BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 State of The Art Review Terdapat beberapa penelitian yang mendukung tugas akhir ini, dimana pada penelitian tersebut dijadikan acuan pada tugas akhir ini. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Ida Wayan Ekastawa Putra (2014) dengan judul kajian dan analisa distorsi harmonisa di Hotel Amankila. Dimana penelitian ini akan dilakukan suatu kajian dan analisa distorsi harmonisa yang melebihi standar IEEE 519-1992 dan akan dilakukan simulasi penempatan filter harmonisa dengan menggunakan software simulink MATLAB. Hasil simulasi yang telah dilakukan dengan pengoperasian filter aktif shunt mengakibatkan turunnya persentase THD arus dan THD tegangan pada panel LVMDP di Hotel Amankila secara berturutturut sebesar 6,5% dan 2,17% dan persentase nilai tersebut telah memenuhi standar IEEE 519 tahun1992. Penelitian yang dilakukan oleh Nyoman Abisatya Priatna (2014) dengan judul Analisa Pengaruh Lokasi Distributed Generation terhadap Susut Daya dan Keandalan pada Penyulang Abang di Karangasem dimana metode Penelitian dalam tugas akhir ini menggunakan software ETAP untuk mendapatkan nilai susut daya dan keandalan sistem distribusi tenaga listrik. Untuk mencari nilai susut daya dilakukan dengan menjalankan load flow analisys pada ETAP, sedangkan untuk mendapatkan nilai keandalan (SAIFI, SAIDI) dilakukan dengan menjalankan reliability analisys pada ETAP. Hasil yang didapat setelah menjalankan load flow analisys memperoleh nilai susut daya sebelum adanya DG sebesar 238,8 kW, sedangkan setelah masuknya DG susut daya menjadi 113,2 kW. Lokasi DG yang menghasilkan nilai susut daya yang minimum terletak pada lokasi eksisting DG saat ini (Bus 96) di jarak 63,04 %. Hasil perhitungan keandalan dengan menjalankan reliability analisys pada ETAP sebelum masuknya DG (PLTS) mendapatkan parameter SAIFI sebesar 5,0413 kali/tahun dan SAIDI sebesar 15,4464 jam/tahun, setelah masuknya DG nilai parameter SAIFI menjadi 4,8187 kali/tahun, sedangkan SAIDI menjadi 12,3519 jam/tahun. Lokasi
6
7
penempatan DG untuk mendapatkan nilai parameter keandalan yang terbaik adalah pada jarak 100 % panjang saluran utama. Perbandingan metode yang dilakukan pada penelitian sebelumnya diatas dengan penelitian pada tugas akhir ini. Tabel 2.1 Perbandingan metode penelitian sebelumnya dengan penelitian ini
No 1
Nama Ida Wayan Ekastawa Putra
Judul Kajian dan Analisa Distorsi Harmonisa di Hotel Amankila
3
Nyoman Abisatya Priatna
Analisa Pengaruh Lokasi Distributed Generation Terhadap Susut Daya Dan Keandalan Pada Penyulang Abang Di Karangasem
Metode Metode yang dilakukan adalah dengan mengkaji dan menganalisis kandungan THD arus dan THD tegangan dan Filter aktif shunt digunakan untuk mereduksi kandungan THDi dan THDv yang berlebih dan kemudian membandingkan hasil simulasi tersebut dengan standar IEEE 512 tahun 1992. Metode yang dilakukan adalah akan dibandingkan bagaimana susut daya dan keandalan sistem sebelum dan sesudah beroperasinya PLTS, juga akan menganalisa dimana lokasi DG yang memberikan susut daya terkecil. Dalam menyelesaikan studi analisis ini digunakan ETAP power station 7.
2.2 Sistem Distribusi Tenaga Listrik Sistem distribusi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik. Sistem distribusi ini berguna untuk menyalurkan tenaga listrik dari sumber daya listrik besar (Bulk Power Source) sampai ke konsumen. Jadi fungsi distribusi tenaga listrik adalah: -
Sebagai pembagian atau penyaluran tenaga listrik ke beberapa tempat (pelanggan)
-
Merupakan sub sistem tenaga listrik yang langsung berhubungan dengan pelanggan, karena catu daya pada pusat-pusat beban (pelanggan) dilayani langsung melalui jaringan distribusi. Pada umumnya sistem distribusi tenaga listrik di Indonesia terdiri atas
beberapa bagian, sebagai berikut:
8
-
Gardu Induk (GI)
-
Saluran Tegangan Menengah (TM)/ Distribusi Primer
-
Gardu Distribusi (GD)
-
Saluran Tegangan Rendah (TR) Gardu induk akan menerima daya dari saluran transmisi kemudian
menyalurkannya melalui saluran distribusi primer menuju gardu distribusi. Sistem jaringan distribusi terdiri dari dua buah bagian yaitu jaringan distribusi primer dan jaringan distribusi sekunder. Jaringan distribusi primer umumnya bertegangan tinggi (20 kV atau 6 kV). Tegangan tersebut kemudian diturunkan oleh transformator distribusi pada gardu distribusi menjadi tegangan rendah (220 V atau 380 V) untuk selanjutnya disalurkan ke konsumen melalui saluran distribusi primer dan di kontrol lewat Panel Hubung Bagi Tegangan Rendah (PHBTR). 2.2.1 Sistem Distribusi Primer Sistem distribusi primer merupakan bagian dari sistem distribusi yang berfungsi untuk menyalurkan dan mendistribusikan tenaga listrik dari pusat suplai daya besar (Bulk Power Source) atau disebut gardu induk ke pusat-pusat beban. Sistem distribusi primer atau sistem distribusi tegangan menengah tersususn oleh penyulang utama (main feeder) dan penyulang percabangan (lateral). Jaringan distribusi di Indonesia adalah jaringan distribusi bertegangan 20 KV. Pada sistem jaringan distribusi primer saluran yang digunakan untuk menyalurkan daya listrik pada masing-masing beban disebut penyulang (Feeder). Pada umumnya setiap penyulang diberi nama sesuai dengan daerah beban yang dilayani, hal ini bertujuan untuk memudahkan mengingat dan menandai jalur-jalur yang dilayani oleh penyulang tersebut. Sistem penyaluran daya listrik pada sistem jaringan distribusi primer dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu (Kadir, 2000): 1. Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) Jenis penghantar yang dipakai adalah kabel telanjang (tanpa isolasi), seperti kawat AAAC (All Aluminium Alloy Conductor), kawat ACSR (Aluminium Conductor Stell Reinforced), dll.
9
2. Saluran Kabel Udara Tegangan Menengah (SKUTM) Jenis penghantar yang dipakai adalah kabel berisolasi, seperti kabel MVTIC (Medium Voltage Twisted Insulated Cable). 3. Saluran Kabel Tegangan Menengah (SKTM) Jenis penghantar yang dipakai adalah kabel tanam berisolasi, seperti kabel PVC (Poly Venyl Clorida), kabel XLPE (Crosslink Polyethelene). 2.2.2 Sistem Distribusi Sekunder Sistem distribusi sekunder merupakan bagian dari sistem distribusi yang bertugas mendistribusikan tenaga listrik secara langsung dari trafo distribusi ke pelanggan. Jaringan distribusi sekunder di Indonesia adalah jaringan distribusi bertegangan 220/380 Volt. Sistem penyaluran daya listrik pada jaringan distribusi sekunder dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Saluran Udara Tegangan Rendah (SUTR) Jenis penghantar yang dipakai adalah kabel telanjang (tanpa isolasi), seperti kawat AAAC, kawat ACSR. 2. Saluran Kabel Udara Tegangan Rendah (SKUTR) Jenis penghantar yang dipakai adalah kabel berisolasi, seperti kabel LVTIC (Low Voltage Twisted Cable). 2.3 Konfigurasi Sistem Distribusi Sistem distribusi dasar yang digunakan untuk keperluan penyaluran daya ke konsumen adalah sebagai yang diberikan di bawah ini: 2.3.1 Sistem Distribusi Radial Sistem radial adalah sebuah sistem dimana sistem ini hanya terhubung ke satu sumber suplai, dalam sistem ini kemungkinan bisa sering terjadi gangguan. Yang paling penting adalah yang disebabkan oleh saluran udara atau kegagalan kabel bawah tanah atau kegagalan transformer. Sehingga sistem ini memiliki keandalan yang lebih rendah. Kerugian lain yaitu mutu tegangan pada gardu distribusi yang paling ujung kurang baik, hal ini dikarenakan jatuh tegangan terbesar ada diujung saluran. Keunggulan sistem ini adalah tidak rumit dan lebih murah disbanding sistem lainnya. Sistem ini banyak dipergunakan di daerah
10
pedesaan (Umumnya merupakan jaringan luar kota) yang tidak membutuhkan nilai keandalan yang tinggi.
Gambar 2.1 Sistem Distribusi Radial (Sumber: 1SPLN 59: 1985)
2.3.2 Sistem Distribusi Lingkar (Loop) Sistem distribusi tipe Loop merupakan perpaduan dari dua buah sistem radial, secara umum sistem ini beroperasi hamper sama dengan sistem radial. Sistem ini memiliki tingkat keandalan dan kontinuitas lebih baik dibandingkan sistem radial, karena jumlah sumber dan penyulang yang ada pada suatu jarring lebih dari satu buah.
Gambar 2.2 Sistem Distribusi Loop (Sumber: SPLN 59: 1985)
Sistem ini memiliki dua sumber dan arah pengisian yang satu dapat sebagai cadangan. Jika terjadi gangguan atau pekerjaan pada salah satu jaringan, penyaluan tidak terputus karena menggunakan sumber pengisian cadangan. Keunggulan dan kelemahan sistem ini adalah: a. Keunggulan -
Kontinuitas penyaluran daya listrik cukup tinggi
-
Sistem tegangan yang cukup stabil
-
Tingkat keandalan dan keamanan yang cukup tinggi
-
Fleksibilitas tinggi
b. Kelemahan -
Biaya pemasangan cukup mahal
11
-
Biaya perawatan cukup tinggi
2.3.3 Sistem Distribusi Spindel Sistem jaringan distribusi tipe Spindel merupakan perpaduan dari sistem lingkar (Loop) dengan sistem radial. Sistem Spindel terdiri dari beberapa penyulang yang tegangannya berawal atau diberikan oleh Gardu Induk dan tegangan tersebut berakhir pada sebuah Gardu Hubung (GH). Penyulang tersebut dibagi menjadi dua jenis yaitu: 1) Penyulang Kerja/Working Feeder Adalah penyulang yang dioperasikan untuk mengalirkan daya listrik dari sumber pembangkit sampai kepada konsumen, sehinga penyulang ini dioperasikan dalam keadaan bertegangan dan sudah dibebani. Operasi normal penyulang ini hampir sama seperti sistem radial. 2) Penyulang Cadangan/Express Feeder Adalah penyulang yang menghubungkan gardu induk langsung ke gardu hubung dan tidak dibebani gardu-gardu distribusi. Pada operasi normal, penyulang ini tidak dialiri arus-arus beban dan hanya berfungsi sebagai penyulang cadangan untuk menyuplai penyulang tertentu yang mengalami gangguan melalui gardu hubung.
Gambar 2.3 Sistem Distribusi Spindel (Sumber: SPLN 59: 1985)
Sistem jaringan spindle biasa diterapkan pada kota yang memiliki tingkat kerapatan beban yang tinggi. Keuntungan dan kelemahan sistem ini adalah: a. Keuntungan -
Memiliki tingkat keandalan yang tinggi
-
Beban pada setiap feeder terbatas
-
Rugi daya dan rugi tegangan relatif kecil
12
b. Kelemahan -
Penyaluran daya yang relatif besar
-
Biaya investasi dan operasional yang tinggi
-
Sistem penyaluran tidak dapat dikembangkan
2.4 Jenis-Jenis Saluran Di dalam penyaluran atau distribusi tenaga listrik pada jaringan distribusi terdiri dari saluran udara dan saluran bawah tanah. 2.4.1 Saluran Udara Jenis penghantar yang biasa digunakan pada saluran udara tegangan menengah (SUTM) adalah AAAC (All Aluminium Alloy Conductor), kawat ACSR (Aluminium Conductor Stell Reinforced), MVTIC (Medium Voltage Twisted Insulated Cable). Daerah yang dilalui merupakan daerah yang tidak terdapat perumahan yang padat dan tidak melalui pusat pertokoan yang biasanya memiliki banyak gedung bertingkat. Pada penyaluran tenaga listrik hingga ke konsumen di kawasan-kawasan yang berpenduduk padat, saluran udara menimbulkan banyak permasalahan seperti factor keindahan dan keamanan. Keuntungan dari saluran udara yaitu: -
Investasi saluran udara lebih murah/rendah
-
Dalam menentukan daerah gangguan pada feeder lebih mudah, sehingga pemadaman listrik karena perbaikan lebih cepat
-
Fleksibel terhadap perkembangan beban
Dan kerugian yang ditimbulkan, yaitu: -
Mudah terkena gangguan eksternal (angina, pohon, cuaca, dan lainnya)
-
Mengganggu keindahan lingkungan
2.4.2 Saluran Bawah Tanah Kabel tanah yang biasa digunakan dalam jaringan distribusi tenaga listrik untuk menyalurkan tenaga listrik ke konsumen adalah PVC (Poly Venyl Clorida), kabel XLPE (Crosslink Polyethelene). Keuntungan dari saluran bawah tanah yaitu: -
Tingkat keandalannya tinggi
-
Tidak mudah terkena gangguan dari alam (Hujan, petir, dan lainnya)
13
-
Sistem ini tidak mengganggu keindahan pemandangan atau lingkungan
Sedangkan kerugian yang ditimbulkan yaitu: -
Susah dilacak bila terjadi gangguan
-
Biaya investasi yang tinggi
2.5 Pembangkit Listrik Tenaga Surya Energi matahari merupakan sumber energi penting sejak dahulu, dimulai cara memanfaatkan yang primitif sampai teknologi photovoltaic. Matahari melepas 95% energinya sebagai cahaya yang bisa dilihat dan sebaian lagi sebagai yang tidak terlihat seperti sinar infra-red dan ultra-violet. Sebagai negara tropis, Indonesia mempunyai potensi energi surya yang cukup besar. Berdasarkan data penyinaran matahari yang dihimpun dari 18 lokasi di Indonesia, radiasi surya di Indonesia dapat diklasifikasikan berturut-turut sebagai berikut: untuk kawasan barat dan timur Indonesia dengan distribusi penyinaran di Kawasan Barat Indonesia (KBI) sekitar 4,5 kWh/m2 /hari dengan variasi bulanan sekitar 10 % dan di Kawasan Timur Indonesia (KTI) sekitar 5,1 kWh/m2/hari dengan variasi bulanan sekitar 9%. Dengan demikian, potensi energi surya rata-rata Indonesia sekitar 4,8 kWh/m2/hari dengan variasi bulanan sekitar 9%.
Gambar 2.4 Skema dari Sistem Photovoltaic (Sumber: Ingenieros, A.M., 2011)
Kelebihan dan kekurangan dari penggunaan energi panas matahari antara lain: a. Kelebihan:
14
-
Energi panas matahari merupakan energi yang tersedia hampir diseluruh bagian permukaan bumi dan tidak habis (renewable energy).
-
Penggunaan energi panas matahari tidak menghasilkan polutan dan emisi yang berbahaya baik bagi manusia maupun lingkungan. b. Kerugian:
-
Sistem pemanas air dan pembangkit listrik tenaga surya tidak efektif digunakan pada daerah memiliki cuaca berawan untuk waktu yang lama.
-
Pada musim dingin, pipa-pipa pada sistem pemanas ini akan pecah karena air di dalamnya membeku.
-
Membutuhkan lahan yang sangat luas yang seharusnya digunakan untuk pertanian, perumahan, dan kegiatan ekonomi lainya. Hal ini karena rapat energi matahari sangat rendah.
-
Sistem hanya bisa digunakan pada saat matahari bersinar dan tidak bisa digunakan ketika malam hari atau pada saat cuaca berawan.
2.6 Kualitas Daya Listrik Kualitas daya listrik adalah tenaga listrik yang handal, energi listrik dengan kualitas yang baik dan memenuhi standar, mempunyai kontribusi yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat. Kualitas daya listrik juga diartikan sebagai hubungan dari daya listrik dengan peralatan listrik. Jika peralatan listrik bekerja secara tepat dan handal tanpa mengalami tekanan dan kerugian dapat dikatakan peralatan listrik tersebut mempunyai kualitas daya yang baik, sebaliknya ketika perlengkapan listrik gagal fungsi (malfunction), kurang handal atau mengalami kerugian pada saat penggunaan normal, dapat dikatakan bahwa peralatan tersebut memiliki kualitas daya yang buruk. Pada dasarnya, tegangan disuplai dalam bentuk sinusoidal yang mempunyai amplitudo dan frekuensi yang sesuai dengan standar (pada umumnya) atau spesifikasi sistem. Namun pada kenyataanya, sumber daya listrik tidak ada yang ideal dan pada umumnya daya listrik dapat menyimpang dengan cara-cara berikut (Dugan,dkk, 2003): -
Peak variation atau RMS adalah 2 hal yang penting dalam membedakan jenis dari peralatan.
15
-
Swell adalah Saat dimana tegangan RMS melebihi dari tegangan nominal sebesar 10 – 80 % pada 0.5 cycle sampai 1 menit.
-
Dip atau Sag adalah kejadian dimana tegangan RMS di bawah tegangan nominal sebesar 10-90 % dalam 0.5 cycle sampai 1 menit.
-
Kenaikan tegangan yang sangat singkat disebut “spikes”, “impulse” atau “surja”, yang umumnya disebabkan oleh switch off-nya beban induktif yang besar atau (yang sering terjadi) karena petir.
-
Under voltage adalah saat dimana tegangan nominal turun di bawah 90% selama lebih dari 1 menit.
-
Overvoltage terjadi saat tegangan nominal meningkat sampai di atas 110% selama lebih dari 1 menit.
-
Variasi frekuensi.
-
Variasi gelombang (biasanya menggambarkan harmonisa).
2.6.1 Konsep Kualitas Daya Listrik Perhatian terhadap kualitas daya listrik dewasa ini semakin meningkat seiring dengan peningkatan penggunaan energi listrik dan utilitas kelistrikan. Istilah kualitas daya listrik telah menjadi isu penting pada industri tenaga listrik sejak akhir 1980-an. Istilah kualitas daya listrik merupakan suatu konsep yang memberikan gambaran tentang baik atau buruknya mutu daya listrik akibat adanya beberapa jenis gangguan yang terjadi pada sistem kelistrikan (Roger C.Dugan, 1996). Terdapat empat alasan utama, mengapa para ahli dan praktisi di bidang tenaga listrik memberikan perhatian lebih pada isu kualitas daya listrik (Roger C.Dugan, 1996), yaitu : 1. Pertumbuhan beban-beban listrik dewasa ini bersifat lebih peka terhadap kualitas daya listrik seperti sistem kendali dengan berbasis pada mikroprosesor dan perangkat elektronika daya. 2. Meningkatnya perhatian yang ditekankan pada efisiensi sistem daya listrik secara menyeluruh, sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan penggunaan peralatan yang mempunyai efisiensi tinggi, seperti pengaturan kecepatan motor listrik dan penggunaan kapasitor untuk perbaikan faktor
16
daya. Penggunaan peralatan – peralatan tersebut dapat mengakibatkan peningkatkan terhadap tingkat harmonik pada sistem daya listrik, di mana para ahli merasa khawatir terhadap dampak harmonisa tersebut di masa mendatang yang dapat menurunkan kemampuan dari sistem daya listrik itu sendiri. 3. Meningkatnya kesadaran bagi para pengguna energi listrik terhadap masalah kualitas daya listrik. Para pengguna utilitas kelistrikan menjadi lebih pandai dan bijaksana mengenai persoalan seperti interupsi, sags, dan peralihan transien dan merasa berkepentingan untuk meningkatkan kualitas distribusi daya listriknya. 4. Sistem tenaga listrik yang saling berhubungan dalam suatu jaringan interkoneksi, di mana sistem tersebut memberikan suatu konsekuensi bahwa kegagalan dari setiap komponen dapat mengakibatkan kegagalan pada komponen lainnya. 2.6.2 Jenis-Jenis Permasalahan Kualitas Daya Listrik 1. Gejala Peralihan (Transient), yaitu suatu gejala perubahan variabel (tegangan, arus dan lain-lain) yang terjadi selama masa transisi dari keadaan operasi lunak (steady state) menjadi keadaan yang lain. 2. Gejala Perubahan Tegangan Durasi Pendek (Short-Duration Variations), yaitu suatu gejala perubahan nilai tegangan dalam waktu yang singkat yaitu kurang dari 1 (satu) menit. 3. Gejala Perubahan Tegangan Durasi Panjang (Long-Duration Variations), yaitu suatu gejala perubahan nilai tegangan, dalam waktu yang lama yaitu lebih dari 1 (satu) menit. 4. Ketidakseimbangan Tegangan, adalah gejala perbedaan besarnya tegangan dalam sistem tiga fasa serta sudut fasanya. 5. Distorsi Gelombang, adalah gejala penyimpangan dari suatu gelombang (tegangan dan arus) dari bentuk idealnya berupa gelombang sinusoidal 6. Fluktuasi Tegangan, adalah gejala perubahan besarnya tegangan secara sistematik.
17
7. Gejala Perubahan Frekuensi Daya yaitu gejala penyimpangan frekuensi daya listrik pada suatu sistem tenaga listrik. 2.7 Harmonisa Pada Sistem Tenaga Listrik Harmonisa merupakan suatu fenomena yang muncul akibat pengoperasian beban listrik non linier. Harmonisa pada sistem kelistrikan merupakan salah satu penyebab yang mempengaruhi kualitas daya. Pengaruh adanya harmonisa sangat dominan karena bersifat permanen dan menyebabkan terbentuknya gelombang frekuensi tinggi (kelipatan dari frekuensi fundamental, misal: 100Hz, 150Hz, 200Hz, 300Hz, dan seterusnya). Hal ini dapat mengganggu sistem kelistrikan pada frekuensi fundamentalnya yaitu 50/60 Hz, sehingga bentuk
gelombang arus
maupun tegangan yang idealnya adalah sinusoidal murni akan menjadi cacat akibat distorsi harmonisa yang terjadi (Dugan, dkk, 2003). 2.7.1 Sumber Harmonisa Terjadinya gangguan harmonisa pada sistem tenaga listrik di industri disebabkan karena banyaknya pemakaian peralatan yang merupakan beban – beban non linier, seperti: inverter, converter, dan lain sebagainya.
Gambar 2.5 Penurunan Derajat Tegangan pada Jaringan yang di Sebabkan Beban Non Linier. (Sumber: Ferracci, Ph. 2001)
2.7.1.1 Penerangan (Ligthing) Timbulnya sumber gangguan harmonisa khususnya harmonisa ke 3 salah satunya disebabkan oleh sistem penerangan (Marsudi, 2002).
18
Gambar 2.6 Grafik Arus dan Spektrum Harmonisa oleh Fluorescent Lighting (sumber: Ferracci, Ph. 2001)
2.7.1.2 Arc furnace Arc furnace merupakan salah satu beban non linier yang menghasilkan harmonisa pada sistem tenaga listrik, arc furnace banyak dipakai dalam industri pengecoran logam. Arc furnace dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu: (Marsudi, 2002). a. Tipe AC. Merupakan beban non linier yang tidak simetris dan tidak stabil yang menghasilkan spektrum harmonisa yang mengandung harmonisa orde ganjil dan harmonisa orde genap ( Odd and Even Numbered Harmonisa ). Even numbered harmonisa merupakan orde harmonisa (2, 4, 6, dan seterusnya) yang akan mengakibatkan rugi-rugi yang cukup besar yang akan dapat mengakibatkan kerugian pada sistem kelistrikan. Odd numbered harmonisa merupakan orde harmonisa (3, 5, 7, dan seterusnya). sehingga menyebabkan gangguan (Noise) pada semua frekuensi. b. Tipe DC. Merupakan beban non linier yang dihasilkan dari penyearah (rectifier), yang lebih stabil dari AC furnace. 2.7.1.3 Variabel Pengatur Kecepatan Pengaturan inverter sumber tegangan ( VSI atau Voltage Source Inverter ) dan pengaturan inverter sumber arus ( CSI atau Current Source Inverter ) merupakan dua bagian kelompok dari variabel pengatur kecepatan. Dan kedua pengatur kecepatan ini membutuhkan daya yang besar untuk mendapatkan tegangan dan arus yang konstan untuk mengalirkan variabel frekuensi AC ke
19
motor, dan pengaturan motor menghasilkan harmonisa ke 5 dan ke 7 (Marsudi, 2002).
Gambar 2.7 Grafik Arus dan Spektrum oleh Variabel Pengatur Kecepatan (sumber: Ferracci, Ph. 2001)
2.7.2 Permasalahan yang ditimbulkan oleh Harmonisa Unsur-unsur individual pada sistem tenaga harus diuji sensitifitasnya terhadap harmonisanya sebagai dasar untuk merekomendasikan pada tingkatan yang diijinkan. Efek utama dari tegangan dan arus harmonisa di dalam sistem tenaga adalah: 1. Penambahan tingkat harmonisa akibat dari resonansi hubungan seri dan pararel. 2. Penurunan efisiensi pada daya generator, transmisi dan pemakaiannya. 3. Interferensi dengan rangkaian-rangkaian telepon (telekomunikasi) dan pemancar karena arus harmonisa urutan nol. 4. Kesalahan-kesalahan pada meter-meter piringan putar pengukur energi. Secara garis besar, efek harmonisa yang timbul pada sistem tenaga listrik tergantung pada sumber harmonisa dan letak harmonisa. Harmonisa dalam sistem tenaga listrik dapat menimbulkan pengaruh yang tidak diinginkan, seperti :
20
peralatan menjadi panas, life time (usia pakai) peralatan menjadi berkurang, bahkan dapat menyebabkan peralatan menjadi rusak, interferensi sinyal (seperti noise pada saluran telepon). 2.7.2.1 Permasalahan Harmonisa pada Transformator Menyalurkan daya yang diperlukan ke beban dengan rugi-rugi minimum merupakan tujuan dirancangnya transformator. Adanya harmonisa menyebabkan rugi-rugi pada transformator meningkat sehingga menyebabkan timbulnya panas berlebih. Arus harmonisa yang mengalir pada transformator meningkatkan arus rms akibatnya menyebabkan rugi-rugi pada penghantar juga bertambah. Arus harmonisa juga menyebabkan rugi-rugi eddy current bertambah sehingga terjadinya peningkatan temperatur pada transformator. 2.7.2.2 Permasalahan Harmonisa pada Motor Panas yang berlebih ditimbulkan karena terjadinya tegangan nonsinusoidal pada mesin. Tegangan ataupun arus harmonisa meningkatkan rugi-rugi tambahan pada kumparan stator, rangkaian rotor dan laminasi dari rotor dan stator. Harmonisa pada motor menyebabkan penambahan rugi-rugi histerisis, eddy current dan I2R pada kumparan motor. Rugi-rugi histerisis meningkat seiring peningkatan frekuensi dan rugi-rugi eddy current meningkat sebagai hasil dari frekuensi pangkat dua. Kerugian arus bocor yang di alami pada kumparan stator dan rotor jauh lebih besar dibanding yang disebabkan eddy current dan skin effect. 2.7.2.3 Permasalahan Harmonisa pada Kapasitor Bank Pada sistem tenaga listrik bidang komersial atau industri biasanya ditemukannya kapasitor bank yang berfungsi memperbaiki kondisi faktor daya yang rendah. Kapasitor bank didisain untuk beroperasi pada tegangan maksimum 110 % dari rating tegangan dan 135 % dari rating tegangan kVAr. Ketika harmonisa arus dan tegangan muncul, ratingnya seringkali terlampaui dan menimbulkan kegagalan/gangguan. 2.7.2.4 Permasalahan Harmonisa pada Kabel Rugi-rugi I2R biasanya dihasilkan karena adanya aliran arus pada kabel, rugi-rugi akan bertambah jika arus mengandung harmonisa. Selain itu kehadiran harmonisa menyebabkan pengaruh skin effect menjadi semakin parah.
21
2.7.3 Beban Linier dan Beban Non Linier Dua jenis beban yang sangat dekat hubungannya dengan sumber harmonisa pada sistem tenaga listrik adalah beban linear dan beban non linear. 2.7.3.1 Beban Linier Beban linier adalah beban yang memberikan bentuk gelombang keluaran yang linier artinya arus yang mengalir sebanding dengan impedensi dan perubahan tegangan. Beban linier ini tidak memberikan dampak yang buruk pada perubahan gelombang arus maupun tegangan. Resistor (R) merupakan beban linier tersebut.
Gambar 2.8 Bentuk gelombang arus dan tegangan beban linier (Dugan, dkk, 2003)
2.8 Deret Fourir Setiap gelombang periodik, yaitu yang memiliki bentuk
f (t ) f (t T )
dapat dinyatakan oleh sebuah deret Fourier bila memenuhi persyaratan Dirichlet : 1. Gelombang memiliki nilai rata-rata yang terbatas dalam perioda T. 2. Bila gelombang diskontinu, hanya terdapat jumlah diskontinuitas yang terbatas dalam perioda T. 3. Gelombang memiliki jumlah maksimum dan minimum yang terbatas dalam perioda T. Dengan dipenuhinya syarat-syarat tersebut maka deret Fourier dapat dinyatakan dalam bentuk:
f (t ) a0 an cos nt bn sin nt ................................................(2.1) n 1
Secara umum, tegangan dan arus dapat dinyatakan dalam deret Fourier sebagai :
v(t ) ah cos(ho h ) ..............................................................(2.2) h 1
22
i(t ) bh cos(ho h ) ...............................................................(2.3) h 1
dengan : T
1 ao f (t )dt ..............................................................................(2.4) T0 T
ah
2 f (t ) cosh tdt ...................................................................(2.5) T 0
bh
2 f (t ) sinh tdt ....................................................................(2.6) T 0
T
dimana h adalah orde harmonisa, yaitu bilangan 1, 2, 3, dan seterusnya. 2.8.1 Fast Fourier Transform (FFT) Salah satu metode analisis sinyal yang handal adalah Fast Fourier Transform (FFT), banyak digunakan di berbagai bidang seperti analisis spektra, digital filtering, aplikasi mekanik, akustik, medical imaging, nemerik, sesimograpi dan komunikasi.
X(f) = F{x(t)} = x(t) e-j2 ft dt…………………………………….………..(2.7)
Dimana x(t) adalah time domain sinyal, dan X(f) adalah transformasi fourier. Hampir sama dengan FFT, Discrete Fourier Transform (DFT) mengubah discrete-time sequence domain menjadi discrete- frequency. Dimana DFT di representasikan sebagai berikut. n 1
Xk =
xi e-j2 ik/n ..................................................................................... ....(2.8)
i 0
Untuk k = 0, 1, 2,..., n-1 Dimana x adalah input sequence X adalah DFT, dan n adalah jumlah sample dalam kedua discrete-time dan discrete frequency 2.9 Konsep Daya Arus dan tegangan dapat dinyatakan secara umum sebagai : (Buhron, 2001)
23
v(t )
a h 1
h
cos(ho h )
...........................................................(2.9)
i(t ) bh cos(ho h ) ...............................................................(2.10) h 1
maka daya aktif dapat dinyatakan sebagai :
Ptotal a h bh cos( h h ) ..........................................................(2.11) h 1
dan daya nyata dinyatakan sebagai :
S total a h bh ...............................................................................(2.12) h 1
Bila daya reaktif diturunkan dengan cara yang sama sebagaimana mendapatkan daya aktif P, maka didapat :
Qtotal a h bh sin( h h ) ..........................................................(2.13) h 1
Definisi daya reaktif pada persamaan (2.12) di atas belum disepakati secara bulat oleh para insinyur listrik. Salah satunya dikarenakan apabila kita terapkan persamaan “standar” untuk daya tampak (apparent power) ;
S P 2 Q2 ................................................................................(2.14) Dimana : S = Daya Semu (VA) P = Daya Aktif (Watt) Q = Daya Reaktif (Var) ternyata P dan Q tidak memenuhi persamaan di atas. Untuk itu, diintrodusir satu besaran lain, yaitu daya distorsi D, yang dinyatakan sebagai :
D S 2 P 2 Q 2 .......................................................................(2.15) Dari ulasan singkat di atas, tampak bahwa definisi daya, khususnya daya reaktif yang normal harus ditinjau ulang akibat kehadiran harmonisa. 2.9.1 Konsep Faktor Daya Bila arus dan tegangan berbentuk sinusoidal, maka faktor daya didefinisikan sebagai cosinus sudut yang dibentuk antara simpangan nol (zero-
24
crossing) tegangan dan simpangan nol arus, dengan nol tegangan sebagai acuan (Buhron, 2001). Seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.9 di bawah ini.
tegangan
arus
0
t
Gambar 2.10 Kurva arus dan tegangan pada beban linier
Bila arus dan atau tegangan tidak sinusoidal, seperti pada gambar di atas, definisi tersebut tidak lagi dapat diterapkan. Permasalahan akan muncul apabila salah satu atau kedua besaran tidak sinusoidal sebagaimana pada gambar di atas, terlebih apabila besaran-besaran memiliki beberapa simpangan nol. Untuk menyelesaikan permasalahan mengenai faktor daya, ada dua definisi yang umum digunakan berkaitan dengan bentuk arus dan atau tegangan yang tidak sinusoidal, yaitu true power factor (tpf atau pf saja).
tpf
Ptotal seluruh frekuensi Vrms I rms
......................................................................................(2.16)
dan displacement power factor (dpf),
dpf
Pfundamental V1 I 1
.............................................................................................(2.17)
tpf (true power factor) merupakan ukuran dari kemampuan daya rangkaian, dengan mencakup seluruh komponen harmonisa. Nilai tpf adalah selalu lebih kecil atau sama dengan dpf (yaitu dalam kasus arus dan tegangan sinusoidal).
25
2.10 Total Distorsi Harmonisa Pada sistem tenaga listrik untuk melihat kandungan distorsi harmonisa pada komponen fundamentalnya diistilahkan dengan THD atau Total Harmonic Distortion. Persentase Total Distorsi Harmonisa atau Total Harmonic Distortion (THD) tegangan dan arus dirumuskan seperti pada Persamaan (2.18) dan Persamaan (2.19) sebagai berikut (Mohan. 1989):
√∑
............................................................................ (2.18) Di mana: Vh = Komponen harmonisa tegangan ke-h V 1= Tegangan frekwensi fundamental (rms)
√∑
.............................................................................. (2.19) Di mana: Ih = Komponen harmonisa arus ke-h I 1 = Arus frekwensi fundamental (rms) Menurut Standar IEEE 519 – 1992, untuk total distorsi harmonisa atau cacat gelombang sinusoidal diperlihatkan pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2 sebagai berkut: Tabel 2. 2 Batas distorsi arus harmonisa untuk sistem distribusi umum
Maximum Harmonics Current Distortion In % IL Individual Harmonic Order (Odd Harmonics) Isc / IL <11 11=
1000 15 7 6 2.5 Sumber : Dugan, 2003
35=
THD 5 8 12 15 20
26
THDi harmonisa urutan genap dibatasi 25% dari harmonisa urutan ganjil di atas, Distorsi arus yang disebabkan sebuah penyearah setengah gelombang dc tidak diizinkan atau tidak termasuk pada tabel di atas. dengan : Isc = Max short circuit current di PCC (Point of Common Coupling) IL = Max load current (arus beban fundamental) di PCC Menurut IEEE Standard 519 - 1992, untuk menentukan standar batas maksimum THDi pada utility, maka harus diketahui terlebih dahulu rasio hubung singkat (short-circuit ratio). SCratio dapat dicari dengan menggunakan rumus : SCratio =
..................................................................................................... (2.20)
Dimana, Isc (Arus hubung singkat) dapat dicari dengan rumus:
Isc
KVA 100 3 KV Z (%) ................................................................................. (2.21)
Sedangkan IL (Arus beban maksimum) dapat dicari dengan rumus: IL =
√
................................................................................................... (2.22)
Keterangan : ISC
= Arus hubung singkat maksimum pada PCC
I L = Arus beban maksimum KW = Total daya aktif Tabel 2. 3 Batas distorsi tegangan
Voltage at PCC 69 kV and below 69 kV – 161 kV 161 kV
Individual Voltage Distortion (%) 3.0 1.5 1.0
Total Harmonic Distortion THD (%) 5.0 2.5 1.5
Sumber : Dugan, 2003
2.11 IEEE Standard 519-1992 2.11.1 Batas Distorsi Tegangan Harmonik Utiliti Tabel 2.4 dari IEEE standard 519-1992, menyarankan nilai-nilai berikut sebagai batas maksimum yang direkomendasikan untuk ditorsi tegangan. Tabel 2.4 IEEE standard 519-1992, standar batas distorsi tegangan harmonic maksimum
Voltage at PCC
Individual Component Total Voltage Distortion
27
Voltage distortion
(THDf)
V 69 KV
3.00%
5.00%
69 KV < V 161 KV
1.50%
2.50%
V 161 KV
1.00%
1.50%
Sumber : Duffey, C. K ; Stratford, R. P, 1989 Nilai-nilai ini hanya berlaku untuk skenario kasus yang terburuk yang aoat digunakan untuk kondisi operasi dengan waktu sedikitnya satu jam. Untuk kondisi-kondisi yang sesaat seperti starting beban, switching, dan keadaan non steady-state lainnya, batas-batas ini mungkin bisa terlewati sampai 50%. 2.11.2 Batas Distorsi Arus Harmonik Utiliti Tabel 2.5 IEEE Standart 519-1992, standar batas distorsi arus harmonik maksimum MAXIMUM HARMONINC CURRENT DISTORTION IN % OF FUNDAMENTAL THD(% Is/IL
Harmonic order (Odd Harmonic) < 11
11
h 17
17 h 23
23
)
h 25
35 h
<20*
4.0
2.0
1.5
0.6
0.3
5.0
20-50
7.0
3.5
2.5
1.0
0.5
8.0
50-100
10.0
4.5
4.0
1.5
0.7
12.0
100-1000
12.0
5.5
5.0
2.0
1.0
15.0
>1000
15.0
7.0
6.0
2.5
1.4
20.0
Even harmoniccs are limted to 25% of the odd harmonics above *All power generation equipment is limited to these values of cuerrent distortion, regardless of actual Isc/IL Where Isc= Maximum short circuit current at PCC And IL = Maximum load current ( fundamental frequency )at PCC For PCC's from 69 to 138 kV, the limits are 50 % of the limits above. A case-by-case evaluation is requaried
Sumber : Duffey, C. K ; Stratford, R. P, 1989
28
2.12 Rugi-Rugi Daya Pada suatu sistem dengan penghantar netral mengalir daya sebesar P. Dalam penyaluran daya sebesar P jika arus – arus tiap fasa dalam keadaan seimbang maka besarnya daya dapat dilihat pada persamaan (2.9). Daya yang diterima pada ujung distribusi akan lebih kecil dari daya yang dikirimkan ini disebabkan karena adanya penyusutan dalam saluran. Pada keadaan beban seimbang dimana arus netral adalah nol, rugi-rugi daya terjadi pada saluran dapat dihitung menggunakan persamaan : PL = 3 x I2 Rline .............................................................................................................. (2.35) Dimana : PL = Rugi-rugi daya pada saluran (W) I = arus saluran/beban (A) R = resistansi saluran () Dalam keadaan tidak seimbang dimana arus netral tidak sama dengan nol maka rugi-rugi daya yang terjadi pada saluran dapat dihitung menggunakan persamaan berikut ini: PL = (I2A+I2B + I2C) Rline + I2N Rnetral ............................................................. (2.36) Dimana : PL
= losses pada saluran (W)
IA, IB, IC
= arus saluran/beban fase A,B,C (A)
IN
= IA+ IB+ IC = arus netral (A)
Rline
= resistansi saluran ()
Rnetral
= resistansi netral ()