BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kurang Energi Kronis pada Ibu Hamil Kurang energi kronis (KEK) adalah keadaan dimana ibu menderita keadaan
kekurangan makanan yang berlangsung menahun (kronis) yang mengakibatkan timbulnya gangguan kesehatan pada ibu (Depkes RI, 1995b). Faktor predisposisi yang menyebabkan KEK adalah asupan nutrisi yang kurang dan adanya faktor medis seperti terdapatnya penyakit kronis. KEK pada ibu hamil dapat berbahaya bagi ibu maupun bayi, risiko pada saat persalinan dan keadaan yang lemah dan cepat lelah saat hamil sering dialami oleh ibu yang mengalami KEK (Depkes RI, 1995a). KEK adalah akibat ketidakseimbangan anatara asupan untuk pemenuhan kebutuhan
dan
pengeluaran
energi.
Yang
sering
terjadi
adalah
adanya
ketidaktersediaan pangan secara musiman atau secara kronis di tingkat rumah tangga, distribusi di dalam rumah tangga yang tidak proposrsional dan beratnya beban kerja ibu hamil. Selain itu, beberapa hal penting berkaitan dengan status gizi seorang ibu adalah kehamilan pada ibu berusia muda (kurang dari 20 tahun), kehamilan dengan jarak yang pendek dengan kehamilan sebelumnya (kurang dari 2 tahun), kehamilan yang terlalu sering, serta kehamilan pada usia terlalu tua (lebih dari 35 tahun) (Achandi, E.L, 2007). 2.2
Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Kurang Energi Kronis Pada Ibu Hamil Faktor yang berhubungan dengan kejadian kurang energi kronis pada ibu
hamil, sebagai berikut :
7
8
a. Usia ibu Ibu hamil dengan usia antara 20-35 tahun akan lebih siap baik secara jasmani maupun rohaninya untuk terjadinya khamilan. Karena pada usia tersebut keadaan gizi seorang ibu lebih baik dibandingkan pada usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun. (Surasih, H. 2006) Usia ibu hamil juga sangat berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan janin maupun ibunya sendiri. Semakin muda dan semakin tua usia ibu hamil juga berpengaruh pada pemenuhan kebutuhan gizi yang diperlukan. Wanita muda (kurang dari 20 tahun) perlu tambahan gizi karena selain digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan dirinya sendiri juga harus berbagi dengan janin yang sedang dikandungnya. Sementara umr yang lebih tua (lebih dari 35 tahun) perlu energi yang besar juga karena fungsi organ yang semakin melemah dan diharuskan untuk bekerja maksimal, maka diperlukan tambahan energi yang cukup guna mendukung kehamilan yang sedang berlangsung (Maryam, S. 2015). b. Paritas Paritas adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan yaitu kondisi yang menggambarkan kelahiran sekelompok atau beberapa kelompok wanita selama masa reproduksi (BKKBN, 2011). Paritas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi ibu hamil. Paritas merupakan faktor yang yang sangat mempengaruhi terhadap hasik konsepsi. Perlu diwaspadai karena ibu pernah hamil atau melahirkan anak 4 kali atau lebih, maka kemungkinan banyak ditemui 2 keadaan ini yaitu kesahatan terganggu seperti anemia dan kurang gizi serta kekendoran pada dinding perut dan bagian rahim. (Asria, K. 2012)
9
Ibu dengan paritas yang terlalu sering (lebih dari 3 kali) akan mempunyai status gizi kurang karena cadangan gizi dalam tubuh ibu sudah terkuras. Untuk paritas yang paling baik adalah 2 kali (Surasih, H. 2006). c. Pendidikan Pendidikan merupakan hal utama dalam peningkatan sumber daya manusia. Tingkat pendidikan maerupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas makanan, karena tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan pengetahuan dan informasi yang dimiliki tentang gizi khususnya konsumsi makanan lebih baik. Dalam kepentingan gizi keluarga, pendidikan amat diperlukan agar seseorang lebih tanggap terhadap adanya maslaah gizi di dalam keluarga dan bisa mengambil tindakan yang tepat (Muliawati, S. dalam Puli, T. dkk. 2014). Pendidikan formal dari ibu rumah tangga sering sekali mempunyai asosiasi yang positif dengan pengembangan pola-pola konsumsi makanan dalam keluarga. Beberapa studi menunjukkan bahwa jika tingkat pendidikan dari ibu meningkat makan pengetahuan nutrisi dan praktik nutrisi bertambah baik. Usahausaha untuk memilih makanan yang bernilai nutrisi makin meningkat, ibu-ibu rumah tangga yang mempunyai pengetahuan nutrisi akan memilih makanan yang lebih bergizi daripada yang kurang bergizi (Mulyono, J. dalam Surasih, H. 2006). d. Status anemia Status anemia adalah suatu kondisi ibu dengan kadar hemoglobin dibawah 11 gr/dl pada trimester 1 dan 3 atau kadar <10,5 gr/dl pada trimester 2. Kebutuhan ibu selama kehamilan ialah 800 mg besi, diantaranya 300 mg untuk janin plasenta dan 500 mg untuk pertambahan eritrosit ibu. Dengan demikian ibu membutuhkan tambahan sekitar 2–3 mg per hari. Ada beberapa kondisi yang
10
menyebabkan defisiensi kalori-besi, misalnya infeksi kronik, penyakit hati dan thalamesia (Abdul dalam Amiruddin, R & Hasmin, 2014). Ibu hamil yang mengalami anemia mengalami kekurangan hemoglobin yang sedikit hampir tidak menampakkan gejala pada penderita. Tetapi bila kekurangan cukup banyak, secara fisik penderita akan terlihat pucat terutama pada selaput lender, kelopak mata, bibir, juga kuku (Amiruddin, R & Hasmin, 2014). 2.3
Dampak Kurang Energi Kronis Pada Ibu Hamil KEK pada saat kehamilan dapat berdampak pada ibu maupun pada janin yang
dikandungnya (Waryono, 2010) sebagai berikut: a. Terhadap ibu Hal ini dapat menyebabkan risiko dan komplikasi antara lain : anemia, pendarahan, berat badan tidak bertambah secara normal dan terkena penyakit infeksi. b. Terhadap persalinan Pada persalinan akan mengakibatkan persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya (premature), dan pendarahan. c. Terhadap janin Hal ini akan mengakibatkan keguguran atau abortus, bayi lahir mati, kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). 2.4
Penelitian Terdahulu terkait Kurang Energi Kronis pada Ibu Hamil Berdasarkan hasil penelitian oleh Sandjaja (2009), mengenai risiko KEK
pada ibu hamil di Indonesia dapat disimpulkan bahwa analisis karakteristik daerah, rumah tangga, ibu hamil, pola penyakit dan pengalaman rawat jalan menunjukkan
11
hampir semua variabel yang diuji memberikan hasil perbedaan signifikan tentang risiko KEK pada ibu hamil. Perbedaan nyata prevalensi risiko KEK yang lebih tinggi pada ibu hamil yang berada di daerah pedesaan, posisi ibu hamil dalam keluarga yang masih ikut orang tua atau mertua yaitu sebagai anak dan menantu, jumlah anggota rumah tangga kecil yaitu kurang dari 3 orang atau besar, ibu hamil yang tidak dalam ikatan perkawinan, ibu hamil yang bekerja sebagai petani, buruh tani, pekerjaan tidak menentu, atau tidak bekerja. Sedangkan kolerasi negatif yang signifikan terjadi antara kuintil pengeluaran per kapita, kelompok umut ibu, tingkat pendidikan ibu dan tinggi badan ibu (Sandjaja, 2009). Berdasarkan hasil penelitian oleh Ramaniar, A. dkk (2013), mengenai faktorfaktor menunjukkan faktor-faktor yang berhubungan dengan yang berhubungan dengan KEK pada ibu hamil di Tampa Padang, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat dapat disimpulkan bahwa pengetahuan, pola makan, makanan pantangan dan status anemia merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian KEK pada ibu hamil. Menurut pengetahuan, ibu hamil dengan tingkat pengetahuan tinggi kemungkinan untuk menderita KEK semakin kecil. Menurut pola makan, ibu hamil yang memiliki pola makan kurang akan menderita KEK. Menurut makanan pantangan, ibu hamil yang memiliki makanan pantangan akan menderita KEK karena beberapa alasan seperti makanan pantangan jenis hewani. Menurut status anemia, ibu hamil yang anemia di antaranya menderita KEK (Rahmaniar, 2013). Berdasarkan hasil penelitian oleh Sari, N. P. dkk (2013), mengenai gambaran karakteristik ibu hamil yang menderita KEK di Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Demak dapat disimpulkan bahwa responden yang menderita KEK mempunyai pengetahuan cukup tentang KEK dengan tigkat pendidikan tamat SMA dan mempunyai status ekonomi yang tinggi. Tidak semua ibu hamil yang menderita KEK
12
mempunyai tingkat pendidikan rendah dan status ekonomi yang rendah juga, tetapi masih banyak ibu hamil yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi dan status ekonomi yang tinggi juga menderita KEK (Sari, N. P. dkk, 2013).