BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Strategi Strategi
adalah
perencanaan
induk
yang
komprehensif,
yang
menjelaskan bagaimana mencapai semua tujuan yang telah ditetapkan berdasarkan misi yang telah ditentukan sebelumnya. Dengan demikian strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan dalam jangka waktu panjang, penentuan program tindak lanjut dan kebijakan pemilihan prioritas alokasi sumber daya untuk mencapai keunggulan bersaing. Yang dimaksud dengan tujuan adalah hasil akhir yang ingin dicapai yakni berupa penyataan tentang kualitas dan kuantitas. Sedangkan yang dimaksud dengan misi adalah pernyataan yang menyebutkan alasan mengapa harus ada dan apa yang akan dikerjakan. (Rangkuti, 2006). 2.2. Penguatan Kapasitas Penguatan kapasitas adalah upaya untuk memberikan kemampuan baik kepada individu, kelompok atau masyarakat dalam menentukan kehidupannya. Penguatan kapasitas juga merupakan proses upaya perubahan perilaku individu, organisasi, dan sistem masyarakat dalam mencapai tujuan. Menurut Supeno (2002) penguatan kapasitas berarti adanya perubahan perilaku untuk: (1) meningkatkan kemampuan individu dalam pengetahuan, ketrampilan dan sikap; (2) meningkatkan kemampuan kelembagaan dalam organisasi dan manajemen, keuangan, dan budaya; (3) meningkatkan kemampuan masyarakat dalam kemandirian, keswadayaan, dan mengantisipasi perubahan. Proses penguatan kapasitas yang sering disebut “Capacity Building” menurut Dwidjowijoto dan Wrihatnolo (2007) terdiri atas tiga jenis yaitu manusia, organisasi dan sistem nilai yaitu: (1) pengkapasitasan manusia dalam arti memampukan manusia, baik dalam konteks individu maupun kelompok. Konsep ini sering dilakukan melalui kegiatan pelatihan, seminar, workshop dan sejenisnya. Arti dasarnya adalah memberikan kapasitas kepada individu dan kelompok manusia untuk mampu menerima daya atau kekuasaan yang akan diberikan; (2) pengkapasitasan organisasi dilakukan dalam bentuk restrukturisasi organisasi
yang
hendak
menerima
daya
atau
kapasitas
tersebut.
7
Pengkapasitasan organisasi ini sering diabaikan, pada maknanya ibarat menyiapkan medium sebelum meletakan sediaan, sama halnya sebelum kita menanam, maka lahannya harus disiapkan dengan baik, sehingga hasilnya pun akan maksimal; (3) pengkapasitasan adalah sistem nilai. Setelah orang dan wadahnya dikapasitaskan, sistem nilainya pun demikian. Sistem nilai adalah aturan main. Pengkapasitasan sistem nilai dilakukan dengan membantu target dan membuat aturan main di antara mereka sendiri. Seperti pengkapasitasan organisasi pengkapasitasan sistem nilai jarang dilakukan karena adanya pendapat bahwa manusia akan membuat aturan main sendiri yang baik. Hal senada diungkapkan oleh Syahyuti (2006) yang menyatakan ada tiga level yang menjadi objek dalam Capasity Building yaitu: (1) level individu dan group; (2) level institusi dan organisasi; dan (3) level sistem institusi secara keseluruhan mencakup institusi hukum, politik, serta kerangka pikir ekonomi dan administratif. Peningkatan kapasitas individu biasanya berupa pelatihan – pelatihan, sedangkan untuk institusi dan organisasi dikenal misalnya pendekatan Social Learning Process. Untuk mengukur kapasitas suatu kelompok, dapat digunakan dengan pendekatan sistem (System Approach) yakni dengan memberi penekanan pada manajemen inter-relasi antar berbagai relasi antar berbagai institusi, serta pendekatan individual dan organisasional. Misalkan untuk menggambarkan kapasitas nasional dalam negara, maka dapat dengan menggabungkan kapasitas yang ada pada seluruh level, baik nasional, regional, maupun komunitas. 2.3. Pengertian Kelompok Menurut Stephen P. Robbins dalam Suwarto (1999) kelompok adalah dua individu atau lebih yang berinteraksi dan saling bergantungan untuk mencapai sasaran – sasaran tertentu. Selanjutnya Johnson dan Johnson dalam Nurmala dan Yuhana (2002), kelompok adalah dua atau lebih yang berinteraksi tatap muka (face two face interaction), yang
masing – masing menyadari keberadaan
orang lain yang juga anggota kelompok, masing – masing menyadari saling ketergantungan secara positif dalam mencapai tujuan bersama. Menurut Soetarno dalam Huraerah dan Purwanto (2006) ciri – ciri kelompok antara lain: (1) adanya motif yang sama sebagai pengikat, sehingga anggota
8
tidak bekerja sendiri – sendiri, melainkan bekerja bersama untuk mencapai tujuan tertentu; (2) adanya sikap In-Group dan Out-Group yakni sikap menolak dan menerima dalam kelompok; (3) adanya solidaritas yakni kesetiakawanan antar anggota dalam kelompok; (4) adanya struktur kelompok yakni suatu sistem relasi antar anggota – anggota kelompok berdasarkan peranan dan status mereka untuk mencapai tujuan; (5) adanya norma kelompok yakni pedoman yang mengatur tingkah laku individu dalam sebuah kelompok. Slamet dalam Nurmala dan Yuhana (2002) menggolongkan kelompok berdasarkan strukturnya yakni: (1) kelompok formal yang dicirikan dengan adanya AD/ART dan pengurus yang masing mempunyai fungsi dan peranan yang telah ditetapkan; (2) kelompok informal yang dicirikan tidak mempunyai struktur tertentu atau pasti. Kelompok tersebut biasanya terbentuk karena pertemuan – pertemuan yang berulang kali menjadi dasar bagi bertemunya kepentingan dan pengalaman yang sama. Peraturan atau norma tidak begitu jelas tetapi biasanya anggota telah mengetahui tugasnya masing –masing. Keanggotaan tidak bersifat resmi, karena itu siapa yang paling berperan atau diikuti dalam kelompok maka dialah yang disebut pemimpin. Interaksi dalam kehidupan berkelompok akan mempengaruhi kepribadian seseorang, karena: (1) terjadi saling tukar pengalaman antar anggota (Social Experience); (2) ada pengendalian cara bertindak antar anggota; (3) proses tersebut menjadi tempat kekuatan – kekuatan sosial berhubungan, berkembang, mengalami disorganisasi dan berperan (Soekanto, 2005). Selanjutnya dikatakan bahwa suatu grup akan eksis (hidup) apabila terpenuhi persyaratan yakni: (1) ada kesadaran dari setiap anggota sebagai bagian dari group; (2) ada hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan yang lain; (3) ada suatu faktor yang dimiliki bersama, sehingga hubungan antar mereka bertambah erat (nasib, kepentingan, tujuan ideologi, musuh bersama); (4) grup tersebut berstruktur, berkaidah dan mempunyai pola perilaku; (5) grup tersebut bersistem dan berproses. Menurut Doorn dan Lammers dalam Wahyuni (2003) menyatakan bahwa dalam telaah grup konsep hubungan sosial sangat penting, yakni menelaah hubungan sosial antar individu, atau individu dengan kelompok, ataupun kelompok dengan kelompok, penting memperhatikan tiga hal: (1) hubungan status antar pelaku : bagaimana tingkatan sosial masing – masing pelaku, apakah horizontal atau vertikal; (2) hubungan peran antar para pelaku : apa peran yang dilakukan masing – masing anggota dan bagaimana keterkaitan
9
peran satu sama lain; (3) proses sosial menyertai dalam hubungan tersebut : assosiatif atau disosiatif. Dalam kaitan ini menurut Wahyuni (2003) penting untuk memahami konsep status dan peranan sosial. Status sosial menunjuk pada posisi seseorang dalam struktur sosial tertentu dan dalam konteks budaya tertentu. Peranan sosial menunjuk pada keseluruhan norma dan harapan masyarakat pada perilaku orang – orang tertentu dalam status sosial tertentu dan dalam konteks pola budaya tertentu . Tingkat integrasi suatu grup adalah fungsi dari tingkat efisiensi komunikasi yang berlangsung diantara para anggota. Komunikasi itu memperlancar penyesuaian para anggota grup pada norma – norma perilaku grup dan mempengaruhi sikap anggota itu sehingga mereka merasa mengikuti satu alur dalam mencapai tujuan – tujuan grup. Bilamana motivasi anggota cukup tinggi dan mereka percaya bahwa kesamaan pendapat dan sikap merupakan hal penting di dalam mencapai tujuan bersama, masing – masing akan berusaha untuk saling menyesuaikan diri. Menurut Calhoun dalam Wahyuni (2003) menyatakan bahwa dalam mengkaji kelompok perlu dipelajari pula dinamika grup yaitu pola interaksi sosial yang berulang diantara grup. Pola – pola ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ukuran grup, konformitas dan kontrol, kepemimpinan dan pengambilan keputusan Berkaitan dengan pengembangan dan pemeliharaan kelompok menurut Huraerah dan Purwanto (2005) adalah berkaitan dengan ‘apa yang harus ada’ dalam kelompok dan segala ‘apa yang harus ada’ dalam kelompok, antara lain: (1) pembagian tugas yang jelas; (2) kegiatan yang terus menerus dan teratur; (3) ketersediaan fasilitas yang mendukung dan memadai; (4) peningkatan partisipasi anggota kelompok; (5) adanya jalinan komunikasi antar anggota kelompok; (6) adanya pengawasan dan pengendalian kegiatan kelompok; (7) timbulnya norma – norma kelompok; (8) adanya proses sosialisasi kelompok; (9) kegiatan untuk menambah anggota baru dan mempertahankan anggota yang lama. Ada tiga kekuatan kelompok yang dapat dijadikan dasar para pelaksana program dan pendamping lapangan Elfindri (2008). Pertama, kelompok adalah salah satu media untuk mempersatukan masyarakat dari diberbagai komunitas, karena dalam kelompok berbagai perbedaan dan penafsiran terhadap program bisa dieliminir, maka dengan demikian para pelaksana dilapangan perlu membangun komunikasi dan membangun jaringan sesama kelompok yang ada
10
di daerah sasaran program. Kedua, kelompok – kelompok yang terdiri dari individu – individu sebagai bagian dari anggota masyarakat yang dikelompokan sebagai sasaran program. Pada hakikatnya memiliki potensi – potensi sebagai kekuatan yang tersembunyi dan belum tersentuh untuk dieksplorasi sebagai sumber
kekuatan
dalam
pembangunan.
Ketiga,
Kelompok
merupakan
representasi dari keinginan dan tujuan – tujuan yang diharapkan oleh anggotanya dalam melakukan perubahan dan perbaikan. Dengan demikian apabila kelompok dapat dipresentasikan dari kemauan para anggota kelompok rintisan dan masyarakat lainnya berdasarkan komitmen – komitmen yang telah disepakati bersama berdasarkan azas musyawarah dan mufakat, niscaya program yang ditawarkan akan berjalan sebagaimana yang diharapkan.
[
2.4. Mantan TKW Tenaga Kerja Wanita (TKW) sampai saat ini belum ada konsep resmi. Definisi yang ada adalah konsep tentang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang merupakan istilah untuk orang Indonesia baik laki-laki maupun perempuan yang bekerja ke luar negeri. Selain itu disebut juga pekerja migran internasional, karena mereka meninggalkan tanah airnya untuk bekerja ke luar negeri. Menurut
Kepmen
Nakertrans
No.
KEP-104
A/MEN/2002
tentang
penempatan Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri, menyebutkan bahwa: “Tenaga Kerja Indonesia yang selanjutnya disebut TKI adalah warga negara Indonesia baik laki-laki maupun perempuan yang bekerja di luar negeri dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian kerja melalui prosedur penempatan TKI”. Mantan Tenaga Kerja yang dimaksud dalam kajian ini adalah mereka para wanita yang pernah bekerja ke luar negeri dan saat ini tidak atau belum bekerja kembali ke luar negeri dengan alasan tertentu. 2.5. Yayasan/Lembaga Pendamping Yayasan adalah suatu kumpulan beberapa orang yang berbadan hukum yang tidak beranggota serta dikelola seluruhnya untuk tujuan sosial dengan mengedepankan pelayanan dan bantuan seperti mendirikan sekolah, rumah sakit,
memberikan
bantuan
pengembangan
masyarakat
dibidang
usaha
ekonomis produktif dan sebagainya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Hariyanto dalam Ramandey (2005) Yayasan adalah badan hukum yang terdiri
11
atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota. [[
2.6. Kerangka Kajian Penguatan kapasitas kelompok dilakukan untuk menguatkan dan mengembangkan sebuah kelompok. Karena sebelum diberi daya atau kuasa, kelompok harus diberi kemampuan terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan agar kelompok baik anggota maupun pengurus mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawab di dalam kelompok. Pemberian kemampuan disesuaikan dengan kondisi dan masalah yang dihadapi oleh kelompok. Diantaranya dengan melihat dan menilai jenis dan level dukungan yang paling tepat dan sesuai dengan kebutuhan kelompok. Untuk mengukur kapasitas suatu kelompok, dapat dilihat pada tiga level yakni: (1) individu yang berkaitan dengan kemampuan dalam pengetahuan, ketrampilan dan sikap; (2) kelompok atau organisasi yang berkaitan dengan kemampuan kelembagaan dalam organisasi dan manajemen; (3) masyarakat berkaitan dengan kemampuan dalam menerima dan mengantisipasi perubahan. Kapasitas kelompok mantan TKW luar negeri di desa Cibaregbeg dapat dilihat pada level individu, kelompok atau organisasi dan masyarakat. Pada level kelompok atau organisasi kapasitas kelompok dapat dilihat pada kemampuan pengurus dalam mengelola kelompok, kerjasama dalam kelompok, dan kemampuan untuk membangun jaringan kelompok. Kapasitas kelompok dipengaruhi oleh faktor intern yang dapat dilihat pada level individu dalam kelompok yakni: (1) motivasi anggota dan pengurus kelompok. Motivasi merupakan kondisi atau energi yang menggerakkan seseorang yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi dalam hal ini kelompok. Motivasi juga dapat diartikan sebagai kekuatan, dorongan, kebutuhan, semangat, tekanan atau mekanisme psikologis yang mendorong seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai prestasi tertentu sesuai dengan apa yang dikehendakinya. Jadi terbentuknya kelompok dan kehidupan kelompok bergantung kepada adanya tujuan atau motivasi dan kesadaran bersama untuk mencapai tujuan; (2) partisipasi anggota dan pengurus dalam kegiatan kelompok yakni proses dimana seluruh pihak dapat membentuk dan terlibat dalam seluruh inisiatif kegiatan kelompok. Partisipasi disini baik secara individu maupun kelompok, dalam proses
12
pembuatan keputusan bersama, perencanaan dan pelaksanaan program pelayanan sosial dan pembangunan masyarakat atas dasar rasa kesadaran dan tanggung jawab sosialnya; (3) kepemimpinan ketua kelompok. Kepemimpinan merupakan faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi prestasi organisasi karena kepemimpinan merupakan aktivitas yang utama untuk mencapai tujuan organisasi maupun kelompok. Pada umumnya kepemimpinan didefinisikan sebagai suatu proses mempengaruhi aktivitas dari individu atau kelompok untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu; (4) tujuan kelompok. Tujuan kelompok merupakan hal yang pokok yang merupakan salah satu alasan orang untuk bergabung dalam sebuah kelompok. Apabila tujuan kelompok sesuai dengan apa yang diinginkan dan dapat merubah kondisi dirinya saat ini misalnya, maka dengan segala upaya orang tersebut akan masuk atau bergabung dan bekerja secara maksimal dalam kelompok; Kemudian faktor ekstern yang dapat dilihat pada level organisasi dan masyarakat yakni: (1) kemampuan pendamping kelompok. Menjadi seorang pendamping dalam sebuah kelompok dalam program yang berorientasi pemberdayaan tidaklah mudah. Pendamping atau fasilitator dituntut untuk mengetahui filosofi pemberdayaan dan memahami proses melakukan fasilitasi yang benar; (2) dukungan dana dan sarana kegiatan. Berkaitan dengan dukungan dana yang dimiliki oleh kelompok atau mekanisme bantuan dana yang diberikan oleh lembaga pendamping kepada kelompok. Sedangkan sarana kerja yakni berkaitan dengan sarana penunjang dalam kegiatan yang dimiliki lembaga pendamping dalam pembinaan atau monitoring dan evaluasi kegiatan kelompok; (3) pandangan masyarakat tentang kelompok; (4) pandangan keluarga tentang kelompok yakni berkaitan dengan pandangan masyarakat dan keluarga tentang keberadaan kelompok dan kegiatan kelompok. Artinya
dukungan
dari
lingkungan
dimana
kelompok
tersebut
berada
berpengaruh pada kelompok. Strategi dan rencana program penguatan kapasitas kelompok dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan pihak terkait (Stakeholders). Peningkatan kapasitas kelompok berdampak pada kemampuan pengurus dalam mengelola dan mengorganisir anggota untuk tetap aktif dan berpartisipasi dalam kegiatan kelompok, sehingga tujuan dibentuknya kelompok mantan TKW luar negeri akan tercapai.
13
Faktor intern kelompok ¾ Motivasi anggota dan pengurus kelompok ¾ Partisipasi anggota dan pengurus dalam kegiatan kelompok ¾ Kepemimpinan ketua kelompok ¾ Tujuan kelompok
Kapasitas kelompok mantan TKW : • Pengelolaan kelompok • Kerjasama dalam kelompok • Jaringan Sosial kelompok
Strategi Penguatan Kapasitas kelompok mantan TKW
Meningkatnya Program Penguatan Kapasitas Kelompok
Faktor ekstern kelompok ¾ Kemampuan pendamping kelompok ¾ Dukungan Dana dan Sarana kegiatan ¾ Pandangan masyarakat tentang kelompok ¾ Pandangan keluarga tentang kelompok
Keterangan :
: mempengaruhi : umpan balik
Gambar 1: Kerangka pikir penguatan kapasitas kelompok mantan TKW luar negeri
Kapasitas kelompok mantan TKW