Bab II Tinjauan Pustaka Sejarah perkembangan peradaban manusia dibagi dalam tiga era, yaitu era manual, era mesin industri dan era pengetahuan (Alvin Toffler dalam Triyono, 2008). Saat ini perkembangan peradaban manusia telah memasuki era pengetahuan, dimana pengetahuan tidak hanya dianggap sebagai sekadar ilmu pengetahuan, tetapi telah menjadi salah satu modal untuk dapat bertahan dan berkembang khususnya bagi organisasi. Inti dari era pengetahuan ini adalah bagaimana dapat mendaur ulang pengetahuan yang sudah ada atau bahkan menciptakan pengetahuan baru untuk dapat mempercepat terciptanya proses inovasi. Era inovasi ini muncul karena situasi bisnis saat ini dipengaruhi oleh banyak sekali perubahan yang berjalan cepat dan sulit diramalkan, perubahanperubahan tersebut terutama disebabkan pesatnya perkembangan teknologi informasi, terjadinya globalisasi, serta demokratisasi (Bussiness Week dalam Setiarso, 2008) Berbagai rujukan mendukung adanya indikasi bahwa inovasi menjadi indikator adanya proses penciptaan pengetahuan baru di organisasi. Nonaka dan Takeuchi dalam Tobing (2007) mengemukakan bahwa penciptaan pengetahuan merupakan esensi dari inovasi. Seiring dengan perkembangan zaman, dikenal pula istilah knowledge management (KM). Istilah KM bukanlah merupakan istilah baru, istilah KM pertama kali diperkenalkan pada tahun 1986, dalam Konferensi Manajemen Eropa (Tobing, 2007). Secara umum pemahaman mengenai istilah KM adalah sebuah sistem untuk menciptakan, menyimpan dan menyebarkan pengetahuan setiap individu dalam sebuah organisasi yang bertujuan untuk memudahkan akses pengetahuan bagi setiap individu itu sendiri. II. 1. Knowledge Management II. 1. 1. Pengertian Pengetahuan dan Knowledge Management (KM) Perbedaan pengertian antara data, informasi dan pengetahuan yaitu : “pengetahuan adalah data maupun informasi, meskipun pengetahuan terkait
10
11
dengan keduanya, dan perbedaan antar kedua terminologi ini terkait dengan masalah penggunaannya”. (Davenport dan Prusak dalam Setiarso, 2008) 1.
Data merupakan kumpulan fakta objektif mengenai suatu kejadian. Sebagai contoh, seorang pelanggan datang untuk mengisi tangki mobilnya ke pompa bensin, maka transaksi yang terjadi dapat digambarkan sebagian oleh data, yaitu berapa uang yang harus dibayarkan, berapa liter bensin yang diisikan, namun tidak menjelaskan mengapa pelanggan itu datang ke pompa bensin, kualitas pelayanan pompa bensin, dan tidak dapat meramalkan kapan lagi pelanggan tersebut akan kembali ke pompa bensin. Dalam organisasi, data terdapat dalam catatan-catatan (records) atau transaksi-transaksi.
2.
Informasi adalah data yang memberikan perubahan. Kata inform sejatinya berarti to give shape atau untuk memberi bentuk, dan informasi ditujukan untuk membentuk orang yang mendapatkannya, yaitu untuk membuat pandangan atau wawasan orang tersebut berbeda (dibandingkan sebelum memperoleh informasi). Sebagai contoh, pelanggan mengisi tangki mobilnya dengan bensin premix, bukan premium, pernyataan tersebut merupakan informasi.
3.
Pengetahuan merupakan kumpulan pengalaman, nilai, informasi kontekstual, dan wawasan ahli yang memberikan kerangka untuk mengevaluasi suatu kejadian dan memberikan informasi serta pengalaman baru. Pengetahuan berasal dan diterapkan dalam pemikiran dari seseorang. Dalam organisasi, pengetahuan tidak hanya terdapat dalam dokumen atau repositori dalam organisasi tetapi juga dalam rutinitas, proses, praktik, dan norma-norma organisasi. (Davenport dan Prusak dalam Setiarso, 2008)
Metode mengubah informasi menjadi pengetahuan melalui kegiatan yang dimulai dengan huruf C: comparation, consequences, connections, dan conversation. Dalam organisasi, pengetahuan diperoleh dari individu-individu atau kelompok orang-orang yang mempunyai pengetahuan, atau kadang kala dalam rutinitas organisasi. Pengetahuan diperoleh melalui media yang terstruktur seperti: buku
12
dan dokumen, hubungan orang-ke-orang yang berkisar dari pembicaraan ringan hingga ilmiah (Davenport dan Prusak dalam Setiarso, 2008). Dalam buku yang ditulis oleh Von Krogh, Ichiyo, serta Nonaka dalam Setiarso (2008) disampaikan ringkasan gagasan yang mendasari pengertian mengenai pengetahuan : 1. Pengetahuan merupakan justified true believe. Seorang individu meyakini (justifies) kebenaran atas kepercayaannya berdasarkan observasinya mengenai dunia. Jadi, bila seseorang menciptakan pengetahuan, individu tersebut menciptakan pemahaman atas suatu situasi baru dengan cara berpegang pada kepercayaan yang telah dibenarkan. Dalam definisi ini, pengetahuan merupakan konstruksi dari kenyataan, dibandingkan sesuatu yang benar secara abstrak. Penciptaan pengetahuan tidak hanya merupakan kompilasi dari fakta-fakta, namun suatu proses yang unik pada manusia yang sulit disederhanakan atau ditiru. Penciptaan pengetahuan melibatkan perasaan dan sistem kepercayaan (belief systems) dimana perasaan atau sistem kepercayaan itu bisa tidak disadari. 2. Pengetahuan merupakan sesuatu yang eksplisit sekaligus tacit. Beberapa pengetahuan dapat dituliskan di kertas, diformulasikan dalam bentuk kalimat-kalimat, atau diekspresikan dalam bentuk gambar. Namun ada pula pengetahuan yang terkait erat dengan perasaan, keterampilan dan bentuk bahasa utuh, persepsi pribadi, pengalaman fisik, petunjuk praktis (rule of thumb) dan intuisi. Pengetahuan tacit seperti itu sulit sekali digambarkan kepada orang lain. Mengenali nilai dari pengetahuan tacit dan memahami bagaimana menggunakannya merupakan tantangan utama organisasi yang ingin terus menciptakan pengetahuan. 3. Penciptaan pengetahuan secara efektif bergantung pada konteks yang memungkinkan terjadinya penciptaan tersebut. Apa yang dimaksud dengan konteks yang memungkinkan terjadinya penciptaan pengetahuan adalah ruang bersama yang dapat memicu hubungan-hubungan yang
13
muncul. Dalam konteks organisasional, bisa berupa fisik, maya, mental atau ketiganya. Pengetahuan bersifat dinamis, relasional dan berdasarkan tindakan manusia, jadi pengetahuan berbeda dengan data dan informasi, bergantung pada konteksnya. 4. Penciptaan pengetahuan melibatkan lima langkah utama, yaitu : 1. berbagi pengetahuan tacit dan eksplisit; 2. menciptakan konsep; 3. membenarkan konsep; 4. membangun prototype; dan 5. melakukan penyebaran pengetahuan di berbagai fungsi dan tingkat di organisasi. Sedangkan untuk definisi KM itu sendiri ada berbagai macam, definisi tersebut tergantung dari sudut pandang masing-masing ahli. Untuk dapat lebih memahami apa yang dimaksud dengan KM, definisi yang dikemukakan oleh Tannebaum dalam Sangkala (2007) dirasa cukup memadai sebagai dasar pemahaman apa yang dimaksud dengan KM. Definisi KM menurut Tannebaum adalah : 1. KM
mencakup
pengumpulan,
penyusunan,
penyimpanan,
dan
pengaksesan informasi untuk membangun pengetahuan. Pemanfaatan dengan tepat teknologi informasi seperti komputer yang dapat mendukung manajamen pengetahuan, namun teknologi informasi tersebut bukanlah merupakan manajemen pengetahuan. 2. Manajemen pengetahuan mencakup berbagi pengetahuan (Knowledge Sharing). Tanpa berbagi pengetahuan, upaya manajemen pengetahuan akan gagal. Kultur perusahaan, dinamika dan praktik seperti sistem penggajian dapat mempengaruhi berbagi pengetahuan. Kultur dan aspek sosial dari KM merupakan tantangan yang signifikan. 3. KM terkait dengan pengetahuan orang. Pada suatu saat, organisasi membutuhkan orang-orang yang kompeten untuk memahami dan
14
memanfaatkan informasi dengan efektif. Organisasi terkait dengan individu untuk melakukan inovasi dan memberi petunjuk kepada organisasi. Organisasi juga terkait dengan persoalan keahlian yang menyediakan input untuk menerapkan manajemen pengetahuan. Oleh karena itu organisasi harus mempertimbangkan bagaimana menarik, mengembangkan, dan mempertahankan pengetahuan organisasi sebagai bagian dari domain KM. 4. KM terkait dengan peningkatan efektifitas organisasi. Organisasi berkonsentrasi dengan KM karena dipercaya bahwa KM dapat memberikan kontribusi kepada kesuksesan perusahaan. Upaya untuk mengukur modal intelektual dan untuk menilai efektifitas KM harus dapat membantu organisasi memahami secara luas pengelolaan pengetahuan yang telah dilakukan. II. 1. 2. Model Konversi Knowledge Nonaka dan Takeuchi mengemukakan bahwa alasan fundamental mengapa perusahaan Jepang sukses, karena keterampilan dan pengalaman mereka terdapat pada penciptaan pengetahuan organisasi, penciptaan pengetahuan dicapai melalui pengenalan hubungan sinergik antara pengetahuan tacit dan pengetahuan explicit. perbedaan antara pengetahuan tacit dan pengetahuan explicit sebagai berikut (Nonaka dan Takeuchi dalam Tobing, 2007) :
a. Explicit knowledge Adalah sesuatu yang dapat diekspresikan dengan kata-kata dan angka, serta dapat disampaikan dalam bentuk ilmiah, spesifikasi, manual dan sebagainya. Pengetahuan jenis ini dapat diteruskan dari suatu individu ke individu lainnya secara formal dan sistematis. Pengetahuan eksplisit juga dapat dijelaskan sebagai suatu proses, metoda, cara, pola bisnis dan pengalaman desain dari suatu produksi. b. Tacit knowledge Adalah pengetahuan dari para pakar, baik individu maupun masyarakat, serta pengalaman mereka. Pengetahuan tacit bersifat sangat personal dan
15
sulit
dirumuskan
sehingga
membuatnya
sangat
sulit
untuk
dikomunikasikan atau disampaikan kepada orang lain. Perasaan pribadi, intuisi, bahasa tubuh, pengalaman fisik serta petunjuk praktis (rule-ofthumb) termasuk dalam jenis tacit knowledge. Konversi pengetahuan terjadi dalam empat cara, model konversi pengetahuan diilustrasikan pada gambar II-1. a. Pengetahuan
tacit
ke
pengetahuan
eksplisit;
disebut
proses
Externalization. b. Pengetahuan tacit ke pengetahuan tacit; disebut proses Socialization. c. Pengetahuan
eksplisit
ke
pengetahuan
eksplisit;
disebut
proses
Combination. d. Pengetahuan eksplisit ke pengetahuan tacit; disebut proses Internalization.
TACIT
TACIT
EXPLICIT
(Socialization)
(Externalization)
Pertemuan Tim dan diskusi
(Internalization) EXPLICIT
Mempelajari dari Laporan
Dialog antar anggota tim
(Combination) Laporan-laporan dan e-mail
Gambar II-1. Model Konversi Pengetahuan (Nonaka dan Takeuchi dalam Tobing, 2007)
II. 1. 3. Tujuan Penerapan KM Menurut Von Krogh, Ichiyo, dan Nonaka dalam buku Knowledge Management Audit tulisan Ningky Munir (2008), ada tiga alasan utama organisasi mengembangkan KM, yaitu meminimalkan resiko, meningkatkan efisiensi, dan mencapai inovasi. Ketiga tujuan pengembangan KM ini dapat dijadikan dasar tahapan pengembangan KM. Penjelasan dari ketiga tujuan penerapan KM adalah sebagai berikut :
16
1.
Meminimalkan Resiko Di tahap ini organisasi bergegas mencari pengetahuan-pengetahuan berharga yang dimilikinya, mengumpulkan, dan menggunakannya untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi. Organisasi memanfaatkan pengetahuan masih untuk melakukan tindakan-tindakan yang reaktif.
2.
Meningkatkan Efisiensi Pada tahap kedua, organisasi bukan hanya mencari, mengumpulkan, dan memanfaatkan pengetahuan yang sudah ada, fokus organisasi juga pada pemanfaatan baru pengetahuan-pengetahuan yang sudah ada. Pada tahap ini organisasi masih banyak memanfaatkan pengetahuan untuk tindakan-tindakan yang bersifat reaktif dan belum ada suatu proses kreasi pengetahuan yang terencana dengan baik.
3.
Mencapai Inovasi Pada tahap ketiga organisasi menyadari bahwa pengetahuan-pengetahuan yang dimilikinya tidak cukup untuk menunjukkan kinerja prima di industrinya. Organisasi ini memfokuskan upayanya untuk menciptakan pengetahuan-pengetahuan baru dan proses-proses pengelolaan pengetahuan yang handal.
II. 2. Proses Pengelolaan Pengetahuan Menurut Tsoukas dan Vladimirou dalam Rasooli (2005) ada lima peranan yang perlu dilakukan secara efektif berkaitan dengan KM. Lima peran ini oleh Tsoukas dan Vladimirou disebut sebagai roles of knowledge. Lima peranan ini meliputi akuisisi pengetahuan (knowledge acquisition), utilisasi pengetahuan (knowledge utilisation), adaptasi pengetahuan (knowledge adaptation), distribusi pengetahuan (knowledge distribution), dan pembangkitan pengetahuan (knowledge generation). Selanjutnya Tsoukas dan Vladimirou juga menjelaskan beberapa aktifitas atau aksi yang perlu diperhatikan berkaitan dengan lima peranan pengetahuan sebagai berikut :
17
(1) Proses Akuisisi Pengetahuan Prosedur rekrutmen karyawan berpengalaman; pelatihan TI dan pengetahuan mengenai fungsi terkait; pelaksanaan mentoring dari ahli; akuisisi pengetahuan dari luar organisasi; penyediaan ruang belajar; penggunaan fasilitas ICT; penggunaan media cetak. (2) Proses Utilisasi Pengetahuan Rotasi pekerjaan antar staff; diskusi formal; melibatkan staff dalam pemecahan masalah. (3) Proses Adaptasi Pengetahuan Meninjau ulang pada implementasi praktek baru; mendorong staff memberikan ide-ide baru; mengelola perubahan dengan menggunakan ahli change management. (4) Proses Distribusi Pengetahuan Menciptakan community of practice (CoP); mendorong staff untuk mendokumentasi pengetahuan baru; mendorong budaya berbagi pengetahuan di organisasi. (5) Proses Penciptaan Pengetahuan Mendorong staff untuk ikut memecahkan masalah praktikal; mendorong perilaku inovatif dari staff; mengimplementasikan sistem penghargaan (reward) untuk inovasi-inovasi dan solusi praktikal. II. 3. Teknologi Informasi KMS Teknologi informasi merupakan teknologi terbaik untuk melakukan proses sharing, sebagai aplikasi, proses validasi dan pendistribusian pengetahuan, terutama pengetahuan yang eksplisit. Menurut Amrit Tiwana (2000) tantangan paling mendasar adalah memberikan batasan pada sumber daya yang tersedia berkaitan dengan pengetahuan mana yang harus dieksplisitkan dan pengetahuan mana yang harus tetap dibiarkan menjadi pengetahuan tacit. Sehingga dapat diasumsikan bahwa penggunaan teknologi informasi bukan merupakan faktor penentu KM. Selaras dengan yang dikatakan oleh Amrit Tiwana (2000), bahwa
18
arsitektur sistem manajemen pengetahuan harus dipandang sebagai pemungkin (enabler) KM dan bukan sebagai solusi lengkap untuk penerapan KM. Teknologi informasi KMS terdiri dari beberapa sub komponen yaitu : 1.
Repositories : repositori berfungsi sebagai media penyimpanan pengetahuan formal maupun pengetahuan informal. Platform pengetahuan dapat terdiri dari beberapa media penyimpanan. Berikut beberapa contoh pengetahuan yang harus tersimpan di dalam media penyimpanan pengetahuan, antara lain : a. Pengetahuan deklaratif seperti konsep-konsep penting dan signifikan, kategori, definisi dan asumsi-asumsi. b. Pengetahuan prosedural seperti proses-proses, urutan aktivitas dan aksiaksi. c. Pengetahuan kausal seperti alasan-alasan pembuatan keputusan, alasan penolakan keputusan dan alternatifnya. d. Konteks keputusan keadaan, asumsi-asumsi, hasil dari asumsi tersebut, dan pengetahuan informal seperti klip video, anotasi, catatan-catatan dan percakapan.
2.
Collaborative platform : berfungsi sebagai media komunikasi yang bertujuan untuk mempermudah proses transformasi pengetahuan. Platform kolaborasi sejalan dengan layanan jaringan komunikasi dan perangkat keras jaringannya, berfungsi menyediakan jalur untuk memungkinkan terjadinya transfer pengetahuan, konteks-konteksnya, dan sebagai media percakapan antar anggota organisasi.
3.
Networks : Jaringan berfungsi untuk mendukung proses komunikasi dan percakapan. Jaringan ini meliputi perangkat keras jaringan seperti leases line, intranet, ekstranet dan perangkat lunak jaringan. (Tiwana, 2000)
19
Menurut Tiwana (2000) aplikasi KMS terdiri dari tujuh lapisan. Lapisan-lapisan ini diintegrasikan melalui teknologi internet. Ilustrasi dari setiap lapisan tersebut disajikan pada gambar II-2. Interface Layer Web Client Acces and Authentication Layer Authentication, Recognition, Security, Firewall Tunneling Collaborative Filtering and Intelligence Intelligent Agent Tools, Content Personalization, Search, Indexing, and Metatagging Application Layer Skills directories, Yellow Pages, Collaborative work tools, Video Conferencing, Digital Whiteboards, Electronic Forums, Rationale Capture tools, DSS Tools Transport Layer Web and TCP IP, streaming audio, document exchange, Video Tranport, VPN Core, E-mail dan POP/SMTP Support Middleware and legacy Integration Layer Wrapper Tools (e.g. TCL/TK or scripts to integrate legacy pr cross paltform data)
Repositories
System Legacy
Data Warehouse
Discussion Forums
Document Bases
Others
Gambar II-2. Lapisan Knowledge Management System (diadopsi dari Tiwana, 2000)
II. 4. Organisasi Pembelajar Quinn dalam Tjakraatmadja (2006) menjelaskan organisasi cerdas sebagai organisasi yang mampu mengembangkan keunggulannya secara berkelanjutan, dari kegiatannya yang berbasis pada pengetahuan dan pelayanan, dengan mengandalkan kekayaan intelektualnya. Nilai perusahaan akan meningkat secara berkelanjutan, jika setiap anggota dari organisasi tersebut, baik sebagai individu maupun secara bersama-sama mau dan mampu menumbuhkembangkan pengetahuan yang dimilikinya, untuk memaksimumkan manfaat dari keberadaan teknologi yang dimilikinya, atau mampu memberi respon pada kebutuhan pelanggan secara lebih kreatif. Nilai perusahaan merupakan hasil atau akibat dari kemampuan organisasi pembelajar untuk mengangkat dan memberdayakan
20
kompetensi pekerja sebagai bibit unggul untuk membangun modal maya organisasi yang bersifat unik, karena modal maya organisasi yang dihasilkan para pekerjanya tidak mudah ditiru oleh organisasi pesaing. Learning organization (LO) memiliki kemampuan untuk menciptakan dan membangun pengetahuan organisasi, melalui proses transformasi pengetahuan dari kompetensi individual menjadi pengetahuan organisasi (human capital) atau melalui proses berbagi pengetahuan. Organisasi pembelajar mampu memotivasi seluruh anggota organisasi untuk mau dan mampu memperbaiki perilaku sehariharinya, yang terefleksi dalam perbaikan paradigma (cara pandang dan cara berpikir), maupun peningkatan kecerdasan (keseimbangan antara kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual)
serta perluasan wawasan anggota
organisasinya (Tjakraatmadja, 2006). Kemampuan koordinasi kerja serta meningkatnya pengetahuan dan keterampilan kerja
melalui
proses
berbagi
pengetahuan
dan
memecahkan
berbagai
permasalahan secara bersama disetiap langkah proses produksi, merupakan landasan dari keberhasilan sebuah organisasi pembelajar. Peter Senge dalam Tjakraatmadja (2006) menjelaskan bahwa organisasi pembelajar membutuhkan lima disiplin belajar sebagai berikut : 1.
Disiplin Personal Mastery. Disiplin yang mendorong sebuah organisasi untuk terus menerus belajar bagaimana menciptakan masa depannya, yang hanya akan terbentuk jika individu-individu anggota organisasi mau dan mampu terus belajar menjadikan dirinya sendiri sebagai seorang master di bidang ilmunya. Disiplin personal mastery terbentuk dicirikan oleh tumbuhnya keterampilan-keterampilan
individual
para
anggota
organisasi
untuk
melakukan kontemplasi (refleksi) diri; keterampilan untuk memahami akan kelebihan dan kelemahan kompetensi intelektual, emosional maupun sosial dirinya; serta keterampilan untuk melakukan revisi atas visi pribadinya, dan kemudian keterampilan untuk membangun kondisi kerja yang sesuai dengan keadaan organisasinya.
21
2.
Disiplin berbagi visi. Organisasi pembelajar membutuhkan visi bersama, visi yang disepakati oleh seluruh anggota organisasinya. Visi bersama ini akan menjadi kompas dan sekaligus pemicu semangat dan komitmen untuk selalu bersama, sehingga menumbuhkan motivasi kepada anggota organisasi untuk belajar dan terus belajar meningkatkan kompetensinya. Keterampilan untuk menyesuaikan antara visi pribadi dengan visi organisasi, serta keterampilan berbagi visi agar mencapai tujuan pribadi yang terkandung dalam visi bersama organisasi, merupakan disiplin individual yang dibutuhkan untuk membangun disiplin berbagi visi. Artinya untuk menumbuhkan komitmen dan performansi yang tinggi dari anggota organisasi, harus dimulai dari adanya visi bersama. Tanpa adanya visi bersama, proses pembelajaran organisasional hanya akan terjadi pada saat organisasi mengalami krisis. Setelah krisis lewat/usai, organisasi pembelajar akan kembali berhenti, dan sikap serta perilaku para anggota organisasi akan kembali pada kebiasaankebiasaan lamanya.
3.
Disiplin Model Mental. Organisasi akan mengalami kesulitan secara akurat mampu melihat berbagai realitas yang ada, jika para anggota organisasi tidak mampu merumuskan asumsi serta nilai-nilai yang tepat untuk digunakan sebagai basis cara berpikir maupun cara memandang berbagai permasalahan organisasi. Keterampilan untuk menemukan prinsip-prinsip dan nilai bersama, serta tumbuhnya semangat berbagi nilai untuk menumbuhkan keyakinan bersama sehingga menguatkan semangat
dan komitmen
kebersamaan, merupakan disiplin yang dibutuhkan untuk membangun model mental organisasi. 4.
Disiplin Pembelajaran Tim. Disiplin pembelajaran tim akan efektif jika para anggota kelompok tersebut memiliki rasa saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya untuk dapat bertindak sesuai dengan rencana bersama. Kemampuan untuk bertindak merupakan prasyarat untuk menciptakan nilai tambah organisasi, karena rencana tanpa diikuti tindakan nyata, merupakan ilusi belaka. Masalahnya, kemampuan untuk bertindak sesuai dengan rencana sering terhambat hanyalah karena tidak mampu berkomunikasi dan
22
berkoordinasi secara benar dengan pihak lain. Untuk itu, kemampuan untuk membangun ikatan emosional, semangat berdialog, keterampilan bekerjasama secara tim, kemampuan belajar dan beradaptasi, serta usaha untuk meningkatkan partisipasi, merupakan disiplin yang dibutuhkan untuk membangun disiplin pembelajaran tim. 5.
Disiplin berpikir sistemik. Disiplin berpikir sistemik, berfungsi untuk melengkapi disiplin bagaimana anggota organisasi belajar, yaitu disiplin untuk memahami apa yang sebenarnya dipelajarinya. Faktor utama dari konteks pembelajaran dalam organisasi kontemporer adalah bagaimana anggota organisasi dapat memahami kompleksitas permasalahan yang terjadi disekitarnya, serta mampu berperan serta dalam menciptakan perubahan yang berarti dan bermanfaat untuk mempertahankan kemampuan hidup organisasi kontemporer. Untuk itu, Peter Senge melengkapi keempat disiplin belajar diatas dengan disiplin berpikir sistemik, yaitu keterampilan untuk memahami struktur hubungan antara berbagai faktor internal maupun eksternal yang mempengaruhi eksistensi organisasi, keterampilan untuk berpikir integratif dan tuntas, keterampilan untuk berpikir komprehensif, serta keterampilan untuk membangun organisasi yang adaptif, merupakan disiplin yang dibutuhkan untuk membangun disiplin belajar sistemik. (Peter Senge dalam Tjakraatmadja, 2006)
Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa proses belajar organisasional dimulai dengan proses transformasi pengetahuan dari disiplin personal mastery (sebagai hasil dari belajar individual) menjadi disiplin tim pembelajar (sebagai hasil proses belajar tim/organisasional). Proses transformasi pengetahuan dari proses belajar individual menjadi belajar organisasional terjadi melalui jalur disiplin model mental, berbagi visi dan berpikir sistemik; dimana berbagi visi, berbagi model mental dan berbagi pengetahuan sebagai mekanismenya dan berpikir sistemik sebagai kerangka integratornya (Tjakraatmadja, 2006). Gambar II-3 mengilustrasikan hubungan antar disiplin organisasi pembelajar.
23
Disiplin Berbagi Visi
Disiplin Personal Mastery
Disiplin Berpikir Sistemik
Disiplin Tim Pembelajar
Disiplin Model Mental
Gambar II-3. Hubungan Antar disiplin Organisasi Pembelajar (Tjakraatmadja, 2006)
II. 5. Enabler Conditions Enabler conditions yang dimaksudkan disini adalah kondisi yang memungkinkan terjadinya proses penciptaan pengetahuan dimana proses penciptaan pengetahuan melalui lima tahapan yaitu (Sangkala, 2007) : 1. Berbagi pengetahuan tacit 2. Penciptaan konsep 3. Penilaian Konsep 4. Membangun prototipe 5. Penyebaran pengetahuan Penciptaan pengetahuan ini berbeda dengan proses pengumpulan data ataupun proses pembentukan informasi dimana data dan informasi akan memiliki makna jika dikaitkan dengan konteks tertentu. Proses penciptaan pengetahuan ini sangat bergantung kepada situasi dan orang-orang yang terlibat di dalamnya. Disinilah pentingnya organisasi untuk menciptakan atau menyediakan kondisi yang memungkinkan anggota organisasi dengan mudah terdorong dan termotivasi menciptakan pengetahuan. Enabler conditions setidaknya dapat dipicu oleh tiga faktor utama, yaitu orang (sosial), organisasi dan teknologi (Sangkala, 2007). Ketiga faktor utama ini memiliki keterkaitan yang sangat erat dalam proses penciptaan pengetahuan dimana orang-orang didalam organisasi saling berkolaborasi untuk menciptakan pengetahuan dan teknologi sebagai fasilitatornya.
24
II. 5. 1. Kondisi Sosial Dalam KM, orang atau anggota organisasi memiliki peranan yang paling penting dimana anggota organisasi dianggap sebagai modal utama atau knowledge worker. Tujuan manajemen pengetahuan adalah untuk menggali pengetahuan tacit dari setiap anggota organisasi. Kondisi sosial yang seharusnya tercipta dan dibangun terus menerus oleh organisasi untuk mendorong penciptaan pengetahuan, yaitu : a. Perhatian Dalam konteks organisasi perhatian memiliki makna hangat, kepentingan murni dari seorang anggota organisasi dengan anggota organisasi lainnya, memberikan perhatian dan membantu anggota organisasi lain kapan dibutuhkan, serta merangsang orang lain untuk tumbuh dan berkembang. b. Penilaian Untuk dapat berbagi dan mentransfer pengetahuan serta pengalamannya orang membutuhkan rangsangan dan motivasi, selain itu orang juga membutuhkan insentif untuk berpartisipasi dalam proses penciptaan pengetahuan. c. Pemberdayaan Pemberdayaan dimaksudkan sebagai keterlibatan orang-orang dalam perubahan yang akan mempengaruhi mereka. Nonaka & Takeuchi percaya bahwa pemberdayaan dapat meningkatkan motivasi karyawan dalam menciptakan pengetahuan. d. Kepercayaan Kepercayaan merupakan dasar utama yang diperlukan dalam kaitannya dengan hubungan sosial. Oleh karena itu, kepercayan merupakan prasyarat bagi setiap orang untuk berbagi ide-ide, informasi dan pengetahuan. e. Otonomi Otonomi atau kondisi yang memungkinkan anggota karyawan untuk bergerak secara otomatis sejauh yang dimungkinkan. Kondisi otonomi ini memungkinkan anggota organisasi termotivasi untuk menciptakan pengetahuan.
25
f. Pengungkitan kompetensi Kompetensi dapat didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk menjalankan tugas-tugasnya. Pengungkitan kompetensi dapat merangsang terjadinya berbagi pengetahuan karena penciptaan keterampilan dan transfer pengetahuan didorong dengan kesadaran. g. Pekerja atau aktivis pengetahuan Pekerja pengetahuan adalah pimpinan proyek penciptaan pengetahuan. Pekerja pengetahuan membangun dan memelihara program penciptaan dan pendistribusian pengetahuan kepada anggota organisasi dan mengawasi kualitas dan keutuhan komponen pengetahuan. (Sangkala, 2007) II. 5. 2. Kondisi Organisasi Proses penciptaan pengetahuan selain ditentukan oleh kondisi sosial, juga sangat ditentukan oleh kondisi organisasi. Kondisi organisasi yang dimaksudkan dalam hal ini adalah organisasi pembelajar (Learning Organization). Organisasi yang memiliki karakter pembelajar menjadi penting karena organisasi pembelajar yang akan mampu melahirkan pengetahuan-pengetahuan baru. Organisasi pembelajar akan memiliki kemampuan memperbaiki dan meningkatkan adaptibilitas serta kapasitasnya dalam memenuhi tuntutan lingkungan (Sangkala, 2007). Dengan menerapkan organisasi pembelajar organisasi lebih siap dalam menghadapi kondisi yang serba tidak menentu dan persaingan yang ketat pada era pengetahuan saat ini. Manfaat-manfaat yang didapatkan dari organisasi pembejalar ini antara lain (Triyono, 2008) : 1.
Lebih siap mengantisipasi dan beradaptasi terhadap pengaruh lingkungan.
2.
Mempercepat pengembangan produk, proses dan layanan baru.
3.
Menjadi lebih pintar dalam belajar dari pesaing dan kolaborator.
4.
Melakukan transfer pengetahuan.
5.
Belajar lebih efektif dari kesalahan-kesalahan.
6.
Memperpendek waktu yang diminta.
7.
Peningkatan berkesinambungan disemua area organisasi.
26
Quinn dalam Tjakraatmadja (2006) menjelaskan organisasi cerdas sebagai organisasi yang mampu mengembangkan keunggulannya secara berkelanjutan, dari kegiatannya yang berbasis pada pengetahuan dan pelayanan, dengan mengandalkan kekayaan intelektualnya. Nilai perusahaan akan mencapai peningkatan secara berkelanjutan, jika setiap anggota dari organisasi tersebut, baik secara individu maupun bersama-sama mau dan mampu menumbuhkembangkan pengetahuan yang dimilikinya, atau mampu memberi respon kepada pelanggan secara lebih kreatif. II. 5. 3. Kondisi Teknologi Tujuan utama teknologi informasi dan komunikasi dalam memfasilitasi proses berbagi dan penciptaan pengetahuan adalah untuk menghubungkan orang dengan orang lain atau untuk mengeksplisitkan pengetahuan tacit. Tujuan penciptaan atau penyediaan kondisi teknologi dibagi dalam tiga dimensi yang saling terkait, yaitu : a. Untuk memiliki informasi dan mengeksplisitkan komponen pengetahuan secara online, tersusun dan terpetakan, dengan mudah diakses dan secara akurat ditemukan untuk digunakan oleh seluruh pengguna di dalam situasi yang menekankan pada sisi pengetahuan eksplisit. b. Untuk meningkatkan koordinasi, komunikasi, dan kolaborasi antar individu, tim atau kelompok untuk mentransfer pengetahuan dari pihak yang memiliki pengetahuan kepada pihak yang membutuhkan. Dimensi kedua ini lebih menekankan pada sisi pengetahuan tacit. c. Untuk menawarkan satu bentuk petunjuk kepada pihak lain mengenai keahlian tertentu atau merupakan satu dokumen yang menjelaskan pengetahuan. Dimensi ini ditekankan pada kedua jenis pengetahuan, baik itu merupakan pengetahuan eksplisit maupun pengetahuan tacit. Kondisi teknologi ini berkaitan penyediaan infrastruktur yang terkait dalam proses penciptaan pengetahuan. Berbagai bentuk teknologi informasi dan komunikasi tersebut dalam membantu aktifitas KM antara lain internet, intranet, groupware, dan berbagai program aplikasi lainnya (Sangkala, 2007).
27
II. 6. Teori Pendukung Teori pendukung menjelaskan teori-teori yang mendukung dalam pelaksanaan penelitian yang ditujukan untuk menulis tesis. Teori pendukung ini meliputi teori analogi, strategi penelitian, metode Delphi dan teori sistem informasi yang ditujukan sebagai bahan kajian untuk melakukan proses analogi antara konsep SI dengan konsep KM. II. 6. 1. Teori Analogi Analogi adalah suatu proses yang merujuk pada kemiripan-kemiripan tertentu antara dua hal berbeda yang mendukung penarikan kesimpulan lebih lanjut (Gartner, D. dalam Iskandar, 2007). Kegunaan analogi dalam kehidupan manusia ternyata sangat besar, terutama dalam hal pemecahan masalah, pembelajaran dan kreativitas (Keane, M. T. dalam Iskandar, 2007). II. 6. 1. 1. Proses Analogi Proses analogi dapat dibagi menjadi beberapa langkah, yakni acces/retrieval, mapping, inference, dan learning (Holyoak, K.J. dalam Iskandar, 2007). Access atau retrieval terjadi ketika pelaku analogi mengingat sesuatu yang memiliki kemiripan dengan situasi yang sedang dihadapi. Setelah menemukan sesuatu dalam ingatannya
yang cocok untuk dijadikan analogi, maka pelaku akan
memetakan (mapping) antara situasi sebenarnya (target analog) dengan apa yang telah dikenalnya (source analog). Berdasarkan pemetaan tersebut, maka kemudian ditarik kesimpulan (interference) yang akhirnya menjadi bagian dari proses learning pelaku analogi itu. II. 6. 1. 2. Prasyarat Analogi Tidak sembarang hal dapat dianalogikan dengan sembarang hal yang lain, karena ada sejumlah prasyarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Prasyarat- prasyarat itu adalah : kemiripan (similarity), struktur (structure), dan tujuan (purpose) (Holyoak, K.J. dalam Iskandar, 2007). Pertama harus ada kemiripan antara source analog dengan target analog. Kemiripan ini dapat terjadi pada tingkat abstraksi yang manapun : kemiripan secara fisik, secara relasional, secara historis, dan lainlain. Langkah kedua harus ada kesamaan struktur antara source analog dengan
28
target analog, disebut juga isomorphism. Hal inilah yang harus dibuktikan dengan pemetaan satu-ke-satu. Langkah ketiga, pemikiran secara analogi juga dipengaruhi oleh tujuan (purpose) orang yang melaksanakannya. Dengan perkataan lain, apa yang diharapkan dapat diperoleh dari analogi tersebut akan mempengaruhi source analog yang dianggap sesuai. Pemenuhan prasyaratprasyarat analogi memastikan kemungkinan terjadinya proses analogi, dimana suatu solusi dibidang tertentu dapat diterapkan pada bidang yang lain, yang secara sepintas, berbeda sama sekali. II. 6. 2. Strategi Penelitian Strategi penelitian ini berfungsi untuk menentukan strategi pengumpulan data yang akan digunakan. Menurut Yin, ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan strategi penelitian, yaitu : a. tipe pertanyaan penelitian yang diajukan, b. luas kontrol yang dimiliki oleh peneliti atas peristiwa perilaku yang akan diteliti, b) fokusnya terhadap peristiwa kontemporer (masa kini) sebagai kebalikan dari peristiwa historis Tabel II-1 berikut menyajikan ketiga kondisi ini dalam setiap kolomnya dan menunjukkan bagaimana masing-masing berkaitan dengan lima strategi utama penelitian (eksperimen, survei, analisis arsip, historis, dan studi kasus) Tabel II-1. Situasi-situasi relevan untuk strategi yang berbeda (sumber : Yin, 1996) Strategi Penelitian Eksperimen Survei
Analisis Arsip Historis Studi Kasus
Bentuk Pertanyaan Penelitian Bagaimana, Mengapa Siapa, Apa, dimana, berapa banyak Siapa, Apa, dimana, berapa banyak Bagaimana, Mengapa Bagaimana, Mengapa
Membutuhkan kontrol terhadap peristiwa
Fokus terhadap peristiwa kontemporer
Ya
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya/Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Ya
29
Penulisan tesis ini ditujukan untuk merancang arsitektur KMS serta perumusan strategi peningkatan proses pengelolaan pengetahuan (sub bab I.3). Perancangan arsitektur KMS serta perumusan strategi peningkatan proses pengelolaan pengetahuan sesuai dengan rumusan masalah yang telah dijelaskan pada sub bab I.2 butir tiga yaitu bagaimana menerapkan knowledge management system pada organisasi, karena fokus penelitian adalah terkait dengan pertanyaan “bagaimana”, maka ada tiga kemungkinan strategi penelitian yang dapat digunakan yaitu eksperimen, historis dan studi kasus. Perbedaan lebih lanjut antara strategi historis, eksperimen dan studi kasus adalah keluasan kontrol dan akses yang dimiliki peneliti terhadap peristiwa-peristiwa perilaku yang akan diteliti. Metode historis merupakan strategi yang lebih dikehendaki bilamana kontrol dan akses sungguh-sungguh tidak ada. Umumnya penelitian historis digunakan pada penelitian sejarah. Untuk studi kasus kelebihan tampak bilamana pertanyaan bagaimana
diarahkan keserangkaian peristiwa
kontemporer (masa kini) dan penelitinya hanya memiliki peluang yang kecil sekali atau tak mempunyai peluang sama sekali untuk melakukan kontrol terhadap peristiwa tersebut. Pertanyaan penelitian yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah pertanyaan yang berkaitan dengan “bagaimana”, dimana peran akuisisi, utilisasi, adaptasi, distribusi dan generasi pengetahuan berfungsi sebagai variabel yang akan di teliti. Peneliti tidak memiliki kontrol atau tidak memiliki akses penuh terhadap pelaksanaan proses pengelolaan pengetahuan pada organisasi tempat studi kasus. Penelitian ini akan melacak peristiwa-peristiwa kontemporer, karena proses pengelolaan pengetahuan sebagai variabel penelitian tidak bisa dimanipulasi. Jika dikaitkan dengan teori yang dikemukan Yin diatas, maka strategi penelitian yang paling tepat adalah studi kasus. II. 6. 3. Metode Delphi Metode Delphi adalah suatu teknik untuk mendapatkan berbagai pandangan dan pendapat tentang suatu objek melalui pengumpulan opini dari suatu kelompok para ahli (Brown, 1968). Metode Delphi digunakan untuk menstrukturkan proses
30
komunikasi dalam grup sehingga efektif bagi individu dalam kesatuan grup untuk menyelesaikan permasalahan yang kompleks. Selain itu, metode Delphi dapat berguna dalam eksplorasi pengembangan teori pada permasalahan kompleks dan lintas disiplin yang mempertimbangkan kecenderungan di masa mendatang. Karakteristik utama dari Metode Delphi adalah adanya inisialisasi kontribusi pandangan para ahli tentang objek yang akan dibahas, umpan balik secara berulang yang memungkinkan responden merevisi jawaban, dan status jawaban tidak disertai identitas respondennya. Pengumpulan pendapat biasanya dilakukan dengan kuesioner yang akan diisi oleh para ahli (responden) sehingga metode ini mencegah konfrontasi dan debat. Para responden juga diwawancara untuk menjelaskan alasan terhadap jawaban yang diberikan. II. 6. 4. Rumus Koefisien Kendall Koefisien Kendall digunakan untuk mengetahui tingkat kesepakatan responden. Penghitungan tingkat kesepakatan ini dihitung dengan menggunakan rumus koefisien Kendall (Field, 2005). Koefisien Kendall dihitung dalam tiga langkah yaitu menghitung total nilai peringkat yang diberikan oleh responden, menghitung nilai peringkat ideal (nilai peringkat jika seluruh responden memberikan jawaban yang seragam), serta menghitung nilai koefisien. Nilai koefisien tingkat kesepakatan ini berkisar antara 0 sampai dengan 1, dimana 0 memiliki makna tidak ada kesepakatan serta 1 memiliki makna kesepakatan penuh. Rumus-rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : 𝑛
𝑆𝑠_ 𝑅𝑎𝑛𝑘_ 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 =
𝑥𝑖 − 𝑥
2
1
𝑖=1
𝑛
𝑆𝑠_𝑀𝑎𝑥 =
𝑆𝑠_𝐼𝑑𝑒𝑎𝑙 − 𝑥
2
2
𝑖=1
𝑊=
𝑆𝑠_𝑅𝑎𝑛𝑘_𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑆𝑠_𝑀𝑎𝑥
Keterangan
(3)
31
Ss_Rank_Total
= Total nilai peringkat yang diberikan oleh responden
Ss_Max
= Total nilai peringkat
jika
seluruh responden
memberikan nilai peringkat yang sama Ss_Ideal
= Penyebaran nilai peringkat jika seluruh responden memberikan nilai peringkat yang sama
W
= Koefisien tingkat kesepakatan
N
= Jumlah Aktivitas
i
= Nomor Aktivitas
x
= Total nilai peringkat seluruh responden untuk masing-masing aktivitas
𝑋
= Rata-rata total nilai peringkat responden untuk seluruh Aktivitas
II. 6. 5. Konsep Sistem Informasi (SI) Penjelasan konsep sistem informasi ini ditujukan sebagai bahan kajian konsep sistem informasi yang dibutuhkan pada proses analogi antara konsep sistem informasi dengan konsep KM. Penjelasan konsep SI ini meliputi pengertian sistem informasi dan metode pengembangan sistem informasi II. 6. 5. 1. Pengertian Sistem Informasi (SI) Dalam buku Information Technology for Management, Turban (2007) mendefinisikan SI sebagai berikut : Sistem informasi merupakan proses pengumpulan data untuk diproses menjadi informasi, penyimpanan, analisis, dan penyebaran informasi untuk tujuan tertentu. Komposisi dari sistem informasi umumnya sama yaitu terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data, prosedur dan manusia. (Turban dkk, 2007). Sejalan dengan definisi dari Turban, The UK Academy Of Information System (UKAIS), mendefinisikan SI sebagai berikut : sistem informasi dapat didefinisikan sebagai dimana manusia (people) dan organisasi memanfaatkan teknologi,
mengumpulkan,
memproses,
menyimpan,
menyebarkan informasi. (Ward dan Peppard, 2003).
menggunakan
serta
32
Turban (2007) juga menambahkan dalam bukunya mengenai karakter SI sebagai berikut : a)
Sistem informasi umumnya dihubungkan dengan jaringan elektronik. Jaringan elektronik tersebut bisa dihubungkan dengan kabel atau tanpa kabel (wireless). Sistem informasi dapat menghubungkan seluruh komponen organisasi maupun beberapa organisasi(multiple organizations).
b)
Sistem informasi dibangun untuk satu atau beberapa tujuan. Tujuan utamanya adalah untuk memproses data menjadi informasi maupun pengetahuan secara ekonomis.
c)
Arsitektur teknologi informasi merupakan pedoman untuk melaksanakan operasi saat ini dan sebagai cetak biru untuk pengembangan dimasa yang akan datang. Penciptaan arsitektur teknologi infomasi merupakan proses yang berkelanjutan, yang diarahkan oleh arsitektur bisnis organisasi.
II. 6. 5. 2. Metode Pengembangan Sistem Informasi (SI) Sebelum dapat mengusulkan tahapan pengembangan KM, ada baiknya terlebih dahulu untuk memahami esensi dari tahapan pengembangan SI. Menurut Alter (2001) dalam buku Information System Foundation of E-Business mengatakan, pada umumnya tahapan pengembangan SI melibatkan empat fase yaitu initiation, development, implementation, operation and maintenance (Alter, 2001). Gambar II-4 mengilustrasikan tahapan-tahapan pengembangan SI serta hasil dari setiap fase. Penjelasan untuk setiap fase pengembangan ini adalah sebagai berikut : (1) Initiation Inisiasi adalah proses menentukan kebutuhan perubahan pada sistem kerja yang berjalan saat ini, mengidentifikasi orang-orang yang harus terlibat dan tugas masing-masing, dan menjelaskan dalam bentuk yang mudah dimengerti bagaimana perubahan dari sistem kerja dan bagaimana SI dapat mendukung sistem kerja yang baru. Fase ini juga mengidentifikasi kemungkinan terjadinya permasalahan atau kesempatan baru yang mungkin dapat diraih dengan perubahan sistem kerja ini.
33
(2) Development Development adalah proses membangun atau menentukan kebutuhan terhadap perangkat keras penunjang, perangkat lunak, dan sumber daya lainnya yang dibutuhkan disamping sumber daya yang berkaitan dengan teknologi informasi. Fase ini dimulai dengan menentukan secara cermat bagaimana bagian-bagian yang berhubungan dengan teknologi informasi maupun bagian diluar teknologi informasi akan dioperasikan, (3) Implementation Implementasi adalah proses membuat sistem kerja baru atau mengimprovisasi operasional sistem kerja dalam organisasi. Aktifitas implementasi ini meliputi perencanaan, pelatihan user dan mengkomunikasikan perubahan-perubahan yang terjadi dalam SI dan sistem kerja yang baru, (4) Operation and maintenance Fase operasi dan perawatan adalah fase berjalannya SI yang baru dan melakukan evaluasi terhadap SI baru, bertujuan untuk menyempurnakan SI yang baru.
Initaition Pernyataan Permasalahan Dan bagaimana SI dapat memberikan Solusi
Perubahan dalam tujuan, Ruang lingkup, Atau jadwal
Development
Realisasikan perubahan SI Sebelum fase implementasi dapat diselesaikan
Program sudah berjalan Pada komputer ditambah dengan Dokumentasi user dan prosedure
Implementation
Realisasikan implementasi Yang perlu diperbaiki
Sistem Informasi berjalan Sebagai bagian Dari Proses Bisnis
Operation And Maintenance
Gambar II-4. Tahapan Pengembangan SI [Steven Alter, 2001]