BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. TINGKAT PELAYANAN PERKERASAN
Tingkat pelayanan perkerasan dinyatakan dalam Indeks Permukaan
yang diadopsi dari AASHTO ( serviceability indeks ) dimana skala ini
menunjukkan kinerja suatu struktur perkerasan jalan. 2.2. KONSTRUKSI PERKERASAN
Tanah yang masih bersifat natural (belum mendapat sentuhan tangan manusia) atau dalam kondisi alam jarang sekali mampu mendukung beban berulang dari kendaraan tanpa mengalami deformasi yang besar. Karena itu, dibutuhkan suatu struktur yang dapat melindungi tanah dari beban roda kendaraan. Struktur ini yang disebut dengan perkerasan atau pavement. (Hardiyatmo, 2007). Konstruksi perkerasan harus dipelihara untuk mencegah (preventif) agar tidak terjadi kerusakan sehingga konstruksi perkerasan tersebut dapat mempertahankan nilai struktural dan fungsional selama usia pelayanan jalan. Pengaruh kerusakan struktural perkerasan selalu berkaitan dengan penurunan daya dukung karena struktur perkerasan mengalami perubahan komposisi kohesitas dan homogenitas campuran bahan susunnya, yang disebabkan beberapa faktor ketidaktepatan mutu pelaksanaan. (Ma’some, 2006 ; Sjahdanulirwan, 2006). Kerusakan struktural yang banyak terjadi di Indonesia sehingga memperbesar biaya BOK (Biaya Operasional Kendaraan) adalah potholes dan rutting, sedangkan cracking dan flushing masih dianggap sebagai gangguan fungsional jalan (Bennet et al, 2007). Beberapa penelitian kerusakan konstruksi perkerasan jalan di Indonesia menunjukkan bahwa kerusakan struktural jalan di Indonesia sering terjadi sebelum umur rencana layanan selesai. Peningkatan investasi pengelolaan perkerasan jalan juga tidak menunjukkan hubungan linear positif terhadap pencapaian mutu perkerasan jalan di berbagai ruas jalan nasional dan provinsi (Mulyono, 2007).
MUH.SALEH / 121135008
II- 1
2.3. PROGRAM PENGELOLAAN KONSTRUKSI JALAN Konstruksi perkerasan jalan merupakan lapisan yang berada diantara
beban lalu - lintas kendaraan dan tanah dasar, yang bersifat lebih konstruktif sehingga beban tersebut mampu didukung tanah dasar. Oleh karenanya perkerasan perlu dikelola dengan baik dan tepat dalam hal pengaturan SDM
pengendali mutu, penerapan teknologi (alat, material, metode kerja),
pendanaan yang efisien, research untuk penjadwalan monitoring dan
evaluasi. Sebelum tahun anggaran 2004, Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen PU telah menentapkan 3 (tiga) model pengelolaan jalan nasional : pembangunan jalan baru, peningkatan jalan dan pemeliharaan jalan. Sejak tahun 2004 sampai sekarang model tersebut diterapkan untuk pengelolaan jalan provinsi dan kabupaten, sedangkan jalan nasioan lebih difokuskan pada aspek pemeliharaan jalan (rutin dan berkala) dan peningkatannya (Mulyono, 2007).
2.4. PERANCANGAN DAN MUTU KONSTRUKSI PERKERASAN Dalam perancangan tebal konstruksi
perkerasan di ruas jalan
Jenderal A Yani Sp.Liang Anggang – Ds. Liang Anggang ( KM.20+000 s/d KM.27+172 ) penilaian terhadap kualitas bahan – bahan yang akan digunakan serta klasifikasi dan daya dukung tanah dasar harus dilakukan pemerikasaan terlebih dahulu berdasarkan hasil pengujian di laboratorium dan di lapangan, begitupun terhadap kekuatan perkerasan jalan yang ada (existing). Pada saat menentukan tebal lapis perkerasan, perlu dipertimbangkan keefektifannya dari segi biaya, pelaksanaan konstruksi, dan batasan pemeliharaan untuk menghindari kemungkinan dihasilkannya perancangan yang tidak praktis. Di Indonesia, dalam melakukan perancangan konstruksi jalan masih mengunakan metode pedoman perancangan tebal perkerasan merupakan hasil adaptasi dari metode AASHTO 1993. Tetapi dalam perkembanganya metode
perancangan
MUH.SALEH / 121135008
tebal
perkerasan
selalu
diperbaharui
dan II- 2
dikembangkan sesuai dengan kondisi temperatur dan lingkungan di Indonesia.
Begitu juga dengan mutu perkerasan yang
merupakan hasil
implementasi dari perancangan konstruksi perkerasan juga tak luput dari perhatian. Sebelum tahun 1985, standar mutu perkerasan produk luar negeri
(AASHTO, ASTM, BSI) lebih banyak diterapkan dan diadopsi pada
pengendalian mutu perkerasan jalan karena belum tersedianya standar mutu
nasional. Kendala yang dihadapi saat itu adalah beberapa substansi standar mutu perkerasan produk luar negeri sulit diimplementasikan karena ketidak sesuaian material lokal dan kondisi lingkungan terhadap negara asal pembuat standar serta keterbatasan sumber daya pendukungnya (Mustazir, 1999).
2.5. ANGGARAN PEKERJAAN KONSTRUKSI Dalam penyusunan anggaran biaya untuk perancangan pemeliharan dan peningkatan perkerasan di ruas jalan Jenderal A Yani Sp.Liang Anggang – Ds. Liang Anggang ( KM.20+000 s/d KM.27+172 ) harga satuan yang dipakai adalah harga satuan bahan dan upah tahun 2012 yang berlaku di Kota Banjarbaru dan dikeluarkan oleh Walikota Banjarbaru. Harga satuan bahan dan upah tenaga kerja disetiap daerah pastilah berbeda-beda. Sehingga dalam menentukan perhitungan dan penyusunan anggaran biaya suatu pekerjaan konstruksi harus berpedoman pada harga satuan bahan dan upah tenaga kerja dipasaran dan lokasi pekerjaan. Dalam memperkirakan anggaran biaya terlebih dahulu harus memahami proses konstruksi secara menyeluruh termasuk jenis dan kebutuhan alat, karena faktor tersebut dapat mempengaruhi biaya konstruksi (Waluyo, 2008). Perancangan konstruksi perkerasan jalan, juga tidak lepas dengan biaya/anggaran konstruksi dan selalu menjadi ukuran dari mutu konstruksi yang dihasilkan. Sehingga untuk mengontrol biaya yang tidak efisien dalam penyusunan anggaran biaya konstruksi perlu dilakukan estimasi biayanya. Kegiatan estimasi adalah salah suatu proses utama dalam proyek konstruksi MUH.SALEH / 121135008
II- 3
untuk menjawab pertanyaan, “Berapa besar dana yang harus disediakan untuk sebuah bangunan konstruksi”. Pada umumnya, biaya yang
dibutuhkan
dalam
sebuah
proyek
konstruksi
berjumlah
besar.
Ketidaktepatan yang terjadi dalam penyediaan dana akan berakibat kurang baik pada pihak – pihak yang terlibat didalamnya (Ervianto, 2005).
Menurut Ibrahim (2003) dalam “Rencana dan Estimate Real of
Cost”, biaya atau anggaran itu sendiri merupakan jumlah dari masing
masing hasil perkalian volume dengan harga satuan pekerjaan yang bersangkutan, disimpulkan bahwa rencana anggaran biaya dari suatu pekerjaan terlihat dalam rumus : RAB = Σ (VOLUME x HARGA SATUAN PEKERJAAN).
2.6. REFERENSI PEMBANDING PENELITIAN Beberapa metode dalam perancangan konstruksi perkerasan lentur jalan menggunakan NSPM BM yang telah dilakukan dibeberapa lokasi jalan di Indonesia seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.1. Tabel 2. 1 Matriks Metode Perancangan Konstruksi Perkerasan Jalan di Berbagai lokasi
No 1
Judul TA
Tahun Penulisan
Penulis
Penanganan Lapisan Konstruksi Perkerasan Jalan Seru-Ansus Di Kabupaten Yapen Waropen Propinsi Papua
2005
Welly
2 Perancangan Konstruksi Perkerasan Kaku Ruas Jalan Lubuk Begalung Indarung (KM. PDG. 6+000 – KM.PDG. 11+250) Di Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat
2011
Arnis
3 Perancangan Peningkatan Ruas Jalan Ketapang - Pasir Padi (KM.PKP.3+842 s/d KM.PKP.10+332) Di Kota Pangkal Pinang Provinsi Babel
2011
Rahmatika
Metode
Perencanaan Tebal Lapisan Tambah (overlay)
NSPM
Target/Hasil
Pd.T-02-2002-B
Desain Tebal
Perencanaan Perkersan Kaku
Pd.T-14-2003.
Perencanaan Drainase Jalan
Pd.-02-2006-B.
RAB
PAHS SPEC 2010
Perencanaan Tebal Perkerasan Pelapisan Tambah (overlay)
Pd.T-02-2002-B
Perencanaan Drainase Jalan Perencanaan Rambu dan Marka Jalan RAB
DED
Pd.-02-2006-B.
DED
Pd.T-12-2004-B 01/P/BNKT/1991 PAHS SPEC 2010
Sumber : Data-data penelitian MUH.SALEH / 121135008
II- 4
Menurut Arnis (2011) dalam “Perancangan Konstruksi Perkerasan Kaku di Ruas Jalan ruas jalan Lubuk Begalung - Indarung (Km. Pdg.
6+000 s/d Km. Pdg. 11+250) di kota Padang Provinsi Sumatera Barat” , dengan meningkatnya arus lalu - lintas khususnya kendaraan - kendaraan berat, maka semakin meningkat pula beban yang harus dipikul oleh struktur
perkerasan jalan, yang mengakibatkan kerusakan pada perkerasan jalan,
sehingga diperlukan pergantian struktur perkerasan eksisting yakni
perkerasan lentur dengan perkerasan kaku (beton semen) bersambung dengan tulangan yang mampu menahan beban dari kendaraan berat. Sedangkan untuk ruas – ruas jalan yang melayani kegiatan industri berat dan aktivitas lalu lintas lainnya akibat dampak industri tersebut pasti akan mengalami penurunan kinerja pelayanan khususnya kerusakan pada perkerasannya
sehingga
perlu
dilakukan
pelebaran
jalan
untuk
meningkatkan kapasitas jalan dan memberikan rasa nyaman dan aman bagi pengguna jalan, selain pelaku industri (Rahmatika, 2011).
MUH.SALEH / 121135008
II- 5