BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geografi Kabupaten Bandung
Gambar 2. Peta Kabupaten Bandung (Sumber : www.google.co.id ) Kabupaten Bandung merupakan salah satu wilayah administrasi yang berada di Provinsi Jawa Barat yang secara astronomi terletak diantara 107°22’108°50’ BT dan 6°41’-7°19’LS. Kabupaten Bandung berbatasan langsung dengan beberapa wilayah antara lain : a. Bagian Barat berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi. b. Bagian Timur berbatasan dengan wilayah Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Garut. c. Bagian Selatan berbatasan dengan wilayah Kabupaten Garut dan Kabupaten Cianjur. d. Bagian Utara berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat. Luas wilayah Kabupaten Bandung yang tercatat sekitar 176.238,67 ha. Sebagian wilayah Kabupaten Bandung berada di wilayah perbukitan dan pegunungan.
5
6
Kabupaten Bandung terletak di antara penggunungan, kondisi ini mengakibatkan wilayah ini memiliki kemiringan antara 0° sampai 45°. Kabupaten Bandung memiliki iklim tropis dan dipengaruhi oleh iklim muson dengan curah hujan rata-rata antara 1500 mm sampai dengan 4000 mm per tahun. Suhu udara di wilayah ini berkisar antara 12 °C sampai dengan 24 °C dengan tingkat kelembaban sekitar 70 % (Pemkab Bandung 2013) 2.2 Budidaya Ikan Perairan merupakan salah satu ekosistem yang ada di muka bumi ini. Dalam satu ekosistem tentunya terdapat berbagai makhluk hidup yang mendiaminya. Ikan merupakan salah satu organisme yang ada dalam suatu ekosistem perairan yang dapat memberikan manfaat bagi kehidupan manusia. Saat ini sudah banyak ikan yang dapat dimanfaatkan baik untuk konsumsi maupun untuk rekreasi. Ikan konsumsi sekarang ini sudah mulai dibudidayakan guna meningkatkan produktivitasnya. Dalam melakukan kegiatan budidaya untuk memperoleh
hasil
produksi
yang
maksimal
dilakukan
suatu
program
pengembangbiakan terhadap ikan yang akan dibudidayakan (Sumantadinata 1983 dalam Gusrina 2008). Kegiatan budidaya yang dilakukan saat ini tidak hanya dikhususkan untuk ikan saja, namun saat ini organisme yang dibudidayakan banyak ragamnya seperti budidaya udang, budidaya kepiting, budidaya tiram dan budidaya rumput laut. Budidaya ikan adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan, dan membiakan ikan serta memanennya dalam lingkungan terkontrol (UU No,31 tahun 2004 tentang Perikanan dalam Pramudianti 2010). 2.3 Pengertian Ikan Ikan adalah salah satu makhluk hidup yang ada di alam. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 pengertian ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh hidup atau sebagian siklus hidupnya berada di lingkungan perairan. Berdasarkan undang-undang tersebut yang dapat digolongkan ke dalam ikan antara lain Fillum Polifera, Fillum Colenterata, Fillum Molusca, Fillum Echinodermata, Fillum Crustacea, Kelas Reptilia dan Kelas
7
Mamalia. Ikan pun dapat dipahami sebagai binatang vertebrata yang berdarah dingin, hidup di perairan, pergerakan dan keseimbangan badannya menggunakan sirip dan umumnya bernapas menggunakan organ bernama
insang.
Jumlah jenis ikan adalah yang terbanyak dalam dunia animalia dibandingkan dengan jumlah spesies binatang bertulang belakang lainnya. Menurut Lagler et al (1977), jumlah ikan yang sudah diberikan nama adalah sekitar 15.000-17.000 jenis, dari sekitar 40.000 jenis ikan yang ada. Sebagian besar ikan tersebar di dalam lautan dan sisanya di air tawar. Hal ini dapat dimengerti karena jumlah lautan yang ada di bumi ini lebih banyak dibandingkan dengan jumlah perairan tawar. 2.4 Potensi Perikanan Kabupaten Bandung Wilayah Kabupaten Bandung dilintasi oleh satu sungai besar yakni Sungai Citarum. Sungai Citarum memiliki hulu yang berada di Gunung Wayang yang terletak di Kabupaten Bandung. Sungai Citarum memiliki panjang sekitar 270 km dan melintasi beberapa wilayah di Provinsi Jawa Barat antara lain Kabupaten Cianjur, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Karawang serta tentunya Kabupaten Bandung sebagai hulu sungai ini. Sungai Citarum ini pun mengairi tiga bendungan besar yang ada di Jawa Barat yakni Bendungan Saguling, Cirata dan Jatilihur. Sungai Citarum ini digunakan untuk berbagai bidang seperti untuk irigasi, perikanan,industri dan sumber air minum. Menurut data Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat tahun 2011 menunjukan bahwa, jumlah produksi perikanan Kabupaten Bandung mencapai 8.363,41 ton. Ikan mas menempati urutan kedua sebagai ikan yang paling banyak dipasok setelah ikan nila. Ikan nila yang diproduksi pada tahun 2011 sebanyak 3.618,57 ton, disusul oleh ikan mas sebanyak 3.091,11 ton. Posisi ketiga, keempat dan kelima adalah ikan lele, nilem dan gurame dengan produksi masing – masing sebesar 1.362,33 ton, 111,62 ton dan 75,70 ton. Produksi ikan mas tersebut berasal dari budidaya dengan sistem kolam dan sistem kolam air deras
8
Usaha perikanan yang lain yang ada di Kabupaten Bandung adalah budidaya dengan sistem Karamba Jaring Apung (KJA). Sistem ini biasanya dilakukan di bendungan atau waduk. Kabupaten Bandung memiliki dua bedungan yang digunakan untuk usaha budidaya dengan sistem KJA yakni Waduk Saguling dan Waduk Cirata. Komoditas yang dibudidayakan dengan sistem ini adalah ikan mas, nila, dan patin. 2.5 Faktor Budidaya 2.5.1 Luas Lahan Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi, yang faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaannya (Widiatmaka 2007). Tofografi wilayah Kabupaten Bandung adalah dataran tinggi. Kabupaten Bandung dialiri oleh Sungai Citarum yang memiliki banyak fungsi bagi masyarakat. Keadaan lahan merupakan hal yang pertama kali diperhatikan karena akan mempengaruhi tipe, luas, jumlah dan kedalaman kolam yang akan dibuat ( Tjarman dan Maman 1980). Munurut Sutiah (2008) dengan lahan yang luas diharapkan hasil yang akan diperoleh akan semakin meningkat. Pengukuran usaha budidaya dapat diukur berdasarkan luas total lahan dan luas lahan perikanan. Luas total lahan yang ada dalam usaha budidaya termasuk sawah, pekarangan, saluran jalan, dan sebagainya. Luas lahan perikanan meliputi seluruh tanah yang digunakan dalan usaha budidaya.
2.5.2 Jumlah Petani / Tenaga Kerja Faktor ini adalah faktor yang dapat dikendalikan oleh manusia, selain dari faktor lahan, jumlah pasokan benih, dan sistem budidaya. Petani berperan dalam kegiatan penebaran benih, pemberian pakan, menjaga kolam, merawat kolam dan pemanenan. Tenaga kerja dapat berasal dari kalangan keluarga sendiri. Ada beberapa hal yang membedakan antara tenaga kerja yang berasal dari kalangan keluarga dan non keluarga diantaranya umur jenis kelamin dan prestasi kerja.
9
2.5.3 Sistem budidaya Sistem budidaya yang digunakan dapat berpengaruh terhadap hasil produksi perikanan. Sistem budidaya yang mengapliksikan penebaran benih yang rendah berdampak pada kelangsungan hidup benih yang tinggi, namun hasil yang akan didapat akan rendah. Sistem budidaya yang menggunakan padat tebar yang tinggi adalah ciri dari sistem budidaya secara intensif. Padat penebaran mempengaruhi tiga faktor penting yakni kualitas dan kuantitas pakan, jenis kolam, dan ukuran ikan (Bardach et al 1972). Kepadatan ikan dalam kolam akan mempengaruhi pertumbuhan ikan itu sendiri.
2.5.4 Pasokan Benih Salah satu syarat keberhasilan usaha budidaya ikan dapat ditunjang dengan ketersediaan faktor budidaya salah satunya adalah pasokan benih ikan yang akan digunakan. Faktor ini dapat menentukan besar kecilnya produksi yakng akan dihasilkan. Syarat yang harus di penuhi terkait dengan benih adalah aspek kualitas, kuantitas dan keberlanjutan ketersediaan benih. Sehingga produksi yang dihasilkannya pun lebih optimal. Menurut Arie (2008) kegiatan pembenihan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan.
2.6 Curah Hujan Curah hujan merupakan salah satu penyusun dari iklim selain dari suhu, kelembaban, radiasi matahari, evaporasi, tekanan udara dan kecepatan angin. Curah hujan atau presipitasi adalah elemen dari hidrometeor yakni kumpulan pertikel-partikel cair atau padat yang jatuh atau melayang di dalam atmosfer yang merupakan hasil kondensasi uap air di udara (awan). Intensitas curah hujan merupakan fungsi dari besarnya curah hujan yang terjadi dan berbanding terbalik dengan waktu kejadiannya. Artinya besaran curah hujan yang terjadi akan semakin tinggi intensitasnya bila terjadi pada periode waktu yang semakin singkat, demikian pula sebaliknya. Jumlah curah hujan diukur sebagai volume air yang jatuh di atas permukaan bidang datar dalam periode waktu tertentu yaitu harian, mingguan, bulanan dan tahunan.
10
Tinggi air ini umumnya dinyatakan dengan satuan milimeter (Nawawi 2001). Secara definisi satuan milimeter dalam pengukuran curah hujan adalah banyaknya curah hujan yang tertampung pada luasan 1m² dengan ketinggian 1 milimeter. Hal ini berarati bahwa dalam 1 m² dapat tertampung volume curah hujan sebanyak 1 dm³ atau 1 liter. Maka untuk suatu wilayah dengan luas 1 ha dengan asumsi terjadi hujan merata dengan intensitas 1 milimeter maka akan terkumpul volume air sebanyak 10 m³ dan bertambah seiring dengan semakin luas dan atau semakin banyaknya curah hujan yang jatuh dan akan menuju ke suatu tempat yang
lebih rendah.
2.7 Kondisi Air Air merupakan elemen yang penting dalam usaha budidaya perikanan. Air yang dibutuhkan dalam usaha budidaya harus memenuhi aspek kualitas dan kuantitas karena jika aspek tersebut tidak terpenuhi maka usaha budidaya akan terganggu. Menurut Effendi (2002) dalam Pramudiyanti (2010) masalah kondisi air dalam area perkolaman adalah sebagai berikut : a. Sumber Air Sumber air yang digunakan dalam usaha budidaya berdasarkan asalnya dapat digolongkan dalam 2 jenis yakni air tanah dan air permukaan. Air permukaan adalah air hujan yang terkumpul sementara di tempat yang lebih rendah contohnya adalah sungai, waduk, danau dan rawa. Masyarakat Indonesia banyak menggunakan air permukaan sebagai sumber air yang digunakan dalam kegiatan budidaya. Air permukaan yang banyak digunakan dalam usaha budidaya adalah air yang berasal dari sungai karena sungai di Indonesia banyak jumlahnya. Air yang berasal dari sungai memiliki keunggulan yakni kandungan oksigennya yang cukup tinggi. Penggunaan air sungai sebagai sumber air budidaya perikanan dapat mengurangi biaya operasional usaha budidaya karena air sungai merupakan sumber air yang murah. Namun di sisi lain, air sungai memiliki kelemahan yakni banyak mengandung lumpur. Solusi untuk mengurangi permasalan ini adalah dengan memasukan air sungai terlebih dahulu ke dalam bak pengendapan sebelum air masuk ke kolam.
11
Sumber air yang selanjutnya yang sering digunakan untuk usaha budidaya adalah air tanah. Air tanah merupakan air hujan yang mengendap atau air yang berada di bawah permukaan tanah. Penggunaan air tanah untuk budidaya diperoleh dengan cara pengeboran. Air tanah memiliki kelebihan yakni airnya bersih, sedangkan kekurangannya adalah oksigen yang terlarut yang ada pada air tanah jumlahnya rendah karena air tanah tidak mengalami pergerakan yang berarti di dalam tanah. Kekurangan lain dari air tanah adalah kandungan karbon dioksida yang tinggi dan kandungan besi yang relatif tinggi. Tingginya kandungan besi ini dapat mempengaruhi warna air ketika teroksidasi oleh oksigen di udara. b. Kualitas Air Menurut Susanto (2002) dalam Pramudiyanti (2010) bahwa parameter kualitas air yang ideal untuk pengembangan usaha budidaya ikan air tawar meliputi : 1. Sifat fisik: a. Kekeruhan Kekeruhan air merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan dalam usaha budidaya. Kekeruhan berpengaruh terhadap intensitas cahaya yang masuk ke dalam perairan. Seperti yang telah kita ketahui bahwa cahaya matahari berperan dalan proses fotosintesis di dalam air. Oleh karena itu, daya tembus cahaya ke dalam perairan sangat menentukan tingkat kesuburan di perairan tersebut. Faktor yang mempengaruhi kekeruhan dari suatu perairan antara lain benda halus yang tersuspensi, jasad renik dan warna air. Penggunaan air yang keruh tidak baik dalam usaha budidaya karena berpengaruh terhadap kemampuan daya ikat oksigen, berkurangnya daya pandang ikan, selera makan ikan menjadi berkurang, dan berpengaruh dalam pernapasan ikan (Gusrina 2008). b. Suhu Air sebagai tempat hidup dari ikan memiliki karakteristik yang unik, yakni terjadinya fluktuasi suhu dalam air sangat kecil. Hal ini disebabkan massa jenis air yang lebih besar dibandingkan dengan yang
12
lainnya. Suhu dalam perairan berperan pentaing dalam proses kimia, fisik, maupun fisiologis ikan (Wardoyo 1992). Suhu berhubungan erat dengan tingkat kelarutan oksigen. Kondisi perairan yang panas menyebabkan air akan lebih cepat jenuh terhadap oksigen dibandingkan dengan suhu periran yang rendah. Suhu pun berpengaruh terhadap metabolisme ikan, menurut Philips (1972), suhu ialah faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap tingkat metabolisme tubuh. 2. Sifat Kimia a. DO (Disolve Oksigen) Oksigen merupakan faktor penting dalam proses bernapas bagi makluk hidup tak terkecuali ikan. Kebutuhan ikan akan oksigen disebut dengan oksigen terlarut. Oksigen terlarut adalah oksigen dalam bentuk terlarut dalam air karena ikan tidak dapat mengambil oksigen secara langsung dari udara. Satuan pengukuran oksigen yang terlarut dalam air adalah mg/l atau dalam satuan internasional dinyatakan dengan ppm (part per million). Keberadaan oksigen dalam air terjadi melalui beberapa cara antara lain proses fotosintesis yang berlangsung di dalam air, proses difusi oksigen dari udara bebas, dari aliran air yang masuk ke dalam kolam/perairan
serta
proses
hujan,
yang
secara
tidak
langsung
meningkatkan kandungan oksigen di dalam air karena dengan turunnya hujan maka suhu air akan menurun dan hal ini dapat memudahkan pengikatan oksigen (Gusrina 2008). b
Derajat Keasaman (pH) Derajat keasaman merupakan salah satu indikator
untuk
menentukan baik buruknya suatu perairan. Derajat keasaman suatu kolam dipengaruhi oleh keadaan tanahnya yang dapat menentukan tingkat kesuburan perairan itu sendiri. Nilai pH yang asam kurang baik untuk usaha perikanan. Menurut
Effendi (2000) pH yang optimal untuk
kehidupan ikan pada umumnya bekisar antara 7-8,5. Peran derajat keasaman dalam perairan adalah memberikan pengaruh terhadap
13
keberadaan komunitas biologi di perairan kaitannya dengan keberadaan pakan alami bagi ikan.
2.8 Umbalan / Turn Over Waduk merupakan danau buatan dengan membendung aliran sungai yang ada. Pada umumnya waduk di Indonesia dibuat untuk berbagai keperluan masyarakat seperti untuk irigasi lahan pertanian, pengendalian banjir, sebagai sumber bahan baku air minum, usaha perikanan, transporatasi, dan rekreasi. Namun, tujuan utama pembangunan waduk di Indonesia sebenarnya adalah sebagai sarana Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Penggunaan waduk sebagai sarana usaha perikanan sudah lama menjadi sorotan masyarakat karena menimbulkan masalah. Salah satu masalah yang ditimbulkannya adalah terjadinya fenomena umbalan/turn over yang merugikan para pembudidaya ikan dengan sistem KJA. Umbalana/turn over adalah suatu fenomena alam dimana masa air yang berada di bagian bawah waduk naik ke atas disertai dengan material toksik yang berbahaya bagi ikan dan dapat menyebabkan ikan mati secara masal. Umbalan/ turn over terjadi karena suhu permukaan air yang berada di atas lebih dingin dibandingkan suhu yang berada di bagian bawah. Kondisi ini menyebabkan masa air yang lebih hangat naik ke bagian atas. Dinginnya suhu permukaan air bagian atas dapat disebabkan karena curah hujan, kondisi cuaca yang mendung serta besarnya angin yang berhembus.