencatatan waktu kerja (shoptime keeping atau jobtime keeping) Yaitu pencatatan waktu kerja sesungguhnya dalam setiap pekerjaan atau setiap departemen. Tujuan sistem dan prosedur pencatatan waktu adalah sebagai berikut : a) Untuk memperoleh suatu alat interval check terhadap waktu kehadiran. Agar dapat mencegah karyawan mencatat absensi tetapi tidak bekerja karena pergi atau menyuruh temannya mencatat absensi tetapi dia tidak hadir. b) Untuk memperoleh data mengenai produk dan jenis kerja yang diperlukan, untuk menetapkan jumlah gaji insentif (perangsang), untuk penghitungan biaya, juga untuk kepentingan akuntansi biaya. 3)
Payment and payroll (Prosedur pembayaran gaji) Prosedur pembayaran gaji adalah fungsi bagian pembuat daftar gaji karyawan. Adapun perincian kegiatan penetapan gaji adalah sebagai berikut : a) Mengumpulkan
catatan
waktu
kehadiran
dari
masing-masing
karyawan yang diperoleh dari kartu jam kerja kehadiran. Waktu diperoleh dari 2 bagian yaitu : a. Waktu kerja biasa (straight time) b. Waktu kerja lembur (over time)
27
b) Selanjutnya mengumpulkan data untuk menghitung gaji yang didasarkan pada prestasi (banyaknya hasil) dan jumlah hasilnya diukur dengan banyak pekerjaan yang telah selesai. Secara garis besar, gaji dapat didasarkan pada waktu kerja atau prestasi yaitu gaji waktu dan gaji prestasi atau gaji potongan (piecework). c) Menghitung tambahan (allowance) yang telah dicatatkan pada jumlah gaji yang telah dihitung berdasarkan waktu atau prestasi. Tambahan tersebut diantaranya : a. Tunjangan perusahaan b. Tunjangan kesehatan c. Tunjangan transport d. Tunjangan lain-lain d) Menghitung gaji berdasarkan data yang terkumpul, hal ini dapat dilaksanakan antara lain dengan cara mengalikan waktu hadir dengan tarif. 4)
Preparation of Payroll Tax Return and Payment of Taxes (Prosedur penyiapan surat pemberitahuan dan pembayaran pajak) Prosedur pembayaran gaji dilakukan setelah prosedur pembuatan daftar gaji dijadikan sesuai dengan proses diatas, kemudian dilanjutkan dengan mencatat hal-hal yang berhubungan dengan pembayaran gaji, membuat formulir dan laporan yang ditetapkan dalam peraturan perusahaan, membuat catatan (jurnal entry) dan berbagai formulir dan laporan dilakukan dengan tahap sebagai berikut :
28
a) Membuat daftar gaji. b) Membuat daftar cek pembayaran atau amplop gaji pembayaran atau cek gaji. Jika pembayaran gaji dilakukan secara tunai, maka disusun kebutuhan bermacam yang logam dan uang kertas yang akan dimasukan ke dalam amplop gaji. c) Membuat daftar earning statement yaitu suatu penjelasan tentang perhitungan gaji yang diberikan kepada masing-masing pegawai yaitu setelah dihitung gaji kotor, allowance dan potongan. d) Membuat employee’s earning record yaitu daftar gaji pada suatu masa yang dibayarkan pada pegawai tersebut. e) Membuat formulir yang digunakan untuk berbagai laporan sesuai dengan ketentuan. f) Membuat statistik tentang gaji.
2.3.1 Kriteria Pengelolaan Gaji Menurut Mulyadi (2003:286) simpulan yang dapat diambil mengenai kriteria-kriteria pengelolaan atas gaji yang memadai adalah sebagai berikut : 1) Adanya pegawai yang kompeten yang dapat diandalkan. 2) Adanya prosedur yang jelas, lengkap dan dapat dimengerti sehingga dilaksanakan oleh petugas yang menangani gaji. 3) Adanya formulir, dokumen dan catatan yang memadai. 4) Adanya peraturan-peraturan yang ditetapkan dan dipahami oleh pegawai.
29
5) Adanya pemisahan fungsi antara pencatatan, perhitungan dan pembayaran gaji kepada pegawai. 6) Adanya auditor internal yang melakukan audit terhadap pengelolaan gaji.
Menurut Edi Poerwono (2004:124) kriteria pengelolaan gaji juga dapat ditinjau dari dua pihak, yaitu : a) Aspek pemberi kerja (majikan) adalah manager Gaji merupakan unsur pokok dalam menghitung biaya produksi dan komponen dalam menentukan harga pokok yang dapat menentukan kelangsungan hidup perusahaan. Apabila suatu perusahaan memberikan gaji terlalu tinggi maka, akan mengakibatkan harga pokok tinggi pula dan bila gaji yang diberikan terlalu rendah akan mengakibatkan perusahaan kesulitan mencari tenaga kerja. b) Aspek penerima kerja Gaji merupakan penghasilan yang diterima oleh seseorang dan digunakan untuk memenuhi kebutuhannya. Gaji bukanlah merupakan satu-satunya motivasi karyawan dalam berprestasi, tetapi gaji merupakan salah satu motivasi penting yang ikut mendorong karyawan untuk berprestasi, sehingga tinggi rendahnya gaji yang diberikan akan mempengaruhi kinerja dan kesetiaan karyawan.
30
2.3.2 Tujuan Pengelolaan Gaji Menurut Hasibuan (2002:85) tujuan pengelolaan gaji antara lain yaitu : a) Ikatan kerja sama Dengan pemberian gaji terjalinlah ikatan kerja sama formal antara majikan dengan karyawan. Karyawan harus mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik, sedangkan pengusaha atau majikan wajib membayar gaji sesuai dengan perjanjian yang disepakati. b) Kepuasan kerja Dengan balas jasa, karyawan akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik, status social, dan egoistiknya sehingga memperoleh kepuasan kerja dari jabatannya. c) Pengadaan efektif Jika program gaji ditetapkan cukup besar, pengadaan karyawan untuk perusahaan akan lebih mudah. d) Motivasi Jika balas jasa yang diberikan cukup besar, manajer akan mudah memotivasi bawahannya. e) Stabilitas karyawan Dengan program kompensasi atas prinsip adil dan layak serta eksternal konsistensi yang kompentatif maka stabilitas karyawan lebih terjamin karena turnover relatif kecil.
31
f) Disiplin Dengan pemberian balas jasa yang cukup besar maka disiplin karyawan semakin baik. Karyawan akan menyadari serta mentaati peraturan peraturan yang berlaku. g) Pengaruh serikat buruh Dengan program kompensasi yang baik pengaruh serikat buruh dapat dihindarkan dan karyawan akan berkonsentrasi pada pekerjaannya. h) Pengaruh pemerintah Jika program gaji sesuai dengan undang - undang yang berlaku (seperti batas gaji minimum) maka intervensi pemerintah dapat dihindarkan. Menurut Komaruddin (2004:164) tujuan pengelolaan gaji bukan hanya membantu manajer personalia dalam menentukan gaji yang adil dan layak saja, tetapi masih ada tujuan-tujuan yang lain, yaitu: a) Untuk menarik pekerja yang mempunyai kemampuan ke dalam organisasi. b) Untuk mendorong pekerja agar menunjukkan prestasi yang tinggi. c) Untuk memelihara prestasi pekerja selama periode yang panjang.
2.4
Kerangka Pemikiran Menurut Konsorium Organisasi Profesi Audit Internal (2004:15) semakin
besarnya perusahaan, maka disadari pula bahwa pimpinan perusahaan tidak lagi dapat melaksanakan fungsi pengawasan terhadap setiap kegiatan usaha secara langsung. Tetapi walaupun demikian, agar perusahaan berjalan sesuai pola kebijakan yang telah ditetapkan sebelumnya, pimpinan perusahaan harus
32
melimpahkan sebagian wewenang dan tanggung jawab kepada bawahannya. Agar pendelegasian ini dapat berjalan dengan baik, diperlukan suatu bagian atau departemen yang dapat membantu manajemen dalam fungsi pengawasan yaitu bagian atau direktorat audit internal. Oleh karena itu pengaruh audit internal sangatlah penting dalam membantu manajemen dalam meneliti dan mengawasi apakah prosedur, metode, dan teknik yang menjadi alat dari pengendalian intern itu sudah dilaksanakan. Dalam kedudukannya yang bebas dari aktivitas kegiatan operasional, auditor internal dapat memberikan informasi yang benar dan objektif yang menyangkut keakuratan data yang akan dijadikan dasar bagi manajemen dalam mengambil keputusan (Mulyadi, 2005:181). Audit internal juga dapat dikatakan sebagai mata dan telinga bagi pimpinan perusahaan. Agar pelaksanaan yang dilakukan oleh auditor internal efektif maka auditor harus memiliki sikap yang independen serta dapat menjaga kompetensinya. Laporan audit yang tepat waktu, akurat dan lengkap dibutuhkan untuk dapat menunjang efektivitas operasi dan aktivitas yang diauditnya (Mulyadi, 2002:204). Gaji, upah dan pajak penghasilan pegawai dan beban pegawai lainnya merupakan komponen utama pada kebanyakan perusahaan, kemudian beban tenaga kerja juga merupakan pertimbangan penting dalam menilai persediaan dalam perusahaan manufaktur dan konstruksi yang bahwa klasifikasi dan alokasi beban upah yang tidak pantas dapat menyebabkan salah saji laba secara material. Terakhir penggajian merupakan bidang yang menyebabkan pemborosan sejumlah
33
besar sumber daya perusahaan karena inefisiensi atau pencurian melalui fraud (Amir Abadi Yusuf, 2003:52). Masalah gaji merupakan masalah yang cukup kritis karena seringkali terjadi hal-hal yang merugikan perusahaan. Misalnya adanya pegawai yang fiktif, jam kerja yang tidak benar, atau pembayaran gaji yang melebihi jumlah yang seharusnya. Untuk mengurangi dan mengatasi kemungkinan-kemungkinan tersebut, maka diperlukan pengelolaan yang memadai dan harus ditunjang pula oleh adanya kegiatan pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor internal (Marihot Tua Efendi Hariandja, 2002:245). Pengelolaan ini bersifat preventif, yang berarti mempunyai tindakan koreksi bila terjadi hal-hal yang tidak menguntungkan bagi perusahaan. Pimpinan perusahaan juga menyadari, bahwa pentingnya pengelolaan yang dilakukan perusahaan dan terselenggaranya pengelolaan yang baik dalam perusahaan merupakan tanggung jawab untuk kepentingan perusahaan dan juga dalam mencapai tujuan perusahaan.(Sukrisno Agoes, 2004:79). Menurut Valery G. Kumaat (2011:116) audit pengelolaan gaji yang bersifat administratif dan berbagai alasan lain (verifikasi gaji pasti dilakukan oleh setiap karyawan dan penggajian termasuk data yang aksesnya pantang diberi kepihak luar internal), urusan payroll dan benefits kerap dianggap tidak penting di mata sebagian auditor. Namun, karena aktivitasnya berkaitan langsung dengan “hajat hidup orang banyak” atau hak seluruh karyawan (sesuai Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama), dimana ada risiko terhadap suasana kerja yang kondusif, maka sudah sewajarnya untuk mendorong internal audit agar
34
memasuki kawasan intensif. Yang harus menjadi concern internal audit setidaknya harus berpihak pada dua isu, seperti transparency atau keterbukaan informasi terkait persyaratan, hak, dan pemotongan hak terkait payroll & benefits dan accuracy atau ketepatan perhitungan hak dan pemotongan hak terkait payroll & benefits. Menurut Mulyadi (2005:178) pengaruh audit internal dalam mendukung aktivitas pengelolaan gaji menduduki posisi penting dalam laju perkembangan perusahaan karena gaji merupakan daerah yang rawan untuk terjadinya pemborosan ataupun pencurian karena menyangkut pada sejumlah uang milik perusahaan. Oleh karena itu audit internal berperan sebagai alat bantu di dalam perusahaan untuk meningkatkan pegendalian intern penggajian dalam perusahaan apabila fungsi audit internal telah memadai, artinya telah memenuhi kriteria yang terdapat dalam standar audit yang didukung oleh program audit yang telah ditetapkan dan tindak lanjut terhadap laporan audit internal yang dilaporkan kepada manajemen, audit internal juga memerlukan saran-saran dan rekomendasi perbaikan atas temuan-temuan audit yang berkaitan dengan pengelolaan gaji, melaksanakan tindak lanjut atas hasil audit internal yang telah dilakukan oleh manajemen. Gambar II.1 Bagan Kerangka Penelitian
Audit Internal
Efektivitas Pengelolaan Gaji
(X)
(Y)
(
35
2.5
Hipotesis Penelitian Berdasarkan uraian di atas, penulis mencoba untuk mengemukakan suatu
hipotesis sebagai berikut : Dapat disimpulkan bahwa “Audit Internal yang dilaksanakan dengan memadai akan berpengaruh terhadap efektivitas pengelolaan gaji”.