BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Struktur komposit beton dengan memanfaatkan kayu panggoh sebagai tulangan pokok direncanakan agar dapat menambah kekuatan tarik yang tidak dimiliki oleh beton karena pada dasarnya kayu mempunyai sifat kuat tarik dan kuat tekan yang relatif baik, serta berat yang relatif rendah dengan material beton yang kuat terhadap tekan, maka dijadikan satu kesatuan komposit sehingga dapat digunakan dalam suatu struktur bangunan. Tidak seperti beton, kayu merupakan material yang mudah terbakar, jika dijadikan sebagai satu kesatuan komposit, maka kayu menjadi terlindungi dan tidak mudah terbakar. Dengan melakukan percobaan ini diharapkan akan menghasilkan suatu kolom komposit kayu panggoh-beton yang kuat dengan dimensi yang relatif kecil dan biaya yang ekonomis. 2.2. Kayu Salah satu bahan konstruksi yang dihasilkan oleh tumbuhan dari alam adalah kayu. Kayu merupakan salah satu hasil hutan dari sumber kekayaan yang ada di alam sekaligus menjadi bahan mentah yang proses pengerjaannya sangat mudah bila akan dijadikan barang-barang yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan kehidupan sekarang. Kayu adalah salah satu bahan konstruksi alam yang paling tua di dunia, dengan kata lain, kayu telah digunakan oleh manusia untuk keperluan konstruksi bangunan sejak zaman dulu. Tidak seperti bahan konstruksi yang lain, kayu merupakan bahan konstruksi yang ramah lingkungan (environtmental friendly) karena sifatnya yang dapat
terurai sempurna di alam sehingga tidak akan menjadi limbah saat tidak dipakai lagi. Tetapi bukan berarti kita dapat menghabiskan kayu dengan sebanyak-banyaknya, karena kayu merupakan hasil tumbuhan dari alam maka harus dilestarikan, dengan begitu persedian kebutuhan kayu di masa depan dapat terpenuhi. Seperti bahan konstruksi yang lainnya, kayu juga memiliki kekurangan dan kelebihan jika dibandingkan dengan bahan konstruksi yang lain seperti baja dan beton. Mengenai kelebihan, kayu mempunyai kuat tarik dan kuat tekan relatif tinggi, berat yang relatif rendah, mempunyai daya tahan tinggi terhadap pengaruh kimia dan listrik, dapat dengan mudah untuk dikerjakan, relatif murah, dapat mudah diganti bila mengalami kerusakan dan bisa didapatkan dalam waktu singkat (Yap, K.H Felix, 1965). Pemakaian kayu sebagai konstruksi dukung banyak menjadi alternatif pengganti besi dan beton bertulang. Rata-rata konstruksi kayu dengan daya dukung yang sama, harganya ± 25% sampai 40% lebih murah dari pada konstruksi kayu dan beton bertulang (Suwarno Wiryomartono, 1976). Dengan demikian akan lebih ekonomis jika menggunakan kayu pada stuktur bangunan dan juga dapat memperindah desain bangunan tersebut. Jika ingin membandingkan bahan konstruksi kayu dengan bahan konstruksi yang lain kita harus mengetahui struktur anatomi dan sifat-sifat kayu sesuai dengan jenis kayu yang digunakan. Sifat-sifat yang perlu kita ketahui meliputi sifat umum kayu, sifat fisik kayu (physical properties), dan sifat mekanik kayu (mechanical properties). 2.2.1. Kayu Panggoh Tanaman aren (Arenga pinnata) tersebar di seluruh kepulauan nusantara, mulai dari dataran rendah hingga ketinggian 1400 meter di atas permukaan laut. Pada eksperimen ini kayu yang digunakan menjadi bahan komposit beton-kayu sebagai
pengganti tulangan utama adalah kayu panggoh yang diambil dari pohon yang sudah tua. Kayu panggoh terdapat di bagian luar batang tanaman aren yang merupakan kayu keras, kuat dan mengkilat. Dari sekitar 50 cm diameter batang aren, bagian pinggir yang keras hanya setebal 5-7 cm. Semakin ke atas, ketebalan kayu panggoh semakin berkurang. Kayu panggoh berwarna hitam dan memiliki sifat tahan air, sehingga umumnya produk dengan bahan kayu panggoh lebih tahan lama. 2.2.2. Struktur Kayu Kayu berasal dari jenis pohon yang berbeda-beda. Setiap pohon biasanya memiliki susunan struktur yang sama walaupun memiliki sifat-sifat yang berbeda. Secara umum struktur kayu melintang menurut F.J. Dumanauw (2001) dibagi menjadi 10 bagian yaitu : 1) Kulit luar 2) Kulit dalam 3) Kambium 4) Kayu gubal (kayu yang masih muda) 5) Kayu teras 6) Hati kayu ( inti kayu ) 7) Lingkaran tahun 8) Jari-jari 9) Kayu awal 10) Kayu akhir
Gambar 2.1 Struktur kayu melintang 2.2.3. Sifat - Sifat Kayu Kayu berasal dari berbagai jenis pohon yang berbeda-beda, bahkan kayu yang berasal dari pohon yang sama bisa memiliki sifat yang berbeda baik itu sifat fisiknya ataupun tingkat kekuatannya. Kayu yang akan kita gunakan harus sesuai dengan jenis konstruksi yang akan kita buat. Untuk mengetahui tingkat kekuatan kayu yang akan kita pakai maka kita harus mengetahui sifat-sifat kayu. 2.2.3.1.Sifat Umum Kayu Kayu memiliki sifat-sifat yang sangat khas yang tidak dapat ditiru oleh bahanbahan konstruksi yang lain. Disamping sifat-sifat kayu yang berbeda satu sama lain, ada beberapa sifat-sifat umum yang terdapat hampir pada semua jenis kayu yaitu : a) Semua kayu bersifat unisotropik, yaitu kayu akan memperlihatkan hasil yang berbeda jika diuji berdasarkan tiga arah utamanya (longitudinal, tangensial, dan radial). Hal ini disebabkan struktur dan orientasi selulosa dalam dinding sel, Bentuk sel-sel kayu yang memanjang dan pengaturan sel terhadap sumbu vertikal dan horizontal pada batang pohon. Dimana sumbu longitudinal (aksial) adalah sejajar serat-serat, sumbu tangensial adalah garis singgung cincin-cincin pertumbuhan, dan sumbu radial adalah tegak lurus pada cincin-cincin
pertumbuhan. Kekuatan atau tegangan pada ketiga sumbu arah tersebut tidaklah sama.
Gambar 2.2 Arah sumbu kayu b) Semua batang pohon mempunyai pengaturan vertikal dan sifat simetri radial. c) Kayu memiliki sifat yang spesifik dan khas yang tidak dapat ditiru oleh bahanbahan lainnya, misalnya kayu memiliki elastisitas serta kuat tekan dan kuat tarik yang relatif tinggi. d) Kayu tersusun dari sel-sel yang memiliki tipe yang bermacam-macam dan susunan dinding selnya terdiri dari senyawa-senyawa kimia berupa selulosa dan hemiselulosa (unsur karbohidrat) serta berupa lignin (non- kharbohidrat). e) Kayu merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable), dengan kata lain kayu tidak akan habis apabila dikelola dan diletarikan dengan baik. f) Kayu merupakan bahan yang bersifat higroskopik, yaitu dapat menyerap dan melepaskan kandungan air akibat perubahan kelembaban suhu udara di sekelilingnya. g) Kayu adalah bahan yang dapat diserang oleh hama dan penyakit. Sifat ini disebut dengan sifat durabilitas. Durabilitas kayu adalah daya tahan suatu jenis kayu terhadap faktor-faktor perusak yang datang dari luar kayu tersebut. h) Daya tahan kayu pada pengaruh kimia dan listrik relatif tinggi, namun kayu dapat terbakar (no fire protection ), terutama pada saat keadaan kering.
2.2.3.2.Sifat Fisik Kayu Beberapa hal yang tergolong dalam sifat fisik kayu adalah : a) Berat Jenis Kayu Berat jenis merupakan hal yang sangat penting untuk mengenal jenis kayu. Dengan mengetahui bejat jenis suatu kayu maka kita akan mengetahui tingkat kekuatannya. Berat jenis kayu berbanding lurus dengan kekuatan mekanis kayu. Umumnya makin berat kayu maka makin kuat pula kayunya, begitu juga sebaliknya. Berat jenis ditentukan oleh tebal dinding sel kayu dan kecilnya rongga sel yang membentuk pori-pori. Berat jenis kayu diperoleh dari perbandingan antara berat suatu volume kayu tertentu dengan volume air yang sama pada suhu standart. Umumnya berat jenis kayu ditentukan berdasarkan berat kayu kering udara, yaitu sekering-keringnya tanpa ada proses pengeringan buatan. Tiap-tiap kayu mempunyai berat jenis yang berbeda-beda, berkisar antara mimimum 0,2 hingga BJ 1,28 (SNI Kayu 2002). b) Kadar Air Kayu Kayu bersifat higroskopis yang artinya kayu memiliki daya tarik terhadap air, baik dalam uap maupun cairan (Jopie F.Dumanauw, 2001: 30). Kemampuan kayu untuk menyerap atau mengeluarkan air tergantung pada suhu dan kelembaban udara sekeliling kayu itu berada. Kayu mempunyai sifat peka terhadap kelembaban karena pengaruh kadar air yang menyebabkan mengembang dan menyusutnya kayu serta mempengaruhi pula sifat-sifat fisis dan mekanis kayu. Kadar air didefinisikan sebagai banyaknya air yang terdapat dalam kayu yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanurnya. Kadar air sangat besar pengaruhnya terhadap kekuatan kayu, terutama daya pikulnya terhadap tegangan desak sejajar arah serat dan juga tegak lurus arah serat kayu. Kayu mengering pada saat air bebas keluar dan apabila air bebas itu habis keadaannya disebut titik jenuh serat (Fibre Saturation Point ). Kadar air pada saat itu
kira-kira 25% - 30%. Apabila kayu mengering dibawah titik jenuh serat, dinding sel menjadi semakin padat sehingga mengakibatkan serat-seratnya menjadi kokoh dan kuat. Pada umumnya kayu-kayu di Indonesia yang kering udara mempunyai kadar air antara 12%-18%, atau rata-ratanya adalah 15% (SNI-5,2002; ASTM D2395-02). Tetapi apabila berat dari benda uji tersebut menunjukkan angka yang terus-menerus menurun, maka kayu belum dapat dianggap kering udara. 2.2.3.3.Sifat Mekanik Kayu Sifat-sifat mekanik atau kekuatan kayu adalah kemampuan kayu untuk menahan segala beban yang diterima dari luar. Beban dari luar yang dimaksud adalah gaya-gaya di luar benda yang mampu mengubah bentuk dan besarnya benda itu sendiri. Jika ingin menggunakan kayu sebagai bahan konstruksi syarat kekuatan kayu harus terpenuhi. Adapun sifat-sifat mekanis kayu yaitu: a) Keteguhan Tarik (Tension Strength) Keteguhan tarik adalah kekuatan atau daya tahan kayu terhadap dua buah gaya yang bekerja bersifat menarik kayu ke arah yang berlawanan di tiap sisinya (Gambar 2.3). Gaya tarik akan berusaha melepaskan ikatan antara serat-serat kayu yang diuji. Kekuatan tarik terbesar yang dimiliki kayu adalah kekuatan tarik yang sejajar dengan arah seratnya. Kekuatan tarik kayu yang tegak lurus arah serat lebih kecil dari pada kekuatan kayu yang sejajar dengan arah serat. Ketika diberikan gaya tarik (P) pada kayu, maka akan timbul tegangan- tegangan tarik yang jumlahnya sama dengan gaya tarik P dari luar. Makin besar gaya tarik maka makin jelas pula reaksinya. Bila gaya tarik P semakin besar serat-serat kayu akan terlepas dan terjadilah patahan. Dalam suatu konstruksi bangunan, kegagalan akibat patahan seperti ini tidak boleh terjadi. Untuk menjaga keamanan maka harus memenuhi syarat tegangan tarik izin dimana tegangan tarik yang masih diizinkan tidak terjadi
perubahan atau bahaya pada kayu yang dipakai. Sebagai contoh, untuk kayu dengan kode mutu E20 tegangan tarik (Ft//) yang diizinkan dalam arah sejajar serat adalah 44 MPa.
Gambar 2.3 Batang kayu yang mengalami gaya tarik b) Keteguhan Tekan (Compression Strength) Keteguhan tekan adalah kekuatan atau daya tahan kayu terhadap gaya-gaya tekan yang bekerja sejajar atau tegak lurus serat kayu. Gaya tekan yang bekerja sejajar serat kayu akan menimbulkan bahaya tekuk pada kayu tersebut, misalnya terjadi pada tiang pendek/kolom (Gambar 2.4). Sedangkan gaya tekan yang bekerja tegak lurus arah serat akan menimbulkan retak pada kayu, misalnya terjadi pada bantalan rel kereta api yang terbuat dari bahan kayu. Kekuatan tekan tegak lurus arah serat pada semua kayu lebih kecil dibandingkan kekuatan sejajar arah serat kayu (Jopie F.Dumanauw, 2001). Kuat tekan sejajar serat kayu 15 kali lebih kuat dari kuat tekan tegak lurus arah serat. Tegangan tekan terbesar dimana tidak menimbulkan adanya bahaya disebut tegangan tekan yang diizinkan. Sedangkan kuat tekan kayu kira-kira setengah kuat tarik kayu.
Gambar 2.4 Batang kayu yang menerima gaya tekan P sejajar serat
Batang-batang kayu yang mempunyai dimensi panjang dan tipis seperti papan, akan mengalami kemungkinan bahaya kerusakan yang lebih besar ketika menerima gaya tekan sejajar serat jika dibandingkan dengan gaya tekan tegak lurus serat kayu. Gaya tekan yang diberikan akan menyebabkan timbulnya tegangan tekan pada kayu.
Gambar 2.5 Batang kayu yang menerima gaya tekan P tegak lurus serat c)
Keteguhan Geser Keteguhan geser kayu adalah suatu ukuran kekuatan kayu dalam hal
kemampuannya menahan gaya-gaya yang membuat suatu bagian kayu tersebut bergeser atau tergelincir dari bagian lain di dekatnya (Jopie F.Dumanauw, 2001). Dalam hal ini ada tiga jenis kuat geser pada kayu, yaitu keteguhan geser sejajar serat, keteguhan geser tegak lurus arah serat, dan keteguhan geser miring. Pada keteguhan geser tegak lurus arah serat jauh lebih besar daripada keteguhan geser sejajar arah serat. Tegangan geser terbesar yang tidak akan menimbulkan bahaya pada pergeseran serat kayu disebut tegangan geser yang diizinkan, dengan notasi Fv (MPa). Gaya Geser
P
P Gambar 2.6 Batang kayu yang menerima gaya geser tegak lurus arah serat
d) Keteguhan Lenkung (Kuat Lentur) Keteguhan lengkung (kuat lentur) adalah kekuatan atau kemampuan kayu untuk menahan gaya-gaya yang berusaha melengkungkan kayu. Beban-beban yang dipikul dapat berupa beban-beban statis (beban hidup dan beban mati) ataupun beban pukulan (beban mendadak).
Gambar 2.7 Keteguhan lengkung pada kayu e)
Elastisitas Elastisitas kayu adalah tingkat kemampuan suatu kayu untuk dapat kembali ke
bentuk semula setelah dilakukan pembebanan. Kayu mengikuti persamaan hukum Hooke, dimana pertambahan panjang benda berbanding lurus dengan gaya yang diberikan kepada benda tersebut. Nilai modulus of elasticity (MOE) kayu antara 250017000 N/mm2 untuk arah aksial. Kayu memiliki nilai MOE yang lebih rendah dari bahan-bahan lain, namun bila dilihat dari berat jenisnya, nilai elastisitasnya sebanding dengan baja. Nilai MOE berbeda pada setiap arahnya (aksial, tangensial, dan radial). Pada arah transversal (tangensial dan radial) hanya sekitar 300 – 600 N/mm2 (SNI 2002). f)
Keteguhan Belah Keteguhan belah adalah kemampuan kekuatan kayu dalam menahan gaya-gaya
yang berusaha membelah kayu. Kayu lebih mudah membelah menurut arah sejajar serat kayu (Jopie F.Dumanauw, 2001). Keadaan kayu juga mempengaruhi sifat pembelahan, misalnya kayu yang basah lebih mudah dibelah daripada kayu yang telah kering.
2.2.4.Tegangan Bahan Kayu Tegangan atau kekuatan pada bahan seperti kayu adalah kemampuan kayu untuk menahan beban dari luar atau beban yang berusaha merubah bentuk dan ukuran kayu tersebut. Akibat beban luar yang bekerja ini menyebabkan timbulnya gaya-gaya dalam pada bahan yang berusaha menahan perubahan ukuran dan bentuk bahan. Gaya dalam ini disebut dengan tegangan (N/mm2). Jika tegangan yang bekerja kecil maka regangan atau deformasi yang terjadi juga kecil dan jika tegangan yang bekerja besar maka deformasi yang terjadi juga besar. Jika kemudian tegangan dihilangkan maka bahan akan kembali kebentuk semula. Perubahan ukuran atau bentuk ini dikenal sebagai deformasi atau regangan. Kemampuan bahan untuk kembali kebentuk semula tergantung pada besar sifat elastisitasnya. Jika tegangan yang diberikan melebihi daya dukung serat maka seratserat akan putus dan terjadi kegagalan atau keruntuhan. Deformasi sebanding dengan besarnya beban yang bekerja sampai pada satu titik. Titik ini adalah Limit Proporsional. Setelah melewati titik ini besarnya deformasi akan bertambah lebih cepat dari besarnya beban yang diberikan. Hubungan antara beban dan deformasi ditunjukkan pada grafik 2.1.
Grafik 2.1 Grafik hubungan antara beban tekan dengan deformasi untuk tarikan dan tekanan
Kayu memiliki beberapa jenis tegangan. Sebagai contoh tegangan tekan cenderung memperpendek kayu sedangkan tegangan tarik akan memperpanjang kayu. Biasanya kayu akan menderita kombinasi dari beberapa tegangan yang terjadi secara bersamaan meski salah satu jenis tegangan lebih mendominasi. Kemampuan untuk melentur bebas dan kembali ke bentuk semula tergantung kepada elastisitas, dan kemampuan untuk menahan terjadinya perubahan bentuk disebut dengan kekakuan. Modulus elastisitas adalah ukuran hubungan antara tegangan dan regangan dalam limit proporsional yang memberikan angka umum untuk menyatakan kekakuan atau elastis suatu bahan. Semakin besar modulus elastisitas kayu, maka kayu tersebut semakin kaku. Nilai tegangan diperoleh dari besarnya beban per luas penampang yang dibebani, dinyatakan dalam N/mm², atau: Tegangan ( σ ) =
=
dan regangan didefinisikan sebagai deformasi per ukuran semula yaitu: Regangan ( ϵ ) =
=
2.2.5.Kuat Acuan Berdasarkan Pemilahan Secara Mekanis Pemilihan secara mekanis untuk mendapatkan modulus elastisitas lentur harus dilakukan dengan mengikuti standar pemilihan mekanis yang baku. Berdasarkan modulus elastis lentur yang diperoleh secara mekanis, kuat acuan lainnya dapat diambil mengikuti tabel 2.1.
Tabel 2.1 Nilai kuat acuan berdasarkan atas pemilahan secara mekanis pada kadar air 15% (berdasarkan PKKI NI - 5 2002) Kode
Modulus
Mutu Elastisitas
Kuat
Kuat Tarik
Kuat Tekan
Kuat
Kuat Tekan
Lentur
Sejajar
Sejajar
Geser
Tegak Lurus
Serat
Serat
Lentur
Serat
Ew
Fb
Ft//
Fc//
Fv
Fc┴
( MPa )
( MPa )
( MPa )
( MPa )
( MPa )
( MPa )
E26
25000
66
60
46
6,6
24
E25
24000
62
58
45
6,5
23
E24
23000
59
56
45
6,4
22
E23
22000
56
53
43
6,2
21
E22
21000
54
50
41
6,1
20
E21
20000
56
47
40
5,9
19
E20
19000
47
44
39
5,8
18
E19
18000
44
42
37
5,6
17
E18
17000
42
39
35
5,4
16
E17
16000
38
36
34
5,4
15
E16
15000
35
33
33
5,2
14
E15
14000
32
31
31
5,1
13
E14
13000
30
28
30
4,9
12
E13
14000
27
25
28
4,8
11
E12
13000
23
22
27
4,6
11
E11
12000
20
19
25
4,5
10
E10
11000
18
17
24
4,3
9
Faktor-faktor koreksi digunakan untuk menghitung nilai tahanan terkoreksi. Nilai faktor koreksi yang digunakan dalam menghitung nilai tahanan terkoreksi adalah sebagai berikut : Tabel 2.2 Faktor koreksi layan basah, Cm (berdasarkan PKKI NI - 5 2002) Fb
Ft
Fv
Fc┴
Fc
E
Balok Kayu
0,85
1,00
0,97
0,67
0,8
0,9
Balok Kayu Besar ( 125mm x 125mm atau
1,00
1,00
1,00
0,67
0,91
1,00
Lantai Papan Kayu
0,85
-
-
0,67
-
0,9
Glulam ( kayu laminasi structural )
0,80
0,80
0,87
0,53
0,73
0,83
lebih besar )
Untuk (Fb)/(Cf) ≤8 Mpa , Cm = 1,0 Untuk (Fc)/(Cf) ≤5 Mpa , Cm = 1,0
Tabel 2.3 Faktor koreksi temperature, Ct (berdasarkan PKKI NI - 5 2002) Kondisi Acuan
Kadar Air Pada Masa
Ft , E Fb , Fc , Fv , Fc┴
Ct
Layan
T ≤ 38ºC
38ºC< T ≤ 52º
52ºC< T ≤ 65º
Basah atau Kering
1,0
0,9
0,9
Kering 15%
1,0
0,8
0,7
Basah
1,0
0,7
0,5
2.2.6.Kuat Acuan Berdasarkan Pemilahan Secara Visual Pemilihan secara visual harus mengikuti standar pemilahan secara visual yang apabila pemeriksaan visual dilakukan berdasarkan atas pengukuran berat jenis kuat acuan untuk kayu berserat lurus tanpa cacat dapat dihitung dengan menggunakan langkah-langkah berikut ini : a) Kerapatan ρ pada kondisi basah (berat dan volume diukur pada kondisi basah, tetapi kadar airnya lebih kecil dari 30 %) dihitung dengan mengikuti prosedur baku. Gunakan satuan kg/m3 untuk ρ. b) Kadar air, m% (m < 30), diukur dengan prosedur baku. c) Hitung berat jenis pada m% (Gm) dengan rumus : Gm = d) Hitung berat jenis dasar (Gb) dengan Rumus : Gb =
; dengan a = (30-m)/ 30
e) Hitung berat jenis pada kadar air 15% (G 15 ) dengan rumus : G 15 = f) Hitung estimasi kuat acuan dengan ketentuan nilai Modulus Elastisitas Lentur (Ew) = 16500 G0,7 dimana G adalah berat jenis kayu pada kadar air 15% = G 15.
Tabel 2.4 Cacat maksimum untuk setiap kelas mutu kayu (berdasarkan PKKI NI - 5 2002) Macam Cacat
Kelas Mutu A
Kelas Mutu B
Kelas Mutu C
Terletak di muka lebar
1/6 lebar kayu
1/4 lebar kayu
1/2 lebar kayu
Terletak di muka sempit
1/8 lebar kayu
1/6 lebar kayu
1/4 lebar kayu
Retak
1/5 lebar kayu
1/6 lebar kayu
1/2 lebar kayu
Pingul
1/10 tebal atau lebar
1/6 tebal atau lebar
1/4 tebal atau lebar
kayu
kayu
kayu
1 : 13
1:9
1:6
1/5 tebal kayu
2/5 tebal kayu
1/2 lebar kayu
Diperkenankan
Diperkenankan
Diperkenankan
Diperkenankan asal
Diperkenankan asal
Diperkenankan
terpencar dan ukuran
terpencar dan ukuran
asal terpencar dan
dibatasi dan tidak ada
dibatasi dan tidak ada
ukuran dibatasi
tanda – tanda
tanda – tanda
dan tidak ada tanda
serangga hidup
serangga hidup
– tanda serangga
Mata kayu:
Arah serat
Saluran Damar
eksudasi tidak diperkenankan
Gubal
Lubang serangga
hidup Tidak diperkenankan Cacat lain (lapuk , hati rapuh , retak melintang )
Tidak diperkenankan Tidak diperkenankan
Untuk kayu dengan serat tidak lurus dan atau mempunyai cacat kayu, estimasi nilai modulus elastisitas lentur acuan dari ketentuan f di atas harus direduksi dengan
mengikuti ketentuan pada SNI 03-3527-1994 UDC (Universal Decimal Classification) 691.11 tentang “Mutu Kayu Bangunan“ yaitu dengan mengalihkan estimasi nilai modulus elastisitas nilai modulus elastisitas lentur acuan dari tabel 2.1 tersebut dengan nilai rasio tahanan yang ada pada tabel 2.2 yang bergantung pada kelas mutu kayu. Kelas mutu kayu ditetapkan dengan mengacu pada tabel 2.5. Tabel 2.5 Nilai rasio tahanan ((berdasarkan PKKI NI - 5 2002) Kelas Mutu
Nilai Rasio Tahanan
A
0,80
B
0,63
C
0,50
2.3. Beton Beton merupakan pencampuran antara semen, agregat halus, agregat kasar, air dengan atau tanpa bahan adiktif (tambahan lain) dengan perbandingan tertentu sesuai dengan mutu beton yang diinginkan (Paul Nugraha, 2007). Campuran tersebut nantinya akan mengeras seperti batu sesuai dengan dimensi dan bentuk cetakannya. Peristiwa pengerasan pada beton terjadi akibat adanya proses kimia yang saling mengikat antara air dan semen. Berbagai macam variasi sifat kekuatan beton dapat diperoleh dengan pengaturan yang sesuai pada perbandingan jumlah material-material campurannya. Semen-semen khusus (seperti semen berkekuatan tinggi) dan agregat-agregat khusus (seperti bermacam-macam agregat ringan dan agregat berat) memungkinkan untuk mendapatkan variasi sifat-sifat beton yang lebih luas lagi. Kekuatan beton juga bergantung pada proporsi dari bahan campurannya. Selain proporsi bahan, proses pencampuran juga sangat berpengaruh. Proses pengadukan bahan-bahan campuran sampai proses penuangan campuran ke cetakannya sangat bergantung pada kondisi kelembaban dan temperatur. Kekuatan beton didapat dengan mengukur kekuatan hancur dari benda uji
kubus atau silinder yang telah dibuat dari adukan. Kekuatan beton biasanya diuji setelah dirawat selama 28 hari (menurut standart prosedur). Dibandingkan dengan material struktur yang lain, beton memiliki banyak keunggulan. Tapi walaupun telah dipakai sejak dulu, beton juga masih memiliki berbagai kekurangan. Keunggulan dan kekurangan beton (Paul Nugraha 2007) antara lain : Keunggulan Beton a) Ketersediaan (availabity) material dasar. Agregat dan air pada umumnya bisa diperoleh dari lokasi sekitar kita. Semen juga dapat dibuat di daerah setempat bila tersedia. Dengan demikian biaya pembuatan relatif murah karena semua bahan campurannya didapat dengan mudah. b) Kemudahan untuk digunakan (versality) 1) Beton dapat dipakai untuk pembangunan struktur. 2) Beton segar dapat dengan mudah dicetak sesuai dengan keinginan dan cetakan beton pun dapat dipakai berkali-kali sehingga ada nilai ekonomisnya. 3) Pengangkutan bahan mudah, karena masing-masing bahan bisa diangkut secara terpisah. c) Kebutuhan pemeliharaan yang minimal Beton tahan aus dan tahan bakar serta mempunyai sifat tahan terhadap korosi dan pembusukan oleh kondisi lingkungan sehingga perawatannya lebih murah. d) Kemampuan beradaptasi (adaptability) 1) Beton bersifat monolit sehingga tidak memerlukan sambungan seperti baja. 2) Beton dapat dicetak dengan bentuk dan ukuran apapun yang kita inginkan. 3) Beton mampu menahan gaya tekan dengan baik. Kekurangan Beton a) Kekuatan tarik beton rendah. b) Beton cenderung mengalami retak , karea semennya hidraulis. c) Berat sendiri beton yang besar sekitar 2400 kg/m3. d) Kualitas beton sangat bergantung pada cara pelaksanaannya di lapangan. Beton yang baik maupun yang buruk dapat dibentuk dari rumus dan campuran yang sama.
e) Beton keras menyusut dan mengembang bila terjadi perubahan suhu, sehingga perlu dibuat dilatasi (expansion joint) untuk mencegah retakan yang diakibatkan oleh terjadinya perubahan suhu. f) Beton bersifat getas (tidak daktail) sehingga harus dihitung dan diteliti secara seksama. g) Struktur beton sulit untuk dipindahkan. Pemakaian kembali atau daur ulang sulit dan tidak ekonomis. 2.3.1. Kekuatan Beton 2.3.1.1.Kuat Tekan Beton Karena beton mempunyai sifat yang kuat terhadap tekan dan mempunyai sifat yang relatif rendah terhadap tarik maka pada umumnya beton hanya diperhitungkan mempunyai kerja yang baik di daerah tekan pada penampangnya dan hubungan regangan-regangan yang timbul karena pengaruh pengaruh gaya tekan tersebut digunakan sebagai dasar pertimbangan. Nilai dari kuat tekan beton diwakili oleh tegangan tekan maksimum fc’ dengan satuan N/mm2 atau MPa (Mega Pascal). Kuat tekan beton umur 28 hari berkisar antara nilai ± 10 - 65 MPa. Untuk struktur beton bertulang pada umumnya menggunakan beton dengan kuat tekan berkisar 17 - 30 MPa (Dipohusodo, 1999). Nilai dari kuat tekan beton ditentukan dari tegangan tekan tertinggi (fc’) yang dicapai benda uji umur 28 hari akibat beban tekan selama percobaan. Dengan demikian, seperti tampak pada gambar, harap dicatat bahwa tegangan fc’ bukanlah tegangan yang timbul pada saat benda uji hancur melainkan tegangan maksimum pada saat regangan beton (εb) mencapai nilai ± 0,002. Grafik 2.2. memperlihatkan hasil percobaan kuat tekan benda uji beton berumur 28 hari untuk berbagai macam adukan rencana.
Grafik 2.2 Grafik hubungan tegangan - regangan batang tulangan baja terhadap kuat tekan beton (Dipohusodo, 1999) Kuat tekan pada umur 28 hari dapat dihitung dari data kuat tekan pada umur lainnya dengan menggunakan angka konversi yang diturunkan di laboratorium terhadap benda uji yang dirawat di laboratorium maupun di lapangan. Bila percobaan ini tidak dilakukan, alternatif lain untuk mendapatkan kuat tekan beton 28 hari adalah dengan menggunakan tabel berikut ini, asalkan beton tersebut tidak menggunakan campuran tambahan atau agregat ringan. Tabel 2.6 Perbandingan kuat tekan beton pada berbagai umur untuk benda uji silinder yang dirawat di laboratorium (berdasarkan SNI-03-28472002) Umur beton ( hari )
Semen Portland type I
3
0,46
7
0,70
14
0,88
21
0,96
28
1,00
2.3.1.2.Modulus Elastisitas Beton Tolak ukur yang umum dari sifat elastis suatu bahan adalah modulus elastisitas, yang merupakan perbandingan dari tekanan yang diberikan dengan perubahan bentuk per satuan panjang, sebagai akibat tekanan yang diberikan. SK SNI 03 – 2847 – 2002 memberikan nilai modulus elastisitas beton yaitu:
a) Untuk nilai wc diantara 1500 kg/m3 dan 2500 kg/m3, nilai modulus elastisitas beton (Ec): Ec = (Wc) 1,5 0.043
(dalam MPa)
b) Untuk beton normal Ec dapat diambil sebesar: Ec = 4700 Dimana:Wc = Berat Satuan Beton ( kg/m3 ) = Kuat Tekan Beton yang disyaratkan ( MPa ) Modulus elastisitas beton berubah-ubah tergantung kepada umur beton, sifat-sifat dari agregat dan semen, kecepatan pembebanan, jenis dan ukuran dari benda uji. Nilai kuat beton beragam sesuai dengan umurnya dan biasanya nilai kuat beton ditentukan pada waktu beton mencapai umur 28 hari setelah pengecoran. Umumnya pada umur 7 hari kuat beton mencapai 70 % dan pada umur 14 hari mencapai 85% 90% dari kuat beton umur 28 hari. Nilai dari modulus elastisitas beton normal akan ditunjukkan di tabel 2.7. Tabel 2.7 Nilai Modulus Elastisitas Beton Normal laboratorium (berdasarkan SNI-03-2847-2002) Fc’n (kg/cm2)
Ec (Mpa)
175
19500
200
20800
225
22100
250
23300
2.3.1.3.Kuat Tarik Beton Beton bersifat getas. Nilai kuat tekan beton relatif tinggi dibanding kuat tariknya. Nilai kuat tariknya hanya berkisar 9%-15% saja dari kuat tekannya. Pada penggunaan sebagai komponen struktur bangunan, umumnya beton diperkuat dengan batang tulangan baja sebagai bahan yang dapat bekerja sama dan mampu membantu kelemahannya, terutama pada bagian yang menahan tarik. Dengan demikian tersusun
pembagian tugas, dimana tulangan bertugas memperkuat dan menahan gaya tarik, sedangkan beton hanya diperhitungkan menahan gaya tekan. SNI 03-2847-2002 membatasi untuk beton normal, kekuatan beton dalam menahan tarik akibat lentur adalah: Fr = 0,70 f 'c
(Fr ini biasa dikenal dengan tegangan retak)
Dengan Ec dan f’c dalam Mpa. Harga ini harus dikalikan faktor 0,75 untuk beton ringan total dan 0,85 untuk beton ringan berpasir. Dari berbagai hasil percobaan terlihat bahwa kekuatan tarik beton sangat kecil dibandingkan kekuatan tekannya, sehingga dalam analisis atau desain kekuatan tarik beton diabaikan, dan beton dianggap hanya dapat menahan gaya tekan. 2.3.2. Bahan-Bahan Penyusun Beton 2.3.2.1.Semen Semen adalah bagian yang sangat penting dalam pembuatan beton. Semen berfungsi sebagai pengikat yang bersifat kohesif dan adhesif. Kegunaan semen ini semata-mata untuk bahan pengikat yang akan mengikat agregat halus dan agregat kasar dengan bantuan air dimana prosesnya disebut hidrasi sehingga bahan-bahan tersebut membentuk suatu kesatuan yang disebut beton. Pengikatan dan pengerasan dari semen hanya dapat terjadi karena adanya air, dan air inilah dapat yang melangsungkan reaksi-reaksi kimia guna melarutkan bagianbagian dari semen sehingga dihasilkan senyawa-senyawa hidrat yang dapat mengeras. Semen yang digunakan dalam pelaksanaan konstruksi beton harus mempunyai kualitas yang baik, sebab semen sangat menentukan kualitas beton itu sendiri. 1) Ordinary Portland Cement (OPC) Merupakan jenis semen yang paling sering digunakan dalam pembangunan. Semen portland diklasifikasikan dalam lima tipe yaitu : a. Tipe I (Ordinary Portland Cement)
Semen Portland untuk penggunaan umum dan tidak memerlukan persyaratan khusus seperti yang dipersyaratkan pada tipe-tipe lain. Tipe semen ini paling banyak diproduksi dan banyak di pasaran.
b. Tipe II (Moderate Sulfat Resistance)
Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat atau panas hidrasi sedang. Tipe II ini mempunyai panas hidrasi yang lebih rendah dibanding semen Portland Tipe I. Pada daerah-daerah tertentu dimana suhu agak tinggi, maka untuk mengurangi penggunaan air selama pengeringan agar tidak terjadi Srinkage (penyusutan) yang besar perlu ditambahkan sifat moderat “Heat of hydration”. Semen Portland tipe II ini disarankan untuk dipakai pada bangunan seperti bendungan, dermaga dan landasan berat yang ditandai adanya kolom-kolom dan dimana proses hidrasi rendah juga merupakan pertimbangan utama. c. Tipe III (High Early Strength)
Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan yang tinggi pada tahap permulaan setelah pengikatan terjadi. Semen tipe III ini dibuat dengan kehalusan yang tinggi blaine biasa mencapai 5000 cm2/gr dengan nilai C3S nya juga tinggi. Beton yang dibuat dengan menggunakan semen Portland tipe III ini dalam waktu 24 jam dapat mencapai kekuatan yang sama dengan kekuatan yang dicapai semen Portland tipe I pada umur 3 hari, dan dalam umur 7 hari semen Portland tipe III ini kekuatannya menyamai beton dengan menggunakan semen portlan tipe I pada umur 28 hari. d. Tipe IV (Low Heat Of Hydration)
Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan panas hidrasi rendah. Penggunaan semen ini banyak ditujukan untuk struktur beton dengan volume yang besar, seperti bendungan dan lapangan udara. Dimana kenaikan temperatur dari panas yang dihasilkan selama periode pengerasan diusahakan seminimal mungkin sehingga tidak terjadi pengembangan volume beton yang biasa menimbulkan cracking (retak). Pengembangan kuat tekan (strength) dari semen jenis ini juga sangat lambat jika dibanding semen portland tipe I. e. Tipe V (Sulfat Resistance Cement )
Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan tinggi terhadap sulfat. Semen jenis ini cocok digunakan untuk pembuatan beton pada daerah yang tanah dan airnya mempunyai kandungan garam sulfat tinggi seperti: air laut, daerah tambang, air payau dan sebagainya.
2). Sulphate Resisting Portland Cement ( SRPC ) Merupakan semen yang tahan terhadap sulfat. 3). Rapid Hardming Portland Cement ( RHPC ) Merupakan jenis semen yang cepat mengeras dan biasanya digunakan untuk bangunan air. 4). White Cement Semen ini biasanya disebut semen putih dan sering kali dipakai sebagai hiasan. 2.3.2.2.Agregat Agregat ialah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran beton. Kandungan agregat dalam campuran beton biasanya sangat tinggi, yaitu berkisar 60%-70% dari volume beton. Walaupun fungsinya hanya sebagai pengisi, tetapi karena komposisinya yang cukup besar sehingga karakteristik dan sifat agregat memiliki pengaruh langsung terhadap sifat-sifat beton. Secara umum agregat dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu agregat kasar dan agregat halus. a. Agregat Kasar Agregat kasar (kerikil/batu pecah) berasal dari disintegrasi alami dari batuan alam atau berupa batu pecah yang dihasilkan oleh alat pemecah batu (stone crusher), dengan ukuran butiran lebih dari 5 mm atau tertahan pada saringan no.4. Agregat yang digunakan dalam campuran beton biasanya berukuran lebih kecil dari 40 mm. Agregat yang ukurannya lebih besar dari 40 mm digunakan untuk pekerjaan sipil lainnya, misalnya untuk pekerjaan jalan, tanggul-tanggul penahan tanah, bendungan dan lainnya. b. Agregat Halus Agregat halus (pasir) adalah mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran beton yang memiliki ukuran butiran kurang dari 5 mm atau lolos saringan no.4 dan tertahan pada saringan no.200. Agregat halus berasal dari hasil disintegrasi alami dari batuan alam atau pasir buatan yang dihasilkan dari alat pemecah
batu (stone crusher) dan sebaiknya tidak boleh mengandung zat-zat organik yang dapat merusak struktur beton. 2.3.2.3.Air Air berguna untuk melarutkan semen sehingga akan menghasilkan senyawa yang dapat mengeras. Dalam konstruksi beton, air adalah bahan campuran yang turut menentukan mutu dari suatu beton. Oleh sebab itu pemakaian air dalam campuran beton harus diteliti terlebih dahulu agar jangan mengurangi mutu beton yang dihasilkan. Bila penelitian tersebut tidak dapat dilakukan maka diadakan percobaan perbandingan antara kekuatan tekan mortar semen ditambah pasir, air, dengan memakai air suling sebagai standard. Air tersebut dapat dianggap memenuhi syarat dan dapat dipakai apabila kekuatan tekan mortar pada umur 7 dan 28 hari paling sedikit adalah 90% dari kekuatan tekan mortar dengan menggunakan air suling pada umur yang sama. Jumlah air yang dipakai untuk membuat adukan beton dapat ditentukan dengan ukuran isi atau ukuran berat dan harus dilakukan dengan tepat. Air yang dipergunakan untuk pembuatan beton adalah air yang tidak mengandung minyak, asam, garam-garam alkali, bahan-bahan organik atau bahan-bahan yang dapat merusak mutu beton atau baja dan juga mempunyai pH yang tidak boleh > 6. Dalam pemakaian air untuk beton sebaiknya air memenuhi syarat sebagai berikut: a. Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gram/liter. b. Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat organik, dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter. c. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter.
2.4. Kolom Pada suatu struktur bangunan gedung, kolom berfungsi sebagai pendukung bebanbeban dari balok dan pelat untuk diteruskan ke tanah dasar melalui pondasi. Bebanbeban dari pelat dan balok adalah merupakan beban aksial tekan serta momen lentur. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kolom adalah suatu struktur bangunan yang sangat mendukung beban aksial dengan atau tanpa momen lentur. Pada suatu struktur bangunan kolom merupakan bagian yang sangat penting untuk diberi perhatian lebih, karena apabila kolom ini mengalami kegagalan, maka berakibat keruntuhan struktur bangunan secara keseluruhan. 2.4.1. Jenis Kolom 2.4.1.1.Jenis Kolom Berdasarkan Bentuk dan Susunan Tulangan Berdasarkan bentuk dan susunan tulangan, kolom dibedakan menjadi 3 jenis yaitu : a) Kolom segiempat, berupa kolom berbentuk segiempat ataupun bujursangkar dengan dipasang tulangan memanjang dan sengkang. b) Kolom bulat, berupa kolom dengan tulangan memanjang dan sengkang melingkar atau spiral. c) Kolom komposit yaitu kolom yang terdiri atas beton dengan diisi bahan lain yang berbeda seperti profil baja struktual, tulangan dengan bahan lain selain baja mis. kayu, yang berada di dalam stuktur beton.
Gambar 2.8 Jenis kolom berdasarkan bentuk dan susunan tulangan
Dari semua jenis kolom di atas kolom dengan bersengkang segiempat dan bujur sangkar merupakan jenis kolom yang paling banyak dipakai. Hal ini karena pelaksanaan dan pengerjaannya yang mudah serta harga pembuatannya yang murah. 2.4.1.2.Jenis Kolom Berdasarkan Letak / Posisi Beban Aksial Berdasarkan letak beban aksial yang bekerja pada penampang kolom, kolom
dibedakan menjadi 2 macam yaitu kolom dengan beban sentris dan kolom dengan posisi beban eksentris. Kolom dengan posisi beban sentris adalah kolom yang menahan beban aksial tepat pada sumbu kolom. Pada kondisi seperti ini seluruh permukaan penampang beton beserta tulangan kolom menahan beban tekan. Kolom dengan posisi beban eksentris adalah kolom yang beban aksialnya bekerja di luar sumbu kolom dengan eksentrisitas sebesar e. Beban aksial P dan eksentrisitas e ini nantinya akan menimbulkan momen (M) sebesar M = P.e . Jadi dapat disimpulkan bahwa kolom yang menahan beban aksial eksentris ini pengaruhnya sama dengan kolom yang menahan beban aksial sentris P serta momen M yang diberikan. a) Kolom yang mengalami beban sentris (Gambar 2.9a) berarti tidak mengalami lentur. b) Kolom dengan beban eksentrisitas (Gambar 2.9b) mengalami momen lentur selain gaya aksial. Momen ini dapat dikonversikan menjadi suatu beban P dengan eksentrisitas e. P
P
e
(a)
(b)
Gambar 2.9 Jenis kolom berdasarkan letak beban aksial
2.4.1.3.Jenis Kolom Berdasarkan Panjang Kolom Berdasarkan ukuran panjang pendeknya suatu kolom, dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu kolom panjang dan kolom pendek. Kolom panjang juga biasa disebut dengan kolom langsing atau kolom kurus. Sedangkan kolom pendek biasa disebut dengan kolom gemuk atau kolom tidak langsing. Pada kolom pendek dengan nilai kelangsingan kolomnya yang sangat kecil, akan memungkinkan terjadinya kegagalan tekan (crushing failure) pada penampang kolom. Sedangkan pada kolom panjang dengan nilai nilai kelangsingan kolomnya yang tinggi maka akan terjadi kegagalan tekuk pada kolom sebelum mencapai kuat kuat tekan yang telah direncanakan. Selain itu bisa juga terjadi peristiwa lateral buckling failure atau kondisi dimana kolom mengalami kondisi yang elastis atau biasa juga mengalami keadaan intermediate column yaitu kolom yang angka kelangsingannya berada diantara kedua nilai angka di atas. Beban-beban yang bekerja pada kolom panjang dapat menyebabkan terjadinya kegagalan atau keruntuhan kolom akibat terjadinya kehilangan stabilitas lateral karena adanya bahaya tekuk. Berbeda dengan kolom pendek, tidak akan terjadi bahaya tekuk, karena tidak terjadi kehilangan stabilitas lateral, tetapi kegagalan atau keruntuhan yang terjadi pada kolom pendek sering terjadi akibat kegagalan material kolom itu sendiri (hancurnya beton atau melelehnya tulangan). 2.4.2.Bahaya Tekuk Pada Kolom Tekuk (buckling) adalah peristiwa terjadinya perubahan bentuk pada kolom yang menyebabkan kolom menjadi tidak stabil setelah adanya pemberian beban dengan batas tertentu. Setelah mengalami buckling, maka kolom tidak akan mempunyai kemampuan lagi untuk menerima beban tambahan. Peristiwa ini akan mengakibatkan keruntuhan pada kolom.
2.4.3.Stabilitas Struktur Kolom Masalah kesetimbangan mempunyai kaitan dengan stabilitas suatu struktur batang. Pemahaman terhadap masalah kesetimbangan merupakan hal yang penting. Konsep dari stabilitas sering diterangkan dengan menggangap kesetimbangan dari bola pejal dalam beberapa posisi yaitu :
( a ). Kolom pendek : keruntuhannya berupa hancurnya material. Kekuatannya bergantung pada luas penampang dan kekuatan hancur material.
( b ). Kolom panjang ( beban lebih kecil dari beban tekuk ) : Kolom keseimbangan stabil. Apabila kolom mengalami deformasi kecil , dapat kembali ke konfigurasi semula apabila bebannya dihilangkan.
( c ). Kolom panjang ( beban = beban tekuk ) : apabila beban tekuk kritis , kolom akan berada pada keadaan keseimbangan netral. Apabila kolom mengalami deformasi dari konfigurasi linear , maka akan tetap pada konfigurasi yang baru ( tidak kembali ke konfigurasi linear ). Beban tekuk adalah beban maksimum yang dapat dipikul oleh kolom.
( d ). Kolom panjang ( beban lebih besar daripada beban tekuk); Apabila beban pada kolom lebih besar daripada beban tekuk kritis, kolom berada dalam keseimbangan tidak stabil. Kolom akan terus berdeformasi pada beban konstan sampai akhirnya runtuh.
( e ). Hubungan umum antara panjang kolom dengan beban tekuk. Kegagalan pada kolom pendek adalah kehancuran material , sedangkan kegagalan pada kolom panjang adalah karena tekuk. Semakin panjang suatu kolom maka semakin kecil kapasitas pikul bebannya, khususnya pada kolom panjang.
Gambar 2.10 Perilaku kolom yang dibebani (Daniel L. Schodek)
2.4.4.Teori Tekuk Ada beberapa ilmuwan yang telah meneliti perilaku tekuk yang terjadi pada kolom. Dari penelitian tersebut, para ilmuwan ini mengungkapkan berbagai teori tekuk pada kolom. Beberapa teori mengenai tekuk kolom adalah sebagai berikut: 1. Leondhart Euler (1759) : batang dengan beban konsentris yang semula lurus dan semua seratnya tetap elastis hingga tekuk terjadi akan mengalami lengkungan yang kecil. Batasan kelangsingan kolom untuk rumus euler ini adalah 100<λ<150. 2. Considere dan Esengger (1889) : kolom dengan panjang yang umum akan hancur akibat tekuk inelastic dan bukan akibat tekuk elastis. 3. Shanley (1946) : kolom masih mampu memikul beban aksial yang lebih besar walaupun telah melentur, tetapi kolom mulai melentur pada saat mencapai beban yang disebut beban tekuk.
2.5. Teori Euler Teori tekuk kolom yang pertama kali dikemukakan oleh Leonheardt Euler pada tahun 1759 yaitu kolom dengan beban konsentris yang semula lurus dan semua seratnya tetap elastis sehingga tekuk akan mengalami lengkungan yang kecil. Euler hanya menyelidiki batang yang dijepit di salah satu ujung dengan tumpuan sederhana (simply supported) di ujung lainnya, logika yang sama dapat diterapkan pada kolom berujung sendi, yang tidak memiliki pengekang rotasi dan merupakan batang dengan kekuatan tekuk terkecil.
P
P
z
z L
Posisi yang sedikit melengkung
y Gambar 2.11 Kolom Euler (Daniel. L.Schodek). Pada titik sejauh x, momen lentur M x (terhadap sumbu x) pada kolom yang sedikit melentur adalah : M x = P x y .….……………...……………………………………………….. (2.1) Dan karena,
=
……..…………………………………………………..…… (2.2)
Persamaan di atas menjadi :
+
= 0 …………………………………………………………... (2.3)
Bila k2 = P/EI akan diperoleh
+ k2y = 0 ……………………………………………………………. (2.4) Penyelesaian persamaan diferensial ber-ordo 2 ini dapat dinyatakan sebagai :
y = A sin kx + B cos kx …………………………………………………….. (2.5) Dengan menerapkan syarat batas a. y = 0 pada x = 0; diperoleh 0 = A sin 0 + B cos 0 didapat harga B = 0 b. y = 0 pada x = L; karena harga A tidak mungkin nol, maka diperoleh harga A sin kL = 0 ………………………………………………………………… (2.6) Harga kL yang memenuhi ialah kL = 0, π, 2π, 3π, … nπ Dengan kata lain, persamaan 2.6 dapat dipenuhi oleh tiga keadaan : 1. Konstanta A = 0, tidak ada lendutan. 2. kL = 0, tidak ada beban luar. 3. kL = π, syarat terjadinya tekuk, dan karena k2 = kedua ruas dikuadratkan π2 = L2 P kritis = P euler = Pcr =
maka π = L
. Apabila
maka diperoleh :
…………………….………………………….… (2.7)
Ragam tekuk dasar pertama, yaitu lendutan dengan lengkung tunggal (y = A sin x dari pers.2.5), akan terjadi bila kL = π ; dengan demikian beban kritis Euler untuk kolom yang bersendi pada kedua ujungnya dimana L adalah panjang tekuk yang dinotasikan L k adalah : Pcr
=
.......................................................................................................
(2.8) Leodard Euler adalah orang yang perrtama kali merumuskan peristiwa beban tekuk kritis pada kolom , sehingga dalam teorinya disebut dengan istilah Tekuk Euler. Beban tekuk kritis untuk kolom yang ujung-ujungnya sendi, yang dikenal dengan beban tekuk Euler adalah : Pcr = Dimana : E = Modulus Elastisitas I = Momen Inersia L = Panjang Kolom di antara kedua ujung sendi
Π = Konstanta pi Rumus ini memperlihatkan dengan jelas bahwa, kapasitas kolom untuk memikul beban selalu berbanding terbalik dengan kuadrat panjang elemen kolomnya, serta sebanding dengan modulus elastisitas material, dan momen inersia penampang melintang. Momen inersia yang dipakai adalah momen yang paling minimum terhadap sumbu berat penampang apabila kolom tersebut tidak dikekang (unbraced). Dengan menggunakan persamaan Euler kita dapat memprediksikan jika suatu kolom berdimensi panjang, maka beban yang dapat menimbulkan terjadinya tekuk menjadi semakin kecil, begitu juga sebaliknya. Seperti yang dijelaskan oleh gambar di bawah.
Gambar 2.12 Tekuk Euler pada kolom panjang Gambar di atas menjelaskan bahwa jika kolom semakin pendek maka jenis kegagalan yang terjadi bukan merupakan tekuk melainkan kegagalan akibat susunan materialnya. Dengan demikian, rumus Euler tidak berlaku pada kolom pendek. Jadi dapat disimpulkan bahwa beban tekuk kolom sangat peka terhadap ukuran panjang kolom.
Selain ukuran panjang kolom yang harus diperhatikan, kita juga harus memperkirakan bentuk penampang melintangnya. Karena berpengaruh pada arah tekuknya. Apabila kolom yang kita uji tak dikekang dan memiliki ukuran yang tidak simetris maka kita perlu memperhatikan adanya momen inersia yang berbeda pada kolom tersebut. Kolom demikian pada umumnya mengalami tekuk ke arah dimensi terkecil, atau lebih tepat lagi ke arah sumbu terlemah pada kolom. Kolom segi 4 mempunyai 2 momen inersia utama yaitu Ix dan Iy, maka beban-beban yang dapat menimbulkan tekuk pada kolom adalah Pcr x dan Pcr y . Beban sebenarnya yang dapat menyebabkan peristiwa tekuk adalah yang terkecil diantara keduanya. Persamaannya adalah: Pcr x =
Pcr y =
Gambar 2.13 Tekuk pada penampang melintang tidak simetris
Peristiwa tekuk sangat berhubungan dengan nilai kekakuan suatu elemen struktur. Suatu elemen struktur yang mempunyai nilai kekakuan yang kecil akan lebih mudah mengalami tekuk bila dibandingkan dengan elemen struktur yang mempunyai nilai kekakuan yang besar. Semakin panjang suatu elemen struktur maka nilai kekakuannya semakin kecil. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya beban tekuk (Pcr). Panjang kolom adalah faktor yang sangat penting. Kapasitas kolom untuk memikul beban berbanding terbalik dengan kuadrat panjang elemen struktur. Selain itu faktor lain yang menentukan P cr nya adalah suatu hal yang berhubungan dengan kekakuan elemen strukturnya seperti jenis material yang dipakai dan ukuran penampang kolom (Daniel. L.Schodek). Perencanaan dimensi batang tekan (kolom) lebih sulit dari perencanaan batang tarik. Peristiwa tekuk yang terjadi pada kolom sangat dipengaruhi oleh nilai kelangsingan kolom yaitu perbandingan antara panjang efektif kolom dengan jari-jari girasinya. Kekakuan elemen struktur sangat dipengaruhi oleh banyaknya distribusi material yang ada. Pada elemen struktur berbentuk persegi panjang seperti gambar di bawah menunjukkan bahwa elemen struktur akan selalu mengalami tekuk.
Tabel 2.8 Nilai kekakuan dalam berbagai jenis perletakan kolom
Perletakan Sendi-Sendi
Perletakan Jepit-Jepit
Perletakan Jepit-Sendi
Perletakan Jepit-Jepit Bergoyang
Perletakan Jepit-Bebas
Perletakan Sendi-Jepit Bergoyang
Kelakuan kolom Euler dapat digambarkan secara grafik di bawah ini:
Grafik 2.3 Kelakuan kolom Euler (Daniel. L.Schodek) Dari grafik dapat dilihat bahwa sampai beban Euler dicapai, kolom harus tetap lurus. Pada beban Euler ada percabangan kesetimbangan yaitu kolom dapat tetap lurus atau dapat dianggap berubah bentuk dengan amplitude tidak tentu. Kelakuan ini menunjukkan bahwa keadaan kesetimbangan pada saat beban Euler merupakan transisi dari kesetimbangan stabil dan tidak stabil.
2.6
Batas Berlakunya Persamaan Euler Untuk mengetahui batas berlakunya persamaan Euler, harus dilihat hubungan
antara tegangan kritis dengan kelangsingan kolom yang dinotasikan dengan ( λ ). Dari persamaan 2.7 apabila kedua ruas dibagi dengan luas penampang, maka diperoleh : =
……………………………………………………………………..(2.8)
Karena i2 =
maka diperoleh :
= σ=
; dimana
adalah kelangsingan (λ) maka diperoleh :
........................................................................................................... (2.9)
Batang tekan yang panjang akan runtuh akibat tekuk elastis, dan batang tekan yang pendek dapat dibebani sampai bahan meleleh atau bahkan sampai daerah pengerasan regangan (strain hardening). Pada keadaan yang umum, kehancuran akibat tekuk terjadi setelah sebagian penampang melintang meleleh. Keadaan ini disebut tekuk in elastis (tidak elastis). Tekuk murni akibat beban aksial sesungguhnya hanya terjadi bila anggapananggapan di bawah ini berlaku : 1) Sifat tegangan-tegangan tekan sama di seluruh titik pada penampang. 2) Kolom lurus sempurna dan prismatik. 3) Resultante beban bekerja melalui sumbu pusat batang sampai batang mulai melentur. 4) Kondisi ujung harus statis tertentu sehingga panjang antara sendi-sendi ekivalen dapat ditentukan. 5) Teori lendutan yang kecil seperti pada lenturan yang umum berlaku dan gaya geser dapat diabaikan. 6) Puntiran atau distorsi penampang melintang tidak terjadi selama melentur.
Pada umumnya kolom merupakan satu kesatuan dengan struktur dan pada hakekatnya tidak dapat berlaku secara bebas ( independent ). Dalam prakteknya, tekuk diartikan sebagai perbatasan antara lendutan stabil dan tak stabil pada batang tekan, bukan kondisi sesaat yang terjadi pada batang langsing elastis yang diisolir. Seperti yang telah dijabarkan sebelumnya, penentuan beban batas tidak selaras dengan hasil percobaan. Hasil percobaan mencakup pengaruh bengkokan awal pada batang eksentrisitas beban yang tak terduga, tekuk setempat atau lateral dan tegangan sisa. Kurva tipikal dari beban batas hasil pengamatan dapat diperlihatkan pada grafik 2.4. Oleh karena itu, rumus perencanaan didasarkan pada hasil empiris ini. Secara umum, tekuk elastis Euler menentukan kekuatan batang dengan angka kelangsingan yang besar, dan tegangan leleh digunakan untuk kolom yang pendek, serta kurva transisi dipakai untuk tekuk inelastis.
σ = σ1 Jangkauan hasil percobaan
λ Grafik 2.3 Grafik hubungan jangkauan kekuatan kolom yang umum terhadap angka kelangsingan (Daniel. L.Schodek)
2.7
Prinsip Perencanaan Struktur Komposit Struktur komposit merupakan suatu struktur yang terdiri dari dua jenis material
yang berbeda atau lebih dan bekerja secara bersama-sama membentuk suatu kesatuan, dimana masing-masing bahan/material tersebut mempunyai kekuatan sendiri-sendiri. Struktur komposit dibentuk dengan memanfaatkan sifat fisik dan mekanik dari masingmasing bahan sehingga akan diperoleh komponen yang lebih baik dan mempunyai kelebihan-kelebihan tertentu bila dibandingkan dengan masing-masing bahan yang membentuknya. Bahan konstruksi yang dimaksud dalam tulisan ini adalah kolom komposit kayu dengan beton. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk menghemat penggunaan bahan bangunan, yaitu dengan cara menggabungkan kayu dan beton dalam satu kesatuan struktur komposit. Komponen komposit kayu-beton adalah komposit yang terbentuk dari bahan kayu panggoh dan beton bertulang yang digabungkan menjadi satu kesatuan dengan kayu dipasang sebagai tulangan utama sebagai pengganti tulangan besi, kemudian dilakukan pengecoran sehingga mampu bereaksi secara bersama-sama terhadap beban kerja sebagai satu kesatuan. Bila dibandingkan dengan beton, pelaksanaan dengan menggunakan kolom komposit mempunyai beberapa keuntungan dan kerugian - kerugian tertentu. Keuntungan-keuntungan yang diperoleh adalah sebagai berikut : a. Ukuran kolom konstruksi menjadi lebih kecil, b. Berat konstruksi menjadi ringan, c. Sesuai dengan bentang-bentang pendek, untuk gelagar sederhana, d. Kekuatan memikul beban menjadi lebih besar. Sedangkan kerugian-kerugiannya adalah: a. Diperlukan pemeliharaan (maintenance) yang periodik dimana kekuatan kayu akan berkurang, sejalan dengan lebih membasahnya keadaan/pengaruh pergantian cuaca.
b. Diperlukan pengawasan dan ketelitian yang tinggi dalam hal pekerjaan sambungan, pengecatan, dll. Analisis struktur secara ultimate memanfaatkan kemampuan struktur secara penuh hingga beban batas akhir
(ultimate load) sehingga timbul bentuk plastis dengan
kekuatan struktur sampai tegangan runtuhnya. Analisis ultimate pada umumnya digunakan untuk menentukan besarnya beban runtuh (ultimate load) pada suatu struktur serta perilaku keruntuhannya. Gaya-gaya dalam yang terjadi telah melebihi batas elastis dan defleksi yang terjadi cukup besar. Beberapa alasan digunakannya metode kuat batas (ultimate strength design) sebagai trend perencanaan struktur beton adalah: a) Struktur beton bersifat in-elastis saat beban maksimum, sehingga teori elastis tidak dapat secara akurat menghitung kekuatan batasnya. b) Faktor keamanan dalam bentuk faktor beban lebih rasional, yaitu faktor beban rendah untuk struktur dengan pembebanan yang pasti, sedangkan faktor beban tinggi untuk pembebanan yang fluaktif (berubah-berubah). c) Kurva tegangan-regangan beton adalah non liner dan tergantung dari waktu, misalnya regangan rangkak (creep) akibat tegangan yang konstan dapat beberapa kali lipat dari regangan elastis awal. Oleh karena itu nilai rasio modulus yang digunakan dapat menyimpang dari kondisi sebenarnya. Regangan rangkak dapat memberikan redistribusi tegangan yang lumayan besar pada penampang struktur beton, artinya tegangan sebenarnya yang terjadi pada struktur tersebut bisa berbeda dengan tegangan yang diambil dalam perencanaan. Contoh, tulangan baja desak pada kolom beton dapat mencapai leleh selama pembebanan tetap, meskipun kondisi tersebut tidak terlihat pada saat direncanakan dengan metode beban kerja yang memakai nilai modulus rasio sebelum creep. Metode perencanaan kuat batas tidak memerlukan rasio modulus.
d) Metode perencanaan kuat batas memanfaatkan kekuatan yang dihasilkan dari distribusi tegangan yang lebih efisien yang memungkinkan oleh adanya regangan in-elastis. e) Metode perencanaan kuat batas menghasilkan penampang struktur beton yang lebih efisien jika digunakan tulangan baja mutu tinggi dan tinggi balok yang rendah dapat digunakan tanpa perlu tulangan desak. f) Metode perencanaan kuat batas dapat digunakan untuk mengakses daktilitas struktur di luar batas elastisnya. Hal tersebut penting untuk memasukkan pengaruh redistribusi momen dalam perencanaan terhadap beban gravitasi, perencanaan tahan gempa dan perencanaan terhadap beban ledak ( blasting ).