BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Taman Air (Laguna). Taman air (laguna) adalah taman yang berisi air yang sengaja dibuat manusia untuk kepentingan keindahan atau sebagai fasilitas yang bisa dinikmati untuk refresh. Taman air (laguna) memerlukan sumber air untuk pengisian sesuai dengan level muka air yang diharapkan. Sumber air tersebut berasal dari air hujan. Pemanfaatan air hujan untuk pengisian laguna bisa bertahan maksimal 8 – 9 bulan saja dalam satu tahun, hal ini disebabkan karena musim di Indonesia yang terdiri dari musim penghujan dan musim kemarau. Maka untuk membuat laguna harus direncanakan sistem pengambilan air, jika pemanfaatan air hujan tidak bisa dimaksimalkan. 2.2 Air Limbah dan Sistem Drainase 2.2.1 Pengertian Umum Di dalam undang – undang sumber daya air no. 7 tahun 2004 belum disebutkan pentingnya konservasi sumber daya air, yaitu upaya keberadaan serta keberlanjutan keadaan, sifat dan fungsi sumber daya air agar senantiasa tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup, baik pada waktu sekarang maupun yang akan datang. - Konservasi sumber daya air dilaksanakan pada sungai, danau, waduk, rawa, cekungan air tanah, sietem irigasi, daerah tangkapan air, kawasan suaka alam, kawasan pelestarian air, kawasan hutan dan kawasan pantai. - Pengaturan konservasi sumber daya air yang berada di kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, kawasan hutan, dan kawasan pantai diatur berdasarkan peraturan perundang – undangan. - Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air ditujukan untuk mempertahankan dan memulihkan kualitas air yang masuk dan yang ada pada sumber – sumber air.
- Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan cara memperbaiki kualitas air pada sumber air dan prasarana sumber air. - Pengendalian pencemaran air dengan cara mencegah masuknya pencemaran air pada sumber air dan prasarana sumber air. Dari uraian di atas dapat diartikan bahwa setiap orang berkewajiban menggunakan air sehemat mungkin, tidak merusak kualitas air yang tersedia, dengan jalan tidak mencampur/mengalirkan air limbah atau buangan ke dalam sumber air yang bersih. Kelebihan air hujan dan air sisa pemakaian sesuai fungsinya harus dikelola dan dialirkan ke dalam sistem drainase yang terencana tanpa merusak lingkungan di sekitarnya. Dengan landasan di atas maka air sisa pemakaian sesuai fungsinya harus diolah
supaya
tidak
mencemari
lingkungan
di
sekitarnya
dan
mengembalikan kualitas air bahkan bisa digunakan untuk pengisian taman air (laguna). 2.2.2 Pengolahan Air Limhah a. Definisi - Air buangan atau limbah (Waste Water) adalah air yang telah selesai digunakan oleh berbagai kegiatan manusia (rumah tangga, industri, bangunan umum, dan lain – lain). - Sewer adalah pipa atau perpipaan atau jaringan perpipaan yang ada pada umumnya tertutup dan normalnya tidak membawa aliran buangan secara penuh. - Sewage adalah cairan buangan yang dibawa melalui sewer. - Sewerage sistem adalah suatu sistem pengelolaan air limbah mulai pengumpulan (sewer), pengelolaan (treatment) sampai dengan pembuangan akhir (disposal). - Combined sewer (sistem tercampur atau kombinasi) adalah sistem yang direncanakan untuk membawa domestic sewage, industrial waste dan strorm sewage (air hujan).
- Self purification adalah kemampuan alamiah suatu badan air atau sungai untuk menguraikan zat – zat organik menjadi zat yang stabil. - DO (Disolved Oxygen) adalah oksigen yang terlarut dalam air yang digunakan untuk metabolisme binatang dan tumbuh – tumbuhan di dalam air. - BOD (Bio Chemical Oxygen Demand) adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan zat organik pada kondisi aerobik. - Kondisi Aerobik = Kondisi suatu badan air yang mengandung O2. - Kondisi Anasrobik = Kondisi suatu badan air yang tidak mengandung O2 (oksigen).
b. Karakteristik Air Buangan Secara umum terdiri dari : 1. Karakteristik fisik -
Warna
-
Bau
-
Suhu
-
Kekeruhan
2. Karakteristik kimia -
Zat organik (zat yang dapat terurai atau mudah terurai menjadi zat yang stabil oleh manusia secara alamiah). Umumnya terdiri dari senyawa C.H.N.OPS (protein dan karbohidrat.
-
Zat anorganik (zat yang tidak dapat terurai oleh bakteri)
Contoh : • Besi (Fe) • Mangan (Mn) • Air raksa (Hg) • Timah hitam (Pb) • Logam berat lainnya • Pestisida • Detergent 3. Karakteristik Biologi -
Aerobik bakteri (bakteri yang hidup bila ada O2).
-
Anaerobik bakteri (bakteri yang dapat hidup tanpa O2).
-
Fakultatif (bakteri yang hidup antara ada dan tidak ada O2).
c. Proses Self Purifikasi di Sungai Proses terjadinya pembersihan diri sendiri oleh sungai secara alamiah. Reaksi yang terjadi : - Zat organik + O2 bakteri zat – zat yang stabil + CO2. - O2 diperoleh dari badan air dan udara.
Keadaan I Disebut zona degradasi, air buangan dengan tingkat pencemaran yang tinggi dibuang ke sungai menyebabkan perubahan. Karakteristik : fisik, kimia, dalam kehidupan rantai makanan (Food Chain) di dalam air, bakteri menggunakan oksigen yang ada untuk menguraikan pencemaran, terjadi defisit oksigen, ikan dan tumbuh – tumbuhan mati yang hidup adalah jamur, gas CO2 dan CH4 dan H2S.
Keadaan II Disebut zona dekomposisi, tidak ada oksigen terlarut dalam sungai, bakteri yang hidup adalah bakteri anaerobik, air menjadi busuk berwarna hitam dan bau (H2S), timbul endapan lumpur tebal berwarna hitam. Keadaan III Disebut oksigen mulai busuk ke badan air (dari udara bebas, pengenceran, mekanis, hidrolis) CO2 berkurang berubahnya NH3 + O2 NO2
NO3 bakteri aerobik mulai hidup (protozoa porifera).
Keadaan IV Keadaan aerobik dimulai kondisi membaik seperti semula, tumbuh – tumbuhan dan ikan mulai hidup dan berkembang. d. Dampak Pembuangan Air Limbah Terhadap Lingkungan Dampak yang timbul antara lain : 1. Timbulnya bau busuk, karena pencemaran yang tinggi sehingga air menjadi septik. Penghuni di sepanjang badan air menjadi tidak nyaman. 2. Kehidupan ikan dan lain sebagainya menjadi terganggu bahkan dapat punah karena kadar oksigen di dalam air menjadi sedemikian rendahnya. 3. Dalam jumlah yang tidak terlalu besar dapat memperkaya kadar nutricyt (zat makanan) dalam air yang memungkinkan timbulnya algae (ganggang) dan water hyacinth (enceng gondok). 4. Bila kadar air pada badan penerima sedemikian buruknya maka diperlukan proses pengolahan yang kompleks dan mahal untuk dapat digunakan kembali. 5. Badan air penerima akan menjadi tempat berkumpulnya vektor, penyakit disamping bakteri – bakteri penyakit (cacing, penyakit perut).
6. Menurunnya kualitas air tanah dangkal, pencemaran yang meresap ke dalam tanah dan kontak dengan air tanah. 7. Berkurangnya air baku untuk air minum karena kualitasnya yang tidak memenuhi syarat air baku. 8. Kualitas kesehatan lingkungan menjadi menurun. Jenis penyakit yang timbul akibat penularan melalui air buangan antara lain: -
Penyakit saluran pencernaan (typhus, para tiphus, dysentri, cholera, schistozominasis, dan lain sebagainya.
e. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi dalam Pengelolaan Lingkungan 1. Kebiasaan hidup masyarakat. 2. Tingkat pendidikan masyarakat. 3. Tingkat kesejahteraan masyarakat. 4. Peraturan perundangan tentang air buangan. 5. Dana yang tersedia. 6. Industri pengelola. 7. Peran serta masyarakat.
f. Sistem Pengolahan Air Buangan dan Pengolahan Air Buangan Pengolahan air buangan meliputi kegiatan antara lain : -
Penyambungan rumah.
-
Pengumpulan dan membawa air buangan.
-
Pengolahan air buangan.
-
Pembuangan akhir buangan.
2.2.3 Cara Pengolahan Air Buangan Dapat dibagi menjadi : -
Sistem Individual Yaitu buangan tinja dari unit WC langsung disalurkan ke dalam lubang penampung dan diolah /diuraikan secara anaerobik.
-
Sistem Komunal (Sawerage sistem) Yaitu buangan rumah tangga disalurkan ke jaringan sawerage kota (jaringan saluran air buangan) dan berakhir pada instalasi pengolahan air buangan, untuk kemudian air yang telah memenuhi syarat di buang ke badan air penerima atau dimanfaatkan untuk keperluan lain seperti penyiraman taman kota atau pengisian taman air kota.
2.2.4 Proses Pengolahan Air Buangan Bahan baku yang masuk berupa buangan rumah tangga dan buangan industri. Air buangan rumah tangga mengandung buangan tinja, buangan pencuci, buangan dapur (cair) yang kesemuanya berupa buangan organik. Air buangan industri mengandung bahan – bahan buangan berupa buangan organik dan anorganik. Pada prinsipnya proses pengolahannya dalam empat tahap yaitu : 1. Tahap Pengolahan Awal Berupa penyaringan terhadap benda – benda kasar dan terdiri dari unit saringan kasar dan pengendapan pasir. 2. Tahap Pengolahan Pertama Berupa pengurangan benda – benda atau partikel – partikel padat dan terdiri dari unit pengendapan. 3. Tahap Pengolahan Kedua Berupa penguraian bahan – bahan organik dalam air buangan dengan bantuan mikro organisme, oxygen dan/atau berupa pemisahan bahan kimia yang tidak dikehendaki dengan mengikat bahan tersebut agar
terbentuk flok yang dapat mengendap. Unit pengolahan terdiri dari unit biologi dan unit kimia dan unit pengendapan – pengendapan. 4. Tahap Pengolahan Lumpur Penstabilan pengendapan lumpur dari unit pengendapan yang terjadi dan terdiri dari unit pencerna dan pengering. Air buangan secara partial terdiri dari cairan dan padatan sedangkan air buangan secara fisik kimia dan bakteriologi mengandung senyawa organik senyawa P, senyawa K dan bakteri (panthogen dan tidak panthogen). Mendasarkan atas prosesnya, maka dalam pengolahan air buangan dikenal empat proses yaitu : a. Proses fisik Berupa pemisahan antara cairan dan padatan dengan cara pengendapan dan penyaringan. Contoh : unit saringan, pengendapan pasir, pengendapan 1 dan 2. b. Proses biologi Berupa penguraian senyawa organik komplek menjadi bentuk sederhana dengan batuan aktivitas mikroorganisme dengan cara aerasi dan penambahan lumpur aktif bila diperlukan. Contoh : unit biologi. c. Proses kimia Berupa pengikatan unsur – unsur kimia yang tidak dikehendaki dan tidak dapat terpisah dalam proses fisik, dengan cara : membunuh bahan kimia sebagai koagulan. Contoh : unit koagulasi dan flokulasi. d. Proses kimia/biologi Berupa membunuh bakteri panthogen dengan membubuhkan desinfektan. Contoh : chlorinasi Mendasarkan atas hasilnya, dikenal pengolahan air buangan lengkap dan tidak lengkap. Pada pengolahan air buangan lengkap,
hasil olahannya telah aman, sedangkan hasil olahan tidak lengkap masih belum terlalu aman. 2.2.5 Dasar Perencanaan Drainase a. Pola arah aliran Dengan melihat peta topografi dapat ditentukan arah aliran yang merupakan sistem natural drainase, secara alamiah, dan dapat mendata toleransi lama genangan dari suatu area rencana. Topografi adalah informasi yang diperlukan untuk menentukan arah penyaluran dan batas wilayah tadahnya. Pemetaan kontur di suatu daerah urban dilakukan pada skala 1 : 5.000 atau 1 : 10.000 dengan beda kontur 0,5 m meter pada area datar dan beda kontur 1,0 meter pada daerah curam. Pemetaan kontur dengan kala 1 : 50.000 atau 1 : 100.000 juga mungkin diperlukan untuk menentukan luas DAS (Daerah Aliran Sungai) di hulu kota dengan beda kontur 25 meter. b. Situasi dan kondisi fisik kota Informasi situasi dan kondisi fisik kota, baik yang telah ada (eksisting) maupun yang sedang direncanakan, perlu diketahui data : 1. Sistem jaringan yang ada (drainase, irigasi, air minum, telepon dan listrik). 2. Batas – batas area pemilikan. 3. Letak dan jumlah prasarana yang ada. 4. Tingkat kebutuhan drainase yang diperlukan. 5. Gambaran prioritas area secara garis besar. Data tersebut di atas dimaksudkan agar dalam penyusunan tata letak sistem jaringan drainase tidak terjadi pertentangan kepentingan (conflict of interest). Penentuan tata letak dari jaringan drainase bertujuan untuk : 1. Sistem jaringan drainase dengan sasaran dapat berfungsi sesuai perencanaan.
2. Dampak lingkungan seminim mungkin. 3. Nilai pakai setinggi mungkin ditinjau dari segi konstruksi dan fungsi. 4. Biaya pelaksanaan seekonomis mungkin.
c. Langkah Perencanaan Data perancangan yang diperlukan untuk desain drainase adalah : 1. Data masalah - Data genangan. - Lama genangan. - Tinggi genangan. - Nilai kerugian terhadap genangan. 2. Data topografi. 3. Data Tata Guna Lahan. Data tata guna lahan sangat berkaitan dengan besar aliran permukaaan. Aliran permukaan menjadi besaran dari aliran drainase. Besar aliran permukaan tergantung debit air hujan yang run off di muka tanah. Besar air yang meresap (infiltrasi) tergantung angka pori (e) atau porositas (n,p), dan ini berkaitan dengan penggunaan lahan. 4. Jenis tanah. Jenis tanah untuk menentukan daya tahan menyerap air. 5. Master plan kota. 6. Data prasarana dan utilitas. Yaitu data jaringan air minum, telepon, pipa gas, pipa bahan bakar, kabel listrik dan lain – lain. 7. Biaya produksi drainase.
8. Data kependudukan. Dimaksudkan untuk menganalisis jumlah air buangan, untuk pendimensian saluran pada musim kemarau. 9. Kelembagaan Instansi pemerintah yang terkait dalam sistem drainase. 10. Peraturan penggunaan. 11. Aspirasi masyarakat dan peran pemerintah. 12. Data sosial ekonomi penduduk. 13. Kesehatan lingkungan pemukiman. 14. Banjir kiriman, jika ada. 15. Peta situasi dan pengukuran jalur saluran. 16. Data hujan. 17. Data bahan bangunan lokal. 2.3 Kinematika Fluida 2.3.1 Debit Aliran Debit aliran (Q) adalah sejumlah fluida yang mengalir melalui tampang lintang saluran tiap satu satuan waktu. Sehingga satuan untuk debit aliran adalah m3/dt. (satuan volume tiap satu satuan waktu). Dalam fluida ideal (invisid) dimana kekentalan fluida mendekati nol maka tidak terjadi gesekan antara fluida dengan dinding saluran atau antar butir fluidanya. Kecepatan aliran v adalah sama disetiap titik pada tampang lintang. Gambaran mengenai distribusi kecepatan aliran yang melalui tampang saluran dapat digambarkan sebagai berikut : - Fluida Ideal - Tampang Pipa - Fluida Riil (Viskos)
Debit aliran dapat dinyatakan dengan persamaan : Q = A. V Dimana : Q : Debit aliran
m3/dt
A : Luas penampang basah
m2
V : Kecepatan aliran
m/dt
2.3.2 Hukum kontinuitas Persamaan Kontinuitas diturunkan berdasarkan Hukum Kekekalan Massa. Hokum Konservasi (kekekalan) massa menyatakan bahwa laju aliran massa netto adalah elemen adalah sama dengan laju perubahan massa tiap satuan waktu.
Gambar 2.1 Tabung Hukum Kontinuitas Bila ditinjau suatu tabung aliran seperti gambar 2.1, untuk aliran satu dimensi dan permanen. Kecepatan merata, rapat massa dan tampang lintang pada tampang 1 dan tampang 2 berturut-turut dinyatakan dengan V1, ρ1, dA1 dan V2, ρ2, dA2 - Massa yang masuk melalui tampang 1 : V1, ρ1, dA1 - Massa yang keluar dari tampang 2
: V2, ρ2, dA2
Oleh karena tidak ada massa yang hilang didalam tabung aliran, maka : V1, ρ1, dA1 = V2, ρ2, dA2 Integrasi dari persamaan diatas akan didapat massa yang melalui medan aliran : V1, ρ1, dA1 = V2, ρ2, dA2 V1, ρ1, dA1 = V2, ρ2, dA2 Karena fluida tak termampatkan, maka ρ1 = ρ2 sehingga
V1 . A1 = V2 . A2 atau Q = A . V = Konstan 2.3.3 Persamaan Bernoulli Persamaan Bernoulli pada dasarnya diperoleh dari penurunan persamaan Energi. Penurunan persamaan energi untuk aliran sepanjang garis arus didasarkan pada Hukum Newton II tentang gerak. (F = m. a). Persamaan energi untuk aliran sepanjang garis arus juga disebut persamaan Euler. Persamaan ini diturunkan berdasarkan anggapan sbb : 1. Fluida adalah Ideal, jadi tidak mempunyai kekentalan (tegangan gesek = nol). 2. Fluida adalah homogen dan tidak termampatkan (rapat massa fluida adalah konstan). 3. Aliran adalah kontinyu dan sepanjang garis arus. 4. Kecepatan aliran adalah merata dalam suatu penampang. 5. Gaya yang bekerja hanya berat tekanan.
Gambar 2.2 Elemen Silinder Gambar 2.2 Menunjukkan elemen berbentuk silinder dari suatu tabung arus yang bergerak sepanjang garis arus dengan kecepatan dan percepatan di suatu tempat dan suatu waktu adalah V = a. Panjang, tampang lintang dan rapat massa elemen tersebut adalah ds, dan ρ. Jadi berat elemen tersebut adalah ds, dA, ρg. Oleh karena tidak ada gesekan maka gaya yang bekerja hanya gaya tekanan pada ujung elemen dan gaya berat. Hasil kali dari massa elemen dan percepatan harus sama dedngan gaya yang bekerja pada elemen.
Dengan memperhitungkan gaya – gaya yang bekerja pada tabung, maka hukum Newton II untuk gerak partikel di sepanjang arus menjadi :
Ditinjau dari referensi, didapat cos Sedang percepatan a =
=
+V
Dengan substitusi nilai cos
dan a pada persamaan 1 didapat :
Untuk aliran permanen, diferensial terhadap waktu adalah nol sehingga nilai
=0
Terlihat bahwa variabel- variabel dari persamaan di atas hanya tergantung pada jarak S, maka diferensial parsial dapat diganti dengan deferensial total, menjadi :
Jika persamaan (2) masing – masing ruas dibagi dengan g, dan selanjutnya diintegralkan, maka akan didapat persamaan :
Dimana :
Z
= Elevasi
Konstanta integrasi C adalah tinggi energi total yang merupakan jumlah dari tinggi tempat, tinggi tekanan dan tinggi kecepatan yang berbeda dari garis arus yang satu ke garis arus yang lain. Oleh karena itu, persamaan tersebut hanya berlaku untuk titik – titik pada suatu garis lurus.
Persamaan (3) dikenal dengan persamaan Bernoulli untuk aliran permanen suatu dimensi, fluida ideal dan tak kompressibel. Persamaan merupakan bentuk matematis dari kekekalan energi di dalam aliran fluida.
Persamaan Bernoulli dapat digunakan untuk menentukan garis tekanan dan garis tenaga (gambar 2.3). Garis tenaga dapat ditunjukkan oleh elevasi muka air pada tabung pilot yang besarnya sama dengan tinggi total dari konstanta Bernoulli.
Gambar 2.3 Garis tenaga pada fluida ideal
Pada aliran fluida ideal, garis tenaga mempunyai tinggi tetap yang menunjukkan jumlah dari tinggi elevasi, tinggi tekanan dan tinggi kecepatan.
Garis tekanan menunjukkan jumlah dari tinggi elevasi dan tinggi tekanan (= z + p/ ) yang bisa naik atau turun pada arah aliran yang tergantung pada luas tampang aliran.
Tinggi tekanan h1 =
dan h2 =
adalah tinggi kolom fluida yang
beratnya tiap satuan luas merupakan tekanan P1= . h1 dan P2= . h2 Oleh karena itu tekanan P yang ada pada persamaan Bernoulli umumnya disebut dengan tekanan statis.
Aplikasi persamaan Bernoulli untuk kedua titik di dalam medan aliran akan memberikan :
Yang menunjukkan bahwa jumlah tinggi elevasi z, tinggi tekanan P1/ dan tinggi V2/2g di kedua titik adalah sama. Dengan demikian garis energi total (garis tenaga) adalah konstan.
Gambar 2.4 Persamaan Bernoulli
Persamaan Bernoulli untuk gambar di atas adalah :
2.3.4 Persamaan Bernoulli Fluida Riil Penurunan persamaan Bernoulli pada bagian sebelum ini dilakukan dengan anggapan bahwa fluida adalah ideal (insivid) sehingga tidak ada gesekan antara partikel fluida maupun antara fluida dengan bidang dinding batas. Untuk fluida riil (viksos) dalam aliran fluida akan terjadi kehilangan tenaga yang harus diperhitungkan dalam aplikasi persamaan Bernoulli. Kehilangan tenaga dapat terjadi karena adanya gesekan antara fluida dan dinding batas (hf) atau adanya perubahan tampang lintang aliran secara mendadak (He). Kehilangan tenaga biasanya dinyatakan dalam tinggi fluida. Dengan memperhitungkan kedua kehilangan tenaga tersebut, maka persamaan Bernoulli antara dua tampang aliran menjadi :
Gambar 2.5 Persamaan Bernoulli Fluida Riil Kehilangan tenaga dinyatakan dalam persamaan :
H=K.
Kehilangan tenaga primer Akibat friction
Kehilangan tenaga sekunder (akibat perubahan tampang)
K=f. Dengan : K = Konstanta V = Kecepatan aliran f = Koefisien gesek L = Panjang pipa
A1 A2
= Luas tampang pipa 1 (hulu) = Luas tampang pipa 2 (hilir)
Untuk kehilangan tenaga sekunder, V adalah kecepatan aliran di pipa 1 (hulu). Akibat adanya kehilangan tenaga karena gesekan, maka garis tenaga akan selalu menurun ke arah lain. 2.4 Teori Bangunan Tangki Pengolah di Dalam Tanah Chamber pengolah limbah merupakan tangki berbentuk empat persegi panjang atau bulat. Konstruksi dibangun di bawah tanah sehingga air limbah yang akan diolah secara bio-teknologi bisa dialirkan ke dalam tangki tersebut. Tangki ini berfungsi mengolah air limbah tersebut secara bio-teknologi agar tidak berbahaya bagi lingkungan. Tangki pengolah limbah harus terbuat dari bahan yang tahan terhadap korosi, rapat air dan tahan lama, misalnya pasangan batu bata, batu kali, beton atau fiber gelas. Konstruksi harus cukup kuat menahan gaya-gaya yang timbul akibat tekanan air dan tanah maupun beban lainya. Bahan yang dapat dipergunakan untuk bangunan tangki pengolah limbah berupa batu, bata merah dan beton, sedangkan bahan untuk plesteran dapat dipergunakan mortar dari semen dan pasir. Plat dan penutup tangki dapat berupa beton bertulang atau plat besi. Jadi seluruh dinding, termasuk dasar septik kedap air sehingga tidak mencemari lingkungan di sekitar lokasi tangki pengolah limbah.
Air hasil olahan dialirkan melalui media yang bisa dibuat dari pipa tanah liat, pipa
beton,
pipa
asbes
semen,
dan
pipa
PVC.
Perbandingan panjang dan lebar untuk tangki pengolah limbah adalah empat persegi panjang adalah 2 : 1 sampai dengan 3 : 1.
2.4.1 Gaya Hidrostatik Pada Permukaan Benda Dasar - Dasar Tekanan Hidrostatis Teori dari tekanan hidrostatis dapat dinyatakan dengan suatu kalimat sebagai berikut : “ Setiap titik dari suatu bidang datar yang berada di dalam suatu zat cair akan mengalami suatu
tekanan /
gaya yang disebut
GAYA
HIDROSTATIK”. Dengan demikian setiap benda atau bidang yang berada di dalam zat cair yang diam akan mengalami gaya hidrostatis. “ Resultante dari suatu tekanan hidrostatis selalu bekerja tegak lurus bidang dimana ia bekerja”. Pn
P diuraikan menjadi :
P
Pn : P normal Pt
Pt : P Tangensial
Karena air diam, maka Pt=0
Besar Gaya Hidrostatis dipengaruhi oleh kedalaman benda terhadap muka air. Pernyataan di atas dapat dijelaskan dengan gambar 2.6 sebagai berikut :
Komponen tegak gaya hidrostatis pada suatu bidang datar adalah sama dengan berat zat cair yang berada di atas benda tersebut.
Jadi : P = Berat zat cair di atas bidang. = . volume zat cair. = .h.A
Total gaya horizontal pada bidang. Pt = P1 + P2 P1 = . H1. A ; dengan titik gaya pada jarak h1 + h2 dari muka air 2
berasal dari h1 +½ (h2-h1).
P2 = ½ (h2-h1). A ; dengan titik gaya pada jarak 1/3 (h1+2h2)
berasal dari h1 +2/3 (h2-h1).
Untuk memperoleh titik kerja dari total gaya horizontal adalah sebagai berikut : (statis momen terhadap muka air). Pt . h = P1 (1/2 h1 + ½ h2) + P2 . 1/3 h1 +2/3 h2 Dengan mengetahui besar dari masing - masing gaya P1 dan P2 serta jarak titik kerjanya, maka nilai h dapat diketahui. Contoh beberapa macam posisi bidang datar yang mengalami gaya hidrostatis. 1.
Ptot yang bekerja pada bidang dapat diuraikan atas PH dan Pv. Nilai Pv adalah berat cairan yang ada di atas bidang. PH dapat diperoleh dengan cara diagram gaya. 2.
A P = ½ . . H. H’. b A = luas bidang datar. P = bekerja pada jarak 2/3 H’ dari titik A. b = arah tegak lurus bidang gambar.
PH = ½ . H.H P = ½ . H2 Pv
= berat cairan pada bagian arsiran dengan arah ke
atas. Rumus - rumus tekanan hidrostatis 1. Tekanan hidrostatis pada bidang datar horizontal
Bidang seluas A terletak mendatar dalam cairan dengan tertentu. Total tekanan pada bidang : P = . H. A 2. Tekanan hidrostatis pada bidang datar vertikal
Total tekanan pada bidang P = . Yg. A
dengan : P = Total tekanan pada bidang. = Berat jenis cairan. Yg = Kedalaman titik berat benda (dari permukaan air). A = Luas bidang. P bekerja pada titik pusat tekanan (Cp), dimana Cp terletak pada / sedalam Yp dari muka air. Yp =
ICg + Yg AYg
dengan : Yp = Kedalaman titik pusat tekanan dari muka air. ICg= Momen inertia benda/bidang. Yg = Kedalaman titik berat benda dari muka air. A = Luas bidang.
Menentukan Nilai Yp
Untuk menentukan nilai Yp dipandang elemen dengan lebar b dan tinggi dx elemen tersebut terletak sedalam x dari muka air. Tekanan yang bekerja pada elemen tersebut adalah : dp = . dA. X = . (b. dx) x = . b. x. dx
Momen terhadap permukaan air adalah : dp. x = . b. x. dx. x dp. x
=
b. x2. Dx
P. Yp = Yp =
. b. x2 dx
γ .Io P =
γ (Icg + A.Yg 2 ) γ . A.Yg
=
Icg + Yg A.Yg
dengan : b. x2 = Io = momen inertia terhadap sumbu 0,0 (permukaan air).
3. Tekanan hidrostatis pada bidang miring
Total tekanan pada bidang P = . Yg. A dimana : P = Total tekanan pada bidang. = Berat jenis cairan. Yg = Kedalaman titik berat bidang (dari muka air). A = Luas bidang. P bekerja pada titik pusat tekanan (Cp), dimana Cp terletak sedalam Yp dari muka air.
Yp =
Yg + ICg . sin 2 θ A.Yg
dimana : Yp = Kedalaman titik pusat tekanan Cp dari muka air. Yg = Kedalaman titik berat bidang. ICg= Momen inertia bidang
θ = Sudut kemiringan bidang terhadap muka air. A = Luas bidang. Menentukan Nilai Yp pada Bidang Miring
Jika diambil elemen seluas dA yang berjarak x dari muka air, maka tekanan yang bekerja pada elemen tersebut sebesar : Dp = . x. dA P =
. x. dA =
(y’sin x θ ) dA
= . y’ sin θ
dA
= . y’ sin θ . A Momen terhadap permukaan air. dp. y
=
. y’ sin θ . dA. y’
dp. y’
=
. sin θ . y’2. dA
P Y’p = . sin θ . y’2. dA = . sin θ . Io
γ sin θ .Io
Io = I Cg + A. Yg2
Yp’
=
yp’ =
γ sin θ .(I Cg + A. Yg2) ∂ yg sin θ . A
Yp’
= Y’g +
p
I Cg Yp … … … ., Yp’ = ; sin θ A Yg
yg’ =
Yp sin θ
Jadi Yp = y’p sin θ = y’g + =
I Cg sin θ A Yg
dimana Yg =
Yg sin θ
sin θ Yg sin θ + I cg A Yg sin θ sin θ
Yp = Yg + I cg
sin 2 θ A Yg
2.4.2 Daya Dukung Tanah (Analisis Terzaghi) Terzaghi (1943) melakukan analisis kapasitas dukung tanah dengan beberapa anggapan sebagai berikut : 1. Pondasi berbentuk memanjang tak terhingga. 2. Tanah di bawah dasar pondasi homogen. 3. Berat tanah di atas dasar pondasi digantikan dengan beban terbagi rata sebesar po = Df dengan Df adalah kedalaman dasar pondasi dan adalah berat volume tanah di atas dasar pondasi. 4. Tahanan geser tanah di atas dasar pondasi diabaikan. 5. Dasar pondasi kasar. 6. Bidang keruntuhan terdiri dari lengkung spiral logaritmis dan linier. 7. Baji tanah yang terbentuk di dasar pondasi dalam kedudukan elastis dan bergerak bersama - sama dengan dasar pondasi. 8. Pertemuan antara sisi baji dan dasar pondasi membentuk sudut sebesar sudut gesek dalam tanah ϕ .
9. Berlaku prinsip superposisi.
Kapasitas dukung ultimit (ultimit bearing capacity) (qu) didefinisikan sebagai beban maksimum per satuan luas dimana tanah masih dapat mendukung beban tanpa mengalami keruntuhan. Bila dinyatakan dalam persamaan, maka : qu =
Pu A
(4.2)
dengan : qu = kapasitas dukung ultimit. Pu = beban ultimit. A = luas pondasi. Untuk analisis kapasitas dukung tanah, ditinjau suatu pondasi berbentuk memanjang tak terhingga, dengan lebar B yang terletak di atas tanah yang homogen dan dibebani dengan beban terbagi rata qu (Gambar 2.6a). Beban total pondasi per satuan panjang adalah Pu = q. B. Karena pengaruh beban Pu tersebut, pada tanah tepat di bawah pondasi akan terbentuk sebuah baji yang akan menekan tanah ke bawah. Gerakan baji memaksa tanah di sekitarnya bergerak, yang menghasilkan zona geser di kanan dan kirinya dengan tiap - tiap zona terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian geser radial yang berdekatan dengan baji dan bagian geser linier yang merupakan kelanjutan dari bagian geser radial. Dalam
mengevaluasi
kapasitas
dukung
tanah,
Terzaghi
(1943)
mengembangkan teori keruntuhan plastis Prandtl (1921). Mekanisme keruntuhan pondasi memanjang yang terletak pada kedalaman Df dan mempunyai dasar yang kasar, dianalisis dengan anggapan bahwa keruntuhan terjadi pada kondisi keruntuhan geser umum (gambar 2.6b). Baji tanah ABD pada zona I adalah di dalam zona elastis. Bidang - bidang AD da n BD membuat sudut β terhadap horizontal. Area pada zona II merupakan zona radial, sedang zona III merupakan zona pasif Rankine. Lengkung DE dan DG dianggap sebagai lengkung spiral logaritmis, bagian EF dan GH merupakan garis lurus. Garis - garis BE, FE, AG dan HG membentuk sudut (45 - ϕ /2) terhadap horizontal.
Gambar 2.6 (a).Pembebanan pondasi dan bentuk bidang geser. (b).Bentuk keruntuhan dalam analisis kapasitas dukung. (c).Distribusi tekanan tanah pasif pada permukaan BD. Pada kondisi keruntuhan geser umum, jika beban per satuan luas (qu) diterapkan, maka gaya tekanan pasif Pp akan bekerja pada permukaan baji zona I, yaitu permukaan - permukaan AD dn BD. Bidang AD dan BD ini dapat dibayangkan sebagai dinding penahan tanah yang mendorong tanah di belakangnya (dalam hal ini mandorong tanah pada bagian bagian BDEF dan ADGH) sampai tanahnya mengalami keruntuhan. Tekanan ke bawah akibat beban pondasi Pu ditambah berat baji tanah pada zona I, ditahan oleh tekanan tanah pasif Pp yang berkembang pada bagian AD dan BD. Tekanan tanah pasif Pp ini membuat sudut δ dengan garis normal yang ditarik pada bagian AD dan BD, dengan δ adalah sudut gesek dinding (wall friction). Karena gesekan pada bagian AD dan BD yang terjadi adalah antara tanah dengan tanah, maka δ = ϕ = sudut gesek dalam tanah. Untuk per meter panjang pondasi, pada saat tercapainya keseimbangan batas, maka : Pu = 2 Pp cos ( β - ϕ ) + 2 (BD) c sin β - W BD = B/(2 cos β )
(4.3)
dengan : Pp = tekanan pasif total yang bekerja pada bagian AD dan BD. W = berat baji tanah ABD per satuan panjang = ¼ B2 tg β . c
= kohesi tanah.
β = sudut antara bidang - bidang BD dan BA. Terzaghi menganggap β = ϕ , sehingga cos ( β - ϕ ) = 1. Karena bidang bidang AD dan BD membentuk sudut ϕ dengan horizontal, maka arah Pp vertikal. Dari nilai - nilai yang telah diperoleh, Persamaan (4.3) dapat dinyatakan oleh : Pu = B qu = 2Pp + Bc tg ϕ - ¼ B2 tg ϕ
(4.4)
Tekanan tanah pasif total (Pp) adalah jumlah tekanan pasif akibat kohesi tanah, berat tanah, dan beban terbagi rata, yaitu : Pp = Ppc + Ppq + Pp
(4.5)
dengan : Ppc
= tahanan tanah pasif dari komponen kohesi (c).
Ppq
= tahanan tanah pasif akibat beban terbagi rata di atas dasar pondasi.
Pp
= tahanan tanah pasif akibat berat tanah.
Gambar 2.6c menjelaskan masing - masing distribusi tekanan tanah pasif pada salah satu bagian AD dan BD, yang dalam hal ini diambil bagian BD. Tekanan tanah pasif yang bekerja tegak lurus arah normal (Ppn) terhadap bidang BD adalah : Ppn=
H 1 Kpγ c K pc + p 0 K p q + γ H 2 sin α 2 sin α
[
Dengan H = ½ B tg ϕ ,
]
(4.6)
= 180 - ϕ = sudut antara bidang BD dan BF
serta Kpc, Kpq, Kp berturut - turut adalah koefisien - koefisien tekanan tanah pasif akibat kohesi, beban terbagi rata dan berat tanah, yang nilainya tidak bergantung pada H dan . Gesekan yang terjadi antara tanah dengan tanah pada bidang BD mengakibatkan arah tekanan tanah pasif Pp miring sebesar δ . Karena δ = ϕ , maka : Pp =
Ppn Ppn = cos δ cos ϕ
(4.7)
Kombinasi dari persamaan (4.5) sampai persamaan (4.7), dapat diperoleh : Pp =
B [c K pc + Po Kpq ] + 1 γ B 2 tgϕ2 Kpγ 2 8 2 cos ϕ cos ϕ
(4.8)
Substitusi persamaan (4.8) ke persamaan (4.4), dapat ditentukan besarnya beban ultimit : Pu = Bc
Kpc Kpq Kpγ 1 + tgϕ + Bp o + γ B 2 tgϕ −1 2 2 4 cos ϕ cos ϕ cos 2 ϕ (4.9)
Tekanan - tekanan tanah pasif akibat kohesi (Ppc) dan beban terbagi rata (Ppq) diperoleh dengan menganggap tanah tidak mempunyai berat atau = 0. Oleh karena itu, pada persamaan (4.5), jika berat volume tanah = 0, maka Pu = Pc + Ppq. Dari persamaan (4.9), untuk = 0, dapat diperoleh :
Ppc + Ppq = Bc
Kpc Kpq + tgϕ + Bp o 2 cos ϕ cos 2 ϕ
= Bc . Nc + Bpo . Nq
(4.10a) (4.10b)
Atau qc + q q =
1 (Ppc + Ppq) = c Nc + po Nq B
(4.10c)
Dengan qc dan qq adalah tekanan tanah pasif per satuan luas dari komponen kohesi dan beban terbagi rata po. Nilai - nilai Nc dan Nq diperoleh Terzaghi dari analisis Prandtl (1920) dan Reissner (1924) yang besarnya :
a2 −1 2 cos 2 (45 + ϕ / 2 )
(4.11)
a2 − 1 = Nc tg ϕ + 1 2 cos 2 (45 + ϕ / 2 )
(4.12)
Nc = c tg ϕ
Nq = dengan : a
= e(3 π /4 - ϕ /2) tg ϕ
sebaliknya jika c = 0 dan q = 0, dari penyelesaian persamaan (4.5) dan persamaan (4.9) dapat diperoleh : Pp = ¼ B2 tg ϕ
Kpγ −1 = B x ½ B N cos 2 ϕ
(4.13a)
Bila Pp dinyatakan dalam tahanan tanah pasif per satuan luas dari akibat berat tanah (q ), maka : q
=
Ppγ =½ BN B
(4.13b)
tgϕ Kpγ −1 2 cos 2 ϕ
(4.14)
dengan : N =
Terzaghi tidak memberikan nilai - nilai Kp , namun secara pendekatan Kp = 3 tg2(45° + ½ ( ϕ + 33°)) (Cernica, 1995). Superposisi dari persamaan (4.10c) dan persamaan (4.13b), yaitu jika pengaruh - pengaruh kohesi, beban terbagi rata dan berat volume tanah, semua diperhitungkan, maka akan diperoleh : qu = qc + qq + q Dari sini diperoleh persamaan umum kapasitas dukung Terzaghi untuk pondasi memanjang. qu = c Nc + po Nq + 0.5 B N
(4.15a)
Karena po = Df , persamaan (4.15a) dapat dinyatakan pula dengan : qu = c Nc + Df Nq + 0.5 B N
(4.15b)
dengan : qu = kapasitas dukung ultimit pondasi memanjang. c
= kohesi.
Df = kedalaman pondasi. = berat volume tanah. po = Df = tekanan overburden pada dasar pondasi. Nc, Nq, N = factor kapasitas dukung Terzaghi. Nilai - nilai Nc, Nq, N adalah faktor - faktor kapasitas dukung tanah yang merupakan fungsi dari sudut gesek dalam ( ϕ ) tanah dari Terzaghi (1943). Nilai - nilai Nc, Nq, N dalam bentuk grafik, dapat dilihat pada gambar 2.7. Dalam persamaan kapasitas dukung ultimit di atas, qu adalah beban total maksimum per satuan luas ketika pondasi akan mengalami keruntuhan geser. Beban total terdiri dari beban - beban struktur, pelat pondasi dan tanah urug di atasnya.
Gambar 2.7 Hubungan ϕ dan Nc, Nq, N (Terzaghi, 1943) Analisis kapasitas dukung tanah di atas berdasarkan pada kondisi keruntuhan geser umum dari suatu bahan yang bersifat plastis, yang volume dan kuat gesernya tidak berubah oleh adanya keruntuhan. Pada tanah - tanah yang mengalami regangan yang besar sebelum tercapai keruntuhan geser, gerakan ke bawah dari baji tanah mungkin hanya memampatkan tanah, tanpa adanya regangan yang cukup untuk menghasilkan keruntuhan geser umum. Kondisi keruntuhan semacam ini akan menimbulkan keruntuhan geser lokal. Tidak ada analisis rasional untuk pemesahannya. Terzaghi memberikan koreksi empiris pada faktor faktor kapasitas dukung pada kondisi keruntuhan geser umum, yang digunakan untuk hitungan kapasitas dukung pada kondisi keruntuhan geser lokal. Caranya, seluruh faktor kapasitas dukung dihitung kembali dengan menggunakan ϕ ’ dan c’ dengan : c’ = 2/3 c
(4.17)
Persamaan umum untuk kapasitas dukung ultimit pada pondasi memanjang pada kondisi keruntuhan geser lokal, dinyatakan oleh : qu =
2 c Nc’ + Df Nq’ + 0.5 B N ’ 3
(4.18)
Dalam persamaan kapasitas dukung ultimit di atas, cara penerapan dari ketiga suku persamaan adalah : 1. Pada suku persaman c Nc, nilai kohesi c yang digunakan adalah kohesi rata - rata tanah di bawah dasar pondasi. 2. Pada suku persamaan Df Nq’ , Df = po merupakan tekanan overburden atau tekanan vertikal pada dasar pondasi, yaitu tekanan akibat dari berat tanah di sekitar pondasi. Oleh karena itu, berat volume tanah ( ) yang digunakan untuk menghitung Df
adalah berat volume tanah di atas dasar pondasi. Jika di permukaan tanah terdapat beban terbagi rata qo maka persamaan kapasitas dukung ultimit menjadi : qu = c Nc + (Df + qo) Nq + 0.5 B N atau qu = c Nc’ + (po + qo) Nq’ + 0.5 B N ’ 3. Pada suku persamaan 0.5
B N nilai berat volume tanah yang
dipakai adalah berat volume rata - rata ( ) tanah yang terletak di bawah dasar pondasi.
2.5 Grey Water Management Pemakaian air rumah tangga yang akan dimanfaatkan dapat dikelompokkan berdasarkan banyaknya jumlah pemakaian air, yaitu : 1. Kamar mandi di rumah menggunakan hampir 70% dari seluruh penggunaan air. 2. 15% air dipakai di dapur dan mencuci pakaian. 3. Sisanya digunakan untuk menyiram kebun dan mencuci mobil. 4. Setiap orang rata-rata menggunakan 180 liter air setiap hari. 5. Faktor kehilangan air (penyaluran) yang diakibatkan infiltrasi adalah 40%. Sumber : Diener, Stefan And Morel, Antoine. 2006. Grey Water Management in Low and Middle - Imcome Countries. Switzerland : Sandec (Water and Sanitation in Developing Countries) at Eawag (Swiss Federal Institute of Aquatic Science and Technology) dan Aku ingin hijau.org/2007/01/30/hematair.hemat-uang-bantu-lingkungan-kita.