BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kinerja Satuan Pengawasan Internal Kinerja Satuan Pengawas Internal yang merupakan pilar dari proses
pengawasan
dan
pengendalian
dalam
suatu
perusahaan
diharapkan
dapat
ditingkatkan. Karena hal ini berkaitan dengan persoalan kredibilitas perusahaan dimata masyarakat. Seiring meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap BUMN, BUMD dan perusahaan publik, maka sudah sewajarnya pihak perusahaan meningkatkan performance-nya agar kepercayaan publik dapat dipertahankan dan ditingkatkan. Salah satu yang menjadi sorotan adalah masalah pengawasan internal, karena itu peningkatan kinerja Satuan Pengawas Internal sangatlah menjadi perhatian masyarakat dan harus mendapat perhatian yang lebih dari pihak manajemen. Satuan Pengawasan Internal biasanya bertanggung jawab langsung kepada direktur utama, presiden direktur atau kepada komite audit dari dewan atau komisaris. Pada beberapa perusahaan swasta Satuan Pengawas Internal disebut juga audit internal (internal audit). Satuan pengawas internal atau audit internal bekerja di suatu perusahaan untuk melakukan audit bagi kepentingan manajemen perusahaan untuk mencapai tujuan usahanya.
8
9
2.1.1
Pengertian Kinerja Istilah kinerja berasal dari kata “job performance” atau “work performance”
atau “actual performance”. Performance diterjemahkan menjadi kinerja, juga berarti prestasi kerja, pelaksanaan kerja atau hasil kerja/ unjuk kerja/ penampilan kerja. Dalam kamus Webster Third International Dictionary,1996, dikatakan bahwa : “ Performnace is the ability to perform; capacity to achieve a desired result.” (Webster,1996) Dari pengertian diatas, dapat dikatakan bahwa kinerja atau prestasi kerja adalah hasil yang dicapai oleh seseorang pegawai atau karyawan dalam melaksanakan tugas-tugasnya di dalam suatu organisasi. Dengan ditunjang oleh sarana dan fasilitas kinerja manusia (kinerja karyawan/pegawai atau manajemen, kinerja dan produktivitas organisasi agar terdorong). Kinerja dalam suatu proses manajerial selalu mendapatkan perhatian karena berkaitan dengan masalah produktivitas organisasi. Kinerja merupakan indikator utama dalam menentukan usaha-usaha untuk mencapai tingkat produktivitas yang tinggi di dalam suatu organisasi.
2.1.2
Satuan Pengawasan Internal
2.1.2.1
Definisi Satuan Pengawas Internal Menurut BPK dalam Peraturan BPK tahun 2007 no 1 mendefinisikan satuan
pengawasan internal sebagai berikut :
10
“Unit organisasi pada Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pengawasan dalam lingkup kewenangannya.” Fungsi pengawasan dan pengendalian ini bertujuan untuk mendorong dipatuhinya segala kebijakan, rencana dan prosedur yang telah ditetapkan. Fungsi tersebut dilaksanakan melalui suatu pemeriksaan internal atau yang lebih dikenal dengan audit internal. The Auditing Practises Board (APB) Auditing Guidelines dalam Guideness for Internal Auditors, mendefinisikan audit internal sebagaimana dikutip Pickett (2003:3) sebagai berikut : “Internal audit is an independent appraisal function established by management for the review of the internal control system as a service to the organisation. It objectively examines, evaluates and reports on the adequacy of internal control as a contribution to the proper, economic, efficient and effective use of resources.” Dalam perkembangannya, audit internal merupakan pengendalian manajemen serta
pendukung
utama
untuk
tercapainya
pengendalian
internal.
Selama
melaksanakan kegiatannya, audit internal harus bersikap objektif dan kedudukannya dalam perusahaan harus bersifat independen. Ratliff (1996:49), mengemukakan bahwa: “Internal auditing is an independent appraisal function established within an organization to examine and evaluate its activities as a service to the organization.”
11
Institute of Internal Auditors di dalam Statement of Responsibilities of Internal Auditing yang dikutip oleh Arens Loebecke (2000;732)dalam bukunya Internal Auditing an Integrated Approach mendefinisikan pemeriksaan intern sebagai berikut: ”Internal auditing is an independent, objective assurance and consulting activities designed to add value and improve an organization’s operations. It helps an organization accomplish its objective by bringing a systematic, disciplined approach to evaluate and improve the effectiveness of risk management, control and governance processes.” Dari definisi diatas dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Independent, menandakan bahwa audit bersifat bebas dan perbatasan yang dapat mengurangi ruang lingkup dan keefektifan atas audit ataupun pelaporan atas temuan audit serta kesimpulan. 2. Appraisal, menyatakan keyakinan penilaian audit internal atas kesimpulan yang dibuatnya. 3. Esthablished, menyatakan pengakuan perusahaan atas peranan audit internal. 4. Examine and Evaluate, menyatakan tindakan audit internal sebagai auditor untuk menemukan fakta dan sebagai pengevaluasi dan menggunakan pertimbangannya. 5. Its activities, menyatakan bahwa ruang lingkup pekerjaan audit internal ditujukan kepeda seluruh bagian organisasi. 6. Service to organization, menyatakan bahwa keberadaan audit internal adalah untuk menambah atau meningkatkan manfaat seluruh organisasi. Istilah
12
service juga memberi kesan bahwa audit internal merupakan fungsi staf dalam melayani kepentingan suatu organisasi. Sedangkan menurut Mulyadi dan Kanaka P (1998,202) dalam bukunya yang berjudul Auditing memberikan pengertian pengawasan intern sebagai berikut : “Audit intern merupakan kegiatan penilaian bebas, yang terdapat dalam organisasi, yang dilakukan dengan cara memeriksa akuntansi, keuangan dan kegiatan lain untuk memberikan jasa bagi manajemen dalam melaksanakan tanggung jawabnya”. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa satuan pengawasan intern merupakan fungsi staf yang melakukan penilaian secara bebas atau tidak memihak dalam suatu organisasi untuk memeriksa dan mengevaluasi seluruh aktivitas dan melaporkan hasil pekerjaannya tersebut kepada manajemen sebagai suatu jasa pelayanan, dan bertanggung jawab penuh kepada manajemen. Pentingnya pengawasan, khususnya pengawasan intern sehingga pemerintah menganggap perlu diatur sendiri melalui Instruksi Presiden Nomor 15 tahun 1983 tentang pedoman pelaksanaan pengawasan, menerangkan bahwa : “Mengingat pelaksanaan pengawasan yang efektif ke dalam tubuh aparatur pemerintah di dalam lingkungan masing-masing secara terus menerus dan menyeluruh dalam bentuk : a. pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan / atasan masing-masing satuan organisasi / satuan kerja terhadap bawahannya; b. pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional yang bersangkutan.” Pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional tersebut di lingkungan badan usaha Perjan, Perum dan Persero disebut dengan Satuan Pengawasan Intern. Lebih jelasnya pasal 46 Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun
13
1983 tentang Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan Perjan, Perum dan Persero menyatakan sebagai berikut: “Satuan pengawasan intern bertugas membantu Direktur Utama dalam mengadakan penilaian atas sistem pengendalian pengelolaan (manajemen) dan pelaksanaannya pada badan usaha yang bersangkutan dan memberikan saransaran perbaikan”. Peraturan tersebut kemuadian diperbaharui dengan adanya Undang-undang No.19 tahun 2003 tentang BUMN pasal 67 ayat 1 dan 2, yang menyatakan bahwa: 1. Pada setiap BUMN dibentuk Satuan Pengawasan Internal yang merupakan aparat pengawasan intern perusahaan. 2. Satuan Pengawasan Internal sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dipimpin oleh seorang kepala yang bertanggung jawab terhadap Direktur Utama.( Undangundang No.19 pasal 67, 2003;20) Berdasarkan kutipan di atas Satuan Pengawasan Intern merupakan unit organisasi yang dibentuk untuk membantu manajemen untuk melakukan pengawasan dan pengendalian yang independen pada badan usaha yang bersangkutan, disamping melakukan
penilaian
juga
mamberikan
saran-saran
dan
perbaikan
untuk
meningkatkan nilai usaha.
2.1.2.2
Tujuan, Fungsi dan Tanggung Jawab Satuan Pengawasan Internal Tujuan audit internal sebenarnya sudah tersirat dalam definisi audit internal
itu sendiri, yaitu membantu seluruh anggota manajemen agar dapat melaksanakan tanggung jawab secara efektif dengan jalan memberikan analisis, penilaian, rekomendasi, saran dan keterangan dari operasi perusahaan yang diperiksanya. Ratliff (1996, 9) mengemukakan tujuan utama dari audit internal, adalah sebagai berikut:
14
”The primary objective of internal auditing is to provide an appraisal of the organization’s controls to ensure that business risk is addressed and that the goals and objectives are achieved efficiently, effectively, and economically.”
Sedangkan Mulyadi (1992:104) mengemukakan tujuan dari audit internal, sebagai berikut: “Membantu semua anggota manajemen dalam melaksanakan tanggung jawab mereka, dengan cara menyajikan analisis, penilaian, rekomendasi dan komentar-komentar penting mengenai kegiatan mereka.”
Bila dilihat dalam The Institute of Internal Auditors/IIA (1996:909), tujuan audit internal adalah sebagai berikut: “The objective of internal auditing is to assist members of the organization in the effective discharge of their responsibilities. To this end, internal auditing furnishes them with analysis, appraisals, recommendations, counsels, and information concerning the activities reviewed. The audit objective includes promoting effective control at reasonable cost.” Menurut Sawyer’s (2000:18) tujuan audit internal adalah sebagai berikut : 1. Menilai apakah kegiatan pengendalian yang ada sudah cukup memadai dan terbukti efektif untuk mencapai tujuan perusahan. 2. Menilai apakah persentasi kerja manajemen telah sesuai dengan ketentuan, kebijakan dan peraturan yang ada di dalam perusahaan, dan untuk mengetahui apakah persentasi manajemen tersebut telah lebih baik dari masa sebelumnya, serta untuk menentukan apakah aktivitas serta program perusahaan telah dikelola secara hemat, efisien dan efektif. 3. Membantu manajemen dalam melaksanakan tugas pengelolaan. Dalam hal ini pemeriksa harus memahami fungsi-fungsi dari manajemen (Planning, Organizing, Directing and Controlling), bahkan kalau bisa harus lebih baik dari pada manajer sendiri karena memiliki keahlian operasional yang baik tetapi masih belum memadai dalam bidang manajerial.
15
Tujuan ini dapat tercapai apabila audit internal berfungsi dengan baik. Untuk itu, audit internal harus mengetahui wewenang, tugas, dan tanggung jawabnya secara jelas. Fungsi audit internal memerlukan pemeriksaan yang berkualitas tinggi. Fungsi audit internal tidak akan berhasil tanpa adanya orang-orang yang mempunyai pengetahuan yang cukup, mempunyai daya imajinasi yang kuat, serta berinisiatif dan mempunyai kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain. Standar Profesional Akuntan Publik (IAI, 2001:319.30), memberikan pernyataan mengenai fungsi audit internal, sebagai berikut: ”Fungsi audit internal dapat terdiri dari satu atau lebih individu yang melaksanakan aktivitas audit intern dalam suatu entitas. Mereka secara teratur memberikan informasi tentang berfungsinya pengendalian intern, memfokuskan sebagian besar perhatian mereka pada evaluasi terhadap desain dan operasi pengendalian intern. Mereka mengkomunikasikan informasi tentang kekuatan dan kelemahan dan rekomendasi untuk memperbaiki pengendalian intern. ” Jadi dapat disimpulkan bahwa fungsi pemeriksaan internal meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Penilaian terhadap prosedur dan masalah-masalah yang berhubungan dengan itu, seperti penilaian efisiensi prosedur yang telah ditetapkan dan pengembangan serta penyempurnaan prosedur tersebut. 2. Penilaian terhadap data yang dihasilkan oleh sistem akuntansi dan membuat analisis lebih lanjut untuk mendukung kesimpulan tertentu.
16
3. Penilaian kegiatan yang menyangkut ketaatan terhadap kebijakan, peraturan pemerintah dan kewajiban-kewajiban dengan pihak luar. Sebagian tugas dari audit internal adalah membantu manajemen dalam mencapai tujuan perusahaan, dengan cara melakukan audit dan penilaian secara objektif, serta memberikan rekomendasi berdasarkan hasil auditnya. Karena tugas auditor internal adalah mengaudit dan meneliti seluruh kegiatan perusahaan, seorang auditor internal harus menguasai seluruh aspek dalam ruang lingkup perusahaan, baik yang berhubungan dengan prosedur-prosedur akuntansi dan keuangan, produksiproduksi, pengembangan, penjualan dan pemasaran, teknik, dan lain-lain. Wewenang yang dimiliki auditor internal dalam melakukan audit adalah kebebasan untuk me-review dan menilai kebijakan-kebijakan, rencana, prosedur, dan sistem yang telah ditetapkan. Wewenang yang diberikan harus bersumber dari manajemen dan disetujui oleh dewan direksi. Adapun tanggung jawab audit internal menurut Komite Ikatan Akuntan Indonesia dalam Standar Profesional Akuntan Publik (IAI, 2001:322.1) adalah, sebagai berikut: “Auditor internal bertanggung jawab untuk menyediakan jasa analisis dan evaluasi, memberikan keyakinan dan rekomendasi, dan informasi lain kepada manajemen entitas dan dewan komisaris, atau pihak lain yang setara wewenang dan tanggung jawabnya. Untuk memenuhi tanggung jawabnya tersebut, auditor intern mempertahankan objektivitasnya yang berkaitan dengan aktivitas yang diauditnya. Tanggung jawab penting fungsi audit intern adalah memantau kinerja pengendalian entitas.” Wewenang dan tanggung jawab Satuan Pengawasan Intern Badan Usaha Milik Negara diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 1983 yang berbunyi:
17
1. Satuan Pengawasan Intern bertugas membantu Direktur Utama dalam mengadakan penilaian atas sistem pengendalian pengelolaan (manajemen) dan pelaksanaannya pada badan usaha yang bersangkutan dan memberikan saran-saran perbaikannya; 2. Pimpinan PERJAN, PERUM dan PERSERO manggunakan pendapat dan saran Satuan Pengawasan Intern sebagai bahan untuk melaksanakan penyempurnaan pengelolaan (manajemen) perusahaan yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tugas Satuan Pengawasan Intern BUMN/BUMD adalah melakukan penilaian atas sistem pengendalian pengelolaan dan pelaksanaannya dengan tujuan untuk memberikan saran-saran perbaikan yang akan digunakan oleh pimpinan PERJAN, PERUM dan PERSERO untuk melaksanakan penyempurnaan pengelolaan perusahaan.
2.1.2.3
Pentingnya Satuan Pengawasan Internal Akibat dari semakin luasnya dunia usaha, timbullah dampak negatif yaitu
semakin jauhnya hubungan antara pimpinan dengan pelaksana operasi secara langsung.
Dengan
demikian
diperlukan
suatu
alat
penghubung
untuk
menjembataninya. Disinilah pengaruh penting audit internal dalam membantu manajemen untuk meneliti dan mengawasi metode dan teknik yang menjadi alat pengendalian internal yang telah ditetapkan dan telah dilaksanakan oleh pelaku dalam organisasi tersebut. Audit internal berhubungan dengan semua kegiatan perusahaan, sehingga tidak hanya terbatas pada audit terhadap catatan-catatan akuntansi. Ukuran yang dijadikan dasar penilaian adalah sebagai berikut:
18
a. Prosedur-prosedur yang ditetapkan. b. Kebijakan-kebijakan yang diterapkan. c. Anggaran atau standar yang telah ditentukan. d. Peraturan-peraturan pemerintah yang berlaku. Menurut Mulyadi dan Kanaka (1998:202-203), seorang auditor internal melakukan aktivitas, sebagai berikut: ”1.
2. 3. 4. 5.
Audit dan penilaian terhadap baik atau tidaknya pengendalian akuntansi dan pengendalian administratif dan mendorong penggunaan cara-cara yang efektif dengan biaya yang minimal. Menentukan sampai seberapa jauh pelaksanaan kebijakan manajemen puncak dipatuhi. Menentukan sampai seberapa jauh kekayaan perusahaan dipertanggungjawabkan dan dilindungi dari segala macam kerugian. Menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian dalam perusahaan. Memberikan rekomendasi perbaikan kegiatan-kegiatan perusahaan.”
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan tiga aktifitas utama auditor internal, yaitu: 1. Compliance Audit internal merupakan suatu audit ketaatan yang berfungsi untuk menentukan dan mengawasi pelaksanaan aktivitas perusahaan dan seluruh karyawan telah dilaksanakan sesuai prosedur dan kebijakan yang telah ditetapkan oleh perusahaan selain itu audit ini juga digunakan untuk menentukan aktivitasaktivitas tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip akutansi yang diterima secara umum dan peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh penmerintah. Kebijakan
19
prosedur dan pengawasan yang baik tidak akan ada guna apabila pelaksanaannya tidak dilaksanakan dengan baik. 2. Verification Unsur audit internal lainnya adalah verifikasi. Pelaksanaan verifikasi yang dilakukan oleh audit internal lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan audit yang dilakukan oleh audit eksternal. Ini disebabkan audit internal lebih memahami seluk beluk aktivitas perusahaan dan mempunyai pengetahuan khusus mengenai perusahaan. Selain itu verifikasi yang dilakukan oleh auditor internal secara detail tidak praktis dan tidak ekonomis dan biasanya pemimpin perusahaan menghendaki dilakukan verifikasi secara kontinyu agar dapat dilakukan tindakan yang segera. Verifikasi ini dilakukan oleh auditor internal terhadap dokumendokumen, catatan-catatan akuntansi dan laporan-laporan, baik yang menyangkut aktiva, kewajiban, modal ataupun hasil oprasi perusahaan dengan tujuan untuk menentukan kebenaran informasi yang tercermin dalam laporan tersebut. 3. Evaluation Setelah melakukan verifikasi, tahap selanjutnya adalah melaksanakan evaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk menentukan kelemahan dan kekurangan yang terdapat dalam pengendalian internal yang ada. Dalam melaksanakan evaluasi, audit intenal memerlukan penilaian yang lebih matang dan cermat untuk dapat menentukan keefektifan pengendalian internal yang diterapkan dan dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan.
20
Pemimpin akan menerima laporan dari hasil compliance, operational, verification, dan evaluation. Jika terjadi penyimpangan terhadap apa yang telah ditetapkan, maka pemimpin akan diberitahu dan diberi penjelasan mengenai penyebab terjadinya, juga diberikan rekomendasi dan solusinya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa audit internal yang baik, adalah: 1. Adanya struktur organisasi serta uraian tugas, wewenang dan tanggung jawab bagian audit internal. 2. Kedudukan audit internal dalam organisasi harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga auditor internal dapat menjalankan independensinya secara penuh dan benar-benar. 3. Adanya program audit yang disusun dengan baik sehingga dapat mencapai tujuan audit yang diharapkan. 4. Tersedianya personalia bagian audit internal yang mempunyai bekal keahlian teknis dan ahli di bidangnya. 5. Hasil audit dari sifat audit internal yang disertai saran tindakan koreksinya mendapat dukungan manajemen. 6. Adanya laporan hasil pemeriksaan yang menujukan apa yang telah dicapai dan apa yang dapat dicapai serta saran mengenai perbaikan.
2.1.2.4
Kriteria/Standar Profesi Satuan Pengawasan Internal Agar terciptanya Satuan pengawasan internal atau audit internal yang efektif,
maka perlu dipenuhi suatu kriteria atau standar. Salah satu standar yang digunakan
21
adalah Standards for the Professional Practice of Internal Auditing yang dikeluarkan oleh The Institute of Internal Auditors (1996:912-913), sebagai berikut: “1. Independence (Independensi) Audit Internal harus mandiri dan terpisah dari kegiatan yang diperiksanya. 1. Professional Proficiency (Kemampuan Profesional) Audit Internal harus dilaksanakan dengan keahlian dan ketelitian profesional. 2. Scope of Work (Ruang Lingkup) Lingkup pekerjaan audit internal harus meliputi pengujian dan evaluasi terhadap kecukupan dan keefektivan sistem pengendalian internal yang dimiliki organisasi dan kualitas pelaksanaan tanggung jawab yang diberikan. 4. Performance of Audit Work (Pelaksanaan Kegiatan Audit) Kegiatan audit harus meliputi perencanaan audit (Audit Program), pengujian dan pengevaluasian informasi, pemberitahuan hasil (Reporting) dan menindak lanjuti (Following Up). 5. Management of The Internal Auditing Department (Manajemen Bagian Audit Internal) Pimpinan audit internal harus mengelola bagian audit internal secara tepat.”
2.1.2.4.1 Independensi Satuan pengawasan internal atau audit internal harus independen dan objektif dalam pelaksanaan kegiatannya, hal ini berarti auditor internal dalam memberikan penilaian tidak memihak kepada siapapun. Hal ini dapat dicapai apabila audit internal diberikan status dan kedudukan yang jelas, seperti yang dikemukakan The Institute of Internal Auditors/IIA (IIA, 1996:914) sebagai berikut: ”Internal auditors should be independent of the activities they audit. Internal auditors are independent when they can carry out their work freely and objectively. Independence permits internal auditors to render the impartial and unbiased judgements essential to the proper conduct of audits. It is achieved through organization status and objectivity.”
22
Dari pernyataan diatas, Independensi menyangkut dua aspek yaitu: 1. Organizational Status (Status Organisasi) Status organisasi unit audit internal haruslah memberikan keleluasaan untuk memenuhi atau menyelesaikan tanggungjawab pemeriksaan yang diberikan. Auditor internal harus mempunyai dukungan dari manajemen senior dan dewan direksi, sehingga mereka akan mendapatkan kerjasama dari pihak yang akan diperiksa dan dapat menyelesaikan pekerjaannya secara bebas dari berbagai campur tangan pihak lain. 2. Objectivity (Objektivitas) Para pemeriksa internal atau auditor internal haruslah melakukan pemeriksaan secara objektif. a. Objektivitas adalah sikap mental bebas yang harus dimiliki oleh pemeriksa internal (internal auditor) dalam melaksanakan pemeriksaan. Para internal auditor tidak boleh menempatkan lebih rendah penilaian mereka sehubungan dengan pemeriksaan (audit) yang dilakukan oleh pihak lain. b. Objektivitas mengharuskan para auditor internal melaksanakan pemeriksaan dengan suatu cara, sehingga mereka akan sungguh yakin atas hasil pekerjaannya dan tidak akan membuat penilaian yang kualitasnya merupakan hasil kesepakatan atau diragukan. Para internal auditor tidak boleh ditempatkan dalam situasi, dimana mereka merasa tidak dapat untuk membuat penilaian objektif profesional.
23
c. Sikap objektif auditor internal tidaklah terpengaruh atau berkurang bila auditor merekomendasikan suatu standar pengawasan bagi sistem-sistem atau prosedur peninjauan (review) sebelum hal-hal tersebut diterapkan. Mendesain, instalasi dan sistem-sistem operasi bukanlah fungsi-fungsi dari audit, begitu juga
halnya
dalam
pengkonsepan
prosedur-prosedur
untuk
sistem.
Pelaksanaan kegiatan-kegiatan seperti ini diasumsikan dapat mengganggu objektif audit. Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal (2004:8) , menyatakan bahwa: ”Fungsi audit internal harus ditempatkan pada posisi yang memungkinkan fungsi tersebut memenuhi tanggungjawabnya. Independensi akan meningkatkan, jika fungsi audit internal memiliki akses komunikasi yang memadai terhadap Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi.” Badan Pengawasan Keuangan (1995;20) menyatakan tentang independensi yaitu sebagai berikut: “Dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan audit, organisasi atau lembaga audit dan auditor, baik pemerintah maupun akuntan publik, harus independen (secara organisasi maupun pribadi), bebas dari gangguan indepeden yang bersifat pribadi dan yang diluar pribadinya (ekstern), yang dapat mempengaruhi independensinya, serta harus dapat mempertahankan sikap dan penampilan yang independen.” Dengan adanya independensi dan objektivitas yang dimiliki auditor internal, diharapkan audit yang dilakukan dapat berjalan dengan efektif dan hasil audit akan objektif.
24
2.1.2.4.2 Kemampuan Profesional Kemampuan profesional menurut Institute of Internal Auditors yang dikutip oleh Ratliff (1996:918) adalah sebagai berikut: “Internal audits should be performed with proficiency and due professional care. Professional proficiency is the responsibility of the internal auditing department and each internal auditor. The department should assign to each audit those persons who collectively possess the necessary knowledge, skills, and disciplines to conduct the audit properly.”
Dari pernyataan diatas kemampuan profesional, mencakup: 1. The Internal Auditing Department (Bagian Audit Internal), harus: a. Memberikan jaminan atau kepastian bahwa teknis dan latar belakang pendidikan para pemeriksa internal telah sesuai bagi pemeriksaan yang akan dilaksanakan. b. Memiliki atau mendapatkan pengetahuan, kecakapan, dan berbagai disiplin ilmu yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggungjawab pemeriksaan. c. Memberikan kepastian bahwa pelaksanaan pemeriksaan internal akan diawasi sebagaimana mestinya. 2. The Internal Auditor (Auditor Internal), harus: a. Mematuhi standar profesional dalam melakukan pemeriksaan. b. Memiliki pengetahuan, kecakapan, dan berbagai disiplin ilmu yang penting dalam pelaksanaan pemeriksaan. c. Memiliki kemampuan untuk menghadapi orang lain dan berkomunikasi secara efektif.
25
d. Meningkatkan kemampuan teknisnya melalui pendidikan yang berkelanjutan. e. Melaksanakan ketelitian profesional yang sepantasnya dalam melakukan pemeriksaan.
2.1.2.4.3 Ruang Lingkup Satuan Pengawasan Internal Satuan Pengawasan Internal atau Audit Internal terasa semakin penting dan diperlukan dengan bertambah luasnya ruang lingkup perusahaan, serta semakin luas dan kompleksnya dunia usaha. Demikian pula manajemen perlu mendelegasikan wewenang pada bawahannya untuk menciptakan pengendalian yang baik mengenai pelaksanaan operasi secara langsung. Dengan demikian diperlukan suatu alat penghubung untuk menjembataninya, yaitu suatu pengujian yang cukup bebas dari organisasi ini. Di samping itu juga diperlukan penekanan-penekanan agar kegiatan usaha berjalan lancar. Ruang lingkup pekerjaan audit internal menurut The Institute of Internal Auditors yang dikutip oleh Ratliff (1996:912) adalah sebagai berikut: “The scope of internal auditing encompasses the examination and evaluation of the adequacy and effectiveness of the organization system of internal control and the quality of performances in carrying out assigned responsibilities. The scope of internal auditing includes: 1. Reviewing the reliability and intergrity of financial and operating information and the means used to identify, measure, classify and report such information. 2. Reviewing the system established to ensure compliance with those, policies, plans, procedures, laws and regulation which could have a significant in operation and report and determining whether the organization is an compliance. 3. Reviewing the means of safe guarding assets and as appropriate, verifying the existence of such assets. 4. Appraising the economy and efficiency with which resourcess are employed.
26
5. Reviewing operations or programs to ascertain whether results are consistant with establish objectives and goals and which the operation or program are being carried out as planned.” Berdasarkan pengertian di atas, dapat kita uraikan bahwa ruang lingkup pekerjaan dari pemeriksaan internal, antara lain : 1.
Melakukan penelaahan terhadap keandalan dan integritas informasi keuangan dan operasi dengan tujuan untuk mengidentifikasi, mengukur, mengklasifikasi dan melaporkan informasi tersebut.
2.
Melakukan penelaahan kepatuhan perusahaan dalam operasi terhadap berbagai kebijakan, rencana, prosedur, hukum dan peraturan yang telah ditetapkan.
3.
Melakukan penelaahan terhadap usaha-usaha mengamankan kekayaan perusahaan.
4.
Melakukan penilaian terhadap penggunaan sumber daya yang dimiliki apakah telah digunakan secara ekonomis dan efisien.
5.
Melakukan penelaahan terhadap operasi atau program untuk memperoleh keyakinan apakah hasilnya telah konsisten dengan sasaran dan tujuan yang ditetapkan dan apakah operasi atau program telah dilaksanakan sesuai dengan rencana.
2.1.2.4.4 Pelaksanaan Kegiatan Satuan pengawasan Internal Pernyataan mengenai pelaksanaan kegiatan pemeriksaan oleh The Institute of Internal Auditors (1996:932), adalah sebagai berikut:
27
“Audit work should include planning the audit, examining and evaluating information, communicating results, and following up. The internal auditor is responsible for planning and conducting the audit assignment, subject to supervisory review and approval.” Dari pernyataan diatas pelaksanaan kegiatan pemeriksaan, meliputi: 1. Planning the Audit (Perencanaan Pemeriksaan) Perencanaan pemeriksaan internal harus didokumentasikan dan harus meliputi: a. Penetapan tujuan pemeriksaan dan lingkup pekerjaan. b. Memperoleh informasi dasar (background information) tentang kegiatan yang akan diaudit. c. Penentuan berbagai tenaga yang diperlukan untuk melaksanakan pemeriksaan. d. Pemberitahuan kepada para pihak yang dipandang perlu. e. Melaksanakan survei secara tepat untuk lebih mengenali kegiatan yang diperlukan,
resiko-resiko,
dan
pengawasan-pengawasan,
untuk
mengidentifikasi area yang ditekankan dalam pemeriksaan, serta untuk memperoleh berbagai ulasan dan sasaran dari pihak yang akan diperiksa. f. Penulisan program pemeriksaan. g. Menentukan bagaimana, kapan, dan kepada siapa hasil-hasil pemeriksaan akan disampaikan. h. Memperoleh persetujuan bagi rencana kerja pemeriksaan. 2. Examining and Evaluating Information Informasi)
(Pengujian dan Pengevaluasian
28
Internal auditor haruslah mengumpulkan, menganalisis, menginterpretasi, dan membuktikan kebenaran informasi untuk mendukung hasil pemeriksaan. Proses pengujian dan pengevaluasian informasi, adalah sebagai berikut: a. Semua informasi yang berhubungan dengan tujuan audit dan ruang lingkup kerja harus dikumpulkan. b. Informasi haruslah mencukupi, kompeten, relevan dan berguna untuk membuat dasar yang logis bagi temuan pemeriksaan dan rekomendasi. c. Prosedur pemeriksaan, termasuk teknik pengujian dan penarikan contoh yang dipergunakan, harus terlebih dahulu diseleksi bila memungkinkan dan diperluas atau diubah bila keadaan menghendaki demikian. d. Proses pengumpulan, analisis, penafsiran, dan pembuktian kebenaran informasi haruslah diawasi untuk memberikan kepastian bahwa sikap objektif auditor terus dijaga dan sasaran pemeriksaan dapat dicapai. e. Kertas kerja audit adalah dokumen pemeriksaan yang harus dibuat oleh auditor dan ditinjau atau ditelaah oleh manajemen bagian audit internal. Kertas kerja ini harus mencantumkan berbagai informasi yang diperoleh dan dianalisis yang dibuat serta harus mendukung dasar temuan pemeriksaan dan rekomendasi yang akan dilaporkan. 3. Communicating Results (Penyampaian Hasil Pemeriksaan) Internal auditor harus melaporkan hasil pemeriksaan yang dilakukannya. a. Laporan tertulis yang ditandatangani haruslah dikeluarkan setelah pengujian terhadap pemeriksaan (audit examination) selesai dilakukan. Laporan
29
sementara dapat dibuat secara tertulis atau lisan dan diserahkan secara formal atau informal. b. Internal auditor harus terlebih dahulu mendiskusikan berbagai kesimpulan dan rekomendasi dengan tingkatan manajemen yang tepat, sebelum mengeluarkan laporan akhir. c. Suatu laporan haruslah objektif, jelas, singkat, konstruktif dan tepat waktu. d. Laporan haruslah mengemukakan tentang maksud, lingkup, dan hasil pelaksanaan audit; dan bila dipandang perlu, laporan harus pula berisikan pernyataan tentang pendapat auditor. e. Laporan
dapat
mencantumkan
berbagai
rekomendasi
bagi
berbagai
perkembangan yang mungkin dicapai, pengakuan terhadap kegiatan yang dilaksanakan secara meluas dan tindakan korektif. f. Pandangan dari pihak auditee tentang berbagai kesimpulan atau rekomendasi dapat pula dicantumkan dalam laporan audit. g. Pimpinan audit internal atau staf yang ditunjuk harus mereview dan menyetujui laporan pemeriksaan akhir, sebelum laporan tersebut dikeluarkan, dan menentukan kepada siapa laporan tersebut akan disampaikan. 4. Following Up (Tindak Lanjut Hasil Audit) Internal auditor harus terus meninjau dan melakukan tindak lanjut (follow up) untuk memastikan bahwa terhadap temuan audit yang dilaporkan telah dilakukan tindakan yang tepat.
30
Internal auditor harus memastikan apakah suatu tindakan korektif telah dilakukan dan memberikan berbagai hasil yang diharapkan, ataukah manajemen senior atau dewan telah menerima resiko akibat tidak dilakukannya tindakan korektif atas temuan yang dilaporkan.
2.1.2.4.5 Manajemen Bagian Satuan Pengawasan Internal Pernyataan yang dikemukakan oleh The Institute of Internal Auditors/IIA (1996:946), adalah: “The director of internal auditing should properly manage the internal auditing department. The director of internal auditing is responsible for properly managing the department so that: 1. Audit work fulfills the general purposes and responsibilities approved by senior management and accepted by the board. 2. Resources of the internal auditing department are efficiently and effectively employed. 3. Audit work conforms to the Standards for The Professional Practice of Internal Auditing.” Dari pernyataan diatas pimpinan audit internal harus: 1. Memiliki pernyataan tentang tujuan, kewenangan, dan tanggungjawab untuk bagian audit internal. 2. Menetapkan rencana bagi pelaksanaan tanggung jawab bagian audit internal. 3. Membuat berbagai kebijakan dan prosedur secara tertulis sebagai pedoman bagi staff auditor. 4. Menetapkan suatu program untuk menyeleksi dan mengembangkan sumberdaya manusia pada bagian audit internal. 5. Mengkoordinasikan usaha atau kegiatan audit internal dengan auditor eksternal.
31
6. Menetapkan
dan
mengembangkan
program
pengendalian
mutu
untuk
mengevaluasi berbagai kegiatan dari bagian audit internal.
2.2
Prinsip-prinsip Good Corporate Governance
2.2.1 Definisi Good Corporate Governance Pengertian corporate governance menurut Turnbull Report di Inggris yang dikutip oleh Tsuguoki Fujinuma (1999) adalah sebagai berikut : “Corporate governance is a company’s system of internal control, which has as its principal aim the management of risk that are significant to the fulfillment of its bussines objectives, with a view to cafeguarding the company’s assets and enchancing overtime the value of shareholders investment” Berdasarkan pengertian diatas maka Muh. Arief Effendi menyimpulkan definisi corporate governance sebagai suatu sistem pengendalian internal perusahaan yang memiliki tujuan utama mengelola risiko yang signifikan guna memenuhi tujuan bisnisnya melalui pengamanan asset perusahaan dan meningkatkan nilai investasi pemegang saham dalam jangka panjang. (Effendi, 2009:1) Definisi good corporate governance menurut Bank Dunia (World Bank) yang dikutip oleh Muh. Arief Effendi (2009:2) adalah: “Kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi, yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan untuk berfungsi secara efisien guna menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan”
32
Menurut Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), mendefinisikan GCG yang dikutip dari Tunggal dan Tunggal (2002,1) sebagai berikut: “Corporate Governance is the system by which business corporation are directed and controlled. The corporate governance structure specifies the distribution of rights and responsibilities among different participants in the corporation, such as, the board managers, shareholders and other stakeholders, and spells out the rules and procedures for making decisions on corporate affairs. By doing this, it also provides the structure through which the company objectives are set and the means of attaining those objectives and monitoring performance.” Definisi GCG menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI, 2004), adalah sebagai berikut: “Seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditor, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu system yang mengendalikan perusahaan.” Keputusan Menteri BUMN No: KEP-117/M-MBU/2002 tentang Penerapan Praktik GCG pada BUMN, mendefinisikan GCG sebagai berikut: “Suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan Peraturan Perundangan dan nilai-nilai etika.” Selain mengatur hubungan intern dengan pemegang saham, corporate governance juga mengatur interaksi perusahaan dengna lingkungannya. Dalam artikel Financial Times 1999, disimpulkan bahwa corporate governance adalah hubungan antara perusahaan dengan pemegang sahamnya, dalam arti luas adalah hubungan perusahaan dengan masyarakat (Tugiman, 2004:3)
33
Dari banyak pengertian itu dapat disimpulkan bahwa GCG dapat dikatakan sebagai suatu cara untuk mengelola perusahaan agar lebih efisien dan profitable namun tetap memperhatikan perlindungan terhadap pemegang saham. Dalam tataran konsep, GCG merupakan suatu sistem mengenai bagaimana suatu usaha dikelola dan diawasi. Oleh karena itu, struktur GCG seharusnya mencakup pengertian sebagai berikut : 1. Adanya pemisahan antara hak dan kewajiban antara pelaku dalam perusahaan seperti manajemen, pemegang saham dan stakeholders. Disamping itu harus terdapat pemisahan yang jelas pula antara manejemen dan pemilik perusahaan. 2. Adanya landasan dan norma yang jelas dari pemilik perusahaan (pemegang saham) untuk menyadari bahwa manajemen perusahaan harus tunduk pada prosedur dan ketentuan yang mengukat khususnya yang berkaitan dengan pengambilan kebijakan perusahaan.
2.2.2 Prinsip-prinsip Good Corporate Governance Prinsip-prinsip corporate governance yang dikembangkan oleh organization for Economic Co-operation and Development (OECD:1998) mencakup 5 (lima) hal berikut ini : 1. Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham (the right of shareholder). Kerangka yang dibangun dalam corporate governance harus mampu melindungi hak-hak para pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas. Hak-hak tersebut mencakup hak dasar pemegang saham, yaitu : (1) hak untuk memperoleh jaminan keamanan atas metode pendaftaran kepemilikan, (2) hak untuk mengalihkan atau memindahtangankan kepemilikan saham, (3) hak untuk memperoleh informasi yang relevan
34
2.
3.
4.
5.
tentang perusahaan secara berkala dan teratur, (4) hak untuk ikut berpartisipasi dan memberikan suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), (5) hak untuk memilih anggota dewan komisaris dan direksi, dan (6) hak untuk memperoleh pembagian laba (profit) perusahaan. Perlakuan yang setara terhadap seluruh pemegang saham (the equitable treatment of shareholders) Kerangka yang dibangun dalam corporate governance haruslah menjamin perlakuan yang setara terhadap seluruh pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas dan asing. Prinsip ini melarang adanya praktik perdagangan berdasarkan informasi orang dalam (insider trading) dan transaksi dengan diri sendiri (self dealing). Selain itu, prinsip ini mengharuskan anggota dewan komisaris untuk terbuka ketika menemukan transaksi-transaksi yang mengandung benturan atau konflik kepentingan (conflict of interest) Peranan pemangku kepentingan berkaitan dengan perusahaan (the role of stakeholders). Kerangka yang dibangun dalam corporate governance harus memberikan pengakuan terhadap hak-hak pemangku kepentingan sebagaimana ditentukan oleh undang-undang dan mendorong kerjasama yang aktif antara perusahaan dengan pemangku kepentingan dalam rangka menciptakan lapangan kerja, kesejahteraan serta kesinambungan usaha (going concern). Pengungkapan dan transparansi (disclosure and transparency) Kerangka yang dibangun dalam corporate governance harus menjamin adanya pengungkapan yang tepat waktu dan akurat untuk setiap permasalahan berkaitan dengan perusahaan. Pengungkapan tersubut menyangkut informasi mengenai kondisi keuangan, kinerja kepemilikan, dan pengelolaan perusahaan. Informasi yang diungkap harus disusun, diaudit, dan disajikan sesuai dengan standar yang berkualitas tinggi. Manajemen juga diharuskan utuk meminta auditor eksternal (kantor akuntan publik) melakukan audit yang bersifat independen atas laporan keuangan. Tanggung jawab dewan komisaris atau direksi (the responsibilities of the board). Kerangka yang dibangun dalam corporate governance harus menjamin adanya pedoman strategis perusahaan, pengawasan yang efektif terhadap manajemen oleh dewan komisaris, dan pertanggungjawaban dewan komisaris terhadap perusahaan dan pemegang saham. Prinsip ini memuat kewenangankewenangan serta kewajiban-kewajiban professional dewan komisaris kepada pemegang sahamdan pemangku kepentingan lainnya.
35
Prinsip-prinsip good corporate governance sesuai pasal 3 Surat Keputusan Menteri BUMN no. 117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 tentang Penerapan GCG pada BUMN sebagai berikut : 1. Transparansi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan. 2. Kemandirian, yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh / tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. 3. Akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban Organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. 4. Pertanggungjawaban, yaitu kesesuaian didalam pengelolaan perusahaan terhadap Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. 5. Kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan didalam memenuhi hakhak stakeholder yang timbul berdasarkan Perjanjian dan Peraturan PerundangUndangan yang berlaku. Pedoman
Good
Corporate
Governance
Perbankan
Indonesia
yang
dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance menjelaskan bahwa sebagai lembaga intermediasi dan lembaga kepercayaan, dalam melaksanakan kegiatan usahanya bank harus menganut prinsip keterbukaan (transparency), memiliki ukuran kinerja dari semua jajaran bank berdasarkan ukuran-ukuran yang konsisten dengan corporate values, sasaran usaha dan strategi bank sebagai pencerminan akuntabilitas bank (accountability), berpegang pada prudential banking practice dan menjamin dilaksanakannya ketentuan yang berlaku sebagai wujud tanggungjawab bank (responsibility), objektif dan bebas dari tekanan pihak manapun dalam pengambilan keputusan (independency), serta senantiasa memperhatikan
36
kepentingan seluruh stakeholders berdasarkan azas kesetaraan dan kewajaran (fairness). (Pedoman GCG Perbankan Indonesia, 2004)
2.2.2.1 Keterbukaan (transparency) Transparansi
maksudnya
dalam
mengelola
perusahaan,
manajemen
mengungkapkan hal-hal yang sifatnya material secara berkala kepada pemegang saham dan stakeholder lainnya termasuk situasi keuangan, kinerja, kepemilikan dan pengendalian perusahaan. Keterbukaan (transparency) dalam Pedoman Good Corporate Governance Perbankan Indonesia tahun 2004, sebagai berikut : 1. Bank harus mengungkapkan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh stakeholder sesuai dengan haknya. 2. Informasi yang harus diungkapkan meliputi tapi tidak terbatas pada hal-hal yang bertalian dengan visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan kompetensi pengurus, pemegang saham pengendali, cross shareholding, pejabat eksekutif, pengelola risiko (risk management), sistem pengawasan dan pengendalian intern, status kepatuhan, sistem dan pelaksanaan GCG serta kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondiso bank. 3. Prinsip keterbukaan yang dianut oleh bank tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan rahasia bank sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi. 4. Kebijakan bank harus tertulis dan dikomunikasikan kepada pihak yang berkepentingan (stakeholders) dan yang berhak memperoleh informasi tentang kebijakan tersebut.
2.2.2.2 Akuntabilitas (accountability) Akuntabilitas dimaksudkan agar manajemen dalam mengelola perusahaan dapat mempertanggungjawabkan pekerjaannya. Kerangka kerja GCG memastikan
37
sistem pengendalian strategis dan monitoring berjalan dengan baik serta memastikan akuntabilitas dewan eksekutif pada perusahaan, pemegang saham dan stakeholders. Dewan bertanggungjawab untuk memantau kinerja dan pencapaian target return bagi pemegang saham, sekaligus mencegah berlarutnya konflik kepentingan serta menjaga kompetisi yang adil dalam perusahaan. Agar akuntabilitas terwujud dengan baik dan efektif, dewan harus menjaga independensi manajemen. Tanggungjawab dewan yang lainnya adalah memastikan ditaatinya hukum, pajak, etika dan lain-lain. Untuk itu anggota dewan harus berlaku, sebagai berikut : 1.
Anggota dewan harus bertindak didasari informasi yang lengkap.
2.
Bila keputusan dewan mempunyai pengaruh yang berbeda-beda di antara pemegang saham, dewan harus memuaskan keluhan-keluhan pemegang saham.
3.
Dewan harus menjamin ketaatan pada hukum yang diterapkan dan perlindungan terhadap kepentingan pemegang saham.
4.
Dewan harus melakukan beberapa fungsi, yaitu : a.
Melakukan review atas strategi perusahaan, pelaksanaan rencana utama, kebijakan resiko, anggaran tahunan dan rencana bisnis, pemantauan kinerja perusahaan dan mengawasi harta utama, pembelanjaan dan akuisisi.
b.
Menyeleksi, memberikan penghargaan, memantau sampai pada rencana yang telah ditetapkan dapat tercapai.
38
c.
Melakukan review atas gaji eksekutif dan memastikan proses pencalonan anggota dewan secara terbuka.
d.
Memantau dan mengelola konflik kepentingan manajemen, dewan dan pemegang saham termasuk dalam penyalahgunaan harta dan transaksi dengan berbagai pihak.
e.
Memastikan integritas sistem pelaporan akuntansi dan finansial perusahaan melalui audit yang independen dan memastikan sistem pengendalian tepat berada ditempatnya. Disisi lain sistem pemantauan resiko, pengendalian keuangan harus taat hukum.
f.
Mengawasi proses transparansi dan komunikasi, serta dewan harus mampu menggunakan pertimbangan yang objektif.
Akuntabiltas (accountability) dalam Pedoman Good Corporate Governance perbankan Indonesia (2004), sebagai berikut : 1. Bank harus menetapkan tanggung jawab yang jelas dari masing-masing organ organisasi yang selaras dengan visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan. 2. Bank harus meyakini bahwa semua organ organisasi bank mempunyai kompetensi sesuai dengan tanggungjawabnya dan memahami perannya dalam pelaksanaan good corporate governance. 3. Bank harus memastikan terdapatnya check and balance dalam pengelolaan bank. 4. Bank harus memiliki ukuran kinerja dari semua jajaran bank berdasarkan ukuran-ukuran yang disepakati konsisten dengan nilai perusahaan (corporate values), sasaran usaha dan strategi bank serta memiliki reward and punishment system.
39
2.2.2.3 Tanggung Jawab (responsibility) Tanggung jawab berarti kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Peranan pemegang saham harus diakui sebagaimana telah ditetapkan oleh hukum dan kerja sama yang aktif antara perusahaan serta para pemegang kepentingan dalam menciptakan kekayaan, lapangan kerja dan perusahaan yang sehat dari aspek keuangan. Tanggungjawab
(responsibility)
dalam
Pedoman
Good
Corporate
Governance perbankan Indonesia (2004), sebagai berikut : 1. Untuk menjaga kelangsungan usahanya, bank harus berpegang pada prinsip kehati_hatian (prudential banking practice) dan menjamin dilaksanakannya ketentuan yang berlaku. 2. Bank harus bertindak sebagai good corporate citizen (perusahaan yang baik) termasuk peduli terhadap lingkungan dan melaksanakan tanggungjawab social.
2.2.2.4 Kemandirian (independency) Kemandirian berarti suatu keadaan di mana perusahaan dikelola secara professional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan peundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
40
Kemandirian (independency) dalam Pedoman Good Corporate Governance perbankan Indonesia (2004), sebagai berikut : 1. Bank harus menghindari terjadinya dominasi yang tidak wajar oleh stakeholder manapun dan tidak terpengaruh oleh kepentingan sepihak serta bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) 2. Bank dalam mengambil keputusan harus objektif dan bebas dari segala tekanan dari pihak manapun.
2.2.2.5 Kewajaran (fairness) Kewajaran adalah prinsip yang memberikan perlakuan yang sama kepada semua pihak yang berkepentingan, seperti pemegang saham baik yang minoritas maupun mayoritas. a.
Hak-hak pemegang saham, yaitu :
Keamanan dalam metode pendaftaran kepemilikan
Menerima informasi tepat waktu
Berpartisipasi dalam voting untuk RUPS
Memilih anggota dewan
Mendapatkan deviden
Berpartisipasi dalam menentukan arah perusahaan
Mendapatkan informasi yang akurat dan seimbang
b.
Keadilan itu dapat diwujudkan, dengan cara :
Kesetaraan dalam pemuasan keluhan
Kesamaan dalam memperoleh informasi tentang perusahaan
41
Pelarangan insider trading serta korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN)
Kewajaran (fairness) dalam Pedoman Good Corporate Governance perbankan indonesia, sebagai berikut : 1. Bank harus senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh stakeholder berdasarkan azas kesetaraan dan kewajaran (equal treatment) 2. Bank harus memberikan kesempatan kepada seluruh stakeholder untuk memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan bank serta mempunyai akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip keterbukaan. (Pedoman GCG Perbankan Indonesia, 2004)
2.2.3 Aspek-Aspek Good Corporate Governance Corporate Governance mencakup beberapa hal, seperti perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham, perlakuan yang adil, peranan stakeholder dalam GCG, keterbukaan dan transparansi serta peranan Board of Directors dalam perusahaan. I Putu Gede Ary Suta, seperti yang dikutip dari www.jsx.com, menyatakan bahwa penerapan corporate governance membutuhkan perhatian dari jajaran atas perusahaan dan harus menjadi bagian dari rencana usaha dan pengendalian. Ada beberapa aspek penting dari corporate governance, yaitu: 1. Manajemen harus accountable di hadapan pemegang saham. Direksi dan komisaris bertanggungjawab terhadap pemodal atas hasil operasi dan hasil keuangan perusahaan. Undang-undang perseroan harus mengakomodir hal ini. 2. Manajemen harus bebas dari benturan kepentingan dan harus mampu melaksanakan perusahaan.
aktivitasnya
secara
independen
dalam
mencapai
sasaran
42
3. Manajemen harus mengerti dan berkeinginan untuk menjalankan prinsip full disclosure. Pemegang saham memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang cepat mengenai masalah keuangan dan operasi perusahaan yang relevan. Penerpan prinsip disclosure juga mencakup informasi mengenai kebijakan manajemen dan tidak adanya benturan kepentingan manajemen. 4. Seorang profesional yang independen harus melakukan audit terhadap keuangan perusahaan dan sebuah komite pengawasan tingkat tinggi harus mengawasi sistem akuntansi dan pengendalian perusahaan.
2.2.4 Tujuan dan Manfaat Penerapan Good Corporate Governance Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI), tujuan Corporate Governance adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang
berkepentingan
(stakeholders)
(FCGI,
2003:26).
Sedangkan
menurut
Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) dari situs internet http://www.oecd.com, tujuan utama dari GCG adalah sebagai berikut: “The main goal of corporate governance is to ensure that the goals of the management of the corporation are in line with the goals of the other major stakeholders.” Selanjutnya Finance Committee on Corporate Governance Malaysia menyatakan tujuan akhir dari GCG (Majalah Usahawan No. 10, 2000: 25) , sebagai berikut: “Adapun tujuan akhirnya adalah meningkatkan kemakmuran pemegang saham dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya.”
43
Tujuan penerapan GCG pada BUMN menurut Keputusan Menteri BUMN No. KEP-117/M-MBU/2002, sebagai berikut: “1.
2.
3.
4. 5. 6.
Memaksimalkan nilai BUMN dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggungjawab, dan adil agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional. Mendorong pengelolaan BUMN secara profesional, transparan dan efisien, serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian RUPS, Komisaris dan Direksi. Mendorong agar RUPS, Komisaris dan Direksi dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta kesadaran akan tanggungjawab sosial BUMN terhadap stakeholders maupun kelestarian lingkungan disekitar BUMN. Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional. Meningkatkan investasi nasional. Menyukseskan program privatisasi.”
Menurut Ety Retno Wulandari ada dua hal yang mendasari perlunya penerapan GCG, yaitu tuntutan dunia usaha yang semakin kompetitif, juga tuntutan era perdagangan bebas yang memperbolehkan setiap pelaku bisnis melakukan kegiatannya di negara manapun. Dan tuntutan secara langsung dari lembaga donor agar perusahaan mewujudkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance. Dengan mewujudkan GCG, membuat perusahaan menjadi kuat dan kompetitif sesuai dengan postur perusahaan masa depan (Media Akuntansi, 2000).
Penerapan GCG menurut Tunggal dan Tunggal (2002:9), akan memberikan manfaat sebagai berikut: “1. 2. 3.
Peningkatan dalam produktivitas dan efisiensi Peningkatan citra perusahaan Peningkatan kepuasan pelanggan
44
4. 5.
Lebih dipercaya oleh investor Fokus pada strategi-strategi utama.”
Kittiratt Na-Ranong The President of The Stock Exchange of Thailand (Na2003:162), memberikan pernyataan mengenai manfaat implementasi GCG, sebagai berikut: “GCG is widely accepted as a global business standard. Companies with GCG are endowed with strategic management practices giving them a competitive edge. Another way GCG attracts investors and secures the interests of all share holders, is by ensuring business management transparency, which prevents executives and management from exploiting a company for their own benefit. All of these factors lead to a common result— maximization of shareholders’ value.” Menurut Muh. Arief Effendi (2009 : 65), manfaat dari penerapan prinsipprinsip good corporate governance adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4.
5.
Peningkatan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik. Peningkatan efisiensi operasional perusahaan Peningkatan pelayanan kepada pemangku kepentingan. Kemudahan untuk memperoleh dana pembiayaan yang lebih murah dan tidak kaku (karena faktor kepercayaan), yang pada akhirnya akan meningkatkan nilai perusahaan (corporate value). Peningkatan minat investor untuk membeli saham yang bersangkutan.
Secara mikro, GCG bagi perusahaan-perusahaan adalah efektivitas dan efisiensi. Sedangkan secara makro, GCG mendorong perusahaan untuk turut serta membantu perbaikan ekonomi negara dan masyarakat. Jadi apabila dirangkum, manfaat GCG adalah: 1. Entitas bisnis akan lebih efisien. 2. Meningkatkan kepercayaan publik.
45
3. Menjaga going concern perusahaan. 4. Dapat mengukur target kinerja manajemen perusahaan. 5. Meningkatkan produktivitas. 6. Mengurangi distorsi (management risk). 7. Melindungi para pemegang saham dan stakeholders lainnya.
2.2.5 Unsur-Unsur Yang Terkait Dengan Good Corporate Governance Menurut Pedoman Good Corporate Governance Perbankan Indonesia yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance pada dasarnya ada 5 (lima) unsur yang terlibat di dalam penerapan Good Corporate Governance, yaitu : 1. Pemegang saham 2. Dewan komisarin dan Direksi 3. Auditor dan Komite Audit 4. Compliance Officer 5. Sekretaris perusahaan
2.2.5.1 Pemegang Saham Dari sudut hukum, pemegang saham bank mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan pemegang saham perusahaan di sektor lain. Namun demikian dalam rangka melindungi kepentingan deposan, penabung, pemegang giro dan kreditur lain sebagai penyedia dana terbesar dalam bank serta sesuai dengan
46
ketentuan dalam Undang-undang Perbankan, terdapat beberapa kekhususan yang perlu diperhatikan dan dilaksanakan oleh pemegang saham bank yaitu : 1. Pemegang saham pengendali bank harus memenuhi syarat dan lulus fit and proper test dari Otoritas Pengawas Bank sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 2. Pemegang saham bank mempunyai hak untuk memperoleh perlakuan yang sama sehingga dapat : 2.1. Memberikan suara dan memperoleh dividen sesuai dengan porsi kepemilikannya. 2.2. Memperoleh data dan informasi yang diperlukan secara akurat dan tepat waktu. 3. Pemegang saham bank hendaknya menggunakan haknya untuk memilih anggota Dewan Komisaris dan Direksi yang berintegritas tinggi dan mampu mengelola serta mengendalikan bank secara sehat. 4. Pemegang saham pengendali harus dapat memenuhi kebutuhan modal bank sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 5. Pemegang saham bank yang tidak mampu memenuhi kebutuhan permodalan bank harus bersedia untuk melepaskan hak dan atau sahamnya kepada pihak yang mempunyai kemampuan dan atau menyetujui banknya untuk digabungkan atau dileburkan dengan bank lain. 6. Pemegang Saham bank hendaknya melaksanakan GCG sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya.
47
7. Pemegang saham bank dilarang memanfaatkan bank untuk kepentingan pribadi, keluarga, perusahaan atau kelompok usahanya dengan semangat dan cara yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan kewajaran di bidang perbankan. 8. Pemegang saham dilarang mencampuri kegiatan operasional bank yang merupakan tanggung jawab Direksi.
2.2.5.2
Dewan Komisaris dan Direksi
2.2.5.2.1
Hubungan kerja Dewan komisaris dan Direksi
Hubungan kerja Dewan Komisaris dan Direksi adalah hubungan check and balances dengan tujuan akhir untuk kemajuan dan kesehatan bank. Oleh karena itu maka : 1. Dewan Komisaris dan Direksi sesuai dengan fungsinya masing-masing mempunyai tanggung jawab untuk menjaga kelangsungan usaha bank dalam jangka panjang yang tercermin pada : a. Terpeliharanya kesehatan bank sesuai dengan prinsip kehati-hatian dan kriteria yang ditetapkan oleh Otoritas Pengawas Bank. b. Terlaksananya dengan baik pengendalian internal (internal control) dan manajemen risiko. c. Tercapainya imbal hasil (return) yang wajar bagi pemegang saham. d. Terlindunginya kepentingan stakeholders secara wajar. e. Terpenuhinya pelaksanaan GCG.
48
f. Terlaksananya suksesi kepemimpinan dan kontinuitas manajemen di semua lini organisasi. 2. Untuk dapat memenuhi tanggung jawab tersebut dan melaksanakan check and balances sesuai dengan ketentuan perudang-undangan yang berlaku, maka Dewan Komisaris dan Direksi bank perlu bersama-sama menyepakati hal-hal tersebut dibawah ini : a. Visi, misi dan corporate values. b. Sasaran Usaha, strategi, rencana jangka panjang maupun rencana kerja dan anggaran tahunan. c. Kebijakan dalam memenuhi ketentuan perundang-undangan, anggaran dasar dan prudential banking practices termasuk komitmen untuk menghindari segala bentuk benturan kepentingan (conflict of interest). d. Kebijakan dan metode penilaian kinerja perusahaan, unit-unit dalam organisasi bank dan personalianya. e. Struktur organisasi ditingkat eksekutif yang mampu mendukung tercapainya sasaran usaha perusahaan. 3. Para anggota Dewan Komisaris dan Direksi berhak memperoleh paket remunerasi sesuai dengan kondisi pasar yang berlaku. Bentuk dan jumlah paket remunerasi diungkapkan secara transparan dalam laporan tahunan. Bagi bank yang sahammya telah tercatat di bursa dan bank-bank yang besar, proses penetapan jumlah paket remunerasi oleh RUPS dilakukan melalui Remuneration Committee.
49
2.2.5.2.2
Dewan komisaris
Secara hukum Dewan Komisaris bertugas melakukan pengawasan dan memberikan nasehat kepada Direksi. Dewan Komisaris dalam melaksanakan tugasnya harus mampu mengawasi dipenuhinya kepentingan semua stakeholders berdasarkan azas kesetaraan. 2.2.5.2.3
Direksi
Sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, Direksi bertanggung jawab penuh atas kepengurusan perusahaan serta mewakili perusahaan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Cara pengangkatan, hak dan kewajiban serta hal-hal lain yang bertalian dengan Direksi harus tunduk pada anggaran dasar perusahaan.
2.2.5.3
Auditor dan Komite Audit Auditor dan Komite Audit bagi sebuah bank merupakan organ penting dalam
rangka memastikan terlaksananya prinsip check and balances. Oleh karena itu, di samping aturan-aturan umum yang berlaku, bagi Auditor dan Komite Audit suatu bank perlu diberlakukan hal-hal sebagai berikut : 2.2.5.3.1
Auditor Internal
Bank harus membentuk Satuan Kerja Audit Intern yang bertanggung jawab atas pelaksanaan audit internal. Sebagai auditor internal suatu bank, unit organisasi
50
tersebut harus mampu melaksanakan tugasnya secara independen dan mampu memberikan saran perbaikan kepada unit yang di audit. 2.2.5.3.2
Auditor Eksternal
Auditor eksternal merupakan suatu profesi yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan keandalan laporan keuangan bank dan informasi keuangan lainnya. Laporan keuangan dan informasi keuangan lainnya yang diaudit oleh auditor eksternal merupakan informasi yang akan menjadi dasar penilaian kondisi bank oleh stakeholders. 2.2.5.3.3
Komite Audit
Bank harus memastikan bahwa fungsi Komite Audit dapat dilaksanakan dengan baik. Bagi bank yang sahamnya telah tercatat di bursa dan bank-bank yang besar, harus memiliki Komite Audit sedangkan untuk bank lain disesuaikan dengan kebutuhan.
2.2.5.4
Compliance Officer Sebagai sektor yang ”highly regulated” dan perlunya aturan-aturan internal
yang cukup banyak, kepastian dipenuhinya peraturan perundang-undangan dan aturan-aturan internal (compliance aspects) menjadi sangat penting. Dalam hubungan ini perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Bank harus memastikan bahwa semua aktivitas bank telah dilakukan dengan mematuhi peraturan perundang-undangan, perjanjian dan komitmen dengan otoritas pengawas bank, serta peraturan internal yang berlaku.
51
2. Bank harus mempunyai alat (unit atau orang) yang bertugas menjaga kepastian tersebut pada butir di atas. 3. Bank wajib memenuhi ketentuan tentang Direktur Kepatuhan atau ketentuan lain yang serupa yang dikeluarkan oleh Otoritas Pengawas Bank.
2.2.5.5
Sekretaris Perusahaan Kelancaran komunikasi antara bank dengan stakeholders merupakan faktor
yang sangat penting dalam pelaksanaan GCG. Fungsi komunikasi adalah merupakan salah satu fungsi penting dari Sekretaris Perusahaan yang penerapannya perlu disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing bank. Di bawah ini dikemukakan halhal penting yang perlu mendapat perhatian dalam kaitan dengan pelaksanaan fungsi Sekretaris Perusahaan. 1. Bank harus memastikan terlaksananya fungsi Sekretaris Perusahaan sebagai penghubung antara bank dan stakeholders. 2. Bank yang sahamnya telah tercatat di bursa atau bank-bank yang besar, harus memiliki Sekretaris Perusahaan yang dijabat oleh salah satu Direktur atau pejabat lain yang ditunjuk, sedangkan untuk bank-bank lain disesuaikan dengan kebutuhan. 3. Sekretaris Perusahaan atau pejabat yang berfungsi sebagai Sekretaris Perusahaan harus mampu :
52
a. Memberikan pelayanan kepada stakeholders atas setiap informasi yang dibutuhkan berkaitan dengan kondisi bank dan untuk itu harus memiliki akses terhadap informasi berkaitan dengan bank yang relevan. b.
Mengingatkan Direksi bank tentang tanggung jawabnya untuk melaksanakan GCG.
4. Sekretaris Perusahaan bertanggung jawab kepada Direksi dan laporan pelaksanaan tugasnya disampaikan pula kepada Dewan Komisaris.
2.3
Hubungan Kinerja Satuan Pengawasan Internal dengan Penerapan Prinsip-prinsip Good Corporate Governance pada PT Bank Jabar Banten Hubungan audit internal atau pada BUMD dan BUMD disebut juga Satuan
Pengawasan Internal terhadap GCG bisa dilihat dari definisi, tujuan, ruang lingkup, wewenang, tugas dan tanggung jawab audit internal dihubungkan dengan prinsipprinsip GCG. Pernyataan tentang tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab bagian audit internal atau satuan pengawasan internal yang disetujui oleh manajemen senior, dan diterima oleh dewan direksi wajib konsisten dengan kodefikasi yang berupa standar professional audit internal. Menurut Sawyer’s (2005 : 3) hubungan antara audit internal dengan GCG dapat dijelaskan sebagai beikut : ”Audit internal menyediakan jasa-jasa yang mencakup pemeriksaan dan penilaian atas kontrol, kinerja, resiko, dan tata kelola perusahaan (corporate governance) publik maupun privat”
53
Corporate Governance yang tidak efektif merupakan penyebab utama krisis ekonomi dan kegagalan berbagai perusahaan di Indonesia akhir-akhir ini. Mengacu pada hasil penelitian Asian Bank Development yang dikutip oleh Iwan Ridwan (corporate secretary PT PNM) (Warta Pengawasan, 2004), menyatakan bahwa : “Salah satu yang memicu lemahnya perusahaan-perusahaan di Indonesia adalah pengawasan. Pengawasan yang dimaksud mencakup pengawasan internal, pengawasan Dewan Komisaris dan pengawasan eksternal. Upaya atau antisipasi yang perlu dilakukan adalah menerapkan suatu sistem yang dikenal sebagai Tata Pengelolaan Perusahaan yang baik (Good Corporate Governance), yang didalamnya terkandung unsur keberadaan transparansi, akuntabilitas, partisipasi, keadilan, dan kemandirian.” Karena itu berkaitan dengan masalah penerapan Good Corporate Governance, maka perlu kiranya ada sinergi yang positif antara kinerja internal auditor dengan penerapan Good Corporate Governance. Karena dengan meningkatnya kinerja Satuan Pengawas Internal diharapkan penerapan Good Corporate Governance di Indonesia akan berjalan lebih lagi. Dan hal ini akan berimbas pada meningkatnya kinerja perusahaan-perusahaan di Indonesia. Dengan membaiknya kinerja perusahaan dan telah diterapkannya Good Corporate Governance di Indonesia secara kontinue dan konsisten, maka akan dapat menarik para investor, terutama investor asing, untuk menanamkan modalnya pada perusahaan-perusahaan Indonesia. Dan selain itu harus disertai pula dengan penegakan hukum terhadap setiap pelanggaran yang terjadi. Karena itulah yang diharapkan oleh para investor, yaitu iklim bisnis yang baik dan adanya kepastian hukum bagi keamanan investasi mereka. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, organisasi profesi internal auditor dengan ini menyampaikan rekomendasi untuk peningkatan corporate governance
54
pada perusahaan di Indonesia, seperti yang diungkapkan Adji Suratman (Wakil Ketua Hubungan Kelembagaan IAI) dalam Media Akuntansi, sebagai berikut : 1. Bank, BUMN, dan Perusahaan Publik wajib membentuk dan mengembangkan fungsi internal auditing yang efektif guna membantu manajemen melakukan penilaian atas proses pengelolaan risiko dan pengendalian internal. 2. Fungsi internal audit yang efektif harus memiliki karakteristik : independen, mempunyai staf yang kompeten dan didukung sumber daya yang memadai. Bank, BUMN dan perusahaan swasta wajib membentuk dan mengembangkan fungsi internal audit yang independen, memiliki staf yang kompeten dan didukung sumber daya yang memadai. Fungsi internal audit memberikan assessment (penilaian) atas pengendalian internal dan proses pengelolaan risiko kepada Manajemen Senior, Direksi, Komite Audit dan Komisaris. Jika dalam suatu Bank, BUMN dan Perusahaan Publik tidak dibentuk fungsi internal audit, direksi wajib mengungkapkan dalam laporan tahunan dan menjelaskan alasannya. Agar dapat menjalankan perannya secara efektif, satuan pengawasan internal wajib memiliki tiga atribut di atas, dan mengacu pada standar internal audit yang diakui secara luas oleh profesi internal auditor internasional, yaitu standar dari The Institute of Internal Auditors Inc. (The Standard for the Professional Practise of Internal Auditing).
55
2.4
Kerangka Pemikiran Salah satu fungsi manajemen yang penting dalam setiap kegiatan usaha adalah
bentuk pengawasan. Tujuan dari pengawasan ini antara lain untuk menjaga dan mengamankan harta milik perusahaan dari pihak intern maupun ekstern, memajukan efisiensi dan efektivitas usaha yang dilakukan, mendorong dipatuhinya kebijaksanaan manajemen, serta menjaga tercapainya management information system. Untuk menjamin fungsi pengawasan berjalan dengan baik maka diperlukan adanya Satuan Pengawasan Internal (SPI) . Pada saat ini profesi audit internal terus mengalami perkembangan sesuai dengan tuntutan berkembangnya dunia usaha dan perekonomian yang menuntut suatu perusahaan untuk menjalankan operasinya secara profesional yang berarti pemanfaatan sumber daya secara efektif dan efisien sesuai dengan tujuan perusahaan. Kebutuhan akan fungsi internal audit muncul seiring dengan perkembangan tersebut. Seiring dengan peningkatan usaha pengembangan struktur organisasi dan semakin kompleksnya permasalahan yang dihadapi oleh manajemen, maka perusahaan membutuhkan perhatian dan pengelolaan yang profesional. Manajemen juga membutuhkan suatu fungsi yang bertugas untuk melakukan penilaian dan evaluasi atas seluruh aktivitas dan mengendalikan kegiatan tersebut dengan pengendalian intern. Alat yang cukup mendapat perhatian dari manajemen yaitu dengan melakukan pemeriksaan oleh bagian yang dibentuk dan terintegrasi dalam organisasi yang bersifat independen dan objektif seperti yang dikemukakan oleh Institute of Internal Audit (IIA) dalam Standard fot the Professional of Internal
56
Auditing (SPPIA) sebagaimana dikutip Sawyer (2003:9) yang mendefinisikan Audit Internal sebagai berikut: “Audit internal adalah fungsi penilaian independen yang dibentuk dalam perusahaan untuk memeriksa dan mengevaluasi aktivitas-aktivitasnya sebagai jasa yang diberikan kepada perusahaan" Pernyataan diatas merupakan landasan yang cukup kuat bagi internal audit dengan fungsi yang terintegrasi dan bekerjasama dengan manajemen dalam menjalankan fungsinya. Secara konsep dalam pernyataan tersebut menyatakan bahwa internal audit adalah untuk menilai dan memperbaiki kinerja (performance) unit organisasi. Jika langkah dan tindakan yang dilakukan oleh internal auditor mendapat dukungan dari manajemen, maka akan menunjang kearah perbaikan kinerja organisasi secara keseluruhan. Akan tetapi, disamping tugas pokok audit internal yaitu untuk menilai dan memperbaiki kinerja organisasi, internal audit juga seringkali memberikan layanan berupa pemberian saran untuk memperbaiki kinerja bagi level manajemen dalam mencapai tujuan perusahaan, seperti yang diungkapkan oleh IIA sebagaimana dikutip oleh Sawyer (2003:9), “Audit Internal adalah aktivitas independen, keyakinan objektif dan konsultasi yang dirancang untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan operasi organisasi. Audit tersebut membantu organisasi mencapai tujuannya dengan menerapkan pendekatan yang sitematis dan berdisiplin untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas proses pengelolaan resiko, kecukupan control dan pengelolaan organisasi”
57
Dari kedua pengertian diatas dapat dilihat bahwa audit internal adalah suatu fungsi pengawasan yang independen dari suatu organisasi. Yang mana fungsi dari audit internal itu sendiri adalah untuk memberikan penilaian terhadap efektivitas dan efisiensi kegiatan organisasi tersebut, yang kemudian memberikan saran-saran kepada manajemen bagi perbaikan kegiatan operasi perusahaan dalam mencapai tujuannya. Keberadaan Satuan Pengawasan Internal dalam suatu perusahaan sangat penting dalam rangka melakukan pengawasan terhadap jalannya operasi perusahaan serta di taatinya peraturan yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Hal tersebut sesuai dengan pengertian satuan pengawasan internal tertuang dalam Peraturan BPK No 1 tahun 2007 yaitu, unit organisasi pada Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pengawasan dalam lingkup kewenangan. Melihat situasi dan perkembangan jaman yang semakin maju dan didorong oleh keinginan Pemerintah untuk memperbaiki kinerja BUMN dan BUMD maupun perusahaan swasta, maka Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No.19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN), yang mana dalam salah satu pasalnya, yaitu pasal 67 ayat 1 dan 2 yang menyebutkan bahwa : 1. Pada setiap BUMN dibentuk Satuan Pengawasan Internal (SPI) yang merupakan aparat pengawasan intern perusahaan.
58
2. Satuan Pengawasan Internal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipimpin oleh seorang kepala yang bertanggung jawab terhadap Direktur Utama.
Dari uraian di atas jelas sekali begitu pentingnya keberadaan Satuan Pengawasan Internal bagi suatu perusahaan, serta menunjukkan
komitmen
pemerintah dalam usaha melakukan perbaikan-perbaikan terhadap kinerja BUMN dan BUMD dalam usaha meningkatkan mutu dan kualitas BUMN dan BUMD di Indonesia.Sehingga dengan adanya payung hukum yang jelas, diharapkan akan menjadikan perusahaan–perusahaan Indonesia lebih maju dan dapat bersaing dalam percaturan bisnis global. Mengingat pentingnya satuan pengawasan internal dalam suatu perusahaan maka Hiro Tugiman menetapkan norma praktek profesional audit internal atau standar profesi yang meliputi: 1.
Independensi : audit internal harus mandiri dan terpisah dari kegiatan yang diperiksanya.
2.
Kemampuan professional : audit internal harus mencerminkan keahlian dan ketelitian professional.
3.
Lingkup pekerjaan : lingkup pekerjaan pemeriksa internal harus meliputi pengujian dan evaluasi terhadap kecukupun serta efektivitas sistem pengendalian yang dimiliki organisasi dan kualitas pelaksanaan tanggung jawab yang diberikan.
59
4.
Pelaksanaan kegiatan pemeriksaan : kegiatan pemeriksaan harus meliputi perencanaan
pemeriksaan,
pengujian,
serta
pengevaluasian
informasi,
pemberitahuan hasil dan menindaklanjuti. (Hiro Tugiman, 1997:16) Dalam usaha meningkatkan dan memperbaiki kinerja suatu perusahaan diperlukan suatu konsep baru yang dapat menjamin kelangsungan usaha perusahaan dan dalam rangka meningkatkan kepercayaan masyarakat, baik masyarakat pemodal ataupun bukan pemodal terhadap kinerja perusahaan. Terlebih lagi setelah terjadinya krisis ekonomi, masyarakat menjadi lebih berhati-hati dalam menginvestasikan uangnya dalam suatu perusahaan. Dan untuk memastikan keamanan dan keberlangsungan investasi mereka, maka perusahaan harus menerapkan suatu Tata Pengelolaan Perusahaan yang Baik atau disebut juga Good Corporate Governance (GCG). Good corporate governance sebenarnya bukanlah hal yang baru di Indonesia. Apabila akhir-akhir ini menjadi pembicaraan, itu disebabkan karena bangkitnya kesepakatan corporate secara nasional untuk ikut memikul tanggung jawab dalam rangka memulihkan kondisi perekonomian Indonesia. Beberapa evaluasi dan kajian menyebutkan bahwa krisis di Indonesia bukan semata-mata diakibatkan efek domino (krisis Asia), tetapi lebih disebabkan praktek-praktek bisnis perusahaan di Indonesia yang tidak mengindahkan good corporate governance. Untuk itulah sejak tahun 2000, upaya-upaya untuk menumbuhkan kesadaran akan pentingnya good corporate governance dan penerapannya telah dilakukan oleh
60
pemerintah maupun sektor swasta. Upaya-upaya tersebut antara lain adalah pembentukan Komisi Nasional Good Corporate Governance oleh Kantor Menko Perekonomian dan disusunnya National Code of Good Corporate Governance atau Pedoman Nasional Good Corporate Governance. Disamping itu, peraturan-peraturan yang telah diterbitkan oleh Badan Pengawas Pasar Modal dan Bursa Efek Jakarta., serta Keputusan-keputusan Menteri Negara BUMN juga telah turut mendorong pelaksanaan good corporate governance oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia, baik itu perusahaan publik maupun BUMN dan BUMD. Selain upaya-upaya dalam kerangka policy making, upaya–upaya sosialisasi good corporate governance dan sosialisasi peraturan-peraturan juga telah dilakukan oleh private sector, seperti Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI), Institute of Corporate Governance, Lembaga Komisaris dan Direksi, dan sebagainya melalui workshop, seminar dan in-house training. Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) mendefinisikan Good Corporate Governance (FCGI:2000) sebagai berikut : “Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan anatara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegeng kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan”. Pengertian good corporate governance menurut Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-117/M-MBU/2002 adalah sebagai berikut ; ”Corporate governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas
61
perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan Peraturan Perundangan dan nilai-nilai etika” Dari pengertian diatas jelaslah bahwa good corporate governance itu mencakup dan melindungi orang-orang yang terlibat dalam menjalankan operasi perusahaan dalam usaha mencapai tujuan dan harapan yang diinginkan oleh semua pihak yang berkepentingan. Untuk lebih menguatkan pentingnya good corporate governance bagi perusahaan, khususnya BUMN di Indonesia, maka pemerintah mengeluarkan peraturan dalam bentuk Keputusan Menteri BUMN yaitu Kep.117/M-MBU/2002 tentang Penerapan Good Corporate Governance pada BUMN pasal 2 ayat 1 yang berbunyi : “BUMN wajib menerapkan good corporate governance secara konsisten dan atau
menjadikan
good
corporate
governance
sebagai
landasan
operasionalnya.” Dengan adanya payung hukum yang sudah jelas ini, maka tidak ada alasan lagi bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia, terutama BUMN dan BUMD, untuk tidak mengindahkan keberadaan good corporate governance ini. Karena dengan penerapan good corporate governance inilah diharapkan akan membantu meningkatkan kinerja BUMN dan BUMD yang nantinya akan bermuara pada tercapainya kesejahteraan bangsa Indonesia.
62
Terdapat prinsip-prinsip dalam penerapan good corporate governance di Indonesia yang dapat dijadikan pegangan dalam penjabaran tindakan dan langkahlangkah yang akan dilakukan dalam mewujudkan good corporate governance tersebut. Prinsip-prinsip ini juga yang menjadi patokan dalam menguji keberhasilan aplikasi good corporate governance di masing-masing organisasi perusahaan. Good corporate governance menurut Pedoman Good Corporate Governance perbankan Indonesia yang dikeluarkan Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance meliputi lima prinsip yaitu : a. Fairness (kewajaran), yaitu bank harus senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh stakeholder berdasarkan azas kesetaraan dan kewajaran (equal treatment) dan memberikan kesempatan kepada seluruh stakeholder untuk memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan bank serta mempunyai akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip keterbukaan. b. Transparency (transparansi), yaitu bank harus mengungkapkan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses stakeholder sesuai dengan haknya serta informasi yang harus diungkapkan meliputi tidak terbatas pada hal-hal yang bertalian dengan visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan kompensasi pengurus, pemegang saham pengendali, cross shareholding, pejabat eksekutif, pengelolaan resiko (risk management), sistem pengawasan dan pengendalian intern, status kepatuhan, system pelaksanaan GCG serta kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi bank. Prinsip keterbukaan yang dianut
63
oleh bank tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan rahasia bank sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi dan kebijakan bank harus tertulis dan dikomunikasikan kepada pihak yang berkepentingan (stakeholder) dan yang berhak memperoleh informasi tentang kebijakan tersebut. c. Accountability (akuntabilitas), yaitu bank harus menetapkan tanggungjawab yang jelas dari masing-masing organ organisasi yang selaras dengan visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan. Bank juga harus meyakini bahwa semua organ organisasi bank mempunyai kompetensi sesuai dengan tanggung jawabnya dan memahami perannya dalam pelaksanaan GCG. Bank harus memastikan terdapatnya check and balance system dalam pengelolaan bank. Bank harus memiliki ukuran kinerja dari semua jajaran bank berdasarkan ukuran-ukuran yang disepakati konsisten dengan nilai perusahaan (corporate values), sasaran usaha dan strategi bank serta memiliki reward and punishment system. d. Responsibility (pertanggungjawaban), yaitu bank harus berpegang pada prinsip kehati-hatian (prudential banking practise) dan menjamin dilaksanakannya ketentuan yang berlaku. Bank harus bertindak sebagai good corporate citizen (perusahaan yang baik) termasuk peduli terhadap lingkungan dan melaksanakan tanggung jawab social. e. Independency (kemandirian), yaitu bank harus menghindari terjadinya dominasi yang tidak wajar oleh stakeholder manapun dan tidak terpengaruh oleh kepentingan sepuhak serta bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest).
64
Bank dalam mengambil keputusan harus obyektif dan bebas dari segala tekanan dari pihak manapun. Penerapan dari prinsip-prinsip good corporate governance ini harus diimbangi dengan penegakan hukum dan pengawasan yang sebenar-benarnya. Dalam arti, jika kita menginginkan good corporate governance ini tidak hanya akan berakhir sebagai sebuah retorika dan hanya bersifat simbolik, maka harus diterapkan sistem reward and punishment dalam penerapannya. Pengawasan dan penerapan sanksi atas pelanggaran prinsip tersebut harus diperketat, yang diimbangi dengan pemberian reward terhadap anggota organisasi yang mematuhi peratuaran tersebut. Dan yang lebih penting lagi, penerapan prinsip-prinsip good corporate governance akan terwujud apabila terdapat seperangkat sistem yang memadai dalam mengawasi pelaksanaanya, yaitu Satuan Pengawasan Internal. Berdasarkan uraian diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa keberadaan Satuan Pengawasan Internal memiliki keselarasan dengan penerapan prinsip-prinsip good corporate governance yaitu efektivitas dan efisiensi. (Ilya Avianti, 2005:43). Sedangkan menurut Menteri PAN yang dimuat dalam Warta Pengawasan menyebutkan bahwa pengawasan yang transparan, komprehensif, dan akuntabel menunjang mewujudkan good governance.(2009) Dari uraian diatas dapat digambarkan bagan kerangka pemikiran Hubungan Kinerja Satuan Pengawasan Internal dengan Penerapan Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance.
65
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pemikiran Krisis ekonomi yang menimpa Indonesia di tahun 1997-an nampaknya banyak memberi pelajaran bagi banyak pihak mengenai pentingnya pengawasan. Mengacu pada hasil penelitian Asian Development Bank, dapat disimpulkan bahwa salah satu yang memicu faktor lemahnya perusahaan-perusahaan di Indonesia adalah pengawasan. Pengawasan yang dimaksud mencakup pengawasan internal, pengawasan oleh Dewan Komisaris dan pengawasan eksternal. Upaya atau antisipasi yang perlu dilakukan adalah menerapkan suatu sistem yang dikenal sebagai Tata Pengelolaan Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance), yang didalamnya terkandung unsur keberadaan transparansi, akuntabilitas, partisipasi, keadilan dan kemandirian (Iwan Ridwan, Warta Pengawasan Vol.XI/No.1/Januari 2004)
Undang-Undang No. 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara pasal 67 ayat 1 dan 2 yang berisi : 1. Pada setiap BUMN dibentuk satuan pengawasan internal yang merupakan aparat pengawas intern perusahaan. 2. Satuan pengawas intern sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipimpin oleh seorang kepala yang bertanggung jawab kepada direktur utama.
Keputusan Menteri BUMN yaitu Kep.117/MMBU/2002 tentang Penerapan Good Corporate Governance pada BUMN pasal 2 ayat 1 yang berbunyi :
Audit Internal adalah aktivitas independen, keyakinan objektif dan konsultasi yang dirancang untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan operasi organisasi. Audit tersebut membantu organisasi mencapai tujuannya dengan menerapkan pendekatan yang sitematis dan berdisiplin untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas proses pengelolaan resiko, kecukupan control dan pengelolaan organisasi (Sawyer, 2003:9)
Corporate governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan Peraturan Perundangan dan nilai-nilai etika. Kep Men no 117/MMBU/2002.
Standar profesi atau norma praktek Audit Internal : 1. Independensi 2. Kemampuan professional 3. Lingkup pekerjaan 4. Pelaksanaan kegiatan pemeriksaan. (Hiro Tugiman, 1997:18)
Prinsip-prinsip Good Corporate Governance : 1. Transparansi 2. Akuntabilitas 3. Tanggung jawab 4. Independensi 5. Kewajaran (Pedoman GCG Perbankan Indonesia, 2004)
BUMN wajib menerapkan good corporate governance secara konsisten dan atau menjadikan good corporate governance sebagai landasan operasionalnya.
Terdapat hubungan antara kinerja Satuan Pengawasan Internal dengan Penerapan prinsipprinsip Good Corporate Governance,keduanya memiliki tujuan sama yaitu untuk meningkatkan nilai usaha.
66
Berdasarkan uraian diatas, maka diambil suatu hipotesis bahwa: “terdapat hubungan antara kinerja Satuan Pengawasan Internal dengan penerapan prinsipprinsip Good Corporate Governance”. Hal tersebut sesuai dengan yang diutarakan oleh Amin Widjaya Tunggal (2010:6) bahwa : “Definisi internal audit menyatakan bahwa dengan pelaksanaan Corporate Governance yang baik akan lebih meningkatkan fungsi pengendalian yang pada akhirnya akan membantu manajemen menangani resiko”