BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Tanaman Cabai 2.1.1. Klasifikasi Tanaman Cabai Berdasarkan sistematika (taksonomi) menurut Cronquist (1981) tanaman cabai merah diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisio
: Magnoliophyta
Classis
: Magnoliopsida
Ordo
: Solanales
Familia
: Solanaceae
Genus
: Capsicum
Species
: Capsicum annuum L.
2.1.2. Anatomi Tanaman Cabai Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan tanaman herba berkayu dengan tinggi tanaman ± 1 meter. Tanaman cabai memiliki banyak percabangan yang dilengkapi dengan daun tunggal. Memiliki helaian daun bentuk bulat telur sampai elips dengan pangkal daun meruncing dan ujung daun runcing serta tepi pada helaian daun gundul (Steenis, 1987). Pada ketiak daun muncul bunga tunggal bentuk bintang berwarna putih. Buah cabai tergolong buah buni bentuk lanset dan menggantung. Buah cabai mempunyai permukaan mengkilat berwarna hijau dan berwarna merah ketika tua dengan biji putih kekuningan, pipih dan saat tua biji berwarna cokelat.
6
Uji Aktivitas Senyawa..., Afifah Sutrisni, FKIP, UMP, 2016
7
Tanaman cabai tersebar di seluruh Indonesia mulai dari Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan Nusa Tenggara. Tanaman dapat tumbuh di daerah rendah sampai daerah pegunungan dengan ketinggian berkisar ± 10 – 700 mdpl (Setiadi, 1993). Umumnya tanaman cabai dapat dibudidayakan di sekitar pekarangan rumah ataupun di perkebunan skala besar.
Gambar 2.1 Tanaman cabai merah Sumber : Puslitbanghorti (2016) 2.1.3. Manfaat dan Kandungan Gizi Cabai Buah cabai mengandung zat- zat gizi yang sangat diperlukan untuk kesehatan manusia seperti, protein, lemak, karbohidrat, fosfor (P), vitaminvitamin (Tabel 2.1), dan juga mengandung senyawa-senyawa alkaloid seperti capsaicin, flavonoid, dan minyak esensial (capsicol) (Setiadi, 1993).
Uji Aktivitas Senyawa..., Afifah Sutrisni, FKIP, UMP, 2016
8
Tabel 2.1. Kandungan Gizi Cabai Merah Per 100 Gram Bahan Kandungan gizi Cabai merah segar Cabai merah kering Kadar air (%) 90,9 10,0 Kalori (kal) 31,0 311 Proterin (g) 1,0 15,9 Lemak (g) 0,3 6,2 Karbohidrat (g) 7,3 61,8 Kalsium (mg) 29,0 160 Fosfor (mg) 24,0 370 Vitamin A (SI) 470 576 Vitamin C (mg) 18,0 50 Sumber: Setiadi (1993) Capsaicin merupakan zat yang menimbulkan rasa pedas pada cabai yang terdapat pada biji cabai dan plasenta pada buah cabai. Rasa pedas tersebut bermanfaat untuk mengatur peredaran darah, memperkuat jantung, nadi, dan saraf (Prajnanta, 1999). Capsaicin juga dapat dimanfaatkan dalam pembuatan obat gosok antireumatik dalam bentuk krim maupun dalam bentuk koyo cabai. Selain capsicin cabai juga
mengandung zat mucokinetik, yaitu zat yang mampu
mengatur, mengurangi, atau mengeluarkan lendir dari paru-paru. Oleh karena itu, cabai sangat membantu bagi penderita bronkitis, mencegah influenza, sinuitis, demam, dan asma dalam proses pengeluaran lendir. 2.2. Senyawa Bioaktif Semua kelompok jamur umumnya melakukan metabolisme
primer
maupun metabolisme sekunder. Metabolisme primer terdiri dari dua proses yaitu proses anabolisme dan katabolisme, menggunakan nutrisi yang terdapat pada lingkungan hidupnya dalam rangka menghasilkan metabolit primer yang diperlukan bagi pertumbuhan jamur (Listiandiani, 2011).
Uji Aktivitas Senyawa..., Afifah Sutrisni, FKIP, UMP, 2016
9
Menurut Kavanagh (2005), metabolit sekunder merupakan senyawa dari hasil metabolisme sekunder yang tidak diperlukan untuk pertumbuhan jamur tersebut. Secara umum metabolit sekunder pada fungi terjadi pada fase akhir pertumbuhan dan mulai memasuki fase stationer. Metabolisme sekunder pada fungi diartikan sebagai suatu proses diferensiasi dan sporulasi. Metabolit sekunder yang dihasilkan dari metabolisme sekunder fungi adalah
beragam, tergantung golongan senyawa yang dibentuk. Pembentukan
senyawa-senyawa metabolit sekunder melalui tiga jalur prekursor utama. Tiga prekursor tersebut adalah asam shikimat, asam amino, dan asetil-CoA. Senyawasenyawa aromatik seperti senyawa amino aromatik, asam sinamat, dan berbagai polifenol terbentuk melalui prekursor asam shikimat. Senyawa-senyawa alkaloid dan antibiotik misalnya penisilin dan sefalosporin terbentuk melalui prekursor asam amino. Sedangkan prekursor Asetil-CoA terlibat dalam pembentukan poloasetilen, prostaglandin, antibiotik makrosiklik, polifenol, serta isoprenoid (Listiandiani, 2011). Pada umumnya jalur metabolisme sekunder pada fungi ditemukan dalam jalur pembentukan poliketida yang melibatkan asetil-CoA sebagai prekursornya. Pada jalur tersebut asetil-CoA mengalami karboksilasi dan membentuk malonilCoA. Tiga atau lebih molekul malonil-CoA terkondensasi dengan asetil-CoA membentuk struktur cincin (rantai) dan termodifikasi menjadi produk metabolit sekunder
seperti
antibiotik
(griseofulvin
yang
dihasilkan
Penicillium
griseofulvum), aflaktoksin yang dihasilkan dari kapang Aspergillus flavus dan A. paraticus dan juga mikotoksin (Listiandiani, 2011).
Uji Aktivitas Senyawa..., Afifah Sutrisni, FKIP, UMP, 2016
10
Berikut merupakan kelompok senyawa metabolit sekunder di antanya adalah flavonoid, saponin, dan alkaloid. 1. Flavonoid Flavonoid merupakan kelompok senyawa yang banyak ditemukan pada tumbuhan. Kerangka flavon yang umumnya dimiliki C6-C3-C6 dengan tiga atom karbon yang menjadi penghubung antara gugus fenil yang biasanya terdapat atom oksigen (Gambar 2.2). Senyawa flavonoid merupakan kelompok senyawa fenol yang ditemukan di alam sebagai zat warna merah, ungu, biru, dan kuning yang ditemukan pada tumbuhan (Lenny, 2006). Menurut Wiryowidagdo (2008), senyawa-senyawa flavonoid memiliki kemampuan sebagai antifungi. Selain itu, flavonoid juga berperan sebagai antivirus, antibakteri, antiradang, dan antialergi. Sebagai antifungi senyawa flavonoid mampu menyebabkan gangguan permeabilitas membran sel jamur karena gugus hidroksil yang dimiliki flavonoid mampu merubah komponen organik dan transport nutrisi yang menimbulkan efek toksik pada jamur.
Gambar 2.2 Kerangka dasar Isoflavon Sumber : Wikipedia (2015)
Uji Aktivitas Senyawa..., Afifah Sutrisni, FKIP, UMP, 2016
11
2. Saponin Menurut Harborne (1987), saponin merupakan senyawa bioaktif yang tersusun dari glikosida triterpenoida maupun glikosida steroida yang merupakan senyawa aktif permukaan bersifat seperti sabun (Gambar 2.3). Keberadaan saponin dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya dalam membentuk busa dan haemolisis sel darah. Saponin berguna dalam pengobatan karena saponin bersifat mempengaruhi absorpsi zat aktif secara farmakologi. Menurut Masroh (2010), beberapa jenis saponin mampu bekerja sebagai antimikroba. Saponin pada bakteri mampu meningkatkan permeabilitas membran sel bakteri sehingga struktur dan fungsi membran bakteri berubah, menyebabkan denaturasi protein membran sehingga membran sel akan rusak dan lisis (Siswandono & Soekarjo, 2000). Menurut Dwidjoseputro (1994), molekulmolekul yang dimiliki saponin dapat bersifat menarik air atau hidrofilik dan dapat melarutkan lemak atau lipofilik sehingga dapat menurunkan tegangan permukaan sel kuman yang akhirnya menyebabkan kehancuran kuman .
Gambar 2.3. Kerangka dasar saponin Sumber : Wikipedia (2016b)
Uji Aktivitas Senyawa..., Afifah Sutrisni, FKIP, UMP, 2016
12
3. Alkaloid Senyawa alkaloid merupakan senyawa kimia hasil metabolit sekunder dari golongan senyawa basa nitrogen heterosiklik yang banyak terdapat pada tumbuhan (Gambar 2.4). Menurut Harborne (1987), senyawa alkaloid merupakan senyawa metabolit sekunder yang bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen yang biasanya dalam cincin heterosiklik. Sebagian besar alkaloid tidak larut di air, tetapi larut dalam pelarut organik seperti kloform, eter, dan benzena. Alkaloid bersifat optis aktif, kebanyakan alkaloid berbentuk kristal dan hanya sedikit yang dijumpai dalam bentuk cair. Hampir semua alkaloid bersifat racun tetapi ada pula alkaloid yang berguna dalam pengobatan. Alkaloid tergolong zat aktif yang berfungsi sebagai obat dan aktivator kuat bagi sel imun yang mampu menghancurkan sel bakteri, virus, jamur, dan sel kanker (Olivia et al., 2007). Mekanisme kerja alkaloid sebagai antifungi dilakukan dengan merusak membran sel jamur. Alkaloid akan berikatan dengan ergosterol membentuk lubang yang menyebabkan kebocoran membran sel. Hal ini mengakibatkan kerusakan sel dan kematian sel jamur.
Gambar 2.4 Kerangka dasar nikotin Sumber : Wikipedia (2016a)
Uji Aktivitas Senyawa..., Afifah Sutrisni, FKIP, UMP, 2016
13
2.3. Deskripsi Fusarium Fusarium Oxysporum f.sp. capsici 2.3.1. Klasifikasi Fusarium Oxysporum f.sp. capsici Klasifikasi kapang fusarium capsici menurut Alexopoulus & Mims (1996): Kingdom : Fungi Divisi
: Eumycota
Classis
: Deuteromycetes
Ordo
: Moniliales
Familia
: Teberculariaceae
Genus
: Fusarium
Species
: Fusarium oxysporum f.sp. capsici
Kapang F. oxysporum f.sp. capsici merupakan patogen tular tanah yang menyebabkan penyakit layu pada tanaman cabai merah. F. oxysporum f.sp. capsici termasuk kelompok kapang yang mampu menghasilkan mikotoksin yang dijumpai pada makanan maupun pada bahan makanan. Menurut Saragih & Silalahi (2006), kapang F. oxysporum bersifat saprofit dan parasit serta mempunyai kisaran inang yang luas. Kapang F. oxysporum tidak hanya menyerang tanaman cabai, tetapi juga menyerang tanaman lain seperti pada tanaman tomat, ketimun, vanili, pisang, dan lain-lain. Kapang F. oxysporum mampu bertahan lama di dalam tanah tanpa adanya inang dalam bentuk klamidiospora atau sebagai hifa pada sisa tanaman dan bahan organik lainnya (Saragih & Silalahi, 2006). Umumnya infeksi terjadi di sekitar perakaran tanaman yang terluka.
Uji Aktivitas Senyawa..., Afifah Sutrisni, FKIP, UMP, 2016
14
2.3.2. Morfologi F. oxysporum f.sp. capsici Kapang F. oxysporum f.sp. capsici merupakan kapang dengan miselium berseptat (bersekat). Permukaan koloni kapang berwarna putih keunguan, tepi bergerigi dan permukaannya kasar berserabut juga bergelombang. Pada miselium yang
sudah
tua
terbentuk
klamidiospora.
Konidiofor
bercabang
dan
makrokonidumnya berbentuk kumparan, bertangkai kecil dan sering kali berpasangan (Lucas et al., 1985). F. oxysporum merupakan kapang aseksual yang menghasilkan 3 spora yaitu : 1. Makrokonidia Makrokonidia memiliki bentuk yang panjang melengkung seperti kumparan, tidak berwarna, dan pada kedua ujungnya sempit menyerupai bulan sabit (Gambar 2.5.A) yang terdiri dari 3-5 sekat dengan ukuran 25-33 × 3,5-5,5 µm (Semangun,1996). 2. Mikrokonidia Mikrokonidia merupakan spora bersel satu atau dua yang tidak berwarna, berbentuk lonjong atau bulat telur (Gambar 2.5.B) dengan ukuran 6-15 ×2,5-4 µm (Semangun, 1996). 3. Klamidiospora Klamidiospora merupakan spora berbentuk bulat yang terdapat di dalam hifa atau di ujung hifa. Klamidiospora dapat terbentuk jika kondisi lingkungan tida mendukung dan klamidiospora yang dihasilkan bersifat dorman (Semangun, 1996).
Uji Aktivitas Senyawa..., Afifah Sutrisni, FKIP, UMP, 2016
15
A
B
Gambar 2.5 (A) Makrokonidia, (B) Mikrokonidia Sumber : Ellis (2015a) 2.3.3. Gejala Serangan Gejala awal penyakit layu fusarium adalah tulang-tulang daun menjadi pucat, terutama pada daun yang terletak di sebelah atas, yang selanjutnya diikuti dengan merunduknya tangkai, dan akhirnya tanaman yang terinfeksi menjadi layu secara keseluruhan (Gambar 2.6) (Semangun, 1996). Terkadang kelayuan yang terjadi didahului dengan menguningnya daun, terutama daun-daun sebelah bawah. Akibat infeksi F. oxysporum f.sp. capsici menyebabkan tanaman cabai menjadi kerdil dan tumbuhnya merana. Jika pada tanaman yang sakit, batangnya dikelupas atau dipotong maka akan terlihat cincin berwarna cokelat pada berkas pembuluh tanaman. Serangan F. oxysporum f.sp. capsici pada tanaman yang masih muda menyebabkan matinya tanaman secara mendadak, dikerenakan pangkal batang tanaman tersebut terjadi kerusakan atau kanker yang menggelang, sedangkan infeksi F. oxysporum f.sp. capsici pada tanaman dewasa biasanya mampu bertahan sampai berbuah tetapi hasil yang diperoleh sangat sedikit dan kecil-kecil (Semangun, 1996).
Uji Aktivitas Senyawa..., Afifah Sutrisni, FKIP, UMP, 2016
16
Gambar 2.6 Tanaman cabai yang terinfeksi layu fusarium (sumber : Anonim, 2015) 2.3.4. Daur Hidup Kapang F. oxysporum f.sp. capsici F. oxysporum f.sp. capsici dapat bertahan lama didalam tanah dalam bentuk klamidiospora. Semangun (1996), mengatakan kapang F. oxysporum mampu bertahan hingga 10 tahun di dalam tanah tanpa adanya inang. Tanah yang sudah terinfeksi sukar dibebaskan kembali dari kapang tersebut. Infeksi dapat terjadi pada akar yang mengalami luka atau melalui luka pada akar yang diakibatkan munculnya akar lateral. Kapang F. oxysporum f.sp. capsici menggunakan luka perantara jalannya infeksi, misalnya luka karena pemindahan bibit, pembumbunan, dan luka karena serangga. Infeksi yang terjadi pada buah memungkinkan spora kapang F. oxysporum f.sp. capsici terbawa oleh biji. Spora kapang tersebut dapat tersebar karena spora yang terdapat pada bibit, tanah, air, dan alat-alat pertanian dapat membantu penyebaran spora kapang tersebut (Semangun, 1996).
Uji Aktivitas Senyawa..., Afifah Sutrisni, FKIP, UMP, 2016
17
2.3.5. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kehidupan Fusarium oxysporum f.sp. capsici Kapang F. oxysporum f.sp. capsici. dapat bertahan hidup pada kisaran suhu tanah antara 210C - 330C, dengan suhu optimumnya 28˚C. Kematian dapat terjadi jika kapang tersebut berada di dalam tanah pada kisaran suhu 57,50C 600C selama 30 menit (Semangun, 1996). Kapang Fusarium oxysporum f.sp. capsici mampu bertahan hidup pada kisaran pH tanah yang luas yaitu 3,8-8,4 dan pH optimum untuk pertumbuhan berada pada pH 7,7. Sumber karbon (C) sangat diperlukan kapang F. oxysporum f.sp. capsici dalam pembentukan spora. Pembentukan spora terjadi pada kisaran suhu antara 20-250C (Soesanto, 2008). Fusarium oxysporum f.sp. capsici akan berkembang sangat cepat bila tanah mengandung banyak nitrogen tapi miskin kalium. 2.4. Deskripsi Kapang Gliocladium sp. 2.4.1. Klasifikasi Kapang Gliocladium sp. Menurut Alexopoulos & Mims (1996), Gliocladium sp. diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom
: Fungi
Divisio
: Amastigomycota
Sub Divisio : Deuteromycotina Classis
: Deuteromycetes
Ordo
: Hypocreales
Familia
: Hypocreaceae
Genus
: Gliocladium
Species
: Gliocladium sp.
Uji Aktivitas Senyawa..., Afifah Sutrisni, FKIP, UMP, 2016
18
Menurut Djatnika et al. (2003), Gliocladium sp. merupakan kapang agen hayati yang diketahui dapat mengendalikan pneyakit tular tanah. Sebagai agens hayati, Gliocladium sp. mampu bertahan hidup meskipun ketika tidak ada tanaman inangya, sehingga keberadaannya di alam relatif lama. 2.4.2. Morfologi Kapang Gliocladium sp. Pertumbuhan koloni kapang Gliocladium sp. sangat cepat dan dapat mencapai 4-6 cm dalam waktu 3-4 hari inkubasi pada media PDA cawan. Tekstur koloni Gliocladium sp. berbulu halus, koloni mula-mula berwarna putih dan pucat hingga hijau tua dengan sporulasi. Konidium berbentuk bulat telur pendek, berdinding halus, agak besar dan pada umumnya konidium kapang Gliocladium sp. berukuran 4,5-6×3,5-4 µm (Soesanto, 2008). Kapang Gliocladium sp. menghasilkan hifa, konidiofor, fialid, dan konidia (Gambar 2.7). Hifa yang dimiliki berupa hifa bersepta dan hialin (jelas). Pada cabang terakhir akan muncul fialid yang bentuknya menyerupai botol. Konidia bersel satu berbentuk oval atau silinder. Kapang Gliocladium sp. memiliki konidiofor berbentuk penicilliate, konidia bersel satu, hialin (jelas), dan berdinding halus (Domsch et al., 1980).
Gambar 2.7 Gambar mikroskopis kapang Gliocladium sp. Sumber: Ellis (2015b)
Uji Aktivitas Senyawa..., Afifah Sutrisni, FKIP, UMP, 2016
19
2.4.3. Manfaat Gliocladium sp. Kapang Gliocladium sp. menghasilkan senyawa metabolit sekunder berupa senyawa gliotoksin, glioviridin, dan viridin yang bersifat fungistatik. Senyawa gliotoksin mampu menghambat pertumpuhan kapang dan bekteri, sedangkan senyawa viridin mampu menghambat pertumbuhan cendawan (Lee & Landis, 2000). Hifa Gliocladium sp. yang sudah berinteraksi dengan tanah akan tersebar di sekitar perakaran tanaman, dengan laju pertumbuhan yang cepat dan dalam waktu yang singkat yaitu sekitar 7 hari. Kapang Gliocladium sp. bersifat mikoparasit terhadap kapang patogen dan mampu menekan populasi kapang patogen yang sebelumnya mendominasi sekitar perakaran tanaman. Kapang Gliocladium sp. akan tumbuh dengan baik pada perakaran tanaman yang sehat, sehingga terjadi simbiosis mutualisme antara Gliocladium sp. dengan tanaman yang dilindunginnya. 2.5. Pengujian Aktifitas Anti Jamur Pengujian aktivitas anti jamur secara invitro dapat dilakuakan melalui dua cara yaitu sebagai berikut. 1. Metode Dilusi Metode dilusi yaitu suatu metode untuk menekan kadar hambat minimum dan kadar bunuh minimum dari suatu bahan antimikroba. Prinsip dari cara kerja metode dilusi yaitu menggunakan satu seri tabung reaksi yang diisi medium cair dan sejumlah sel mikroba tertentu yang diuji. Selanjutnya masing-masing dari tabung diisi suatu antimikrobial yang telah dilakukan pengenceran pada serial
Uji Aktivitas Senyawa..., Afifah Sutrisni, FKIP, UMP, 2016
20
tertentu, kemudian seri tabung tersebut diinkkubasi pada suhu 370C selama 16-20 jam. Mengamati terjadinya kekeruhan konsentrasi terendah bahan antimikroba pada tabung dengan adanya hasil biakan yang mulai tanpak jernih (tidak ada pertumbuhan jamur merupakan zona hambat). Biakan dari semua tabung yang jernih selanjutnya ditumbuhkan pada medium PDA miring dan diinkubasi selama 16-20 jam. Mengamati ada tidaknya koloni jamur yang tumbuh. Konsentrasi terendah obat pada biakan pada medium padat yaitu dengan tidak adanya pertumbuhan jamur adalah merupakan konsentrasi bunuh minimum bahan antimikroba terhadap jamur uji (Tortora et al., 2001) 2. Metode Difusi Cakram (Uji Kirby-Bauer) Perinsip dalam metode difusi cakram (uji Kirby Baurer) yaitu dengan menempatkan kertas cakram yang mengandung antimikroba tertentu pada media PDA cawan yang telah ditambahkan dengan jamur yang akan diuji. Medium tersebut diinkubasi pada suhu 370C selama 16-20 jam. Mengamati zona hambat jernih yang terdapat disekitar kertas cakram. Zona jernih tersebut menunjukkan tidak adanya pertumbuhan mikroba. Jamur yang sensitif terhadap suatu bahan antimikroba akan ditandai dengan adanya daerah hambatan disekitar kertas cakram, sedangkan jamur yang resisten terhadap antimikroba ditandai dengan adanya pertumbuhan jamur di tepi kertas cakram (Tortora et al., 2001) 2.6. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Kromatografi merupakan teknik pemisahan dengan menggunakan fase diam (stationary phase) dan fase gerak (mobile phase). Kromatografi merupakan teknik pemisahan yang paling umum dan sering digunakan dalam bidang kimia
Uji Aktivitas Senyawa..., Afifah Sutrisni, FKIP, UMP, 2016
21
analisis dan dapat digunakan untuk melakukan analisis kuantitatif, kualitatif atau preparatif dalam bidang farmasi, lingkungan, industri, dan sebagainya. Kromatografi dilakukan untuk memisahkan dan mengkuantitatifkan komponenkomponen dari suatu senyawanya (Gandjar & Rohman, 2007) Salah satu metode yang dapat digunakan untuk proses pemisahan senyawa adalah kromatografi lapis tipis (KLT) atau thin layer chromatography (TCL). Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan metode pilihan untuk memisahkan suatu senyawa yang larut dalam lipid. Plat silika digunakan sebegai fase diam, sedangkan fase gerak dalam kromatografi lapis tipis berupa pelarut maupun campuran pelarut yang disebut larutan pengembang. Pelarut atau eluen sebagai fase gerak sangat berperan dalam keberhasilan kromatografi lapis tipis. Kelarutan antara senyawa dengan eluen tergantung sifat kepolaran
dari masing-masing
komponen dalam uji kromatografi lapis tipis (Harborne, 1987).
Uji Aktivitas Senyawa..., Afifah Sutrisni, FKIP, UMP, 2016