BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
PEPAYA Pepaya merupakan tanaman asli daerah teropis, buah pepaya pertama kali
ditemukan di Southern Mexico dan seluruh Andes di Amerika Selatan oleh Cristoper Colombus. Pada pertengahan abat ke-17 buah pepaya mulai dipasarkan di Hawaii. Pepaya merupakan tanaman berakar tunggal dengan tinggi 20-30 ft, pada batang pohon papaya terdapat lubang atau luka bekas dahan yang telah gugur, pohon pepaya memiliki daun yang lebar hingga (2 ½) kaki dan buah yang berwana hijau hingga coklat dengan diameter 8 inci [25], tanaman ini dapat tumbuh di berbagai tempat. Klasifikasi pepaya (Carica Papaya L) dapat dilihat pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Klasifikasi Pepaya (Carica Papaya L) [25] Domain Kingdom Subkingdom Klass Subklass Divisi Superdivisi Filum Order Famili Genus Nama Botanical
Flowering plant Plantae Tracheobionta Magnoliopsida Dilleniidae Magnoliophyta Spermatophyta Steptophyta Brassicales Caricaceae Carica Carica Papaya Linn
Pepaya dianggap salah satu buah yang paling penting karena kaya akan antioksidan (misalnya, karoten, vitamin C, dan flavonoid), vitamin B (misalnya, folat dan asam pantotenat), mineral (misalnya, kalium dan magnesium), dan serat. Selain itu, pepaya merupakan sumber enzim papain pencernaan yang digunakan dalam industri pembuatan bir, obat-obatan, produk kecantikan, dan kosmetik [11]. Pepaya merupakan tumbuhan yang tumbuh subur di daerah tropis dan sebagian daerah subtropis. Dapat dilihat data negara yang beriklim tropis dan subtropis penghasil buah papaya pada Gambar 2.1
6 Universitas Sumatera Utara
Amerika Karibia Tengah 1.38% 9.56%
Amerika Utara 0.14%
Amerika Selatan 23.09%
Oseania 0.13%
Asia 52.55%
Afrika 13.16%
Gambar 2.1 Produksi Pepaya Global [11] 2.1.1 Susunan Kimia Pepaya Pada biji pepaya terdapat sebuah senyawa yang dihaluskan diyakini mampu melawan cacing parasit di usus, yaitu benzyl isothiocynate, telah terbukti memiliki efek pada kontraksi pembuluh darah menggunakan arteri karotis dalam model in vitro [31]. Serta memiliki berbagai khasiat yang mampu melancarkan pencernaan. Pepaya mengandung berbagai jenis enzim, vitamin serta asma lemak dan juga berbagai zat-zat kimia lainnya pada berbagai bagian pepaya, seperti pada buah, daun, bunga, biji, akar, dan kulit. Buah pepaya memiliki kandungan 30,1% minyak, 28,1% protein, 19,1% serat, 25,6% karbohidrat, 7,3% kandungan air, dan 8,2% abu [22].
7 Universitas Sumatera Utara
Table 2.2 Komposisi Kimia Buah Pepaya [32] Komposisi Kimia Air Protein Minyak Abu Serat Total korbon
Nilai (%) 7,3 28,1 30,1 8,2 19,1 25,6
Tabel 2.3 Komposisi Kimia Berbagai Bagian Pepaya [22] Bagian Buah
Benih
Akar Daun Kulit Getah
Kandungan zat-zat kimia Protein, lemak, serat, karbohidrat, mineral: kalsium, fosfor, zat besi, vitamin C, tiamin, riboflavin, niasin, dan karoten, asam amino, asam sitrat dan malat (buah hijau), senyawa volatil: linalool, benzylisothiocyanate, cis dan trans-2.6dimetil-3,6-epoksi-7-okten-2-ol, Alkaloid, carpaine, benzyl-D-glukosida, 2-pentiletil-D-glukosida, 4-hidroksifenil-2-etil-D-glukosida dan empat isomer malonated benzil-D-glukosida. Asam lemak, protein kasar, serat kasar, minyak pepaya, Carpaine, benzylisothiocyanate, benzylglucosinolate, glucotropacolin, benzylthiourea, hentriacontane, -sitosterol, caricin dan myrosin enzimmyrosin. Carposide dan enzyme myrosin. Alkaloid carpain, pseudocarpain dan dehydrocarpaine I dan II, kolin, carposide, vitamin C dan E. sitosterol, glukosa, fruktosa, sukrosa, galaktosa dan xylitol. Enzim proteolitik, papain dan chemopapain, glutamine cyclotransferase, chymopapains A, B dan C, peptidase A dan B dan lysozymesand lysozymes.
8 Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.4 Kandungan Gizi dalam 100 gr Buah Pepaya [22] Koposisi Kimia
Pepaya Matang
Protein Lemak Mineral Serat Karbohidrat Energi Total Karoten Beta carotene
0,6 g 0,1 g 0,5 g 0,8 g 7,2 g 32kcal 2,740µm 888 µm
Pepaya Muda 0,7 g 0,2 g 0,5 g 0,9 g 5,7 g 27 kcal 0 0
Biji pepaya memiliki kandungan protein serta lemak yang tinggi. Ini merupakan daya tarik ekonomis untuk ektraksi minyak skala industri terutama dibandingkan dengan tanaman biji konvensional yang menghasilkan minyak seperti jagung dan kedelai. Kandungan lemak yang begitu tinggi itu terdapat pada biji pepaya, dengan komposisi meristat (C14-0) 0,24%, palmitat (C16-0) 13,5%, palmitolet (C16-1) 0,21%, stearat (C18-0) 4,5%, oleat (C18-1) 72,52%, linoleat (C18-2) 2,90%, linoleanat (C18-3) 0,23%, arakidonat (C20-0) 0,39%, eikosenoat (C20-1) 0,28% [32] Table 2.5 Komposisi Asam Lemak/Minyak Biji Pepaya [24] Asam Lemak
Nilai (%)
Miristat (C14: 0) Palmitat (C16: 0) Palmitolet (C16: 1) Margarin (C17: 0) Stearat (C18: 0) Oleat (C18: 1 n-9) Linoleat (C18: 2 n-6) Linolenat (C18: 3 n-3) Arakidonat (C20: 0) Eikosenoat (C20: 1)
0,20 16,16 0,27 0,13 4,73 71,30 6.06 0,22 0,38 0,32
9 Universitas Sumatera Utara
2.2
EKSTRAKSI Salah satu cara pengambilan minyak yang terkandung dalam biji pepaya
adalah dengan cara ekstraksi. Ekstraksi merupakan salah satu metode pemisahan berdasarkan perbedaan kelarutan. Secara umum ekstraksi dapat didefinisikan sebagai proses pemisahan zat dari suatu padatan ataupun cairan dengan menambahankan pelarut tertentu untuk mengeluarkan komponen campuran dari zat padat atau zat cair tersebut, proses ekstraksi dalam konteks ini adalah pemisahan senyawa dari substrat. Dalam banyak kasus, ekstraksi adalah proses fisik, dimana senyawa dilarutkan dalam pelarut dan kemudian dipisahkan dari pelarut sebagai produk. Tetapi ada juga kasus dimana pelarut tidak hanya secara fisik berinteraksi dengan substrat, tetapi bereaksi dengan memecah ikatan antara substrat dan senyawa atau bereaksi dengan senyawa itu sendiri [35]. Komponen yang dipindahkan dari zat padat ke dalam pelarut disebut “solute” sedangkan padatan yang tidak terlarut dalam pelarut disebut “inert” proses tersebut akan menjadi sempurna jika solut dipisahkan dari pelarutnya, misalnya dengan cara distilasi/penguapan [16]. Leaching adalah pemisahan fraksi larut dalam bentuk solusi dari fase padat yang biasanya bersifat permeabel. leaching umumnya melibatkan pelarut yang selektif dengan atau tanpa difusi. Metode yang digunakan untuk leaching biasanya ditentukan oleh jumlah konstituen yang akan dilarutkan, distribusi konstituen dalam padatan, sifat padatan dan ukuran partike. Mekanisme proses leaching pada umumnya ialah zat terlarut ditransfer dari larutan ke permukaan padatan kemudian berdifusi kedalam padatan, pelarut yang berada didalam padatan akan larut oleh zat terlarut kemudian terdifusi menjadi campuran solut-solven ke permukaan padatan dan ditransfer keluar/ kedalam larutan zat terlarut [29]. Kecepatan transfer massa dalam residu berpori sulit untuk dinilai karena tidak mungkin untuk menentukan bentuk pori melalui mana transfer harus terjadi, hal ini dimungkinkan. Namun untuk mendapatkan indikasi perkiraan laju perpindahan dari partikel untuk sebagian besar cairan [30]. Menggunakan konsep film tipis menyediakan ketahanan terhadap transfer, persamaan untuk transfer massa dapat ditulis sebaga:
10 Universitas Sumatera Utara
–
…………………………(2.1)
dimana: A adalah luas antarmuka padat-cair, b adalah ketebalan efektif dari film cairan yang mengelilingi partikel, c adalah konsentrasi zat terlarut dalam sebagian besar solusi pada waktu t, cs adalah konsentrasi larutan jenuh dalam kontak dengan partikel, M adalah massa zat terlarut ditransfer dalam waktu t, dan k adalah koefisien difusi
Pada umumnya kecepatan transfer solven ke permukaan terjadi sangat cepat dan berlangsung pada saat terjadi kontak antara solut dan solvent. Sedangkan kecepatan difusi campuran solute-solvent ke permukaan solid merupakan tahapan yang mengontrol dalam keseluruhan proses leaching. Kecepatan difusi campuran solut-solvent ke permukaan solid tergantung dari beberapa faktor yaitu suhu, luas permukaan
partikel,
pelarut
(solvent),
perbandingan
solut-solvent,
proses
pencampuran atau pengadukan dan lama pengadukan. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju ekstraksi, yaitu: ukuran partikel, pelarut, suhu, dan pengadukan dari fluida (campuran pelarut, solut, dan padatan) [30].
2.3. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRAKSI Pemilihan peralatan untuk proses ekstraksi dipengaruhi beberapa faktor-faktor. Dengan demikian, jika difusi zat terlarut melalui struktur berpori dari padatan sisa adalah faktor pengendali, materi harus ukuran kecil sehingga proses difusi zat terlarut sangat mudah. Di sisi lain, jika difusi zat terlarut dari permukaan partikel sebagian besar adalah faktor pengendali, pengadukan cairan yang diperlukan, ukuran partikel, temperatur ekstraksi, jumlah pelarut, serta waktu ekstraksi [32]. Pada prinsipnya ekstraksi adalah melarutkan dan menarik senyawa dengan menggunakan pelarut yang tepat. Ada tiga tahapan proses pada waktu ekstraksi yaitu: 1. Penetrasi pelarut kedalam pori padatan 2. Disolusi pelarut ke dalam pori padatan dan melarutkan zat yang diinginkan oleh pelarut
11 Universitas Sumatera Utara
3. Difusi bahan yang terekstraksi ke luar padatan
Proses di atas diharapkan terjadinya kesetimbangan antara zat terlarut dan pelarut. Kecepatan untuk mencapai kesetimbangan umumnya tergantung pada suhu, ukuran partikel, dan gerakan partikel. Prinsip yang utama adalah yang berkaitan dengan kelarutan, yaitu senyawa polar lebih mudah larut dalam pelarut polar dan senyawa nonpolar akan mudah larut dalam pelarut nonpolar [25].
2.3.1 Ukuran Partikel Ukuran partikel mempengaruhi laju ekstraksi dalam beberapa cara. Semakin besar area permukaan antara padat dan cair, oleh karena itu semakin tinggi tingkat transfer material, maka semakin kecil jarak terlarut yang berdifusi dalam padatan. Di sisi lain, permukaan mungkin tidak begitu efektif digunakan jika sirkulasi cairan terhambat dan pemisahan partikel dari cairan berdrainase terhadap residu padatan. Diharapkan kisaran ukuran partikel harus kecil sehingga setiap partikel membutuhkan waktu yang sama untuk ekstraksi [30]. Secara umum, penurunan ukuran partikel berbannding lurus dengan kenaikan laju ekstraksi. Pemeningkat perpindahan massa dengan diameter partikel yang lebih kecil, dan panjang jalur transportasi senyawa dalam substrat padat dipersingkat jika senyawa tidak hanya terdifusi di permukaan, tetapi juga hadir dalam padat substrat [16].
2.3.2 Suhu Ekstraksi Suhu adalah pengaruh besar pada ekstraksi dengan suhu tinggi. Tingkat dan hasil ekstraksi yang sangat tinggi berbanding lurus dengan suhu. Salah satu alasan adalah peningkatan daya pelarut dengan suhu tinggi untuk senyawa nonpolar. Alasan lainnya adalah peningkatan proses perpindahan massa dengan suhu dan kenaikan eksponensial dari tekanan uap dari senyawa ekstrak. Dalam waktu kritis dan superkritis, peningkatan laju reaksi dan hasil kurang optimal jika kepadatan tetap tinggi. Jika kepadatan berkurang terlalu banyak, maka kelarutan akan turun dan mempengaruhi jumlah zat diekstraksi.
12 Universitas Sumatera Utara
Temperatur yang lebih tinggi (viskositas pelarut lebih rendah, kelarutan solute lebih besar) pada umumnya menguntungkan unjuk kerja ekstraksi. Namun, temperatur ekstraksi tidak boleh melebihi titik didih pelarut karena akan menyebabkan pelarut menguap. Biasanya temperatur ekstraksi yang paling baik adalah sedikit di bawah titik didih pelarut [16]. Kelarutan bahan yang diekstraksi akan meningkat dengan suhu untuk memberikan tingkat yang lebih tinggi dari ekstraksi, koefisien difusi meningkat dengan kenaikan suhu dan ini juga akan meningkatkan laju ekstraksi [30]. Dalam beberapa kasus, batas atas temperatur ditentukan oleh pertimbangan sekunder, seperti kebutuhan untuk menghindari aksi enzim selama ekstraksi gula.
2.3.3 Pelarut Pada proses ekstraksi pelarut bertujuan untuk mengekstrak zat terlarut dari satu fase cair yang lain. Hal ini dapat dilakukan untuk memisahkan dua zat terlarut yang berbeda untuk memurnikan fasa cairan dari kontaminasi. Sebuah sistem ekstraksi pelarut mengandung dua fasa cair yang bercampur, satu fase rafinat dan satu cair organik, pengencer, dan satu atau lebih zat terlarut. Selain itu, sistem ekstraksi di sebagian besar satu atau lebih ekstraktan ditambahkan ke pengencer untuk meningkatkan ekstraksi dan pemisahan. Kadang-kadang pengubah fase digunakan untuk mencegah pembentukan tahap ketiga mengganggu [12]. Jenis pelarut merupakan faktor penting dalam ekstraksi minyak dari biji pepaya. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah selektivitas, kemampuan mengekstrak, toksisitas, kemudahan untuk diuapkan, dan harga pelarut. Sejumlah solvent yang digunakan dalam ekstraksi adalah faktor lain yang dipertimbangkan. Pemilihan solvent pengekstrak harus berdasarkan sifat alami dari sampel. Selain itu, efisiensi ekstraksi dan matriks yang tak larut, pemilihan ini harus mempertimbangkan aspek-aspek lain. Solvent harus lebih banyak daripada jumlah sampel. Volume solvent yang rendah terkadang berguna untuk menghasilkan konsentrasi yang lebih tinggi dalam penganalisaan [27] Ada beberapa faktor spesifik yang dipertimbangkan dalam pemilihan solvent yang meliputi: 1.
Selektifitas
13 Universitas Sumatera Utara
Kemampuan untuk menghilangkan dan konsentrat solute dari komponen Lainnya [33]. 2.
Ketersediaan Solvent harus tersedia selama proses ekstraksi [33].
3.
Kemampuan melarut dalam umpan Diperlukannya pemulihan solvent dari rafinat atau penyegaran kembali solvent yang digunakan [33].
4.
Perbedaan Densitas Perbedaan densitas yang terlalu rendah antara fasa-fasa akan menghasilkan masalah dalam pemisahan. Perbedaan densitas yang terlalu tinggi dapat menyulitkan untuk menentukan proses ekstraksi yang terbaik yang diinginkan [33]. Dengan meningkatnya densitas, laju ekstraksi akan meningkat pada suhu yang konstan. Hasil ekstraksi akan berbeda untuk densitas yang sama pada suhu yang berbeda [33].
5.
Sifat Fisik Solvent yang terlalu kental akan menghalangi perpindahan massa dan kapasitasnya. Tegangan permukaan yang terlalu rendah akan mendorong kearah masalah pengemulsian. Titik didih solvent harus berbeda dengan titik didih solute [33].
6.
Toksisitas Toksisistas harus dipertimbangkan untuk kesadaran kesehatan dan kemurnian dari produk yang dihasilkan [33].
7.
Tidak Bersifat Korosif Disyaratkan menggunakan konstruksi material yang mahal untuk peralatan proses ekstraksi.
8.
Mudah untuk dipulihkan Pemulihan dan pemurnian solvent yang sempurna dibutuhkan sebaik mungkin ketika solvent dikembalikan lagi ke dalam ekstraktor untuk meminimalisasikan kehilangan banyak solvent [33]. Menurut Kumar dan Bangaraiah 2013 pilihan pelarut untuk ekstraksi terbatas
pada beberapa pelarut dengan kemurnian tertentu karena hukum nasional dan internasional dalam memproses material makanan. Heksana, aseton, alkohol (etanol,
14 Universitas Sumatera Utara
metanol), isopropanol dan etil asetat digunakan dalam ekstraksi oleoresin dari bumbu-bumbu. Pelarut terbagi menjadi 3 kelas. Pelarut Kelas 1 tidak boleh digunakan dalam pembuatan zat obat, bahan pembantu dan produk obat, karena toksisitas tidak dapat diterima atau efek merusak lingkungan [14]. Namun jika penggunaannya tidak dapat dihindari untuk menghasilkan produk obat dengan kemajuan yang signifikan, maka konsentrasi harus dibatasi seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.5, kecuali dibenarkan. Pelarut 1,1,1-Trichloroethane termasuk dalam Tabel 2.6, karena bahaya terhadap lingkungan. Batas menyatakan 1.500 ppm didasarkan pada review data keselamatan.
Tabel 2.6 Pelarut Kelas 1 yang Harus Dihindari dalam Bidang Farmasi dan Makanan [14] Batas konsentrasi Pelarut Keterangan (ppm) Dapat menyebabkan Benzene 2 kanker Beracun dan berbahaya Carbon tetrachloride 4 pada lingkungan 1,2-Dichloroethane 5 Beracun 1,1-Dichloroethene 8 Beracun 1,1,1Trichloroethane
Berbahaya pada lingkungan
1,500
Pelarut kelas 2 sama halnya dengan pelarut kelas 1 yang berbahaya bagi tubuh manusia dan lingkungan, penggunaan pelarut kelas 2 ini dibatasi. PPM yang diperbolehkan adalah 0,1 mg / hari, dan konsentrasi yang diberikan 10 ppm.
15 Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.7 Pelarut Kelas 2 DiBatasi dalam Produk Farmasi [14] Pelarut Acetonitrile
Batas konsentrasi (ppm)
PDE (mg/day) 4,1
410
Chlorobenzene
3,6
360
Chloroform
0,6
60
Cyclohexane
38,8
3,880
0,7
70
18,7
1,870
Dichloromethane
6,0
600
1,2-Dimethoxyethane N,NDimethylacetamide N,NDimethylformamide
1,0
100
10,9
1,090
8,8
880
1,4-Dioxane
3,8
380
2-Ethoxyethanol
1,6
160
Ethyleneglycol
6,2
620
Formamide
2,2
220
Hexane
2,9
290
30,0
3,000
2-Methoxyethanol
0,5
50
Methylbutyl ketone
0,5
50
Methylcyclohexane
11,8
1,180
N-Methylpyrrolidone
5,3
530
Nitromethane
0,5
50
Pyridine
2.0
200
Sulfolane
1,6
160
Tetrahydrofuran
7,2
720
Tetralin
1,0
100
Toluene
8,9
890
1,1,2-Trichloroethene
0,8
80
21,7
2,170
Cumene 1,2-Dichloroethene
Methanol
1
Xylene
N-butil asetat termasuk dalam pelarut kelas 3 dapat dianggap kurang beracun dan risiko yang lebih rendah untuk kesehatan manusia, Pelarut kelas pada umumnya digunakan dalam bidang farmasi. Namun, tidak semua dapat digunakan dalam 16 Universitas Sumatera Utara
jumlah banyak. N-butil asetat sangat cocok digunakan sebagai pelarut dalam industi makanan [14]. Pada penelitian ini menggunakan pelarut n-Butil Asetat yang memiliki sifat fisika dan kimia seperti table 2.8:
Tabel 2.8 Sifat Fisika dan Kimia N-Butil Asetat [8] dan [9] Parameter
n-Butil Asetat
Struktur Rumus Molekul Nama Umum
C6H12O2 Eter asetat, asetatdien, , etil ester, etill etanoat, napta
Berat Molekul Sifat Fisik
116 Jernih, tidak mudah menguap, cairan yang dapat terbakar; bau seperti buah-buahan -730C 1260C 10 % pada 250C Larut dengan alkohol, aseton, kloroform, eter 0.902 pada 200C 3.04 1,39 mmHg pada 200C 1,4
Titik leleh Titik Didih Kelarutan dalam Air Kelarutan Densitas Relatif Densitas Uap Relatif Tekanan Uap Log Pow
Tabel 2.9
Penggunaan Pelarut Dan Hasil Yang Diperoleh Pada Ekstraksi Minyak Biji Pepaya [23] Pelarut Hasil (g g-1)
Etanol
151
Aseton
286
n-Heksan
285
Etil Asetat
290
Etanol merupakan pelarut yang menghasilkan ekstrak kurkumin yang paling tinggi dibandingan dengan pelarut lain, yakni aseton, etil asetat, metanol, dan isopropanol, hal ini dikarenakan kelarutan dari konstituen aktif [21].
17 Universitas Sumatera Utara
2.3.4 Pengadukan Dalam pemisahan yang mengunakan pengadukan, waktu kontak dapat dibuat lebih cepat untuk setiap pendekatan yang diinginkan untuk keseimbangan, secara ekonomi efisiensi dapat mencapai 80-90% [5]. Pengadukan pada pelarut penting karena hal ini meningkatkan difusi dan transfer materi dari permukaan partikel untuk sebagian besar dari solusi, seperti yang dibahas dalam bagian berikut. Selanjutnya, agitasi suspensi partikel halus mencegah sedimentasi dan lebih efektif penggunaan terbuat dari permukaan antar muka [30].
2.4 SOXHLET EXTRACTION Leaching memungkinkan analit yang akan diekstrak dan dipisahkan dari matriks padat dan juga dari senyawa lain yang dapat mengganggu dalam proses analisis. Salah satu bentuk ekstraksi padat-cair adalah ekstraksi soxhlet. Teknik dasar ini dikembangkan pada tahun 1879 oleh Franz Ritter Von Soxhlet, Dia adalah seorang kimiawan Jerman dan fisiologi gizi, yang dikenal sekarang sebagai soxhlet extraction. Teknik ini pertama kali digunakan untuk menentukan kandungan lemak dalam susu. Sejak itu, teknik ekstraksi soxhlet telah mendapatkan pengakuan luas di bidang ekstraksi. Saat ini teknik ekstraksi soxhlet konvensional digunakan sebagai teknik standar untuk mengekstraksi analit dari padat sampel terhadap efisiensi teknik leaching dibandingkan lainnya [39].
18 Universitas Sumatera Utara
Persiapan sampel pada Proses ektraksi menggunakan metode soxshlet extrection Sampel padatan/cairan Sampel biologi: daging, lemak, susu, sayur-sayuran, duah, dan sebagainya
Homogenisasi Pengilingan sampel padatan pra pengeringan dengan zat anhidrat Membersihkan ekstrak mentah
Soxhlet ekstraksi
Gambar 2.2 Persiapan sampel pada Proses ektraksi menggunakan metode soxshlet extraction [39]. Soxhlet extraction adalah teknik standar dimana pelarut segar dikontakkan dengan sampel secara berkala [7]. Menurut [18] proses ekstraksi minyak biji papaya dilakukan dengan metode Soxhlet Extraction mengunakan pelarut non polar,
Condensor
Extractor Shipon Sampel Destilation
Heater
Gambar 2.3 Soxhlet Extraction Convensional [4]
19 Universitas Sumatera Utara
Dari gambar 2.3 dapat dijelaskan bahwa untuk ekstraksi, material padatan yang akan diekstrak diletakkan di dalam suatu thimble yang terbuat dari kertas saring yang tebal atau di dalam suatu tabung yang terdapat di tengah bagian dari Soxhlet. Thimble biasanya dibuat dari selulosa dan bersifat permeable ke Pelarut. Sampel yang digunakan harus dihancurkan untuk menghasilkan partikulat yang baik dengan luas permukaan yang besar sebelum melakukan Soxhlet extraction. Solvent yang digunakan untuk ekstraksi ditambahkan pada bagian tengah dari Soxhlet sampai batas dari siphon ke dalam bagian bawah round-bottom flask. Pelarut didistilasi dari bottom flask dengan menggunakan suatu peralatan panas umum laboratorium yaitu hot plate. Intensitas pemanasan mengendalikan aliran
solvent melalui sistem.
Soxhlet dilengkapi dengan kondenser. Pelarut dikondensasikan kembali ke dalam bagian tengah dari peralatan. Suhu dari kondenser harus rendah untuk menghindari banyak Pelarut yang hilang. Proses diulang dalam sejumlah proses ekstraksi, Pelarut terakumulasi di bagian tengah dari peralatan secara berkala dikembalikan kembali ke dalam flask dimana Pelarut dipanaskan. Efisiensi ekstraksi dengan menggunakan peralatan Soxhlet sangat baik (mendekati 100%), dan prosedurnya dapat dengan mudah digunakan untuk menganalisa secara kuantitatif dengan pemulihan yang baik [27].
2.4.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Soxhlet Extraction Ada 3 faktor yang dapat mempengaruhi kinerja dari metode Soxhlet extraction yaitu meliputi (1) Pemilihan Pelarut, (2) Sifat Matriks, dan (3) Kondisi Operasi [36].
2.4.1.1 Pemilihan Pelarut Pemilihan pelarut yang tepat untuk ekstraksi harus dipilih dari target dengan menggunakan metode Soxhlet extraction. Pelarut yang berbeda akan meghasilkan ekstrak yield dan komposisi ekstrak yang berberda. Penggunaan alternatif Pelarut telah meningkatkan kesadaran lingkungan dan keamanan. Suatu co-solvent terkadang ditambahkan agar meningkatkan polaritas dari fasa cair. Campuran Pelarut akan meningkatkan yield dan kinetika ekstraksi [36].
20 Universitas Sumatera Utara
2.4.1.2 Sifat Matriks Soxhlet extraction bergantung dari sifat matriks dan ukuran partikel ketika difusi internal sebagai tahap akhir selama proses ekstraksi [36].
2.4.1.3 Kondisi Operasi Selama proses ekstraksi, solvent biasanya dipulihkan dengan cara evaporasi. Suhu ekstraksi dan evaporasi memiliki dampak dalam kualitas produk [36]. 2.5
EDIBLE OIL Lemak dan minyak nabati adalah suatu substansi yang diperoleh dari tanaman
yang terdiri dari trigliserida dan menghadirkan sejumlah komponen utama dari lemak dan minyak edible. Komponen kecil dari lemak dan minyak yang edible terbentuk dari mono dan dietil-gliserol, asam lemak bebas, fosfatida, sterol, fat-soluble, vitamin, tokoferol, pigmen, wax, dan fatty alcohol. Cara
moderen dalam
pemerosesan minyak nabati adalah melalui ekstraksi kimia dan menggunakan pelarut pengekstrak , suatu proses yang menghasilkan yield tertinggi dari minyak dalam waktu yang singkat [54]. Untuk pemerosesan minyak diperoleh dari biji dilakukan beberapa tahap yaitu: pemerosesan secara umum, degumming, refining/netralisasi, bleaching, dan deodorization [55]. Untuk mengetahui edible oil dapat dilihat dari Tabel 2.10.
Tabel 2.10 Parameter Edible Oil Parameter
Standar Edible Oil
Bilangan Peroksida (meq/kg minyak) Bilangan Iodin (g/mg) Spesific gravity (SG) Kadar Asam Lemak Bebas (%) Refractive Index (200C) Total Fenol (mg/g) Bilangan Keasaman
10 [49] 80-109 [49] 0,9-1,16 [47] 0,5-1% [46] 1,457 [46] 220 [46] 1 % [46]
21 Universitas Sumatera Utara