3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Baja
2.1.1. Pengertian Baja Baja adalah logam paduan antara besi ( Fe ) dan karbon (C), dimana besi sebagai unsur dasar dan karbon sebagai unsur paduan utamanya. Kandungan karbon dalam baja berkisar antara 0,2 %C hingga 1,7%C berat sesuai grade-nya. Dalam proses pembuatan baja akan terdapat unsur-unsur lain selain karbon yang akan tertinggal di dalam baja seperti mangan (Mn), silikon (Si), Kromium (Cr), Vanadium (V), dan unsur lainnya. Dalam hal aplikasi baja sering digunakan sebagai bahan baku untuk alat-alat perkakas, alat-alat pertanian, komponenkomponen otomotif, perabotan rumah tangga dan lain-lain. (Beumer dan Anwir(1994)
2.1.2 Klasifikasi baja Menurut ASTM handbook vol.1:329 (1993), baja dapat diklasifikasi berdasarkan komposisi kimia seperti kadar karbon dan paduan yang digunakan. Berikut merupakan klasifikasi baja berdasarkan komposisi kimianya. (Beumer dan Anwir(1994) 1. Baja Karbon Baja karbon terdiri dari baja dan karbon. Karbon merupakan unsur pengeras besi yang efektif dan murah. Oleh karena itu, pada umumnya sebagian besar baja hanya mengandung karbon dengan sedikit unsur paduan lainnya. Perbedaan persentase kandungan karbon dalam campuran logam baja menjadi salah satu pengklasifikasian baja. Berdasarkan kandungan karbon, baja dibagi ke dalam tiga macam yaitu : a. Baja Karbon Rendah (Low Carbon Steel) Baja karbon rendah adalah baja yang mengandung karbon kurang dari 0,3% C. baja karbon rendah merupakan baja yang paling murah diproduksi diantara semua karbon, mudah di quenching dan dilas, serta keuletan dan
4
ketangguhannya sangat tinggi tetapi kekerasan rendah dan tahan aus. Sehingga pada penggunaannya, baja jenis ini dapat digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan komponen body mobil, struktur bangunan, pipa gedung, jembatan, kaleng, pagar, dan lain-lain. (Beumer dan Anwir (1994)
b. Baja Karbon Menengah (Medium Carbon Steel) Baja karbon menengah adalah baja yang mengandung karbon 0,3% C0,6%C. baja karbon menengah memiliki kelebihan jika dengan baja karbon rendah, kekuatan terik dan batas renggang yang tinggi, tidak mudah di bentuk oleh mesin, lebih sulit dilakukan untuk pengelasan dan dapat dikeraskan di quenching dengan baik. Baja karbon menengah banyak digunakan untuk poros, rel kereta api, roda gigi, pegas, baut, komponen mesin yang membutuhkan kekuatan tinggi dan lain-lain. (Beumer dan Anwir (1994)
c. Baja Karbon Tinggi (High Carbon Steel) Baja karbon tinggi adalah yang mengandung kandungan karbon 0,6% C1,7%C dan memiliki tahan panas yang tinggi, kekerasan tinggi, namun keuletannya lebih rendah. Baja karbon tinggi mempunyai kuat tarik paling tinggi dan banyak digunakan untuk material perkakas, salah satu aplikasi dari baja ini adalah dalam pembuatan kawat baja dan kabel baja. Berdasarkan jumlah karbon yang terkandung di dalam baja maka baja karbon ini banyak digunakan dalam pembuatan pegas dan alat-alat perkakas seperti palu, gergaji atau pahat potong. Selain itu, baja jenis ini banyak digunakan untuk keperluan industri lain seperti pembuatan kikir, pisau cukur, mata gergaji, dan sebagainya. (Beumer dan Anwir(1994)
5
Tabel 2.2 Klasifikasi Baja Karbon dan Aplikasinya
Klasifikasi
Number Properties
Applications
1006-12 soft and
Streets, stripping, tubes, welding rivets, screws,
pastic
wire, structural shapes, pipes, gears, shafts,
Low
bars, structural shapes. 1015-22 soft and
Carbon
tough 1023-32 medium Large, section part : forget parts, shaft, exles,
Medium Carbon
1035-40
rods, gears,
1041-50
heat treated parts : shafts, axles, gears, spring wire
1052-55 heavy duty mechine parts : gears, forgings 1060-70 shock
Dies, set screws, shear blades, hammers,
resistant
wrenches, chisels, cable wire.
1074-80 tough and
cutting tools : dies, milling cutters, drills, taps,
hard
etc
High Carbon
1084-95 Sumber : Pengetahuan bahan teknik ( Surdia, Saito), 1995
2.2
Diagram Fase Fe-C Fase didefinisikan sebagai bagaian dari bahan yang memiliki struktur atau
komposisi tersendiri. Diagram Fase Fe-C atau biasa disebut diagram kesetimbangan besi karbon merupakan diagram yang menjadi parameter untuk mengetahui segala jenis Fase yang terjadi di dalam baja dengan segala perlakuannya. Konsep dasar dari diagram Fase adalah mempelajari bagaimana hubungan antar besi dan paduanya dalam keadaan setimbang . hubungan ini dinyatakan dalam suhu dan komposisi, setiap perubahan komposisi, dan perubahan suhu akan mempengaruhi struktur mikro.
6
Pada diagram Fase Fe-C seperti terlihat pada gambar 2.1, muncul larutan padat (δ, α, γ ) atau disebut besi delta ( δ ), austenit (γ ), dan ferit ( α ). Ferit mempunyai struktur Kristal BCC ( Body Centered Cubic ) dan austenit mempunyai struktur Kristal FCC ( Face Centered Cubic ) sedangkan besi δ mempunyai struktur Kristal FCC ( Face Centered Cubic ) pada suhu tinggi. Bila kandungan karbon melebihi batas daya larut, maka akan membentuk Fase kedua yang disebut karbida besi atau sementit. karbida besi mempunyai komposisi kimia Fe3C yang sifatnya keras dan getas. Peningkatan kadar karbon pada baja karbon akan meningkatkan sifat mekanik baja tersebut , terutama kekerasan karena sifat yang dimiliki oleh endapan sementit yang keras.
Sumber : Pengetahuan bahan teknik ( Surdia, Saito), 2005 Gambar 2.1. Diagram kesetimbangan Fase Fe-C
Berdasarkan Gambar 2.1 menunjukan bahwa pada suhu 727 oC terjadi suhu transformasi Austenit menjadi fase perlit ( yang merupakan gabungan fase ferit dan sementit). Transformasi fase ini dikenal sebagai reaksi eutectoid dan merupakan dasar proses perlakuan panas pada baja. Kemudian pada suhu antara 1647oF (912oC) dan 2542oF (1394oC) merupakan daerah besi gamma (γ) atau disebut
7
austenite> pada kondisi ini biasanya austenite bersifat stabil, lunak, ulet, mudah dibentuk, dan memiliki struktur Kristal FCC ( Face Centered Cubic ). Besi gamma ini dapat melarutkan kabon dalam jumlah besar yaitu sekitar 2,11% maksimum pada suhu sekitar 1148 oC. Besi murni pada suhu di bawah 912 oC mempunyai struktur Kristal BCC ( Body Centered Cubic ). Besi BCC dapat melarutkan karbon dalam jumlah yang sangat rendah , yaitu sekitar 0,77% maksimum pada suhu 727oC. Larutan dari intensitas karbon didalam besi ini disebut juga besi alpha (α) atau fase ferit. Penambahan karbon dalam besi FCC ditransformasikan ke dalam struktur BCC dari 912oC menjadi 727oC pada kadar karbon sekitar 0,8%, diantara suhu 1394oC dan suhu cair 1538 oC, besi gamma berubah menjadi susunan BCC yang disebut besi delta ( δ ). Ada beberapa hal yang harus diperhatikan di dalam diagram fase Fe-C yaitu perubahan fase ferit atau besi alpha (α), austenite atau besi gamma (γ), sementit atau karbida besi,perlit, dan martensit akan diuraikan dibawah ini: 1.
Ferrite atau Besi Alpha (α) Ferrite merupakan modifikasi struktur besi murni pada suhu ruang , dimana
ferrite menjadi lunak dan ulet Karen ferrite memiliki struktur BCC ( body centered cubic ), maka ruang antara atom-atomnya adalah kecil dan padat sehingga atom karbon yang dapat tertampung hanya sedikit sekali. 2.
Austenite atau Besi Gamma (γ) Austenite merupakan modifikasi besi murni dengan struktur FCC (Face
Centered Cubic) yang memiliki jarak atom lebih besar dibandingkan dengan ferrite. Meskipun demikian, rongga-rongga pada struktur FCC hampir tidak dapat menampung atom karbon dan penyisipan atom karbon akan mengakibatkan tegangan dalam struktur sehingga tidak semua rongga dapat terisi, dengan kata lain daya larutnya menjadi terbatas. 3.
Karbida Besi atau Sementit Karbida besi adalah paduan besi karbon dimana pada kondisi ini karbon
melebihi batas larutan sehingga membentuk fase kedua atau karbida besi yang memiliki komposisi Fe3C. karbida pada ferrite akan meningkatkan kekerasan pada baja. Sifat dasar sementit adalah sangat keras.
8
4.
Perlit Perlit merupakan campuran antara ferrite dengan karbida (sementit). Laju
pendinginan yang lambat dapat menghasilkan perlit kasar dengan sifat kekerasan dan ketangguhan yang rendah. Sedangkan bila laju pendinginan cepat dapat menghasilkan perlit halus yang bersifat keras dan lebih tangguh. Perlit memiliki bentuk seperti pelat-pelat yang disusun bergantian antara sementit dan ferrit. Pada baja hipoeutektoid struktur mikro terdiri dari daerah-daerah perlite yang dikelilingi oleh ferrit. 5.
Martensit Martensite adalah suatu fase yang terjadi karena pendinginan yang sangat
cepat sekali dan terjadi pada suhu dibawak eutectoid tetapi masih diatas suhu ruang karena struktur austenite FCC tidak stabil sehingga akan berubah menjadi struktur BCT (Body Centered Tetragonal) secara serentak. Pada reaksi ini tidak terjadi difusi tetapi terjadi pergeseran. Semua atom bergerak secara serentak dan perubahan ini langsung dengan sangat cepat dimana semua atom yang tinggal tetap berada pada larutan padat karena terperangkap dalam sisi sehingga sukar menjadi slip, maka martensit akan menjadi kuat dan keras tetapi sifat getas dan rapuh menjadi tinggi. Martensit terjadi bila austenite di dinginkan dengan cepat sekali 9 celup ) hingga suhu dibawa pembentukan bainit. martensit terbentuk karena transformasi tanpa difusi sehingga atom-atom karbon seluruhnya terperangkap dalam larutan super jenuh. Keadan ini yang menimbulkan distorsi pada struktur Kristal martensit dan membentuk BCT. Tingkat distorsi yang terjadi sangat bergantung pada kadar karbon, sebab martensit merupakan fase yang sangat keras namun getas. Kekerasan yang meningkat ini sangat penting karena dapat diciptakan baja yang keras. Tahan gesekan dan deformasi. Martensite sebagai fase yang metastabil mengandung karbon sebagai larutan padat dalam struktur pemusatan ruang tidak merubah diagram fase Fe-Fe3C. pada suhu dibawah suhu eutectoid dalam waktu yang cukup lama. Larutan karbon yang lewat jenuh ini trus berubah menjadi bentuk ferrit dan karbida yang lebih stabil. Proses ini dikenal dengan nama tempering.
9
2.3.
Sifat Umum Baja Baja mempunyai sejumlah sifat yang membuatnya menjadi bahan
bangunan dan perkakas hingga rel kereta api yang sangat berharga, beberapa sifat baja yang penting adalah : kekuatan, ketangguhan, keuletan, kekerasan, dan ketahanan terhadap korosi.
a.
Kekuatan Baja mempunyai gaya tarik, lengkung dan tekan yang sangat besar. Pada
setiap golongan baja, pabrikan baja menandai beberapa besar daya baja kekuatan baja itu. Pabrikan baja misalnya, memasukkan satu golongan baja batangan dan mencantumkan pada baja itu Fe 360. Disini Fe menunjukkan bahwa golongan itu merupakan produk dari besi, sementara angka itu menunjukkan daya kekuatan ( minimum) tarikan atau daya tarik baja itu. Yang dimaksud dengan istilah tersebut adalah gaya tarik N yang dapat dilakukan baja bergaris tengah 1 mm² sebelum baja itu menjadi patah. Dalam hal ini daya tarik itu adalah 360 N/mm². Dahulu kita mencantumkan daya tarik baja itu Fe 37 karena kekuatan tariknya adalah 37 kgf/mm². Karena mengandung sedikit kadar karbon, maka semua jenis baja mempunyai daya tarik yang kuat. Oleh karena kekuatan tarik baja yang kuat, maka baja dapat menahan berbagai tegangan seperti tegangan lentur. b. Ketangguhan Baja tidak hanya kuat tetapi juga memiliki sifat tangguh sehingga sulit dipatahkan c. Keuletan Pada umumnya baja bersifat sangat ulet sehingga tidak cepat mengalami patah. d. Kekerasan
10
Baja itu sendiri sangat keras sekali sehingga sebagai bahan kontruksi, baja mungkin saja untuk digunakan dalam berbagai tujuan. Apabila untuk produkproduk baja tertentu ada suatu keausan maka bisa saja baja tersebut di keraskan dengan cara dipanaskan agar kekerasannya meningkat.
e. Ketahanan Terhadap Korosi Tanpa perlindungan baja sangat cepat berkarat, untung saja baja dapat diberikan perlindungan yang efektip dengan berbagai cara salah satunya perawatan dengan panas. Perawatan dengan panas Kekerasan yang lebih besar adalah sangat penting untuk benda-benda tertentu yang dibuat dari baja. Yang dimaksud dengan kekerasan dari suatu bahan yang lain untuk dapat mencapai kekerasan yang tinggi diperlukan benda baru yang dapat dikuatkan sesudah benda-benda di produksikan. Ada beberapa cara untuk mengeraskan : a. Mengeraskan secara mendalam : benda dari baja baik bagian luar maupun bagian dalam dibuat menjadi sangat keras. b. Mengeraskan permukaan : hanya bagian luarnya saja yang sedangkan bagian intinya tidak dapat perlakuan.
a. Pengerasan yang mendalam Pada pengerasan mendalam, benda yang sudah terbentuk, dipanaskan dengan temperatur yang cukup tinggi. Kemudian dengan cepat didinginkan tindakan ini disebut pendinginan secara mendadak baja dilakukan di dalam air minyak atau di udara. Benda itu menjadi keras bukan hanya bagian luarnya saja tetapi juga intinya menjadi keras benar. Dengan cara ini baja menjadi cepat rapuh, berarti baja itu dapat dengan cepat patah. Beberapa peralatan di keraskan dengan cara ini. Kita semua paham betapa mudah patahnya ulir mata bor dari baja yang berukuran kecil. (Beumer dan Anwir (1994) b. Pengerasan permukaan
11
Untuk peralatan-peralatan tertentu hanya bagian luarnya saja yang harus diperkeras. Untuk dapat menerima tekanan yang besar, inti benda itu harus tetap lentur. Hal ini dapat dicapai dengan hanya mengeraskan bagian permukaan dari benda tersebut. Pengerasan permukaan dipakai pada poros dan berbagai kopling. (Beumer dan Anwir (1994)
2.4.
Kontak mekanik Pada tipe kontak yang berbentuk dua bidang silinder dengan masing-
masing poros parallel yang dibebankan pada kontak sebagai gaya P per satuan panjang dan bidang kontak membuat panjang kontak berputar pada luas bidang 2a dipaksakan paralel ke poros-y. Ini adalah dasar dari dua dimensi permukaan Gambar 2.2. .(Jonshon,dkk,(2005))
Gambar 2.2 Mekanisme kontak dua bidang permukaan silinder Sumber : contack mechanic (jonshon) 2005
Distribusi tekanan normal p(x) pada permukaan kontak ditentukan dengan teori Hertz adalah : ...................................................... (2.1) Dimana p0 adalah tekanan maksimal pada pusat kontak dan pada setengah luas bidang kontak. Tekanan maksimal pada kontak dapat di tentukan dengan :
.............................................................(2.2)
12
Dimana p adalah tekanan, P adalah total pembebanan per satuan panjang (L) pada bidang kontak dan dapat didefinisikan dengan :
.......................................................................(2.3) Juga dapat ditentukan dengan :
..........................................................................(2.4) Elastik kontak modulus E*, sudah ditetapkan dengan :
=
+
....(2.5)
Diman v adalah poison rasio, E adalah modulus young, dan mengacu pada bidang 1 dan 2 secara berurutan. Persamaan R dapat ditentukan dengan :
=
+
.....................(2.6)
Untuk menentukan slip-roll ratio dapat ditentukan dengan persamaan (Tyfour, W.R, et al, (1996)) : ........................................... (2.7) Dimana
: sr = slip-roll ratio v1 = kecepatan disc 1 v2 = kecepatan pada disc 2
2.5.
Beban Normal Sebuah Kereta api terdiri dari lokomotif dan 10 gerbong, berat 10 gerbong
kereta api 520 ton, sehingga berat untuk satu gerbong sebesar 52 ton. Satu gerbong menggunakan
dua buah bogie (satu bogie terdiri dari 4 buah rod).
Sehingga masing masing roda mendapat beban sebesar 6,5 ton. Dengan luas bidang kontak yang sangat kecil dari 80 – 120 mm2 (Marsahal et.el.,2006 ) maka di setarakan luas kontak yang dipakai 100 mm2 Jadi beban normal yang diterima rel dari roda jika diketahui ; gravitasi 10 m/s2 P = F /A……………………………………………………………(2.8) Dimana ; F = gaya yg diterima rel dari roda A = luas bidang kontak
13
Jadi F = 6,5 ton x 10 m/s2 = 65 x 103 N P = F/A = 65 x 103 N / 100 mm2 = 650 Mpa. Maka beban normal pada setiap kereta sebesar 650 Mpa, sehingga pada penelitian ini dilakukan dengan pembebanan tetap 1000 Mpa.
-
Beban Normal yaitu ketika benda tersebut diam tidak berguling dan diberi beban.
-
Beban Gelinding Gesek yaitu dimana suatu benda menerima beban normal dalam keadaan bergelinding dan menerima gaya gesek .
-
Beban Geser yaitu ketika benda tersebut bergerak tidak bergelinding permukaan bidang kontak yang sama tidak diberi beban.
2.6
Keausan Keausan umumnya didefinisikan sebagai kehilangan material secara
progresif atau pemindahan sejumlah material dari suatu permukaan sebagai suatu hasil pergerakan relatif antara permukaan tersebut dan permukaan lainnya. Keausan telah menjadi perhatian praktis sejak lama, tetapi hingga beberapa saat lamanya masih belum mendapatkan penjelasan ilmiah yang besar sebagaimana halnya pada mekanisme kerusakan akibat pembebanan tarik, impak, puntir atau fatigue. Hal ini disebabkan masih lebih mudah untuk mengganti komponen/part suatu sistem dibandingkan melakukan disain komponen dengan ketahanan/umur pakai (life) yang lama. ( Herman,dan Ahkmad, (2009)) Saat ini, prinsip penggantian dengan mudah seperti itu tidak dapat diberlakukan lebih lanjut karena pertimbangan biaya (cost). Pembahasan mekanisme keausan pada material berhubungan erat dengan gesekan (friction) dan pelumasan (lubrication). Ketiga subyek ini dikenal dengan nama ilmu Tribologi. Keausan bukan merupakan sifat dasar material, melainkan response material terhadap sistem luar (kontak permukaan). Material apapun dapat mengalami
14
keausan disebabkan mekanisme yang beragam. Yuwono Herman,dan Ahkmad, (2009)) Pengujian keausan dapat dilakukan dengan berbagai macam metode dan teknik, yang semuanya bertujuan untuk mensimulasikan kondisi keausan aktual. Salah satunya adalah dengan metode twin disc dimana benda uji memperoleh beban gesek dari cincin yang berputar(revolving disc). Pembebanan gesek ini akan menghasilkan kontak antar permukaan yang berulang-ulang yang pada akhirnya akan mengambil sebagian material pada permukaan benda uji. Besarnya jejak permukaan dari material tergesek itulah yang dijadikan dasar penentuan tingkat keausan pada material. Semakin besar dan dalam jejak keausan maka semakin tinggi volume material yang terlepas dari benda uji. Akan mengalami keausan dengan mekanisme yang beragam, yaitu: keausan adhesive, abrasi, lelah dan oksidasi. Di bawah ini diberikan penjelasan ringkas dari mekanisme-mekanisme tersebut : 1. Keausan adhesive : terjadi bila kontak permukaan dari dua material atau lebih mengakibatkan adanya perlekatan satu sama lain dan pada akhirnya terjadi pelepasan/pengoyakan salah satu material, seperti diperlihatkan oleh Gambar 2.3.
Gambar : 2.3 ilustrasi skematik keausan adhesive Sumber : (Karakterisasi Material 1: (Destructive Testing) Herman, dan Ahkmad, (2009)
2. Keausan abrasive : terjadi bila suatu partikel keras (asperity) dari material tertentu meluncur pada permukaan material lain yang lebih lunak sehingga terjadi penetrasi atau pemotongan material yang lebih lunak, sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 2.5. Tingkat keausan pada mekanisme ini ditentukan oleh derajat kebebasan (degree of freedom) partikel keras atau sperity tersebut. Sebagai contoh partikel pasir silica akan menghasilkan keausan yang lebih tinggi ketika diikat pada suatu permukaan seperti pada kertas amplas,
15
dibandingkan bila partikel tersebut berada di dalam sistem slury. Pada kasus pertama partikel tersebut kemungkinan akan tertarik sepanjang permukaan dan mengakibatkan pengoyakan sementara pada kasus terakhir partikel tersebut mungkin hanya berputar (rolling) tanpa efek abrasi.
Gambar : 2.4 ilustrasi skematik keausan abrasive Sumber : (Karakterisasi Material 1: (Destructive Testing) Herman, dan Ahkmad, (2009)
3. Keausan lelah : merupakan mekanisme yang relatif berbeda dibandingkan dua mekanisme sebelumnya, yaitu dalam hal interaksi permukaan. Baik keausan adhesive maupun abrasif melibatkan hanya satu interaksi sementara pada keausan lelah dibutuhkan interaksi multi. Gambar 2.6 memberikan skematis mekanisme keausan lelah. Permukaan yang mengalami beban berulang akan mengarah pada pembentukan retak-retak mikro (t1). Retak-retak tersebut pada akhirnya menyatu (t2) dan menghasilkan pengelupasan material (t3). Tingkat keausan sangat tergantung pada tingkat pembebanan.
Gambar : 2.5 Ilustrasi skematik keausan lelah. Sumber : (Karakterisasi Material 1: (Destructive Testing) Herman, dan Ahkmad, (2009)
4. Keausan oksidasi : seringkali disebut sebagai keausan korosif. Pada prinsipnya mekanisme ini dimulai dengan adanya perubahan kimiawi material di bagian permukaan oleh faktor lingkungan. Kontak dengan lingkungan ini akan menghasilkan pembentukan lapisan pada permukaan dengan sifat yang berbeda
16
dengan material induk. Sebagai konsekuensinya, material pada lapisan permukaan akan mengalami keausan yang berbeda. Hal ini selanjutnya Mengarah kepada perpatahan interface antara lapisan permukaan dan material induk dan akhirnya seluruh lapisan permukaan itu akan tercabut. Gambar 2.7 memperlihatkan skematis mekanisme keausan oksidasi/korosi ini.
Gambar : 2.6 Ilustrasi skematik keausan oksidasi Sumber : (Karakterisasi Material 1: (Destructive Testing) Herman,dan Ahkmad, (2009)
Penyebab keausan antara lain : 1. Pergesekan antara dua material yang solid secara terus menerus hingga menyebabkan material tersebut mengalami perubahan bentuk dan mengurangi masa pemakaian. 2. Kurangnya pelumasan secara teratur pada material yang bergerak dan bersentuhan. 3. Pengerasan pada permukaan disc yang bergesekan tidak dilakukan secara sempurna hingga timbul crack pada permukaan disc hingga terjadi kegagalan pada material tersebut. 4. Beban yang diberikan pada material tersebut terlalu besar yang menyebabkan koefisien gesek lebih tinggi,dll.