BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Laporan Keuangan Semua
transaksi
keuangan
perusahaan
yang
terjadi
dicatat,
diklasifikasikan dan disusun menjadi laporan keuangan, sehingga dapat mencerminkan kondisi keuangan dan hasil usaha suatu perusahaan pada saat suatu periode tertentu atau jangka waktu tertentu. Ditinjau dari fungsinya, laporan keuangan merupakan media yang paling penting untuk menilai kinerja, aktivitas dan kondisi keuangan suatu perusahaan, yang akan menjadi sumber informasi bagi analisis untuk mengambil suatu keputusan. Pengertian laporan keuangan menurut Sundjaja dan Barlian (2007:68) bahwa: “Laporan keuangan adalah suatu laporan yang menggambarkan hasil dari proses akuntansi yang digunakan sebagai alat komunikasi antar data keuangan/aktivitas perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data-data/aktivitas tersebut.” Sedangkan menurut Brigham dan Ehrhardt (2005:32): “financial statements give an accounting picture of the firm’s operations and financial position.” Artinya laporan keuangan dapat memberikan suatu gambaran akuntansi dari pengoperasian dan penempatan keuangan perusahaan. Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan merupakan hasil akhir aktivitas suatu perusahaan yang dibuat oleh manajemen dan diproses melalui siklus akuntansi yang akan digunakan oleh pemilik perusahaan, calon investor, kreditur, pemerintah dan pihak-pihak lain yang berkepintingan untuk melihat kinerja keuangan dan operasional perusahaan.
10
11
2.1.1 Tujuan dan Manfaat Laporan Keuangan Laporan keuangan merupakan informasi yang diharapkan mampu memberikan bantuan kepada pengguna untuk membuat keputusan ekonomi yang bersifat financial. Menurut Harahap (2010:132) tujuan laporan keuangan adalah : 1. Untuk memberikan informasi keuangan yang dapat dipercaya mengenai aktiva dan kewajiban serta modal suatu perusahaan. 2. Untuk memberikan informasi yang dapat dipercaya mengenai perubahan dalam aktiva netto (aktiva dikurangi kewajiban) suatu perusahaan yang timbul dari kegiatan usaha dalam rangka memperoleh laba. 3. Untuk memberikan informasi keuangan yang membantu para pemakai laporan dalam menaksirkan potensi perusahaan dalam menghasilkan laba. 4. Untuk memberikan informasi penting lainnya mengenai perubahan dalam aktiva dan kewajiban suatu perusahaan, seperti informasi mengenai aktivitas pembiayaan dan investasi. 5. Untuk mengungkapkan sejauh mungkin informasi lain yang berhubungan dengan laporan keuangan yang relevan untuk kebutuhan pemakai laporan, seperti informasi mengenai kebijakan akuntansi yang dianut perusahaan. Manfaat intern dari hasil interpretasi laporan keuangan dapat berupa tingkat kinerja keuangan perusahaan, kondisi keuangan perusahaan dibandingkan dengan perusahaan saingan, efektifitas manajemen dalam pengoperasian perusahaan dan sebagainya, sedangkan manfaat ekstern dari hasil interpretasi laporan bagi investor dapat digunakan untuk membantu dalam pengambilan keputusan untuk menanamkan dana atau menarik modalnya pada perusahaan, bagi kreditur yaitu untuk membantu pengambilan keputusan dalam pemberian pinjaman kepada perusahaan. Secara luas manfaat yang diberikan oleh laporan keuangan adalah informasi mengenai tingkat kinerja keuangan perusahaan yang mengeluarkan laporan keuangan tersebut. Tingkat kinerja perusahaan dapat diketahui dengan melakukan analisis dan interpretasi terhadap laporan keuangan. Dari analisis tersebut, dapat diketahui potensi-potensi dan kelemahan-kelemahan yang dimiliki
12
oleh perusahaan, sehingga pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan dapat menggunakannya sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
2.1.2 Pengguna Laporan Keuangan Pengguna laporan keuangan sangat beragam dan memanfaatkan informasi dari laporan keuangan sesuai dengan kepentingan masing-masing kelompok. Menurut Harianto dan Sudomo (2010:93) kelompok pengguna dan pemanfaat laporan keuangan tersebut adalah: 1. Pemegang Saham Pemegang saham sebuah perusahaan publik akan sangat berkepentingan untuk memanfaatkan informasi yang berupa laporan keuangan. Sebagai pemilik perusahaan mereka akan menilai kinerja manajemen sebagai pihak yang diberi tanggung jawab untuk menjalankan dana pemegang saham. 2. Investor Investor menggunakan laporan keuangan untuk menilai laba yang dihasilkan perusahaan, karena berhubungan erat dengan harga pasar surat berharga (securities). Selain itu menggunakan laporan neraca untuk menilai kesehatan perusahaan yang mengeluarkan surat berharga tersebut. 3. Analisis Sekuritas Bagi para analisis sekuritas dan juga manajer investasi suatu perusahaan investasi, laporan keuangan digunakan untuk melakukan analisis teknikal dan analisis fundamental. Prioritasnya adalah untuk mendeteksi ketidaktepatan. 4. Manajer Pengguna
laporan
pertanggungjawabkan
keuangan
untuk
manajer
kepada
pemegang
saham.
merupakan
bentuk
Selain
laporan
itu
keuangan digunakan sebagai landasan untuk menuntut hak manajemen dan menjabarkan kewajiban yang telah dilakukan oleh manajemen kepada pemegang saham. 5. Karyawan Pengguna laporan keuangan untuk melihat rencana pensiun di masa mendatang.
13
6. Pemasok dan Kreditor Laporan keuangan digunakan untuk memberikan informasi tentang likuiditas, solvabilitas dan profitabilitas yang sangat berperan dalam proses kredit dan perbankan. 7. Pelanggan Laporan keuangan merupakan media informasi bagi pelanggan yang mampu memberikan informasi tentang jaminan kelangsungan perusahaan dan kualitas produk yang dibelinya. 8. Pemerintah Laporan keuangan digunakan pemerintah, dalam hal ini adalah instansi pajak untuk menentukan tingkat pajak perusahaan. 9. Pengguna Lain Pengguna lain ini seperti lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi, lembaga internasional, dan lain-lain.
2.1.3 Jenis-Jenis Laporan Keuangan Laporan keuangan disajikan manajemen untuk semua pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan. Informasi yang ada dalam laporan keuangan ini dapat langsung digunakan oleh pemakai, namun ada juga yang harus dianalisis lebih lanjut misalnya dengan menggunakan rasio-rasio keuangan. Setiap pemakai mempunyai kebutuhan yang berbeda terhadap informasi keuangan. Berdasarkan kebutuhan tersebut, pemakai akan mencari informasi mana yang paling dibutuhkan untuk dianalisis dalam berbagai jenis laporan keuangan.lam periode tertentu Menurut Sundjaja dan Barlian (2007:4) mengatakan bahwa : “Laporan keuangan meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara seperti, misalnya sebagai laporan arus kas, atau laporan arus dana), dan catatan atau laporan keuangan, laporan lain serta materi pembahasan yang merupakan bagianintegral dari laporan keuangan.”
14
Dari kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya ada tiga jenis laporan keuangan yang utama, yaitu income statement (laporan laba rugi). Sedangkan laporan lainnya yang juga tercantum dalam kutipan di atas merupakan bagian integral dari laporan keuangan utama, dan bukan laporan keuangan yang berdiri sendiri.
2.2
Rasio Keuangan Analisis internal perusahaan dapat diukur dari laporan keuangan pada
setiap periode yang berasal dari neraca dan laporan laba-rugi. Analisis laporan keuangan yang dilakukan adalah menyangkut rasio-rasio keuangan perusahaan yang dapat menggambarkan kinerja perusahaan.
2.2.1 Pengertian Rasio Keuangan Rasio keuangan dalam penggunaannya dari suatu perusahaan membantu memprediksikan nilai perusahaan di periode yang akan datang dengan menghitung dari laporan keuangan di periode sebelumnya. Pengertian analisis keuangan menurut Gitman (2006:54): “Involves methods of calculating and interpreting ratios to analyze and monitor the firm’s performance.” Artinya bahwa ratio keuangan meliputi metode untuk menghitung dan menginterpretasikan rasio keuangan untuk menganalisis dan mengawasi kinerja perusahaan. Kemudian menurut Abdullah (2008:41) bahwa : “Rasio keuangan adalah teknik analisis keuangan ntuk mengetahui hubungan diantara pos-pos tertentu dalam neraca maupun laporan laba rugi baik secara individu maupun secara simultan.” Dengan demikian analisis rasio keuangan merupakan perbandingan dua data keuangan dengan jalan membagi satu data dengan data lainnya. Analisis rasio juga memungkinkan manajer keuangan untuk memperkirakan reaksi para kreditor dan investor dan pandangan ke dalam tentang bagaimana kira-kira dana dapat diperoleh.
15
2.2.2 Jenis-Jenis Rasio Keuangan Untuk analisis rasio keuangan, diperlukan rasio-rasio keuangan yang mencerminkan aspek-aspek tertentu. Rasio-rasio keuangan dihitung dengan menggabungkan angka-angka di neraca dengan angka-angka pada laporan keuangan. Menurut Abdullah (2008:41) membagi analisis rasio keuangan menjadi empat rasio utama, yaitu : 1. Rasio Likuiditas Likuiditas suatu perusahaan merupakan kemampuan keuangan perusahaan dalam membayar hutang-hutang jangka pendek (maksimal satu tahun) dengan sejumlah aktiva lancar yang dimiliki. Tidak terdapat batasan tentang beberapa rasio yang terdapat pada kelompok rasio-rasio likuiditas maupun aspek lainnya. 2. Rasio Aktivitas Penggunaan rasio aktivitas pada umumnya guna mengukur efisiensi perusahaan dalam menggunakan aktiva yang dimiliki. Namun demikian secara individual rasio tersebut mencerminkan kemampuan perusahaan dalam hal penggunaan persediaan dalam menghasilkan penjualan. 3. Rasio Solvabilitas Rasio solvabilitas atau debt ratio dipergunakan dengan pengukuran rentabilitas perusahaan, yaitu kemampuan perusahaan membayar utang-utangnya, terutama jangka panjang. Besarnya jumlah utang yang terdapat pada neraca menunjukkan berapa besar modal pinjaman yang digunakan perusahaan dalam menjalankan operasinya. 4. Rasio Profitabilitas Rasio profitabilitas dipergunakan berhubungan dengan penilaian terhadap kinerja keuangan dalam menghasilkan laba. Terdapat beberapa pengukuran terhadap profitabilitas atau rentabilitas suatu perusahaan yang masing-masing dihubungkan dengan total aktiva, modal sendiri maupun nilai perusahaan yang dicapai.
16
2.3
Kebijakan Dividen Kebijakan deviden sering dianggap sebagai signal bagi investor dalam
menilai baik buruknya perusahaan, hal ini disebabkan karena kebijakan deviden dapat membawa pengaruh terhadap harga saham perusahaan. Kebijakan dividen adalah keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi di masa datang. 2.3.1 Dividen Dividen merupakan salah satu potensi keuntungan dari investasi melalui saham, maka pihak manajemen perusahaan perlu memperhatikan kebijakan dividen yang akan diterapkan dalam rangka menarik minat investor untuk menanamkan modalnya dalam perusahaan dalam bentuk kepemilikan saham. Pengertian dividen menurut Hanafi (2012:3) adalah sebagai berikut: “Dividen merupakan kompensasi yang diterima oleh pemegang saham, disamping capital gain”. Disatu pihak, setiap perusahaan selalu menginginkan adanya pertumbuhan pendapatan bagi perusahaan dan dapat membayarkan dividen kepada pemegang saham. Dilain pihak, kedua tujuan tersebut selalu bertentangan. Sebab seandainya makin tinggi tingkat dividen yang dibayarkan, berati semakin sedikit laba yang akan ditahan, dan akibatnya menghambat tingkat pertumbuhan dalam pendapatan dan harga sahamnya. Jika perusahaan ingin menahan sebagian besar pendapatannya untuk tetap didalam perusahaan berarti bahwa sebagian dari pendapatan yang tersedia untuk pembayaran dividen adalah semakin kecil.
2.3.2 Jenis – Jenis Dividen Dividen merupakan aliran kas yang dibayarkan kepada para pemegang saham, besar rasio pembayaran dividen tunai kepada para pemegang saham ditunjukkan melalui Dividend Payout Ratio (DPR). Menurut Baridwan (2006:434) dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham ada beberapa jenis sebagai berikut:
17
1.
Dividen Tunai (Cash Dividend) Dividen tunai merupakan bentuk pembayaran dividen yang dibayarkan dalam bentuk uang tunai. Dividen jenis ini paling umum dibagikan oleh perusahaan kepada pemegang saham. Besar kecilnya dividen tergantung dari kebijakan yang dimiliki perusahaan.
2.
Dividen Saham (Stock Dividen) Dividen saham adalah dividen yang dibayarkan dalam bentuk saham dan merupakan tambahan saham bagi para pemegang saham.
3.
Dividen aktiva selain kas (Property Dividen) Pembayaran dividen dalam bentuk barang. Aktiva akan dibagikan biasanya berbentuk surat-surat berharga perusahaan lain yang dimiliki oleh perusahaan tersebut, barang dagangan atau aktiva lainnya.
4.
Dividen Utang (Scrip Dividend) Dividen utang timbul apabila laba yang tidak dibagikan saldonya mencukupi untuk pembayaran dividen, tetaoi saldo kas yang ada tidak mencukupi untuk pembagian dividen. Dividen jenis ini merupakan dividen yang dibayarkan dalam bentuk surat janji utang. Perusahaan berjanji untuk membayar tunai pada masa tertentu sesuai dengan perjanjian.
5.
Dividen Likuidasi (Liquidating Dividend) Dividen
likuidasi
merupakan
dividen
yang
sebagian
merupakan
pengembalian modal. Dividen ini tercatat dengan mendebit rekening pengembalian modal yang dalam neraca dilaporkan sebagai pengurangan modal saham. Dalam penelitian ini penulis memakai jenis dividen kas untuk kebijakan dividen yang dilakukan oleh perusahaan, yang pada umunya kebanyakan perusahaan membayarkan dividennya berupa kas, seperti yang dikatakan oleh Brealy, Myers dan Allen (2008:444): “Most companies pay a regular cash dividend each quarter” Artinya bahwa kebanyakan perusahaan membayarkan dividen dalam bentuk kas setiap kuartal.
18
Selain jenis dividen diatas ada juga yang disebut dengan dividen interim. Menurut Samsul (2006:140) dividen interim adalah dividen tunai yang dibayarkan sebelum tahun buku Perseroan berakhir. 2.3.3 Prosedur Pembayaran Dividen Kebijakan dividen terkait dengan keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi dimasa datang (Sartono, 2010:281). Pembayaran dividen akan membuat pemegang saham mempunyai tambahan return selain dari capital gain. Prosedur pembayaran dividen menurut Ross, Westerfield dan Jordan (2009:201) antara lain: 1.
Tanggal Deklarasi Tanggal deklarasi adalah tanggal dimana dewan direksi memberikan resolusi untuk membayar dividen atau tanggal pada saat direksi perusahaan mengeluarkan pernyataan berisi pengumuman pembagian dividen. Dividen yang diumumkan menjadi suatu kewajiban aktual pada tanggal pengumuman. Jika neraca disusun, maka besarnya dividen per lembar saham yang beredar akan muncul sebagai kewajiban lancar, dan laba yang ditahan akan dikurangi sebesar jumlah tersebut.
2.
Tanggal eks-dividen Untuk memastikan bahwa cek dividen diberikan kepada orang yang benar, perusahaan pulang dan pasar saham menetapkan tanggal eks-dividen. Tanggal eks-dividen adalah tanggal dua hari kerja sebelum tanggal pencatatan, menetapkan para individu yang berhak mendapatkan dividen. Jika kita membeli saham sebelum tanggal ini, kita dipastikan akan mendapatkan dividen. Jika kita membeli saham pada tanggal ini atau setelahnya, maka pemilik saham sebelumnya yang akan mendapatkan dividen.
3.
Tanggal Pencatatan Tanggal pencatatan adalah tanggal dimana pemegang saham harus berada dalam catatan agar bisa mendapatkan dividen. Jika perusahaan mencatat
19
seorang pemegang saham sebagai pemilik pada tanggal ini, pemegang saham tersebut berhak menerima dividen. Perusahaan menutup buku mengenai transfer saham dan menyusun daftar tentang nama-nama pemegang saham pada tanggal tersebut. 4.
Tanggal Pembayaran Tanggal pembayaran adalah tanggal dimana cek dividen dikirimkan.
2.3.4 Pengertian Kebijakan Dividen Kebijakan dividen adalah kebijakan yang mengatur berapa bagian laba bersih yang akan dibagikan sebagai dividen kepada para pemegang saham dan beberapa bagian laba bersih yang digunajan untuk membiayai investasi perusahaan. Pengertian kebijakan dividen menurut Martono dan Harjito (2007:253) yaitu: “Kebijakan dividen (dividen policy) merupakan keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan pada akhir tahun akan dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen atau akan ditahan untuk menambah modal guna pembiayaan investasi dimasa yang akan datang”. Pengertian kebijakan dividen menurut Gitman (2006:597): “A plan of action to be followed wherever in divivend decision is made” Artinya kebijakan dividen merupakan suatu rencana dari aksi yang dijalankan sewaktu-waktu pada keputusan dividen yang dibuat. Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kebijakan dividen adalah kebijakan yang mengatur berapa bagian laba bersih yang akan dibagikan sebagai dividen kepada para pemegang saham dan beberapa bagian laba bersih yang digunakan untuk membiayai investasi perusahaan. Di satu pihak, setiap perusahaan
selalu
menginginkan
adanya
pertumbuhan
pendapatan
bagi
perusahaan dan dapat membayarkan dividen kepada pemegang saham. Di lain pihak, kedua tujuan tersebut saling bertentangan, sebab seandainya makin tinggi tingkat dividen yang dibayarkan berarti semakin sedikit laba yang akan ditahan. Jika perusahaan ingin menahan sebagian besar pendapatannya untuk tetap ditahan
20
dalam perusahaan berarti sebagian pendapatan yang tersedia untuk pembayaran dividen adalah semakin kecil.
2.3.5 Teori Kebijakan Dividen Kebijakan dividen sering dianggap sebagai signal dalam menilai baik buruknya perusahaan, hal ini disebabkan karena kebijakan dividen dapat membawa pengaruh terhadap harga saham perusahaan. Terdapat bebarapa teori mengenai pengaruh kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan. 1.
Pandangan 1: Kebijakan dividen tak relevan Pandangan ini berasumsi bahwa tidak ada hubungan antara kebijakan dividen dan nilai saham. Seperti yang dijelaskan oleh Brigham dan Houston (2007:480) “dividend irrelevance theory is a firm’s dividend policy has no effect on either its value or its cost ofcapital.” Miler dan Modigliani menjelaskan bahwa berdasarkan keputusan investasi perusahaan, rasio pembayaran dividen hanyalah rincian dan tidak memperngaruhi kesejahteraan pemegang saham. Nilai perusahaan ditentukan hanya oleh kemampuan menghasilkan laba dari aset-aset perusahaan atau kebijakan investasinya, dan cara aliran laba dipercah antara dividen dan laba ditahab tidak mempengaruhi nilai ini.
2.
Pandangan 2: Kebijakan dividen yang relevan Gordon dan Lintner dalam Brigham dan Houston (2007:480) mengatakan dividen lebih pasti daripada perolehan modal, disebut juga dengan teori bird in the hard, yaitu kepercayaan bahwa pendapatan dividen memiliki nilai lebih tinggi bagi investor dari pada capital gains, teori ini mengasumsikan bahwa dividen lebih pasti daripada pendapatan modal.
3.
Efek informasi (information content, or signaling hypothesis) Signal is an action taken by a firm’s management that privides clues to investors about how management views the firm’s prospects, Brigham dan Houston (2007:199). Sedangkan pengertian information contentadalah teori yang menyatakan bahwa invetor menganggap perubahan dividen sebagai pertanda bagi perkiraan manajemen atas laba.
21
Information assymetry merupakan perbedaan kemampuan mengakses informasi antara manajemen dan investor yang bisa mengakibatkan harga saham lebih rendah daripada yang akan terjadi pada kondisi pasti. 4.
Clientele effect Clientele effect adalah kecenderungan perusahaan untuk menarik jenis investor yang menyukai kebijakan dividennya. Argumen Miller dan Modigliani menyatakan bahwa suatu perusahaan menetapkan kebijakan pembagian dividen khusus, yang selanjutnya menarik sekumpulan peminat atau clientele yang terdiri dari para investor yang menyukai kebijakan dividen khusus tersebut, Brigham dan Houston (2007:199). Kebijakan dan keputusan dividen pada hakekatnya akan menentukan porsi
keuntungan yang akan dibagikan kepada pemegang saham dan seberapa banyak yang ditahan sebagai retained earning. Perbandingan antara dividen dan keuntungan merupakan rasio pembayaran dividen (Dividend Payout Ratio) atau persentase dari pendapatan yang akan dibayarkan kepada pemegang saham sebagai cash dividend. Semakin tinggi tingkat dividen yang akan dibayarkan berarti semakin sedikit laba yang akan ditahan (retained earning). Ada saatnya dividen tersebut tidak dibagikan oleh perusahaan karena perusahaan
merasa
perlu
untuk
menginvestasikan
kembali
laba
yang
diperolehnya. Besarnya dividen tersebut dapat mempengaruhi harga saham. Apabila dividen yang dibayarkan tinggi, maka harga saham cenderung tinggi sehingga nilai perusahaan juga tinggi dan jika dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham kecil maka harga saham perusahaan yang membagikannya tersebut juga rendah. Kemampuan sebuah perusahaan membayar dividen erat hubunganya dengan kemampuan perusahaan akan membayarkan dividen juga tinggi. Dengan dividen yang besar akan meningkatkan nilai perusahaan.
2.3.6 Jenis-Jenis Kebijakan Dividen Kebijakan dividen berhubungan dengan keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan inevstasi dimasa
22
yang akan datang. Atas dasar teori tentang kebijakan dividen diatas, menurut Sutrisno (2009:268) jenis kebijakan dividen diantaranya: 1.
Kebijakan Pemberi Dividen Stabil Kebijakan pemberi dividen stabil ini artinya dividen akan diberikan secara tetap per lembar sahamnya untuk jangka waktu ternetu walaupun laba yang diperoleh perusahaan berfluktuasi. Dividen stabil ini dipertahankan untuk beberapa tahun, dan kemudian bila laba yang diperoleh meningkat dan peningkatanya mantap dan stabil, maka dividen juga akan ditingkatkan untuk selanjutnya dipertahankan selama beberapa tahun.
2.
Kebijakan Dividen yang Meningkat Dengan kebijakan ini, perusahaan akan membayarkan dividen kepada pemegang saham dengan jumlah yang selalu meningkat dengan pertumbuhan yang stabil.
3.
Kebijakan Dividen dengan Ratio yang Konstan Kebijakan ini memberikan dividen yang besarnya mengikuti besarnya laba yang diperoleh oleh perusahaan. Semakin besar laba yang diperoleh semakin besar dividen yang dibayarkan, demikian pula sebaliknya.
4.
Kebijakan Pemberian Dividen Reguler yang Rendah Ditambah Ekstra Kebijakan pemberian dividen dengan cara ini, perusahaan menentukan jumlah pembayaran dividen per lembar yang dibagikan kecil, kemudian ditambahkan dengan ekstra dividen bila keuntungannya mencapai jumlah tertentu.
2.3.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen Kebijakan dividen mengatur berapa bagian laba bersih yang akan dibagikan sebagai dividen kepada para pemegang saham dan berapa bagian laba bersih yang akan digunakan untuk membiayai investasi perusahaan. Besar kecilnya rasio pembayaran dividen tunai kepada para pemegang saham dipengaruhi oleh beberapa faktor.
23
Menurut Sutrisno (2009:267) faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya dividen yang dibayarkan oleh perusahaan kepada pemegang saham antara lain adalah: 1.
Posisi Solvabilitas Perusahaan Apabila perusahaan dalam kondisi insolvensi atau solvabilitasnya kurang menguntungkan, biasanya perusahaan tidak membagikan laba. Hal ini disebabkan laba yang diperoleh lebih banyak digunakan memperbaiki posisi structural modal.
2.
Posisi Likuiditas Perusahaan Bagi perusahaan yang kondisi likuiditasnya kurang baik, biasanya dividend payout ratio nya kecil, sebab sebagian besar laba yang digunakan untuk menambah likuiditas. Namun perusahaan yang sudah mapan dengan likuiditas yang baik cenderung memberikan dividen yang lebih besar.
3.
Kebutuhan untuk Melunasi Hutang Salah satu sumber dana perusahaan adalah dari kreditur berupa hutang, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Semakin banyak hutang yang harus dibayar. Semakin besar dana yang harus disediakan, sehingga mengurangi jumlah dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham. Disamping itu, dengan jatuh temponya hutang, berarti dana hutang tersebut harus diganti. Alternatif mengganti dana hutang bisa dengan mencari hutang baru atau meroll-over hutang, dan juga bisa dengan sumber dana interen dengan cara memperbesar laba ditahan. Hal ini tentunya akan memperkecil dividend payout ratio.
4.
Rencana Perluasan Perusahaan
yang
berkembang
ditandai
dengan
semakin
pesatnya
pertumbuhan perusahaan, dan hal ini bisa dilihat dri perluasaa yang dilakukan oleh perusahaan. Semakin pesat pertumbuhan perusahaan, juga semakin pesat perluasan yang dilakukan. Konsekuensinya semakin besar kebutuhan dana untuk membiayai perluasan tersebut. Kebutuhan dana dalam rangka ekspansi tersebut bisa dipenuhi baik dari hutang, menambah modal sendiri yang berasal dari pemilik, dan salah satunya juga bisa diperoleh dari internal
24
resources berupa memperbesar laba ditahan. Dengan demikian semakin pesat perluasan yang dilakukan perusahaan, semakin kecil dividend payout rationya. 5.
Kesempatan Investasi Kesempatan investasi juga merupakan faktor yang mempengaruhi dividen yang akan dibagi. Semakin terbuka kesempatan investasi, semakin kecil dividen yang dibayarkan sebab dananya digunakan untuk memperoleh kesempatan investasi. Namun bila kesempatan investasi yang kurang baik, maka dananya lebih banyak akan digunakan untuk membayar dividen.
6.
Stabilitas Pendapatan Bagi perusahaan yang pendapatannya stabil, dividen yang akan dibayarkan kepada pemegang saham lebih besar dibanding dengan perusahaan yang pendapatannya tidak stabil. Perusahaan yang pendapatannya stabil tidak perlu menyediakan kas yang banyak untuk berjaga-jaga, sedangkan perusahaan yang pendapatannya tidak stabil harus menyediakan uang kas yang cukup besar untuk berjaga-jaga.
7.
Pengawasan terhadap Perusahaan Kadang-kadang pemilik tidak mau kehilangan kendali terhadap perusahaan. Apabila perusahaan mencari sumber dana dari modal sendiri, kemungkinan akan masuk investor baru dan ini tentunya akan mengurangi kekuasaan pemilik lama dalam mengendalikan perusahaan. Jika dibelanjai dari hutang risikonya cukup besar. Oleh karena itu perusahaan cenderung tidak membagi dividenya agar pengendalian tetap berada ditangan.
2.3.8 Mengukur Tingkat Pembayaran Dividen Kebijakan dividen dalam penelitian ini diukur dengan Dividen Payout Ratio (DPR). Dividen Payout Ratio merupakan perbandingan antara dividen yang dibayarkan terhadap earning yang diperoleh perusahaan. Alasan mengapa Dividen Payout Ratio dipilih dalam penelitian ini adalah bahwa Dividen Payout Ratiolebih dapat menggambarkan perilaku oportunistik
25
manajerial yaitu dengan melihat berapa besar keuntungan yang dibagikan kepada shareholder sebagai dividen dan beberapa yang disimpan perusahaan. Dividen Payout Ratio menurut Sartono (2010:75) adalah: “Persentase laba yang dibayarkan dalam bentuk dividen, atau rasio antara laba yang dibayarkan dalam bentuk dividen dengan total laba yang tersedia bagi pemegang saham”. Sedangkan pengertian Dividen Payout Ratio menurut Gitman (2006:602) adalah: “Dividen Payout Ratio indicates the percentage of each dollar earned that is distributed to the owners in the form of cash. It is calculated by dividing the firm cash dividend per share by earning per share”. Dari kutipan di atas dapat diartikan bahwa Dividen Payout Ratio mengindikasikan persentase dari setiap dollar yang akan diperoleh yang dibagikan kepada pemilik saham dalam bentuk tunai. Pembagiannya dihitung dengan membagikan dividen dalam bentuk kas per lembar saham dengan laba per lembar saham. Dari pengertian diatas mengenai Dividen Payout Ratio, maka dapat disimpulkan Dividen Payout Ratio adalah rasio yang meilhat bagian pendapatan dari perusahaan yang dibayarkan kepada para pemegang saham dalam bentuk dividen, yang dihitung dengan membagi dividen perlembar saham dengan pendapatan per lembar saham. Dari pengertian tersebut Dividen Payout Ratio dapat diformulasikan menjadi:
x 100%
Dividen Payout Ratio = Dimana :
DPS = EPS =
(
)
26
2.4
Hutang Hutang menunjukan sumber modal yang berasal dari kreditur. Dalam
jangka waktu tertentu pihak perusahaan wajib membayar kembali atau wajib memenuhi tagihan yang berasal dari pihak luar tersebut. Pemenuhan kewajiban ini dapat berupa pembayaran uang, penyerahan barang atau jasa kepada pihak yang telah memberikan pinjaman kepada perusahaan.
2.4.1 Pengertian Hutang Hutang adalah Kewajiban suatu badan usaha / perusahaan kepada pihak ketiga yang dibayar dengan cara menyerahkan aktiva atau jasa dalam jangka waktu tertentu sebagai akibat dari transaksi di masa lalu. Menurut Fahmi (2013:160) hutang adalah kewajiban (liabilities). “liabilities atau hutang merupakan kewajiban yang dimiliki oleh pihak perusahaan yang berumber dari dana eksternal baik yang berasal dari sumber pinjaman perbankan, leasing, penjualan obligasi dan sejenisnya. Berdasarkan pengertian di atas bahwa hutang adalah kewajiban keuangan perusahaan kepada pihak-pihak lain yang belum terpenuhi, dimana hutang ini merupakan sumber dana atau modal suatu perusahaan. Karena itu suatu kewajiban adalah mewajibkan bagi perusahaan melaksanakan kewajiban tersebut, dan jika kewajiban tersebut tidak dilaksanakan secara tepat waktu akan memungkinkan bagi suatu perusahaan menerima sanksi atau akibat. Sanksi dan akibat yang diperoleh tersebut berbentuk pemindahan kepemilikan asset pada suatu saat.
2.4.2 Klasifikasi Hutang Hutang pembayarannya
adalah dengan
kewajiban-kewajiban menggunakan
yang
akan
sumber-sumber
diselesaikan
ekonomi
yang
diklasifikasikan sebagai utang jangka panjang dan utang jangka pendek. Menurut Fahmi (2013:163) klasifikasi hutang dibagi menjadi dua yaitu:
27
1.
Utang Jangka Pendek (Short-term liabilities) Short term liabilities (utang jangka pendek) sering disebut juga dengan utang lancar (current liabilities). Penegasan utang lancar karena sumber utang jangka pendek dipakai untuk mendanai kebutuhan-kebutuhan yang sifatnya mendukung aktivitas perusahaan yang segera dan tidak bisa ditunda. Dan utang jangka pendek ini umumnya harus dikembalikan kurang dari satu tahun. a.
Utang dagang (account payable) adalah pinjaman yang timbul karena pembelian barang-barang dagang atau jasa kredit.
b.
Utang wesel (notespayable)adalah promes tertulis dari perusahaan untuk membayar sejumlah uang atas perintah pihak lain pada tanggal tertentu yang akan datang ditetapkan (hutang wesel).
c.
Penghasilan yang ditangguhkan (diferred revenue) adalah penghasilan yang sebenarnya belum menjadi hak perusahaan. Pihak lain telah menyerahkan uang lebih dahulu kepada perusahaan sebelum perusahaan menyerahkan barang atau jasanya.
d.
Kewajiban yang harus dipenuhi (accrual payable) adalah kewajiban yang timbul karena jasa-jasa yang diberikan kepada perusahaan selama jangka waktu tetapi pembayarannya belum dilakukan (misalnya: upah, bunga, sewa, pensiun, pajak harta milik dan lain-lain).
2.
e.
Utang gaji
f.
Utang pajak
g.
Dan lain sebagainya
Utang Jangka Panjang (Long-term Liablities) Long-term Liablities (utang jangka panjang) sering disebut dengan utang tidak lancar (non current liabilities). Penyebutan utang tidak lancar karena dana yang dipakai dari sumber utang ini dipergunakan untuk membiayai kebutuhan yang bersifat jangka panjang. Alokasi pembiayaan jangka panjang biasanya bersifat tangiable asset (asset yang bisa disempuh), dan memiliki nilai jual yang tinggi jika suatu saat dijual kembali. Karena itu penggunaan dan utang jangka panjang ini dipakai untuk kebutuhan jangka panjang, seperti
28
pembangunan pabrik, pembelian tanah gedung, dan sebagainya. Adapun yang termasuk dalalm kategori utang jangka panjang (Long-term Liablities) ini adalah: a. Utang obligasi b. Wesel bayar c. Utang perbankan yang kategori jangka panjang d. Dan lain sebagainya
2.4.3 Kebijakan Hutang Kebijakan hutang perusahaan merupakan kebijakan yang diambil oleh pihak manajemen dalam rangka memperoleh sumber pendanaan dari pihak ketiga untuk
membiayai
aktivitas
operasional
perusahaan.
Menurut
Harmono
(2011:137) keputusan pendanaan oleh manajemen akan berpengaruh pada peneletian perusahaan yang terfleksi pada harga saham. Oleh karena itu, salah satu tugas manajer keuangan adalah menentukan kebijakan pendanaan yang dapat memaksimalkan harga saham yang merupakan cerminan dari suatu nilai perusahaan.
2.4.4 Teori Kebijakan Hutang Kebijakan hutang merupakan kebijakan perusahaan tentang seberapa jauh sebuah perusahaan menggunakan pendanaan hutang. Terdapat beberapa teori tentang pendanaan hutang dengan hubungan terhadap nilai perusahaan dalam (Mardiyati, Gatot, dan Ria 2012): 1. Teori struktur modal dari Miller dan Modigliani Pada teori ini mereka berpendapat bahwa dengan asumsi tidak ada pajak, tidak adanya informasi asimetris antara pihak manajemen dengan para pemegang saham, dan pasar terlibat dalam kondisi yang efisien, maka value yang bisa diraih oleh perusahaan tidak terkait dengan bagaimana perusahaan melakukan strategi pendanaan. Setelah menghilangkan asumsi tentang ketiadaan pajak, hutang dapat mengehemat pajak yang dibayar (karena hutang menimbulkan
29
pembayaran bunga yang mengurangi jumlah penghasilan yang terkena pajak) sehingga nilai perusahaan bertambah. 2. Trade off theory Pada teori ini menjelaskan bahwa semakin tinggi perusahaan melakukan pendanaan menggunakan hutang maka akan semakin besar pula resiko mereka untuk mengalami kesulitan keuangan karena membayar bungan tetap yang terlalu besar bagi para debtholders setiap tahunnya dengan kondisi laba bersih yang belum pasti. 3. Teori Keagenan Menurut pendekatan ini, struktur modal disusun untuk mengurangi konflik antara berbagai kelompok berkepentingan. Kelompok pemegang saham dengan manajer sebenarnya adalah konsep free cash flow. Tetapi ada kecenderungan bahwa manajer ingin menahan sumber daya sehingga mempunyai kontrol atas sumber daya tersebut. Hutang bisa dianggap sebagai cara untuk mengurangi konflik keagenan terkait free cash flow. Jika perusahaan menggunakan hutang maka manajer akan dipaksa untuk mengeluarkan kas dari perusahaan (untuk membayar bunga). 4. Teori Signaling Jika manajer memiliki keyakinan bahwa prospek perusahaan baik, dan karenanya ingin agar harga saham meningkat, manajer tersebut tentunya ingin mengkomunikasikan hal tersebut kepada para investor. Manajer bisa saja menggunakan hutang yang lebih banyak yang nantinya berperan sebagai sinyal yang lebih terpercaya. Ini karena perusahaan yang meningkatkan utang bisa dipandang sebagai perusahaan yang yakin dengan prospek perusahaan dimasa yang akan datang. Investor diharapkan akan menangkap sinyal tersebut, sinyal yang mengindikasikan bahwa perusahaan mempunyai prospek yang prospektif di masa depan. Jadi, kita dapat menyimpulkan dari penjelasan diatas bahwasannya hutang merupakan tanda atau signal positif dari perusahaan. Kebijakan hutang berkaitan dengan struktur modal karena hutang merupakan salah satu komposisi dalam struktur modal. Perusahaan dinilai beresiko
30
apabila memiliki porsi hutang yang besar dalam struktur modalnya. Namun apabila hutang tersebut dapat menghasilkan keuntungan, maka hutang akan dapat meningkatkan nilai perusahaan.
2.4.5 Mengukur Kebijakan Hutang Kebijakan hutang perusahaan merupakan tindakan manajemen perusahaan dalam mendanai kegiatan operasional perusahaan dengan menggunakan modal yang berasal dari hutang. Dalam penelitian ini kebijakan hutang diukur dengan Debt Equity Ratio (DER) yang merupakan perbandingan dari total hutang yang dimilki perusahan dengan total ekuitasnya. Debt Equity Ratio (DER) merupakan salah satu rasio pengelolaan modal yang mencerminkan kemampuan perusahaan untuk membiayai usaha dengan pinjaman yang disediakan oleh pemegang saham. Seperti yang diungkapkan oleh Martono dan Harjito (2007:59) : “DER adalah perbandingan total hutang yang dimiliki perusahaan dengan modal sendiri (ekuitas)” Hal serupa juga digunakan oleh Husnan dan Pudjiastuti (2012:70) yang menyatakan bahwa: “Debt Equity Ratio menunjukan perbandingan antara hutang dengan modal sendiri” DER menunjukan perbandingan dana yang disediakan pemilik atau manajemen perusahaan yang berasal dari kreditur perusahaan. Dari beberapa uraian di atas DER dirumuskan: Debt Equity Ratio =
x 100%
Rasio ini dapat melihat seberapa jauh perusahaan dibiayai oleh pihak luar dengan kemampuan perusahaan yang digambarkan oleh modal. Apabila perusahaan menetapkan bahwa pelunasan hutangnya akan diambil dari laba ditahan, berarti perusahaan menahan sebagian besar dari pendapatannya untuk keperluan tersebut, sehingga hanya sebagian kecil saja dari pendapatan uang
31
dibayarkan oleh dividen. Pada umumnya makin besar angka DER perusahaan dianggap semakin berbahaya secara financial, semakin besar angka DER suatu perusahaan maka manajemennya harus semakin kerja keras untuk menjaga arus kas perusahaan. Resiko yang makin tinggi diharapkan memberikan laba yang juga lebih tinggi. (High Risk High Return). Hal ini bagi investor saham fundamental diperhitungkan sebagai pertimbangan saat membeli atau menjual saham. Dengan tingkat resiko yang makin tinggi maka investor fundamental akan menawar makin rendah harga sahamnya. Sebaliknya makin rendah angka DER suatu perusahaan investor fundamental akan menghargai makin tinggi karena tingkat resikonya yang lebih rendah. Investor akan lebih berani membeli saham dengan harga lebih tinggi dengan catatan semua kondisi sama.
2.4.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Hutang Keputusan perusahaan dalam memilih sumber dana selain memerhatikan dampaknya terhadap profitabilitas, juga perlu mempertimbangkan faktor-faktor lain sebagai berikut (Sudana, 2011:162): 1. Tingkat Pertumbuhan Penjualan Perusahaan yang tingkat pertumbuhan penjualan relatif tinggi dimungkinkan untuk dibelanjai dengan menggunakan utang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang pertumbuhan penjualannya rendah, karena keuntungan yang diperoleh dari peningkatan penjualan tersebut diharapkan masih bisa menutup biaya bunga utang. 2. Stabilitas Penjualan Perusahaan yang penjualannya stabil dapat menggunakan utang yang jumlahnya lebih banyak daripada perusahaan yang penjualannya berfluktuasi. Karena jika perusahaan yang penjualannya berfluktuasi menggunakan utang yang besar, maka perusahaan tersebut akan mengalami kesulitan keuangan. 3. Karakteristik Industri Karakteristik industri dapat dilihat dari berbagai aspek, misalnya apakah perusahaan termasuk dalam industri yang padat karya atau industri yang bersifat padat modal. Perusahaan yang termasuk dalam industry yang
32
tergolong padat modal sebaiknya lebih banyak menggunakan modal sendiri dibandingkan dengan utang, mengingat investasi dalam barang modal membutuhkan waktu yang lebih lama. 4. Struktur Aktiva Perusahaan dengan komposisi aktiva lancar yang lebih besar daripada komposisi aktiva tetap terhadap total aktiva dapat menggunakan utang lebih besar untuk mendanai investasinya dibandingkan dengan perusahaan yang komposisi aktiva tetapnya lebih besar dibandingkan dengan aktiva lancar. 5. Sikap Manajemen Perusahaan Manajer perusahaan yang berani menanggung risiko (agresif) cenderung mendanai investasi perusahaannya dengan utang yang lebih banyak dibandingkan dengan manajer perusahaan yang tidak menanggung risiko. 6. Sikap Pemberi Pinjaman Dewasa ini bank dituntut untuk lebih berhati-hati dalam penyaluran kredit kepada nasabah atau lebih dikenal dengan sikap prudential. Hal ini akan berdampak pada penyaluran kredit yang lebih selektif oleh pihak bank kepada nasabah,
sehingga
akan
mengurangi
kesempatan
perusahaan
dalam
memperoleh pinjaman dari bank.
2.5
Profitabilitas Salah satu rasio yang digunakan dalam menganalisis kinerja keuangan dari
suatu perusahaan adalah rasio profitabilitas. Rasio profitabilitas adalah sekelompok rasio yang menunjukkan gabungan efek-efek dari likuiditas, manajemen aktiva, dan hutang pada hasil-hasil operasi.
2.5.1 Pengertian Profitabilitas Rasio profitabilitas merupakan hal yang sangat penting, tidak hanya bagi manajemen sebagai alat ukur kinerja perusahaan, tetapi juga bagi investor dan kreditur. Rasio ini merupakan efektifitas keseluruhan dari operasi perusahaan.
33
Menurut Martono dan Harjito (2007:59) : “Rasio profitabilitas terdiri dari dua jenis rasio yang menunjukan laba dalam hubungannya dengan penjualan dan rasio yang menunjukan laba dalam hubungannya dengan investasi”. Menurut Hararap (2010:304): “Rasio profitabilitas adalah salah satu teknik analisis rasio keuangan yang menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui kemampuan sumber daya yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang dan sebagainya. Rasio ini menggambarkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba disebut juga (Operating Cost).” Sedangkan menurut Sugiono dan Untung (2008:70) : “Rasio profitabilitas rasio untuk mengukur efektivitas manajemen yang mencerminkan pada imbalan atas hasil investasi melalui kegiatan perusahaan atau dengan kata lain mengukur kinerja perusahaan secara keseluruhan dan efisiensi dalam pengeleloaan kewajiban dan modal”. Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa rasio profitabilitas mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dari kegiatan bisnis yang dilakukan. Hasilnya, investor dapat melihat seberapa efisien perusahaan menggunakan asset dan dalam melakukan operasinya untuk menghasilkan keuntungan. Rasio profitabilitas merupakan hasil akhir dari sejumlah kebijakan dan keputusan yang dilakukan oleh perusahaan.
2.5.2 Mengukur Profitabilitas Pengukuran terhadap profit akan memungkinkan bagi perusahaan dalam hal ini pihak manajemen untuk mengevaluasi tingkat earning dalam hubungan dengan volume penjualan jumlah aktiva dan investasi tertentu dari pihak manajemen. Menurut Gitman (2006:67) bahwa dalam profitability ratio ini ada beberapa rumusan yang digunakan diantaranya adalah : 1. Gross Profit Margin =
Sales COGS Net Sales
34
2. Operating Profit Margin =
Operating Profit Sales
3. Net Profit Margin =
Earning Available per Common Stockholder Sales
4. Earning Per Share =
Earning Available per Common Stockholder Outstanding Share
5. Return On Equity =
Earning Available per Common Stockholder Common Stock Equity
6. Return On Investmen =
EAT Total Assets
Seperti terlihat di atas bahwa ada beberapa cara untuk mengukur tingkat profitabilitas perusahaan. Namun, penulis membatasi hanya akan menggunakan dengan cara rasio Return On Equity (ROE) yang merupakan suatu cara untuk mengukur seberapa banyak laba bersih yang bisa diperoleh dari seluruh kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan. Salah satu indikator yang digunakan investor untuk mengukur kinerja perusahaan adalah profitabilitas yang diukur dengan ROE, karena semakin tinggi laba, semakin tinggi pula nilai suatu perusahaan. Perusahaan yang mempunyai profitabilitas tinggi memberikan signal positif bagi investor sehingga investor akan tertarik berinvestasi pada perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi. Profitabilitas merupakan rasio yang diperhatikan oleh investor. Apabila investor ingin memilih salah satu di antara banyak jenis saham, maka investor akan memperhatikan profitabilitas perusahaan yang dapat dihitung oleh unsur-unsur neraca dan laporan laba rugi, sehingga dapat mengetahui perusahaan mana yang paling produktif dilihat dari segi Return on Equity (ROE). (Samsul, 2006: 130-131). Berikut beberapa definisi tentang Return on Equity (ROE) : Menurut Sutrisno (2009:239) : “Return on Equity (ROE) adalah kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan modal sendiri yang dimililki”.
35
Menurut Sawir (2006:20): “Return on Equity (ROE) merupakan sebuah rasio yang sering dipergunakan
oleh
pemegang
saham
untuk
menilai
kinerja
perusahaan yang bersangkutan, ROE mengukur besarnya tingkat pengembalian modal dari perusahaan”. Menurut Tambun (2007:149) : “Return on Equity (ROE) digunakan untuk mengukur Rate of Return (tingkat imbal hasil) ekuitas. Para analis sekuritas dan pemegang saham umumnya sangat memperhatikan rasio ini. Semakin tinggi returnyang dihasilkan sebuah perusahaan akan semakin tinggi harganya”. Dari keterangan diatas maka dapat disimpulkan bahwa Return on Equity (ROE) adalah sebuah rasio yang sering dipergunakan oleh pemegang saham untuk menilai kinerja perusahaan dan untuk mengukur besarnya tingkat pengembalian modal dari perusahaan. Peneliti menghitung Return on Equity (ROE) menggunakan rumus (Sawir, 2006:21) yaitu: ROE =
EAT x100% Total Equity
2.5.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Profitabilitas Profitabilitas adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba. Menurut Sawir (2006:26) faktor-faktor yang mempengaruhi profitabilitas sebagai berikut: 1. Rasio Likuiditas Rasio ini membandingkan kewajiban jangka pendek dengan sumber daya jangka pendek (lancar) yang tersedia untuk memenuhi kewajiban tersebut. Macam-macam rasio yang terdapat pada rasio likuiditas antara lain : a. Rasio Lancar (Current Ratio) Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancarnya.
36
b. Rasio Cepat (Acid-Test (Quick) ratio) Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek dengan aktiva yang paling likuid (cepat). 2. Rasio Aktivitas Disebut juga sebagai rasio efisiensi atau perputaran, mengukur seberapa efektif perusahaan menggunakan berbagai aktivanya. Contoh dari rasio aktivitas, antara lain : a. Average payable period Merupakan periode rata-rata yang diperlukan untuk membayar hutang dagang. b. Average day’s inventory Periode menahan persediaan rata-rata atau periode rata-rata persediaan barang dagang di gudang. 3. Ukuran perusahaan Terdapat tiga teori yang secara implisit menjelaskan hubungan antara ukuran perusahaan dan tingkat keuntungan, antara lain Widjayanti (2012): a. Teori teknologi, yang menekankan pada modal fisik, economies of scale, dan lingkup sebagai faktor-faktor yang menentukan besarnya ukuran perusahaan yang optimal serta pengaruhnya terhadap profitabilitas. b. Teori organisasi, menjelaskan hubungan profitabilitas dengan ukuran perusahaan yang dikaitkan dengan biaya transaksi organisasi, didalamnya terdapat teori critical resources. c. Teori institusional mengaitkan ukuran perusahaan dengan faktor-faktor seperti sistem perundang-undangan, peraturan anti-trust, perlindungan patent, ukuran pasar dan perkembangan pasar keuangan
2.6
Nilai Perusahaan Nilai perusahaan dicerminkan pada kekuatan tawar menawar saham.
Apabila perusahaan diperkirakan sebagai perusahaan mempunyai prospek pada masa yang akan datang, maka nilai sahamnya menjadi tinggi. Sebaliknya, apabila perusahaan dinilai kurang memiliki prospek maka harga saham menjadi rendah.
37
2.6.1 Pengertian Nilai Perusahaan Nilai
perusahaan
merupakan
persepsi
investor
terhadap
tingkat
keberhasilan perusahaan yang sering dilakukan dengan harga saham (Sujoko dan Seobiantoro, 2007). Harga saham yang tinggi akan membuat nilai perusahaan juga tinggi. Nilai perusahaan yang tinggi akan membuat pasar percaya tidak hanya pada kinerja perusahaan saat ini namun juga pada prospek dimasa depan. Nilai perusahaan menurut Brigham dan Enrhardt (2005:518) adalah sebagai berikut: “Corporate value which is the present value of expected free cash flow, discounted at a weighted average cost of capital”. Artinya nilai perusahaan merupakan nilai sekarang (present value) dari free cash flow dimasa mendatang pada tingkat diskonto sesuai rata-rata tertimbang biaya modal. Nilai perusahaan menutut Gitman (2006:352) : “The actual amount per share of common stock that would be recekved if all of the firm’s assets were sold for their market value”. Artinya nilai actual per lembar saham yang akan diterima apabila seluruh asset perusahaan dijual sesuai harga pasar. Sedangkan menurut Martono dan Harjito (2007:13) : berpendapat bahawa: “Memaksimumkan nilai perusahaan disebut sebagai memaksimumkan kemakmuran pemegang saham (stockholder wealth maximation) yang dapat diartikan juga sebagai memaksimumkan harga saham biasa dari perusahaan (maximizing the price of the firm’s common stock)”. Dari beberapa definisi dapat disimpulkan bahwa nilai perusahaan dapat ditentukan dari perbandingan hasil sebagai kinerja perusahaan yang terlihat dari laporan keuangan, dimana nilai perusahaan merupakan nilai sekarang (present value) dari free cash flow dimasa mendatang pada tingkat diskonto rata-rata tertimbang biaya modal. Memaksimalkan nilai perusahaan sangat penting artinya bagi suatu perusahaan, karena dengan memaksimalkan harga saham biasa
38
perusahaan berarti juga memaksimalkan kemakmuran pemegang saham yang merupakan tujuan utama perusahaan.
2.6.2 Jenis-Jenis Nilai Perusahaan Penilaian para investor atas saham di sebuah perusahaan, salah satunya dipengaruhi oleh return yang diberikan oleh perusahaan tersebut. Kenaikan harga saham dipicu oleh semakin tingginya penilaian investor atas saham tersebut. Disisi lain, kenaikan harga saham secara otomatis akan meningkatkan kemakmuran pemegang saham tersebut. Terdapat beberapa konsep nilai yang menjelaskan nilai suatu perusahaan. Menurut Yulius dan Tarigan (2007) jenis-jenis nilai perusahaan adalah: 1.
Nilai Nominal Nilai nominal adalah nilai yang tercantum secara formal dalam anggaran dasar perseroan, disebutkan secara eksplisit dalam neraca perusahaan juga ditulis jelas dalam surat saham kolektif.
2.
Nilai Pasar Nilai pasar sering disebut kurs adalah harga yang terjadi dari proses tawar menawar dipasar saham. Nilai ini hanya bisa ditentukan jika saham perusahaan dijual di pasar saham.
3.
Nilai Intrinsik Nilai intinsik merupakan konsep yang paling abstrak. Karena mengacu kepada perkiraan nilai rill suatu perusahaan. Nilai perusahaan dalam konsep nilai intrinsik ini bukan sekedar harga dari sekumpulan asset, melainkan nilai perusahaan sebagai entitas bisnis yang memiliki kemampuan menghasilkan keuntungan dikemudian hari.
4.
Nilai Buku Nilai bukua adalah nilai perusahaan yang dihitung dengan dasar konsep akuntansi. Secara sederhana dihitung dengan membagi selisih antar total aktiva dan total hutang dengan jumlah saham yang beredar.
39
5.
Nilai Likuidasi Nilai likuidasi adalah nilai jual seluruh asset perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban yang harus dipenuhi. Nilai likudiasi dapat dihitung dengan cara yang sma dengan menghitung nilai buku, yaitu berdasarkan neraca performa yang disiapkan ketika suatu perusahaan akan dilikuidasi. Dalam penelitian ini penulis lebih menekankan nilai perusahaan pada nilai
pasarnya yang dapat diproksi dari harga saham. Dengan melihat harga saham suatu perusahaan, para investor dapat menilai secara garis besar kondisi dari setiap perusahaan, karena harga saham mencerminkan nilai perusahaan itu sendiri. Apabila harga saham perusahaan itu naik maka dapat diartikan perusahaan tersebut memiliki kinerja yang baik, namun sebaliknya bila harga saham perusahaan itu turun maka dapat diartikan nilai dari perusahaan itu pun menurun. Menurut Kusumawijaya (2011:144) terdapat tiga jenis penilaian yang berhubungan dengan saham, yaitu nilai buku (book value), nilai pasar (market value) dan nilai intrinsik (intrinsic value). Nilai buku merupakan pembukuan nilai saham menurut pembukuan emiten. Nilai pasar merupakan pembukuan nilai saham di pasar saham dan nilai intrinsik merupakan nilai sebenarnya dari saham.
2.6.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Perusahaan Nilai perusahaan merupakan penilaian atau persepsi investor terhadap tingkat keberhasilan suatu perusahaan. Berikut adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi nilai perusahaan menurut Welley dan Untu (2014): 1.
Kebijakan Dividen Dalam kaitannya dengan nilai perusahaan, kebijakan dividen merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi nilai perusahaan. Apabila perusahaan dapat menentukan kebijakan dividen dengan tepat yaitu dapat menentukan seberapa besar keuntungan yang diperoleh untuk dibagikan dalam bentuk dividen kepada para pemegang saham maka hal tersebut akan berdampak kepada meningkatnya nilai perusahaan yang dapat dilihat dari harga saham.
40
2.
Kebijakan Hutang Kebijakan hutang merupakan tindakan manajemen perusahaan dalam mendanai kegiatan operasional perusahaan dengan menggunakan modal yang berasal dari hutang. Penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan, karena saat kebutuhan hutang naik, dana itu digunakan untuk pembiayaan perusahaan. Perusahaan di nilai beresiko apabila memiliki porsi hutang yang besar dalam struktur modalnya. Namun apabila hutang tersebut dapat menghasilkan
keuntungan,
maka
hutang
dapat
meningkatkan
nilai
Profitabilitas yang dihasilkan perusahaan dapat memaksimumkan
nilai
perusahaan. 3.
Profitabilitas
perusahaan. Semakin tinggi laba yang diterima perusahaan maka akan semakin tinggi nilai suatu perusahaan. Perusahaan yang mempunyai profitabilitas tinggi memberikan signal positif bagi investor sehingga investor akan tertarik berinvestasi pada perusahaan dengan profitabilitas tinggi. 4.
Resiko Perusahaan Semakin tinggi resiko perusahaan maka return yang diharapkan semakin tinggi, namun dengan resiko yang tinggi harga saham cenderung rendah sehingga dengan harga saham yang rendah mencerminkan nilai perusahaan yang rendah.
5.
Struktur modal Struktur modal yang optimal dapat memaksimalkan nilai perusahaan. Jika ingin menaikkan nilai perusahaan maka sebaiknya menggunakan hutang. Hutang dapat memaksimalkan nilai perusahaaan jika manfaat dari hutang tersebut lebih tingi dan biaya yang di timbulkan oleh hutang.
41
2.6.4 Saham Saham adalah surat berharga yang merupakan tanda kepemilikan seseorang atau badan terhadap suatu perusahaan.Wujud saham adalah selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut. Menurut Fahmi (2013:270) definisi saham adalah: “Saham adalah tanda bukti penyertaan kepemilikan modal/dana pada suatu perusahaan, yang tercantum dengan jelas nilai nominal, nama perusahaan dan diikuti dengan hak dan kewajiban yang dijelaskan kepada setiap pemegangnya dan persediaan yang siap untuk dijual”. Menurut Sutrisno (2009:310) pengertian saham adalah sebagai berikut: “Saham merupakan surat bukti kepemilikan perusahaan atau penyertaan pada perusahaan yang berbentuk perusahaan terbatas (PT)”. Sedangkan Menurut Martono dan Harjito (2007:367) menjelaskan bahwa “Saham adalah surat bukti atau tanda kepemilikan bagian modal pada suatu perusahaan”. Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa saham adalah tanda bukti keikutsertaan dalam permodalan perusahaan dan pemegang saham mempunyai hak atas sebagai kekayaan perusahaan itu dan proposinya sesuai dengan jumlah saham yang dimiliki oleh pemegang saham tersebut.
2.6.5 Mengukur Nilai Perusahaan Nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh pembeli apabila perusahaan tersebut dijual. Pengukuran variabel berupa nilai prusahaan dapat dilihat dari harga sahamnya. Menurut Hasnawati (2005:175) mengatakan bahwa : “Secara harfiah nilai perusahaan itu sendiri diamatai melalui kemakmuran pemegang saham yang dapat diukur melalui harga saham perusahaan di pasar modal”.
42
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa nilai perusahaan dapat diukur dengan menggunakan harga saham. Harga saham di pasar modal terbentuk berdasarkan kesepakatan antara permintaan dan penawaran investor, sehingga harga saham merupakan fair price yang dapat dijadikan proksi nilai perusahaan.Semakin tinggi harga saham, maka semakin tinggi nilai perusahaan, yang berarti kemakmuran pemegang saham juga semakin meningkat. Dalam penelitian ini, nilai perusahaan diukur dengan price to book value (PBV), karena perusahaan yang berjalan dengan baik umumnya mempunyai rasio PBV diatas satu, yang menunjukkan bahwa nilai pasar saham lebih besar dari nilai bukunya. Menurut Husnan (2008:67) nilai pasar saham dan nilai buku atau disebut dengan
price to book value dapat digunakan untuk mengukur nilai
perusahaan. Semakin besar rasio PBV semakin tinggi perusahaan dinilai oleh pemodal (investor). PBV dapat dihitung dengan membandingkan harga pasar dari suatu saham dengan nilai bukunya. Adapun yang dimaksud dengan nilai buku adalah perbandingan antara modal dengan saham yang beredar. Berdasarkan hal itu, PBV menunjukan seberapa besar suatu perusahaan mampu meciptakan nilai yang relatif terhadap jumlah modal yang diinvestasikan. Rasio ini mengetahui seberapa besar harga saham yang ada dipasar dibandingkan dengan nilai buku sahamnya. Semakin tinggi rasio ini menunjukan perusahaan semakin dipercaya, artinya nilai perusahaan menjadi lebih tinggi (Sutrisno, 2009:224). Dari pengertian tersebut Price Book Value (PBV) dapat dirumuskan sebagai berikut : PBV = Dimana :
harga perlembar saham nilai buku perlemar saham
Nilai buku =
modal jumlah saham yang beredar
Berdasarkan rasio PBV, dapat dilihat bahwa nilai perusahaan yang baik ketika nilai PBV diatas satu yaitu nilai pasar lebih besar dari pada nilai buku perusahaan. Semakin tinggi nilai PBV menunjukan nilai perusahaan semakin baik. Sebaliknya, apabila PBV dibawah satu mencerminkan nilai perusahaan tidak baik. Sehingga presepsi investor terhadap perusahaan juga tidak baik, karena
43
dengan nilai PBV di bawah satu menggambarkan harga jual perusahaan lebih rendah dibandingkan nilai buku perusahaan. Harga per lembar saham merupakan harga pasar saham per lembar sahamnya. Nilai buku perlembar saham digunakan untuk mengukur nilai shareholders equity atas setiap saham, dan besarnya dihitung dengan cara membagi total shareholders equity dengan jumlah saham yang beredar. Menurut Kusumawijaya (2011:129) PBV mempunyai beberapa keunggulan sebagai berikut: 1.
Nilai buku mempunyai ukuran intutif yang relatif stabil yang dapat diperbandingkan dengan harga pasar. Investor yang kurang dipercaya dengan metode discounted cash flow dapat menggunakan price book value (PBV) sebagai perbandingan.
2.
Nilai buku memberikan standar akuntansi yang konsisten untuk semua perusahaan. PBV dapat diperbandingkan antara perusahaan-perusahaan yang sama sebagai petunjuk adanya under atau overvaluation.
3.
Perusahaan-perusahaan dengan earning negatif, yang tidak bisa dinilai dengan menggunakan
price earning ratio (PER) dapat
dievaluasi
menggunakan price book value ratio (PBV).
2.7
Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu sangat penting sebagai dasar pijakan dalam rangka
menyusun skripsi ini. Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang akan mengarahkan penelitian ini.
44
Tabel 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu No
Nama Peneliti
Judul Penelitian
Hasil Penelitian
Sumber
1
Arie Afrizal, Abdul Rohman (2012)
Pengaruh keputusan investasi, Keputusan Pendanaan, dan Kebijakan Dividen terhadap Nilai Perusahaan
1) Keputusan investasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. 2) Keputusan pendanaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. 3) Kebijakan dividen berpengaruh negative dan tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. 4) Keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan kebijakan dividen berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.
Jurnal Akuntansi Universitas Dipenogoro . Vol. 1, No 2, Tahun 2012
2
Nani Martikarini (2012)
Pengaruh Profitabilitas, Kebijakan Hutang, Dan Dividen Terhadap Nilai Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2011
Jurnal Fakultas Ekonomi Jurusan AkuntansiUniversitas Gunadarma
3
Yuliana, Dinnul Alfian Akbar, Rini Aprillia (2012)
Pengaruh Struktur Modal Dan Return On Equity (ROE) Terhadap Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Sektor Pertanian Di Bursa Efek Indonesia (Perusahaan yang Terdaftar Di BEI)
Profitabilitas yang diukur dengan ROE dan kebijakan dividen yang diukur dengan DPR secara parsial berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan yang diukur dengan PBV. Sedangkan kebijakan hutang yang diukur dengan DER tidak berpengaruh dan tidak signifikan terhadap nilai perusahaan yang diukur dengan PBV. Kemudian secara simultan ROE, DER dan DPR berpengaruh terhadap PBV. Hasil penelitian ini menunjukan secara simultan, struktur modal dan Return on Equity (ROE) mempunyai pengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Sedangkan secara parsial, struktur modal tidak mempunyai pengaruh terhadap nilai perusahaan, dan Return on Equity (ROE) mempunyai pengaruh terhadap nilai perusahaan
Jurnal STIE MDP
45
No 4
5
Nama Peneliti Umi Mardiyati (2012)
Himatul Ulya (2014)
Judul Penelitian
Hasil Penelitian
Sumber
Pengaruh Kebijakan Dividen, Kebijakan Hutang Dan Profitabilitas Terhadap Nilai Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI) PERIODE 2005-2010
Kebijakan dividen yang diproksikan dengan variabel Dividend payout ratio (DPR) secara parsial memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap nilai perusahaan manufaktur yang diproksikan dengan PBV Kebijakan hutang berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. Profitabilitas memiliki pengaruh yang positif signifikan terhadap nilai perusahaan. Secara simultan kebijakan dividen, kebijakan hutang dan profitabilitas berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Jurnal Riset Manajemen Sains Indonesia (JRMSI) |Vol. 3, No. 1, 2012
Analisis Pengaruh Kebijakan Hutang, Kebijakan Dividen, Profitabilitas, Kinerja Perusahaan Dan Keputusan Investasi Terhadap Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI) TAHUN 20092011
1.Variabel kebijakan hutang (DER) menunjukan tidak memiliki pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. 2. Variabel kebijakan dividen (DPR) menunjukan tidak memiliki pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. 3. Variabel profitabilitas (ROE) menunjukan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. 4. Variabel kinerja perusahaan (ROA) menunjukan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. 5. Variabel keputusan investasi (PER) menunjukan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan.
Jurnal Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Dian Nuswantoro Semarang
46
No
Nama Peneliti
Judul Penelitian
Hasil Penelitian
Sumber
6
Zainab Morovvati Siboni, Mohamma d Reza Pourali (2015)
The Relationship between Investment Opportunity, Dividend Policy and Firm Value in Companies Listed in TSE: Evidence from IRAN.
Terdapat pengaruh yang signifikan antara kebijakan dividend an nilai perusahaan.
European Online Journal of Natural and Social Sciences, Vol.4, No.1 ISSN 18053602
7.
Morenly Welley Victoria Untu (2015)
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Perusahaan Di Sektor Pertanian Pada Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2013
Jurnal EMBA Vol.3 No.1 Maret 2015 ISSN 23031174
8.
Titin Herawati (2012)
Pengaruh Kebijakan Dividen, Kebijakan Hutang dan Profitabilitas terhadap Nilai Perusahaan dalam Indeks Kompas 100 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2011.
Hasil penelitian menunjukkan secara simultan Struktur modal, profitabilitas dan resiko perusahaan berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahan Secara parsial struktur modal dan resiko perusahaan berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. Sementara profitabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan dividen berpengaruh signifikan dan positif terhadap nilai perusahaan. Kebijakan hutang berpengaruh signifikan dan positif terhadap nilai perusahaan. Profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Secara simultan kebijakan dividen, Kebijakan hutang dan Profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan
2.8
Jurnal Ekonomi Universitas Negeri Padang
Kerangka Berpikir Setiap perusahaan membutuhkan modal guna menjalankan aktivitas dan
kegiatan operasionalnya. Dalam berinvestasi para investor maupun calon investor perlu mengumpulkan informasi sebagai salah satu dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan investasi di pasar modal. Pada pasar modal yang efisien, harga saham mencerminkan semua informasi baru. Sumber informasi tersebut dapat diperoleh dengan menganalisis laporan keuangan. Maka dari itu setiap
47
tahun perusahaan publik yang terdaftar di BEI berkewajiban untuk menyimpan dan menyampaikan laporan keuangan kepada BAPEPAM, para investor dan publik.Indikator yang biasanya digunakan para investor adalah dengan memperhatikan kebijakan dividen, kebijakan hutang, dan profitabilitasnya terhadap nilai perusahaan. Kebijakan dividen ini terkait dengan keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi dimasa datang (Sartono, 2010:281). Pembagian dividen akan membuat pemegang saham mempunyai tambahan return selain dari capital gain. Kebijakan dividen di ukur dengan Dividen Payout Ratio (DPR). Indikator lain yang harus diperhatikan oleh investor selain dari tingkat return adalah kebijakan hutang yang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi nilai perusahaan. Menurut Weston dan Copeland dalam Herawati (2013): “in principle, every company needs funds and the fulfillment of the funds can come from internal resources or external sources. Debt policy needs to be managed for the use of high debt will increase the value of the company for the use of debt can save on taxes. The use of high debt can also reduce the value of the company because of the possibility of bankruptcy costs and agency fee”. Jadi pada prinsipnya setiap perusahaan membutuhkan dana dan pemenuhan dana tersebut dapat berasal dari sumber intern ataupun sumber ekstern. Kebijakan hutang perlu dikelola karena penggunaan hutang yang tinggi akan meningkatkan nilai perusahaan karena penggunaan hutang dapat menghemat pajak. Penggunaan hutang yang tinggi juga dapat menurunkan nilai perusahaan karena adanya kemungkinan timbulnya biaya kepailitan dan biaya keagenan. Kebijakan Hutang itu sendiri diukur dengan Debt to Equity Ratio (DER). Selain kebijakan dividen, dan kebijakan hutang, indikator lain yang harus diperhatikan investor adalah profitabilitas suatu perusahaan. Semakin tinggi laba, semakin tinggi pula nilai suatu perusahaan. Pengambilan variabel ROE sebagai indikator profitabilitas dikarenakan atas dasar ROE mempunyai keterkaitan yang
48
paling kuat untuk dihubungkan dengan variabel PBV yang merupakan sebagai sampel dari indikator nilai perusahaan. Dimana ROE menunjukan berapa besarnya pengembalian atas modal atau equity yang akan ditanamkan oleh investor. Penilaian para investor atas saham di sebuah perusahaan, salah satunya dipengaruhi oleh return yang diberikan oleh perusahaan tersebut. Kenaikan harga saham dipicu oleh semakin tingginya penilaian investor atas saham tersebut. Disisi lain, kenaikan harga saham secara otomatis akan meningkatkan kemakmuran pemegang saham tersebut. Dengan demikian, apabila terjadi kenaikan harga pasar saham maka nilai perusahaan pun akan meningkat. Nilai perusahaan itu sendiri, menurut Husnan dan Pudjiastuti (2012:6) merupakan nilai harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual. Nilai perusahaan terutama perusahaan publik akan tercemin pada harga sahamnya (Sartono, 2010:9). Dalam penelitian ini, nilai perusahan diukur dengan Price to Book Value (PBV), yang merupakan perbandingan harga pasar dari suatu saham dengan nilai bukunya. Adapun yang dimaksud dengan nilai buku adalah perbandingan antara modal dengan jumlah saham yang beredar. Berdasarkan nilai bukunya, PBV menunjukkan seberapa besar suatu perusahaan mampu menciptakan nilai yang relatif terhadap jumlah modal yang diinvestasikan. Berdasarkan rasio PBV, dapat dilihat bahwa nilai perusahaan yang baik ketika nilai PBV diatas satu yaitu nilai pasar lebih besar daripada nilai buku perusahaan. Semakin tinggi nilai PBV menunjukan nilai perusahaan semakin baik. Sebaliknya, apabila PBV dibawah nilai satu mencerminkan nilai perusahaan tidak baik. Sehingga persepsi investor terhadap perusahaan juga tidak baik, karena dengan nilai PBV dibawah satu menggambarkan harga jual perusahaan lebih rendah dibandingkan nilai buku perusahaan. Menurut Herawati (2012) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa kebijakan dividen yang diukur dengan DPR berpengaruh secara signifikan terhadap nilai perusahaan yang diukur dengan PBV. Hal ini menjelaskan kebijakan dividen merupakan sinyal yang baik untuk perusahaan dimasa mendatang. Karena menarik
49
investor untuk membeli saham perusahaan. Kemudian kebijakan hutang yang diukur dengan DER berpengaruh signifikan dan positif terhadap nilai perusahaan yang diukur dengan PBV. Hal ini menjelaskan bahwa dimana tinggi rendahnya hutang mempengaruhi keputusan pemegang saham dalam meningkatkan nilai perusahaan. Disamping itu profitabilitas yang diukur dengan ROE berpengaruh secara signifikan terhadap nilai perusahaan yang diukur dengan PBV. Hal ini disebabkan keuntungan yang tinggi juga akan memberikan suatu prospek perusahaan yang baik sehingga dapat merespon investor untuk meningkatkan permintaan saham. Permintaan saham yang meningkat akan menyebabkan nilai perusahaan meningkat.
2.8.1 Pengaruh Kebijakan Dividen, Kebijakan Hutang dan Profitabilitas terhadap Nilai Perusahaan Nilai perusahaan merupakan persepsi atau penilaian investor terhadap suatu perusahaan, dimana sering dikaitkan dengan harga saham. Harga saham yang disebut dengan nilai pasar perusahaan juga tinggi. Nilai perusahaan atau juga disebut dengan nilai pasar perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual. Fakta menunjukan bahwa nilai kekayaan yang ditunjukan pada neraca tidak memiliki hubungan dengan nilai pasar dari perusahaan. Hal ini disebabkan karena perusahaan memiliki kekayaan yang tidak bisa laporkan dalam neraca seperti manajemen yang baik, reputasi yang baik dan prospek yang cerah. Nilai perusahaan juga didefinisikan sebagai nilai pasar karena nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran pemegang saham secara maksimum apabila harga saham perusahaan meningkat. Sehingga dari pengertian tersebut nilai perusahaan diukur dengan menggunakan harga saham. Salah satu kebijakan yang sangat sensitif terhadap nilai perusahaan adalah kebijakan hutang. Semakin tinggi proporsi hutang maka semakin tinggi nilai perusahaan. Hal ini berkaitan dengan bagaimana perusahaan
memanfaatkan
hutang tersebut untuk mengoptimalkan laba perusahaannya. Selain itu dengan adanya hutang, akan menimbulkan keuntungan dari penggunaan pajak karena
50
adanya bunga yang dibayarkan akibat penggunaan hutang tersebut mengurangi penghasilan yang terkena pajak. Nilai perusahaan juga dapat dilihat dari kemampuan perusahaan membayar dividen. Terkait dengan seberapa besar dividen yang akan didistribusikan kepada para pemegang saham, maka hal ini ditentukan berdasarkan kebijakan dividen sebuah perusahaan. Apabila dividen yang dibayar tinggi, maka harga saham cenderung tinggi sehingga nilai perusahaan juga tinggi. Kemampuan membayar dividen erat hubungannya dengan kemampuan perusahaan memperoleh laba. Jika perusahaan memperoleh laba yang besar, maka kemampuan membayar dividen juga besar. Oleh karena itu, dengan dividen yang besar akan meningkatkan nilai perusahaan. Penelitian yang dilakukan Martikarini (2012) dalam jurnal Universitas Gunadarma, menyatakan bahwa secara simultan ROE, DER dan DPR berpengaruh terhadap PBV.
Menurut Mardiyati (2012) dalam Jurnal Riset Manajemen Sains Indonesia (JRMSI) |Vol. 3, No. 1, menyatakan bahwa secara simultan kebijakan dividen, kebijakan hutang dan profitabilitas berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
2.8.1.1 Pengaruh Kebijakan Dividen terhadap Nilai Perusahaan Dalam kaitannya dengan nilai perusahaan, kebijakan dividen merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi nilai perusahaan. Apabila perusahaan dapat menentukan kebijakan dividen dengan tepat yaitu dapat menentukan seberapa besar keuntungan yang diperoleh untuk dibagikan dalam bentuk dividen kepada para pemegang saham maka hal tersebut akan berdampak kepada meningkatnya nilai perusahaan yang dapat dilihat dari harga saham. Kebijakan dividen itu sendiri adalah keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi dimasa yang akan datang (Sartono, 2010:281). Menurut Werner (2008) dalam jurnalnya mengemukakan bahwa perusahaan yang membagikan dividen, memberikan tanda pada pasar bahwa
51
perusahaan tersebut memiliki prospek ke depan yang cerah dan mampu untuk mempertahankan tingkat kebijakan dividen yang telah ditetapkan pada periode sebelumnya. Perusahaan dengan prospek ke depan yang cerah, akan memiliki harga saham yang semakin tinggi. Temuan penelitiannya menunjukan dukungan pada teori Signaling, dimana kebijakan dividen berpengaruh positif terhadap harga saham. Dalam penelitian Wijaya dan Wibawa (2010) menyatakan bahwa kebijakan dividen berpengaruh terhadap nilai perusahaan sebesar 20,6%. Selain itu, Wijaya dan Wibawa menyatakan bahwa perusahaan akan membayar dividen yang besar kepada pemegang saham karena dapat meningkatkan nilai perusahaan. Menurut Martikarini (2012) dalam jurnal Universitas Gunadarma menyatakan bahwa kebijakan dividen yang diukur dengan DPR secara parsial berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan yang diukur dengan PBV. Penelitian yang dilakukan Mardiyati (2012) dalam Jurnal Riset Manajemen Sains Indonesia (JRMSI) |Vol. 3, No. 1, menyatakan bahwa Kebijakan dividen yang diproksikan dengan variabel Dividend payout ratio (DPR) secara parsial memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap nilai perusahaan manufaktur yang diproksikan dengan PBV. Sedangkan penelitian lain yang dilakukan Ulya (2014) dalam jurnal Universitas Dian Nuswantoro Semarang, menyatakan bahwa Variabel kebijakan dividen (DPR) menunjukan tidak memiliki pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap nilai perusahaan.
2.8.1.2 Pengaruh Kebijakan Hutang terhadap Nilai Perusahaan Kebijakan hutang merupakan tindakan manajemen perusahaan dalam mendanai kegiatan operasional perusahaan dengan menggunakan modal yang berasal dari hutang. Hutang merupakan suatu mekanisme
lain yang dapat
digunakan untuk mengukur konflik keagenan. Dengan adanya hutang akan dapat mengendalikan penggunaan free cash flow secara berlebihan oleh manajemen, dengan demikian akan dapat mengindari investasi yang sia-sia.
52
Penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan, karena saat kebutuhan utangnya naik, dana itu digunakan untuk pembiayaan perusahaan. Peningkatkan nilai tersebut dikaitkan dengan harga saham dan penurunan hutang akan menurunkan harga saham. Menurut Fahmi (2013:175) bahwa utang yang terus tumbuh tanpa pengendalian hanya akan menimbulkan penurunan nilai perusahaan, artinya publik ragu ketika perusahaan memiliki kondisi hutang yang extream leverage apakah hutang tersebut bisa dilunasi atau tidak. Dan disaat keyakinan publik menurun maka reaksi negatif dari para pemegang saham akan terlihat yaitu dalam bentuk “pelepasan saham”. Kebijakan hutang berkaitan dengan struktur modal karena hutang merupakan salah satu komposisi dalam struktur modal. Perusahaan dinilai beresiko apabila memiliki porsi hutang yang besar dalam struktur modalnya. Namun apabila hutang tersebut dapat menghasilkan keuntungan, maka hutang dapat meningkatkan nilai perusahaan. Penelitian yang dilakukan Martikarini (2012) dalam jurnal Universitas Gunadarma, menyatakan bahwa kebijakan hutang yang diukur dengan DER tidak berpengaruh dan tidak signifikan terhadap nilai perusahaan yang diukur dengan PBV. Penelitian yang dilakukan Mardiyati (2012) dalam Jurnal Riset Manajemen Sains Indonesia (JRMSI) |Vol. 3, No. 1, menyatakan bahwa Kebijakan hutang berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. Sedangkan penelitian yang dilakukan Ulya (2014) dalam jurnal Universitas Dian Nuswantoro Semarang, menyatakan bahwa Variabel kebijakan hutang (DER) menunjukan tidak memiliki pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap nilai perusahaan.
2.8.1.3 Pengaruh Profitabilitas terhadap Nilai Perusahaan Kinerja keuangan yang baik dapat dijadikan sebagai salah satu pedoman bagi investor sebagai dasar analisis investasinya. Salah satunya adalah melalui analisis rasio profitabilitas yang dapat menunjukan efisensi dan efektifitas
53
pengelolaan investasi oleh perusahaan dan kemampuannya untuk menghasilkan laba. Dalam jurnal penelitian Haryanto dan Sugiarto (2005) mengatakan bahwa profitabilitas perusahaan adalah salah satu cara untuk menilai secara tepat sejauh mana tingkat pengembalian yang akan didapat dari aktivitas investasinya. Jika kondisi perusahaan dikategorikan menguntungkan atau menjanjikan keuntungan di masa mendatang maka banyak investor yang akan menanamkan dananya untuk membeli saham perusahaan tersebut. Gitman (2006:218) mengemukakan bahwa rasio profitabilitas diperlukan untuk mengetahui berapa tingkat keuntungan yang ditawarkan oleh setiap saham yang terdapat di bursa. Dalam jurnalnya Wijaya dan Hadianto (2008) menyatakan bahwa semakin tinggi profitabilitas, memungkinkan perusahaan memperoleh peringkat yang semakin tinggi pula (nilai perusahaan). Penelitian yang dilakukan Martikarini (2012) dalam jurnal Universitas Gunadarma, menyatakan bahwa Profitabilitas yang diukur dengan ROE secara parsial berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan yang diukur dengan PBV. Penelitian yang dilakukan Welley dan Untu (2015) dalam Jurnal EMBAVol.3 No.1 Maret 2015ISSN 2303-1174, menyatakan bahwa profitabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Penelitian yang dilakukan Yuliana, Alfian dan Aprilia (2012) dalam Jurnal STIE MDP, menyatakan bahwa Return on Equity (ROE) mempunyai pengaruh terhadap nilai perusahaan. Penelitian yang dilakukan Mardiyati (2012) dalam Jurnal Riset Manajemen Sains Indonesia (JRMSI) |Vol. 3, No. 1, menyatakan bahwa Profitabilitas memiliki pengaruh yang positif signifikan terhadap nilai perusahaan. Selanjutnya penelitian yang dilakukan Ulya (2014) dalam jurnal Universitas
Dian
Nuswantoro
Semarang,
menyatakan
bahwa
Variabel
profitabilitas (ROE) menunjukan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Berdasarkan uraian di atas, dapat disusun kerangka pemikiran sebagai berikut :
54
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Keterangan: Yang diteliti Yang tidak diteliti
55
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas maka dapat ditarik paradigma penelitian yang disusun sebagai berikut: Kebijakan Dividen (DPR) (X1)
Kebijakan Hutang (DER) (X2)
Nilai Perusahaan (PBV) (Y)
Profitabilitas (ROE) (X3)
Gambar 2.2 Paradigma Penelitian
Dengan demikian, maka hipotesis yang diajukan penulis adalah sebagai berikut : H1 :
Kebijakan Dividen, Kebijakan Hutang dan Profitabilitas berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan secara bersama.
H2 :
Kebijakan Dividen, Kebijakan Hutang dan Profitabilitas berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan secara parsial.