12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Penelitian Sebelumnya Tinjauan hasil penelitian sebelumnya yang dimaksud adalah kajian terhadap hasil-hasil karya tulis yang relevan dengan penelitian ini. Hasli-hasil penelitian tersebut akan diuraikan secara singkat, dan dijadikan rujukan guna melengkapi penelitian ini. Adapun penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Indriani, dkk (2013) dalam jurnal Planning for Urban Regional and environment, volume 2 yang berjudul “Perencanaan Paket Wisata Kota Manado”. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisa potensi wisata yang dimiliki kota Manado yang dapat mendukung perencanaan paket wisata, menganalisa rute perjalanan wisata potensial, serta menyusun rencana paket wisata yang sesuai dengan potensi wisata. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian tersebut berupa metode analisis deskriptif terhadap karakteristik pariwisata di kota Manado, dengan pendekatan kuantitatif untuk menganalisa potensi wisata dan karakteristik wisatawan. Hasil penelitian menujukkan dari 26 objek wisata yang ada di Kota Manado didapatkan 18 objek wisata potensial. Untuk mengetahui rute perjalanan wisata potensial digunakan Analisis Keranjang Pasar (Market Basket Analysis) yang terbagi menjadi 3 tahapan, yakni: analisis asosiasi, penggunaan algoritma dan keranjang belanja. Persamaan jurnal tersebut dengan
13
penelitian ini adalah sama-sama menggunakan penelitian yang bersifat deskriptif. Sedangkan perbedaannya adalah penelitian tersebut dilakukan dengan cara pendekatan kuantitatif, sedangkan dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Swandewi (2014) dalam skripsi tentang “Pengemasan Paket Wisata Tirta di Kabupaten Buleleng”, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui potensi wisata tirta yang dapat dijadikan sebagai paket wisata, mengetahui cara pengemasan paket wisata tirta serta mengetahui tentang saluran distribusi pemasaran kemasan paket wisata tirta di Kabupaten Buleleng. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan observasi, wawancara, dan studi kepustakaan. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa Kabupaten Buleleng memiliki potensi wisata yang mayoritas terdiri atas potensi wisata tirta, dimana potensi-potensi yang dijadikan paket dalam penelitian ini yaitu pantai Lovina, air terjun Sing-sing, air panas Banjar, air terjun Colek Pamer, pantai Penimbangan dan Pulau Menjangan, dimana paket ini dikemas dalam dua bentuk yaitu, bentuk uraian maupun bentuk grafik yang terdiri atas tiga paket wisata yaitu exotic Tour of Buleleng, Chocolate Water of Buleleng Tour, Exotique snorkeling of Menjangan. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama menggunakan pengumpulan data dengan cara observasi, wawancara, dan studi kepustakaan. Selain itu, analisis yang digunakan dalam penelitian yang akan dilakukan sama-sama menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Sedangkan Perbedaan dengan penelitian yang akan
14
dilakukan adalah pada penelitian yang dilakukan oleh Swandewi lebih menekankan pada pengemasan potensi wisata tirta, sementara pada penelitian yang akan dilakukan lebih pada pengemasan potensi ekowisata. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Nengah Wirata (2010) dalam jurnal kepariwisataan volume 9 nomor 2 mengenai “Pariwisata Pedesaan Sebagai Paket Wisata Alternative : Kasus Desa Wisata Taman Slau ”, Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kegiatan para wisatawan yang mengambil bagian dalam paket tur trekking di Desa Udisan, Bangli, yang diselenggarakan oleh PT. Suartur dan untuk mengetahui bagaimana anggota masyarakat berpartisipasi di dalamnya. Data dikumpulkan melalui observasi partisipatif, dan wawancara terstruktur. Desain penelitian deskriptif - kualitatif dan teori fungsionalisme struktural dan pengembangan pariwisata berbasis masyarakat yang berkelanjutan yang digunakan dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan wisatawan selama paket tur trekking untuk menikmati panorama pedesaan yang masih alami dengan udara segar dan tidak terpolusi; dan untuk mengamati kehidupan sosial-ekonomi dan sosial-budaya sehari-hari masyarakat. Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Nengah Wirata dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama membahas mengenai paket wisata pada sebuah Desa dan juga menggunakan metode penelitian deskriptif-kualitatif. Sedangkan perbedaannya adalah pada fokus penelitian yang dilakukan, dimana penelitian tersebut membahas mengenai paket
15
wisata alternative sementara pada penelitian yang akan dilakukan akan membahas permasalahan mengenai pengemasan paket ekowisata. Penelitian yang dilakukan oleh Darma Oka (2010) dalam Jurnal Analisis Pariwisata vol.10 mengenai “Potensi Pengembangan Pariwisata Minat Khusus (Trekking) Di Desa Pejaten-Tabanan”, Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengidentifikasi potensi wisata desa Pejaten, untuk mengidentifikasi persepsi orang dan untuk mengenali indikasi pembangunan yang dapat diterapkan dalam masa depan. Hasil penelitian yang dilakukan menyatakan bahwa potensi alam dan budaya Pejaten perlu dikembangkan sebagai wisata minat khusus. Hal ini didukung oleh penduduk desa dan kepentingan wisata minat khusus yang mampu menjadi maju adalah kegiatan trekking. Persamaan penelitian diatas dengan penelitian sekarang adalah sama-sama menggunakan analisis kualitatif. Perbedaannya adalah pada penelitian diatas lebih menekankan pada kegiatan wisata minat khusus seperti treckking pada desa Pejaten. Sedangkan penelitian yang dilakukan sekarang lebih menekankan pada potensi wisata yang akan dikemas dalam bentuk paket ekowisata. Penelitian selanjutnya dalam bentuk jurnal internasional yang dilakukan oleh Benny, dkk (2015) dalam Journal of Indonesian Tourism and Development Studies, volume 3 mengenai “Perception of Tourist towards the Potential Development of Tumpa Mountain Area as Integrated Ecotourism, Manado, North Sulawesi Province”. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan persepsi wisatawan menuju pengembangan potensi sebagai ekowisata terintegrasi.
16
Penelitian ini melibatkan pendekatan penelitian kualitatif, dijelaskan dengan menggunakan angka pada persentase. Penelitian lapangan digunakan sebagai survei kuesioner. Pengukuran analisis dengan menggunakan Skala Likert, penilaian dan analisis dikombinasikan dengan analisis tingkat bunga (tingkat kepentingan). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata responden menjawab baik dengan kisaran skor antara 3,5 sampai 4,2. Ini berarti responden berpendapat bahwa setiap indikator; alam, sosial-budaya dan infrastruktur yang ada di wilayah daerah Gunung Tumpa masih kondisi baik. Di tingkat kepentingan responden menjawab antara 3,6 sampai 4,6 dengan kategori penting. Kesimpulannya, indikator dianggap baik dan penting untuk dikembangkan sebagai kawasan ekowisata yang terintegrasi. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah sama - sama menggunakanan analisis dengan pendekatan kualitatif. Perbedaannya adalah penelitian tersebut menggunakan indikator pada skala likert sedangkan pada penelitian ini hanya menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Penelitian selanjutnya dalam bentuk jurnal internasional yang dilakukan oleh Anowar Hossain, dkk (2011) dalam Journal of Social Sciences 7 (4): 557564, 2011. Institute for Environment and Development, University Kebangsaan Malaysia mengenai “The Role of Government for Ecotourism Development: Focusing on East Coast Economic Region”. Permasalahan: Penelitian ini dieksplorasi rencana dan strategi pemerintah untuk pengembangan ekowisata di
17
Malaysia serta ECER (East Coast Economic Region). Partisipasi pemerintah diperlukan dalam mengembangkan ekonomi di mana perencanaan dan promosi pariwisata cenderung dikendalikan langsung oleh pemerintah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji berbagai rencana dari Malaysia yang berkaitan dengan pembangunan ekowisata. Pendekatan: Data untuk analisis diambil dari data sekunder. Hasil: Penelitian ini menunjukkan bahwa kegiatan utama
Pemerintah
Malaysia
untuk
strategi
pengembangan
ekowisata,
meningkatkan produk ekowisata, meningkatkan aksesibilitas, pekerjaan dan pelatihan,
promosi,
pemasaran,
pembangunan
pariwisata
berkelanjutan,
investasi, penelitian dan perencanaan, keselamatan dan keamanan. Kesimpulan: Penelitian ini mengungkapkan bahwa beberapa kegiatan dapat diambil untuk pengembangan ekowisata di Malaysia. Pemerintah harus memastikan partisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan ekowisata untuk kehidupan sosial mmasyarakat, manfaat ekologi, ekonomi dan budaya. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah sama – sama membahas mengenai kegiatan ekowisata. Perbedaannya adalah penelitian tersebut dilakukan di Malaysia dan ECER (East Coast Economic Region) dan analisis diambil dari data sekunder, sedangkan pada penelitian ini dilakukan di Desa Liang Ndara dan menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Penelitian selanjutnya juga dalam bentuk jurnal internasional yang dilakukan oleh Habibah, dkk (2013) dalam Journal Asian Social Science; Vol. 9, No.14;2013. School of Social, Development and Environmental Studies, Faculty
18
of Social Sciences and Humanities,Universiti Kebangsaan Malaysia, Bangi, Malaysia mengenai “Revitalizing Ecotourism for a Sustainable Tasik Chini Biosphere Reserve”. Ekowisata sering dianggap sebagai alat yang sangat baik untuk mempromosikan pembangunan berkelanjutan di sebagian besar kawasan lindung dan khusus, termasuk Biosphere Reserve (BR). Artikel ini bertujuan untuk menganalisis siklus hidup Tasik Chini sebagai tujuan ekowisata, dengan berfokus pada aspek-aspek berikut, yaitu melakukan keterlibatan perjalanan, pendekatan ekowisata dan revitalisasi inisiatif. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan campuran dengan menggabungkan data primer dan sekunder dalam melacak evolusi, pengembangan dan tahap yang ada ekowisata. Penelitian ini mengungkapkan bahwa empat komponen utama yang mendorong program ekowisata / inisiatif untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah bagian dari ekowisata di Biosphere Reserve (BR), segmen yang ditargetkan dari masyarakat, sejauh mana keterlibatan masyarakat serta infrastruktur yang mendukung untuk ekowisata. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah penelitian tersebut membahas mengenai kegiatan yang berkaitan ekowisata dan merupakan sama dengan penelitian yang akan dilakukan. Perbedaannya adalah penelitian tersebut dilakukan di Tasik Chini dan metode yang
digunakan
dengan
melakukan
pendekatan
campuran
dengan
menggabungkan data primer dan sekunder dalam melacak evolusi, sedangkan pada penelitian ini dilakukan di Desa Liang Ndara dan menggunakan analisis deskriptif kualitatif.
19
Penelitian selanjutnya dalam bentuk jurnal internasional yang dilakukan oleh Eugene, dkk (2010) dalam Journal of Sustainable Development Vol.3 No. 1 mengenai ”Economic Value of Ecotourism to Local Communities in the Nigerian Rainforest Zone”. Studi ini memperkirakan kesediaan masyarakat untuk berkontribusi pada proyek perbaikan ekowisata dan penentunya di Divisi Okwangwo dari Taman Nasional Cross River, Nigeria. Wawancara pribadi dilakukan dengan 150 rumah tangga di tiga komunitas yang terletak di dekat taman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemauan untuk berkontribusi dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti pendapatan, jarak tinggal responden ke taman, pendidikan sekolah tinggi, pekerjaan dan keanggotaan kelompok pelestarian lingkungan. Persamaan penelitian tersebut dengan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah membahas mengenai ekowisata dan juga dengan menggunakan metode wawancara dalam proses pengambilan data pada lokasi penelitian. Sedangkan perbedaannya terletak pada lokasi penelitian dan juga tujuan penelitian yang dilakukan. Dimana pada penelitian tersebut lebih membahas mengenai pengembangan kegiatan ekowisata pada taman nasional, sedangkan pada penelitian ini membahas mengenai potensi wisata yang berkaitan dengan ekowisata untuk dikemas dalam bentuk paket ekowisata.
20
2.2 Tinjauan Konsep 2.2.1 Tinjauan Tentang Pariwisata Menurut Murphy (1985) dalam Pitana, dkk (2005: 45) pariwisata adalah keseluruhan dari elemen – elemen terkait (wisatawan, daerah tujuan wisata, perjalanan, industri, dan lain - lain) yang merupakan akibat dari perjalanan wisata ke daerah tujuan wisata, sepanjang perjalanan tersebut tidak permanen. Hal ini mirip dengan batasan yang diberikan oleh Fennel sebagai berikut: “Tourism is defined as the interrelated system that includes tourists and the associated services that are provide and utilised (facilities, attractions, transportation, and accomodation) to aid in their movement (Fennel, 1999: 4) ” Dalam Undang
–
Undang
No.
10
Tahun 2009
tentang
Kepariwisataan, memaparkan pengertian pariwisata merupakan berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah. Nyoman S. Pendit (2006: 37-43) menggolongkan pariwisata menjadi beberapa jenis yaitu: 1. Wisata Budaya Wisata budaya merupakan perjalanan wisata atas dasar keinginan untuk memperluas pandangan seseorang dengan mengadakan kunjungan atau peninjauan ke tempat lain atau ke luar negeri, mempelajari keadaan rakyat, kebiasaan dan adat istiadat mereka.
21
2. Wisata Kesehatan Hal ini dimaksudkan dengan perjalanan seorang wisatawan dengan tujuan untuk menukar keadaan dan lingkungan tempat sehari hari dimana ia tinggal demi kepentingan beristirahat baginya dalam arti jasmani dan rohani dengan mengunjungi tempat peristirahatan seperti
mata
air
panas
mengandung
mineral
yang
dapat
menyembuhkan, tempat yang memiliki iklim udara menyehatkan atau tempat yang memiliki fasilitas-fasilitas kesehatan lainnya. 2. Wisata Olah Raga Wisatawan yang melakukan perjalanan dengan tujuan berolahraga atau memang sengaja bermaksud mengambil bagian aktif dalam peserta olahraga di suatu tempat atau Negara seperti Asian Games, Olimpiade, Thomas Cup, Uber Cup dan lain-lain. Bisa saja olah raga memancing, berburu, berenang. 3. Wisata Komersial Dalam jenis ini termasuk perjalanan untuk mengunjungi pameranpameran dan pekan raya yang bersifat komersial, seperti pameran industri, pameran dagang dan sebagainya. 4. Wisata Industri Perjalanan
yang
dilakukan
oleh
rombongan
pelajar
atau
mahasiswa, atau orang-orang awam ke suatu kompleks atau daerah perindustrian dimana terdapat pabrik-pabrik atau bengkel-bengkel
22
besar dengan maksud tujuan untuk mengadakan peninjauan atau penelitian. Misalnya,
rombongan
pelajar
yang
mengunjungi
industri tekstil. 5. Wisata Politik Perjalanan yang dilakukan untuk mengunjungi atau mengambil bagian aktif dalam peristiwa kegiatan politik. Misalnya, ulang tahun 17 Agustus di Jakarta, Perayaan 10 Oktober di Moskow, Penobatan Ratu Inggris, Perayaan Kemerdekaan, Kongres atau Konvensi Politik yang disertai dengan darmawisata. 6. Wisata Konvensi Perjalanan yang
dilakukan untuk
melakukan konvensi atau
konferensi. Misalnya; APEC, KTT Non Blok. 7. Wisata Sosial Merupakan pengorganisasian suatu perjalanan murah serta mudah untuk memberi kesempatan kepada golongan masyarakat ekonomi lemah untuk mengadakan perjalanan seperti kaum buruh, pemuda, pelajar atau mahasiswa, petani dan sebagainya. 8. Wisata Pertanian Merupakan
pengorganisasian
perjalanan
yang
dilakukan
ke
proyek-proyek pertanian, perkebunan, ladang pembibitan dan sebagainya dimana wisatawan rombongan dapat mengadakan kunjungan dan peninjauan untuk tujuan studi maupun melihat-lihat
23
keliling sambil menikmati segarnya tanaman beraneka ragam warna dan suburnya pembibitan di tempat yang dikunjunginya. 9. Wisata Maritim (Marina) atau Bahari Wisata yang dikaitkan dengan kegiatan olah raga di air, lebih-lebih danau, bengawan, teluk atau laut. Seperti memancing, berlayar, menyelam, berselancar, balapan mendayung dan lainnya. 10. Wisata Cagar Alam Wisata ini biasanya diselenggarakan oleh agen atau biro perjalanan yang mengkhususkan usaha-usaha dengan jalan mengatur wisata ke tempat atau daerah cagar alam, tanaman lindung, hutan daerah, pegunungan dan sebagainya. 11. Wisata Buru Wisata untuk buru, di tempat atau hutan yang telah ditetapkan pemerintah Negara yang bersangkutan sebagai daerah perburuan, seperti di Baluran, Jawa Timur untuk menembak Babi Hutan atau Banteng. 12. Wisata Pilgrim Jenis wisata ini dikaitkan dengan agama, sejarah, adat istiadat dan kepercayaan umat atau kelompok dalam masyarakat Ini banyak dilakukan oleh rombongan atau perorangan ke tempat-tempat suci, ke makam-makam orang besar, bukit atau gunung yang dianggap
24
keramat, tempat pemakaman tokoh atau pimpinan yang dianggap legenda. 13. Wisata Bulan Madu Suatu
penyelenggaraan
perjalanan
bagi
pasangan-pasangan
pengantin baru, yang sedang berbulan madu dengan fasilitasfasilitas khusus dan tersendiri demi kenikmatan perjalanan dan kunjungan mereka. 14. Wisata Petualangan Dikenal dengan istilah Adventure Tourism, seperti masuk hutan belantara yang tadinya belum pernah dijelajahi (off the beaten track) penuh binatang buas, mendaki tebing teramat terjal, terjun kedalam sungai yang amat curam, anak anak remaja
“mengemudi tank
raksasa” bekas perang dunia ke II ke pedalaman Rusia, bungy jumping, arung jeram (rafting ) disungai sungai yang arusnya liar, masuk ke goa penuh misteri dan kegiatan wisata lain yang terakait. 2.2.2 Tinjauan Tentang Wisatawan Berdasarkan Undang – Undang No. 9 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, pengertian wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata, sedangkan pengertian wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau
25
mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. Pitana, dkk (2005: 43-44) menjelaskan bahwa orang yang melakukan perjalanan wisata disebut wisatawan atau tourist. United Nation Conference on Travel and Tourism di Roma (1963) memberikan batasan yang lebih umum, tetapi dengan menggunakan istilah visitor (pengunjung), yaitu: “Setiap orang yang mengunjungi Negara yang bukan merupakan tempat tinggalnya, untuk berbagai tujuan, tetapi bukan untuk mencari pekerjaan atau penghidupan dari Negara yang dikunjungi”. IUOTO (International Union of Official Travel Organization) dalam Pitana, dkk (2005: 43-44) memberikan batasan dan membedakan visitor menjadi dua, yakni (1) wisatawan (tourist), yaitu mereka yang mengunjungi suatu daerah lebih dari 24 jam; dan (2) pelancong/ pengunjung (excursionists), yaitu mereka yang tinggal di tujuan wisata kerang dari 24 jam. Batasan tentang wisatawan juga diberikan oleh Leiper (1995: 11) yang mengatakan bahwa: “Tourist can be defined in behavioural terms as persons who travel away from their normal residential region for a temporary period of at least one night, to the extent that their behavior involves as search for leisure experiencies from interactions with features or characteristics of places they choose to visit” Cohen (1972) dalam Pitana, dkk (2005: 53-54) memaparkan tipologi wisatawan dan mengklasifikasi wisatawan atas dasar tingkat familiarisasi dari daerah yang akan dikunjungi, serta tingkat pengorganisasian dari perjalanan wisatnya.
26
Cohen membedakan empat jenis wisatawan, yaitu: 1) Drifter, yaitu wisatawan yang ingin mengunjungi daerah yang sama sekali belum diketahuinya, dan bepergian dalam jumlah kecil. 2) Explorer, yaitu wisatawan yang melakukan perjalanan dengan mengatur perjalanannya sendiri, dan tidak mau mengikuti jalan – jalan wisata yang sudah umum melainkan mencari hal yang tidak umum (off the beaten track). Wisatawan seperti ini bersedia memanfaatkan fasilitas dengan standar lokal dan tingkat interaksinya dengan masyarakat lokal juga tinggi. 3) Individual
Mass Tourist,
yaitu wisatawan
yang
menyerahkan
pengaturan perjalanannya kepada agen perjalanan, dan mengunjungi daerah tujuan wisata yang sudah terkenal. 4) Organized-Mass
Tourist,
yaitu
wisatawan
yang
hanya
mau
mengunjungi daerah tujuan wisata yang sudah kenal, dengan fasilitas seperti yang dapat ditemuinya ditempat tinggalnya, dan perjalanannya selalu dipandu oleh pemandu wisata. Wisatawan seperti ini sangat terkungkung oleh apa yan disebut sebagai environmental bubble.
2.2.3 Tinjauan Tentang Potensi Wisata Poerwadarminta
(1993:766)
mendefinisikan
potensi
sebagai
kekuatan, kesanggupan, kemampuan. Dikaitkan dengan potensi wisata, maka dapat dijelaskan bahwa pengertian potensi wisata adalah seluruh
27
potensi sumber daya alam dan budaya. Potensi wisata merupakan segala sesuatu yang terdapat disuatu daerah yang dapat dikembangkan menjadi daya tarik wisata. Bayu (2011) memaparkan pengertian potensi wisata menurut Mariotti dalam Yoeti (1983: 160-162) adalah segala sesuatu yang terdapat di daerah tujuan wisata, dan merupakan daya tarik agar orang-orang mau datang berkunjung ke tempat tersebut. Sukardi (1998:67) dalam Bayu (2011), juga mengungkapkan pengertian yang sama mengenai potensi wisata, sebagai segala yang dimiliki oleh suatu daya tarik wisata dan berguna untuk mengembangkan industri pariwisata di daerah tersebut. Jadi yang dimaksud dengan potensi wisata adalah sesuatu yang dapat dikembangkan menjadi daya tarik sebuah objek wisata. Obioma (2013), menjelaskan pariwisata adalah semua tentang kenyamanan dan kesenangan, orang suka mengunjungi tempat-tempat dan peristiwa yang mampu membuat mereka berkesempatan untuk bersantai dan bersenang-senangan. Tempat-tempat dan acara menarik bisa seperti; alam, budaya atau buatan (situasi dan peristiwa buatan manusia). Berdasarkan pandangan ini, jenis-jenis potensi pariwisata dapat dikategorikan sebagai berikut: a. Potensi wisata alam atau Eco-Tourism adalah yang ada hubungannya dengan alam yang indah atau masalah atau atraksi lain seperti gua, dataran tinggi, pegunungan, air terjun, batu, dan wisata alam lainnya
28
seperti satwa liar, sumber daya air dan sumber daya lainnya. Ekowisata adalah perjalanan tujuan ke daerah-daerah alami untuk memahami budaya dan sejarah alam lingkungan, mengurus untuk tidak mengubah integritas ekosistem, dan memproduksi peluang ekonomi yang membuat konservasi sumber daya alam bermanfaat bagi masyarakat setempat (Masyarakat Eco-tourism, 1991). b. Potensi wisata budaya adalah yang ada hubungannya dengan keunggulan budaya dan keunikan dari orang, baik buatan manusia atau diwariskan. Di antara warisan budaya dari orang yang bisa menjadi sumber tempat wisata seperti; tarian, musik, adat istiadat, gaun, monumen bersejarah, gambar, seni dan kerajinan, festival seperti ubi baru, aksi unjuk rasa keagamaan tradisional, pernikahan tradisional dan penguburan, dan lain – lain. c. Potensi wisata buatan atau artificial pariwisata adalah potensi pariwisata berdasarkan pada penciptaan atau teknologi inovasi manusia di bidang hiburan (bioskop, teater, taman, museum dan pusat-pusat hiburan lainnya); olahraga dan rekreasi (seperti kolam renang, klub olahraga, klub sosial dan pusat-pusat rekreasi lainnya); akomodasi (seperti hotel, motel, rumah tamu dan paket liburan berkemah); restoran, hotel dan fasilitas transportasi seperti agen perjalanan, operator tur dan pusat informasi wisata, dan lain - lain (Ezema 1993 dan Okoli 2003).
29
2.2.4 Tinjauan Tentang Produk Wisata Muljadi, A.J. (2009: 45-49) menjelaskan bahwa perjalanan wisata (tour) bersifat lebih lengkap dibandingkan dengan bentuk perjalanan biasa. Hal ini dapat terlihat jelas dari jenis aktifitas yang dilakukan, biasanya bervariasi dan jenis fasilitas yang digunakan beraneka ragam, mulai dari daerah asal sampai derah tujuan perjalanan. Ada sebagian wisatawan yang menginginkan suasana lingkungan yang dikunjungi merupakan suasana baru yang lain dari yang biasanya dia temukan sehari – hari. Adapula wisatawan yang menginginkan suatu bentuk perjalanan yang dapat memberikan suasana lingkungan di daerah tujuan wisata seperti di daerah tempat asalnya. Upaya untuk memahami karakteristik keinginan dan kebutuhan wisatawan adalah suatu hal yang penting untuk diketahui oleh para pelaku pariwisata agar perjalanan dapat dirasakan nyaman bagi wisatawan. Dengan diketahuinya berbagai karakteristik wisatawan yang datang dan potensial untuk datang, maka dapat diketahui apakah produk wisata yang dimiliki oleh suatu destinasi memiliki kecocokan satu sama lainnya. Apabila terdapat kekurangcocokan diantara produk dan pasar wisatanya, maka dapat dilakukan upaya – upaya pengembangan produk maupun pemasaran sehingga potensi yang dimiliki oleh suatu daerah tujuan wisata dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan wisatawan yang datang sehingga tercipta pengalaman berwisata yang tidak terlupakan. Dalam konteks ini
30
peran produk wisata menjadi sangat penting dalam pengembangan kepariwisataan. Produk wisata adalah suatu bentukan yang nyata dan tidak nyata, dalam suatu rangkaian perjalanan yang harus dapat dinikmati apabila seluruh rangkaian perjalanan tersebut dapat memberikan yang baik bagi yang melakukan perjalanan tersebut.
Untuk memenuhi kebutuhan
wisatawan yang melakukan kegiatan wisata diperlukan serangkaian upaya yang saling terkait dan terpadu oleh dunia usaha
masyarakat, dan
pemerintah. Undang – Undang No. 9 Tahun 1990 dalam Muljadi, A.J. (2009: 47) tentang kepariwisataan disebutkan bahwa usaha pariwisata adalah suatu perusahaan dibidang pariwisata yang menghasilkan produk tertentu. Produk wisata sebenarnya bukan saja merupakan produk yang nyata (tangible), akan tetapi merupakan rangkaian produk (barang dan jasa) yang tidak hanya mempunyai segi – segi yang bersifat ekonomis, namun juga bersifat social, psikologis, dan alam. Produk wisata merupakan berbagai jasa dimana satu dengan yang lainnya saling terkait dan dihasilkan oleh berbagai perusahaan pariwisata, misalnya akomodasi, angkutan wisata, biro perjalanan, restoran, daya tarik wisata, dan perusahaan lain yang terkait. Sebagai suatu produk yang kompleks, produk wisata berbeda dari jenis produk dan jasa yang dihasilkan oleh industri lainnya. Kekhasan inilah yang menjadikan produk wisata suatu jenis barang dan jasa yang unik, dan memerlukan penanganan
31
yang khusus pula. Pemahaman yang memadai menyangkut ciri – ciri produk wisata akan dapat memberikan pemahaman yang baik terhadap perencanaan pengembangan, pengelolaan, dan pemasaran kepariwisataan. Muljadi, A.J. (2009: 47) Adapun ciri – ciri utama produk wisata adalah: a. Tidak dapat disimpan Barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan pariwisata pada umumnya bersifat mudah kadaluwarsa dan tidak dapat disimpan untuk kemudian dapat dijual kembali keesokan hari. b. Tidak dapat dipindahkan Wisatawan atau pengguna barang dan jasa pariwisata tidak dapat membawa produk pariwisata kepada pelanggan, tetapi penggan itu sendiri yang yang harus mengunjungi atau datang sendiri untuk menikmati produk wisata itu. c. Produksi dan proses konsumsi terjadi atau berlangsung bersamaan Wisatawan maupun pengunjung yang akan menikmati produk wisata harus datang ke tempat proses produksi sedang berlangsung,
tanpa
keberadaan
pembeli,
untuk
mempergunakan atau menikmati jasa – jasa tersebut, tidak akan terjadi produksi.
32
d. Tidak ada standar ukuran yang pasti atau objektif Karena dibuat untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pengunjung maupun wisatawan yang beragam, umumnya produk wisata dibuat dan dijual dengan variasi yang beraneka. Produk wisata memiliki keragaman jenis dan harga yang ditentukan oleh bermacam – macam factor, misalnya musim atau status social pembeli. e. Pelanggan tidak dapat mencicipi produk itu sebelumnya Pembeli harus datang sendiri ke tempat proses produksi barang dan jasa pariwisata berlangsung, sehingg mereka tidak akan dapat mengetahui kondisi produk tersebut secara nyata karena hanya mengetahui melalui brosur dan media promosi lainnya. f. Pengelolaan produk wisata mengandung resiko besar Usaha pariwisata memerlukan inventasi yang sangat besar sedangkan permintaan sangat peka terhadap perubahan kondisi ekonomi, politik, keamanan dan sikap masyarakat, sehingga perubahan – perubahan tersebut akan menimbulkan pengurangan permintaan dan apabila hal ini berlanjut terus – menerus akan mengakibatkan tergoyahnya sendi – sendi investasi.
33
2.2.5 Tinjauan Tentang Paket Wisata Pengertian paket wisata menurut Kep.Men. Parpostel No.KM96/HK.103/MPPT-87 dalam Muljadi, A.J. (2009: 131) adalah sebagai rangkaian dari perjalanan wisata yang tersusun lengkap disertai harga dan persyaratan tertentu. Paket wisata juga dapat diartikan sebagai suatu perjalanan wisata dengan beberapa tujuan wisata yang tersusun dari berbagai fasilitas jasa perjalanan tertentu dan terprogram dalam susunan acaranya dan dipasarkan kepada masyarakat dengan harga yang telah ditentukan. Kesrul, M. (2003: 121) mendefinisikan paket wisata yaitu wisata dengan acara tetap dan rutin, dengan harga yang sudah ditetapkan, termasuk untuk transfer (jemputan wisatawan di stasiun, bandara atau pelabuhan menuju ke hotel dan sebaliknya), pengangkutan (transport), fasilitas akomodasi (penginapan), dan rekreasi ke objek-objek wisata. Adapun sifat-sifat paket wisata yang dijelaskan oleh Kesrul, M. (2003: 41) adalah sebagai berikut : 1. Regular/Sightseeing Paket wisata yang disusun dengan acara perjalanan, jadwal, dan harga sudah ditentukan serta diselenggarakan dengan waktu yang beraturan (setiap hari, setiap minggu, akhir pekan, musim panas, musim dingin dan lain-lain).
34
2. Special Interest Paket wisata yang disusun dengan acara perjalanan, jadwal dan harga sesuai dengan permintaan wisatawan (biasanya paket wisata yang diminta unik atau jarang dilakukan banyak orang). Kesrul, M. (2003: 41) mendefinisikan acara perjalanan wisata sebagai
sebuah
dokumen
yang
memuat
acara
perjalanan,
sejak
pemberangkatan, di tempat tujuan, hingga kembali ke tempat asal. Keterangan-keterangan yang disebutkan dalam dokumen tersebut, antara lain waktu penyelenggaraan, tempat objek kunjungan, dan tempat makan. RS. Damardjati dalam Kesrul, M. (2003: 41) menjelaskan Tour’s Itenerary adalah suatu daftar dan jadwal acara tur dengan data yang lengkap mengenai hari, jam, tempat (objek-objek wisata), hotel tempat menginap, tempat pemberangkatan, tempat tiba, acara-acara yang disuguhkan sehingga dalam keseluruhannya dapat menggambarkan jadwal pelaksanaan ataupun waktuwaktu dari keseluruhan acara tur (dari awal sampai akhir). Suyitno (1999: 68-69) memaparkan dua jenis paket wisata dari sudut penyusunannya, yaitu Ready Made Tour yang merupakan wisata paket yang disusun oleh tour operator tanpa menunggu permintaan calon peserta. Dengan kata lain, penyusunan produk sepenuhnya atas inisiatif tour operator. Jumlah peserta yang akan mengikuti tur ditentukan atas dasar kebijaksanaan tour operator dengan memperhatikan faktor pendukung tur. Tailored Made Tour merupakan wisata paket yang penyusunannya
35
dilakukan setelah adanya permintaan dari calon peserta. Dengan kata lain, inisiatif muncul dari calon peserta. Wisata paket jenis ini memiliki tiga kemungkinan, yaitu disusun dari berbagai komponen wisata menjadi satu produk, merupakan penggabungan ready made tour dan kombinasi harga dalam Confidental Agent’s Tariff dengan fasilitas lainnya. Suyitno (1999: 35) menyatakan bahwa salah satu bagian dalam paket wisata adalah susunan dari perjalanan wisata itu sendiri, untuk itu diperlukan susunan acara wisata dalam bentuk konkret dimana acara wisata itu
sendiri
merupakan
sebuah
dokumen
yang
memuat
tentang
penyelenggaraan wisata sejak keberangkatan, ke tempat tujuan hingga kembali ke tempat asalnya. Faktor-faktor yang perlu mendapatkan perhatian dalam menyusun acara wisata berkaitan dengan waktu, yaitu: 1. Rute Perjalanan Rute perjalanan sebaiknya berbentuk putaran atau circle route, kecuali jika kondisi tidak memungkinkan atau karena jarak yang terlalu dekat. 2. Variasi Daya Tarik Wisata Daya Tarik Wisata yang dikunjungi secara berurutan disusun sedemikian rupa sehingga mencerminkan variasi dan tidak monoton. Dasar pertimbangan untuk membuat kunjungan daya tarik wisata itu bervariasi berdasarkan karakteristik kunjungan tersebut.
36
3. Tata Urutan Kunjungan Tata urutan kunjungan menyangkut pemilihan daya tarik wisata mana yang didahulukan atau diletakan bagian akhir, dan daya tarik wisata mana yang waktunya sudah ditentukan, sehingga dalam menyusun urutan kunjungan daya tarik wisata dapat didasarkan pada kondisi dan kebutuhan wisatawan dan kondisi objek. Susunan acara perjalanan wisata yang dibuat oleh Tour Operator bermacam-macam bentuknya, sesuai dengan keinginan dan kreatifitas masing-masing. Kesrul, M. (2003: 42) Secara umum bentuk-bentuk acara wisata itu adalah sebagai berikut: 1. Bentuk Uraian (Essay Style) Acara wisata disajikan dalam bentuk uraian singkat tentang program yang akan dilakukan, yang biasanya memuat hari atau tanggal pelaksanaan serta kegiatan per hari. 2. Bentuk Tabel (Tabulated style) Penyajian dalam bentuk tabel dengan kolom-kolom, antara lain: a. Hari/tanggal (day/date) b. Tempat (place) c. Waktu (Time) d. Acara (itenerary) e. Keterangan (remark)
37
3. Bentuk Grafik (Graphic style) Acara wisata disajikan dalam bentuk gambar atau grafik berupa lambang-lambang komponen yang digunakan berdasarkan susunan atau urutan acara. Muljadi, A.J. (2009: 132) menjelaskan, dalam penyusunan paket wisata ada beberapa aspek yang perlu dikuasai berkaitan dengan wisata tersebut, antara lain: a) Daya tarik wisata yang memiliki sifat yang unik, asli dan lokal sebagai pendorong seseorang melakukan kegiatan wisata. b) Adanya kejadian-kejadian langka, misalnya ngaben di Bali, pemakaman raja di Tanah Toraja, gerhana matahari, dan lainlain. c) Ketersediaan sarana pendukung perjalanan yang memenuhi syarat dan dapat menimbulkan kepuasan wisatawan, antara lain transportasi, akomodasi, makanan dan minuman, hiburan dan lain-lain diperlukan. Komponen-komponen tersebut dikemas dalam paket wisata yang meliputi: a. Jasa angkutan baik udara, laut maupun darat, b. Jasa penginapan, c. Jasa penyajian makanan dan minuman, d. Jasa rekreasi, seni budaya berupa tiket masuk,
38
e. Jasa pemandu, dan f. Jasa produk-produk lain yang diperlukan. Agar dalam perencanaan paket wisata memperoleh hasil yang efektif, maka sebelumnya harus dilakukan penelitian atau survey terhadap hal-hal tersebut, sehingga dalam penelitian tersebut diperoleh data yang akurat, dan perlu diperbaharui secara berkala melalui komunikasi, baik menggunakan surat maupun alat elektronik. Suyitno (1999: 38-60) untuk penyusunan acara wisata, tentunya selalu memperhatikan pendistribusian waktu agar sesuai dengan aktifitas dan sesuai dengan kebutuhan. Tahap yang digunakan untuk menghitung pendistribusian waktu apabila objek satu dengan yang lainnya dinyatakan dalam satuan jarak (kilometer) maka terlebih dahulu harus ditransformasikan ke dalam satuan waktu (menit) dengan menggunakan rumus: (a : b) x 60 menit Keterangan: a b
= jarak (distance) = kecepatan rata-rata kendaraan (average velocity)
60 menit = transformasi satuan waktu (1 jam= 60 menit) Komponen lain yang menarik selain pembuatan acara wisata yaitu harga wisata itu sendiri sebab wisatawan akan memperhitungkan mengenai biaya yang harus dikeluarkan sebelum memutuskan untuk melakukan perjalanan wisata. Harga wisata merupakan jumlah keseluruhan biaya yang
39
dikeluarkan untuk mengelola wisata ditambah dengan keuntungan yang diharapkan. Langkah-langkah menghitung harga suatu wisata antara lain : a. Harga Wisata Harga wisata merupakan jumlah keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk mengelola wisata, ditambah dengan keuntungan yang diharapkan. Harga wisata dapat dirumuskan sebagai berikut: TP = TC + SC
Keterangan: TP = Tour Price (Harga Wisata) TC = Total Cost (Jumlah Biaya) SC = Surcharge (Keuntungan) Surcharge
dinyatakan
dalam
persentase
tertentu
dan
diperhitungkan dari jumlah biaya. Untuk memudahkan penghitungan biaya wisata, maka hasil akhir yang dicari dari perhitungan ini adalah harga wisata per orang. Akan tetapi, suatu jumlah biaya dapat juga merupakan tanggungan kelompok. Berdasarkan hal tersebut, maka biaya dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap (fixed cost) merupakan biaya tanggungan kelompok wisatawan dan besarnya biaya ditentukan oleh jumlah kelompok seperti tip pengemudi, ongkos parker, waiter’s tip, donasi, tip pemandu, biaya administrasi dan lainlain.
40
Selain itu, biaya tidak tetap (variable cost) merupakan biaya tanggungan peserta secara perorangan dan besarnya biaya ditentukan oleh jumlah peserta, misalnya airport tax, meals, entrance fee dan lainnya. Kedua jenis biaya tersebut dapat dipadukan menjadi biaya per orang dengan rumus: TCP = + SC Keterangan : TCP = Jumlah biaya per orang (total cost per person) TFC = Jumlah biaya tetap (total fix cost) TVC = Jumlah biaya tidak tetap (total variable cost) n
= Jumlah peserta (number of participants)
b. Komplimen (complimentary) Complimentary disebut juga Free Of Charge (FOC) yaitu pembebasan jumlah peserta tertentu dari pembayaran jika syarat yang ditentukan oleh tour operator dipenuhi. Persyaratan tersebut berkaitan dengan jumlah peserta yang membeli tur secara bersama-sama. Harga wisata dengan memperhitungkan complimentary dihitung dengan rumus sebagai berikut :
PC = Keterangan : + SC PC = Harga dengan complimentary tour price with complimentary
41
NP = Harga bersih (net price) n = Jumlah peserta (number of participants) c = Jumlah peserta yang mendapat FOC c. Harga Jual (Selling Price) Penjualan produk wisata dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara langsung dan tidak langsung (melalui perantara). Jika distribusi produk dilakukan melalui perantara, maka tour operator memberikan imbalan jasa tertentu kepada perantara (agen) berupa komisi agen (agency commission).
Agency Commission
dinyatakan dalam
persentase tertentu. Harga yang memperhitungkan komisi agen ini disebut dengan harga jual (selling price) dengan rumus perhitungan sebagai berikut : SP = Keterangan : SP = harga jual (selling price) + SC AC = komisi agen (agency commission) PP = harga akhir sebelumnya (previous price) Patokan harga yang dipakai dalam perhitungan harga jual adalah hasil akhir perhitungan harga sebelumnya. Jika perhitungan harga sebelumnya sampai pada nett price, maka harga itulah yang dipakai sebagai dasar. Namun jika perhitungan harga sebelumnya adalah price with complimentary (PC), maka PC yang dipakai sebagai patokan.
42
d. Harga Wisata Untuk Peserta Kolektif Ada kalanya jumlah peserta direncanakan dalam prhitungan harga bukan jumlah tertentu (1, 2, 5, 10 dan seterusnya), tetapi jumlah kolektif (4-6, 7-9, 30 – keatas dan sebagainya). Jika jumlah peserta adalah kolektif maka dasar pengkontribusian biaya kepada tiap – tiap peserta memakai jumlah terkecil dari kelompok tersebut, misalnya : 1. Peserta 4 – 6, menggunakan dasar perhitungan 4 2. Peserta 7 – 9, menggunakan dasar perhitungan 7 3. Peserta 30 – up, menggunakan dasar perhitungan 30 Perhitungan harga dengan menggunakan dasar peserta kolektif ini umumnya digunakan dalam perhitungan Confidental Agent’s Tariff (CAT). Faktor penentuan kolektivitas peserta adalah kapasitas kendaraan yang digunakan, misalnya: 1. Sedan untuk peserta 1 – 3 2. L.300 untuk peserta 4 – 6 3. SMC untuk peserta 7 – 9 4. MC untuk peserta 20 - 40
2.2.6 Tinjauan Tentang Ekowisata Yoety, (2008: 195-196) menjelaskan bahwa ekowisata (ecotourism) dalam bahasa Indonesia biasa diartikan sebagai pariwisata berwawasan lingkungan. Maksudnya, melalui aktifitas yang berkaitan dengan alam,
43
wisatawan diajak melihat dan menyaksikan alam dari dekat, menikmati keaslian alam dan lingkungannya sehingga membuatnya tergugah untuk menciantai alam. Berbeda dengan pariwisata yang kita kenal, ekowisata dalam penyelenggaraannya tidak menuntut tersedianya fasilitas akomodasi yang modern atau luks yang dilengkapi dengan perlengkapan yang mewah atau bangunan artifisial yang berlebihan, semuanya disesuaikan dengan alam sekitarnya. Pada dasarnya penyelenggaraannya dilakukan secara sederhana, yang menonjol adalah memelihara keaslian lingkungan tanpa merusak alam, fauna dan flora, memelihara keaslian seni budaya tradisional masyarakat sekitar, dan terciptanya ketenangan, sehingga tercipta keseimbangan antara kehidupan manusia dengan alam sekitarnya. Ekowisata bukan jenis pariwisata massal yang lebih cenderung menghamburkan uang atau disebut juga sebagai “pariwisata glamour”, melainkan suatu jenis pariwisata yang dapat meningkatkan pengetahuan, memperluas wawasan atau mempelajari sesuatu dari alam, flora dan fauna atau tata kehidupan etnis (local people) yang berdiam di kawasan itu. Dalam ekowisata, ada empat unsur yang dianggap paling penting, yaitu: harus ada unsur pro-aktif, ada kepedulian terhadap pelestarian lingkungan hidup dan adanya keterlibatan penduduk local serta adanya unsur pendidikan, karena wisatawan yang datang bukan semata-mata untuk menikmati alam sekitarnya tetapi juga ingin mempelajari sesuatu untuk menigkatkan pengetahuan
44
wawasan, pengalaman bahkan ada yang khusus datang melakukan penelitian untuk disertasi doktornya. Emil Salim (1991) dalam Yoety, (2008: 196) memberi batasan tentang ekowisata sebagai “pariwisata berwawasan lingkungan hidup” yang pengembangannya selalu memperhatikan keseimbangan nilai-nilai. Oleh karena itu, kata Emil Salim, “Lingkungan alam dan kekayaan seni dan budaya adalah aset utama pariwisata Indonesia yang harus dijaga agar jangan sampai rusak atau tercemar hingga tidak memberi manfaat lagi bagi kehidupan manusia”. Dalam batasan ekowisata memiliki ciri khusus dan berbeda dengan pengertian pariwisata seperti biasa kita kenal. Dalam hal ini kita dapat membedakannya sebagai berikut: 1. Objek yang dilihat atau disaksikan adalah hal-hal yang berkaitan dengan alam atau lingkungan termasuk didalamnya: flora dan fauna, sumber-sumber hayati yang tersedia, kondisi sosial, ekonomi dan seni budaya masyarakat disekitar proyek yang memiliki unsur-unsur keaslian, langka dan unik serta berbeda dengan yang lainnya. 2. Keikutsertaan wisatawan berkaitan dengan keingintahuan (curiocity), pendidikan
(education),
kesenangan
(hobby),
dan
penelitian
(research), tentang sesuatu yang berkaitan dengan lingkungan disekitar proyek.
45
3. Adanya keterlibatan penduduk setempat seperti dalam penyediaan penginapan,
penyediaan
barang-barang
kebutuhan
pengunjung,
memberi pelayanan, bertindak sebagai tuan rumah, memelihara lingkungan sekitar serta bertindak sebagai instruktur atau pemandu. 4. Proyek
pengembangan
ekowisata
harus
dapat
meningkatkan
kemakmuran masyarakat di sekitar proyek ekowisata diadakan. 5. Proyek pengembangan ekowisata harus sekaligus dapat melestarikan lingkungan, mencegah pencemaran lingkungan, seni dan budaya, atau mengurangi gejolak sosial dan harus memelihara ketertiban, keamanan dan kenyamanan pengunjung yang datang. Yoety,
(2008:
199-200),
Direktorat
Jenderal
Pariwisata
menggariskan prinsip-prinsip pengembangan ekowisata sebagai berikut: 1. Kegiatan ekowisata harus bersifat ramah lingkungan, secara ekonomis dapat berkelanjutan dan serasi dengan kondisi sosial dan kebiasaan hidup masyarakat disekitar proyek ekowisata yang dikembangkan. 2. Untuk menjamin kenservasi alam dan keanekaraman hayati sebagai sumber daya kepariwisataan yang utama, segenap upaya yang penting harus dilaksanakan untuk menjamin fungsi dan daya dukung lingkungan tetap terjaga. 3. Kegiatan ekowisata yang secara langsung mendukung dalam upaya perlindungan alam dan pelestarian keanekaragaman hayati
46
harus dipromosikan secara kesinambungan agar diketahui orang secara luas. 4. Harus ada tindakan pencegahan untuk menghindari dan meminimalkan dampak negative pada keanekaragaman hayati yang disebabkan oleh kegiatan pengembangan ekowisata. 5. Dalam pengembangan kegiatan ekowisata hendaknya selalu menggunakan teknologi ramah lingkungan. 6. Semua yang terlibat dalam pengelolaan ekowisata, mulai dari pemerintah, swasta atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) harus bertanggung jawab secara bersama-sama untuk mencapai bentuk ekowisata yang berkelanjutan (sustainable). 7. Konsep dan kriteria ekowisata yang berkelanjutan harus harus dikembangkan dan dikaitkan dengan program pendidikan dan pelatihan bagi SDM sektor pariwisata. 8. Masyarakat harus diberikan kemudahan untuk memperoleh informasi sebanyak-banyaknya mengenai manfaat perlindungan lingkungan dan konservasi keanekaragaman hayati melalui bentuk pengembangan ekowisata yang berkelanjutan tadi. Dari butir-butir prinsip pengembangan ekowisata diatas jelas bagi kita bahwa dalam mengembangkan ekowisata hendaknya dapat difungsikan sebagai alat dalam peningkatan komunikasi antara makhluk hidup dalam usaha meningkatkan kesejahteraan bersama. Disini pula dirasakan
47
pentingnya kebijakan pengembangan ekowisata sebagai objek keingintahuan orang banyak harus didasarkan pada kebijakan yang dirumuskan sebagai hasil musyawarah dan mufakat dengan melibatkan masyarakat lokal. Dalam pengembangan ekowisata seperti yang diharapkan kiranya sangat penting kehadiran Lembaga Swadaya
Masyarakat
(LSM),
terutama dalam
memberdayakan masyarakat setempat (local people) melalui pendekatan, penyebaran informasi tentang manfaat dan keuntungan serta dampak negatif yang mungkin dapat ditimbulkan dalam pengembangan ekowisata yang berkelanjutan. Yoety, (2008: 202-203) menjelaskan bahwa: pengembangan ekowisata memiliki kriteria khusus. Ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan pengembangan ekowisata, diantaranya yang penting diperhatikan adalah cara-cara: pengelolaan, penyediaan prasarana, dan sarana yang diperlukan dalam kelancaran mengelola proyek. Atas dasar itu maka sifat dan jenis yang dilakukan juga harus disesuaikan dengan kriteria tersebut diatas pada setiap kawasan ekowisata. Satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah masalah pelestarian lingkungan hidup yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan ekowisata. Kriteria untuk pengembangan lokasi ekowisata harus ditentukan berdasarkan pertimbangan sebagai berikut: 1. Kekayaan pasar dan kapasitas kunjungan yang dianggap layak
48
2. Tersedianya aksesibilitas yang memadai ke daearah tersebut 3. Potensi yang dimiliki daerah untuk dijadikan kawasan ekowisata 4. Dapat mendukung pengembangan wilayah lain di daerah tersebut 5. Memberi peluang bagi pengembangan kegiatan sosial, ekonomi, dan seni budaya bagi masyarakat setempat 6. Mempunyai kemungkinan besar untuk saling mendukung pengembangan pariwisata di daerah setempat 7. Dapat saling mendukung bagi pengembangan pelestarian kawasan hutan bagi kepentingan hidup masyarakat yang tinggal dan
hidup
disekitar
kawasan
ekowisata
yang
akan
dikembangkan. 2.2.7 Tinjauan Tentang Objek dan Daya Tarik Wisata Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan, daya tarik wisata dijelaskan sebagai segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau kunjungan wisatawan. Selain itu, dijelaskan bahwa yang termasuk objek dan daya tarik wisata terdiri dari; a) Objek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang berwujud keadaan alam, serta flora dan fauna; b) Objek dan daya tarik wisata hasil karya manusia yang berwujud museum, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni
49
budaya, wisata agro, wisata tirta, wisata buru, wisata petualangan alam, taman rekreasi dan tempat hiburan. Pengertian objek dan daya tarik wisata menurut Marpaung (2002: 78) dalam Bayu (2011) adalah suatu bentukan dari aktifitas dan fasilitas yang berhubungan, yang dapat menarik minat wisatawan atau pengunjung untuk datang ke suatu daerah atau tempat tertentu. Objek dan daya tarik wisata sangat erat hubungannya dengan travel motivation dan travel fashion, karena wisatawan ingin mengunjungi serta mendapatkan suatu pengalaman tertentu dalam kunjungannya. Daya tarik yang tidak atau belum dikembangkan semata – mata hanya merupakan sumber daya potensial dan belum dapat disebut daya tarik wisata, sampai adanya suatu jenis pengembangan tertentu, misalnya penediaan aksesibilitas atau fasilitas. Indriani, dkk (2013) memaparkan bahwa untuk menarik kunjungan wisatawan di suatu destinasi (daerah tujuan wisata), hendaknya objek wisata yang ada pada destinasi tersebut memenuhi tiga (3) syarat daya tarik, antara lain; (a) Apa yang dapat dilihat (something to see); (b) Apa yang dapat dilakukan (something to do); dan (c) Apa yang dapat dibeli (something to buy). Muljadi (2012: 57-59) memberikan penjelasan mengenai usaha pada objek dan daya tarik wisata. Pengusahaan objek dan daya tarik wisata meliputi kegiatan membangun dan mengelola objek dan daya tarik wisata beserta sarana dan prasarana yang diperlukan atau kegiatan mengelola objek dan daya tarik wisata. Pengusahaan objek dan daya tarik wisata terdiri dari:
50
a. Pengusahaan objek dan daya tarik wisata alam Pengusahaan ini merupakan suatu pemanfaatan sumber daya alam dan tata lingkungannya yang telah ditetapkan sebagai objek dan daya tarik wisata untuk dijadikan sarana wisata. Kegiatan pengusahaan objek dan daya tarik wisata alam, meliputi pembangunan prasarana dan sarana pelengkap beserta fasilitas pelayanan lain bagi wisatawan, pengelolaan objek dan daya tarik wisata alam termasuk prasarana dan sarana yang ada, dan penyediaan sarana dan fasilitas bagi masyarakat sekitarnya untuk berperanserta dalam kegiatan pengusahaan objek dan daya tarik wisata alam. Kelompok pengusahaan objek dan daya tarik wisata alam antara lain pengelolaan dan pemanfaatan taman nasional, taman wisata, taman hutan raya, dan taman laut. b. Pengusahaan objek dan daya tarik wisata budaya Pengusahaan objek dan daya tarik wisata budaya merupakan usaha pemanfaatan seni budaya bangsa yang telah dilengkapi sebagai objek dan daya tarik wisata, untuk dijadikan sarana wisata. Kegiatan pengusahaan objek
dan
daya
tarik
wisata
budaya
meliputi
pembangunan objek dan daya tarik wisata, termasuk penyedia sarana, prasarana dan fasilitas pelayanan lain bagi wisatawan, pengelolaan objek dan daya tarik wisata, termasuk sarana dan prasarana yang ada, dan penyelenggaraan pertunjukan seni budaya yang dapat memberi nilai tambah terhadap objek dan daya tarik wisata serta memberikan
51
manfaat bagi masyarakat. Kelompok pengusahaan objek dan daya tarik wisata budaya antara lain peninggalan sejarah, museum, pusat kesenian budaya, taman rekreasi, tempat hiburan, taman satwa, dan lain-lain. c. Pengusahaan objek dan daya tarik wisata minat khusus Pengusahaan objek dan daya tarik wisata minat khusus merupakan usaha pemanfaatan sumber daya alam dan/ atau seni budaya bangsa untuk dijadikan sasaran wisata bagi wisatawan yang mempunyai minat khusus. Kegiatan pengusahaan objek dan daya tarik wisata minat khusus meliputi pembangunan dan pengelolaan prasarana dan sarana serta fasilitas pelayanan bagi wisatawan di lokasi objek dan daya tarik wisata, penyediaan informasi mengenai objek dan daya tarik wisata secara lengkap, akurat, dan mutakhir. Kelompok pengusahaan objek dan daya tarik wisata minat khusus antara lain wisata buru, wisata agro, wisata tirta, wisata petualangan alam, wisata goa, wisata kesehatan, dan tempat budaya, industri, dan kerajinan.