4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Permukiman Undang-Undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 1992 merumuskan
pengertian dasar terhadap perumahan dan permukiman. Perumahan merupakan tempat untuk menyelenggarakan kegiatan bermasyarakat dalam lingkup terbatas. Permukiman berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian untuk mengembangkan kehidupan dan penghidupan keluarga. Permukiman merupakan wilayah yang didominasi oleh lingkungan hunian dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal yang dilengkapi dengan prasarana, sarana lingkungan, dan tempat kerja yang memberikan pelayanan dan kesempatan bekerja terbatas untuk mendukung perkehidupan dan penghidupan. Penataan ruang dan kelengkapan prasarana dan sarana lingkungan dan sebagainya dimaksudkan agar lingkungan tersebut sehat, aman, serasi, dan teratur serta berfungsi sesuai dengan harapan. Menurut Doxiadis (1971), permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung baik kota maupun desa yang berfungsi sebagai tempat
kegiatan
yang
mendukung
kehidupan.
Doxiadis
mendefinisikan
permukiman lebih dalam pada konteks permukiman manusia atau human settlement, yaitu
permukiman
yang
dihuni
oleh
manusia
yang
terdiri
atas content atau isi, yakni terdiri dari manusia baik secara sendiri-sendiri maupun dalam suatu kelompok masyarakat, dan container atau wadah, yaitu permukiman fisik yang berisi unsur-unsur alami dan buatan. Untuk dapat dikatakan sebagai permukiman, kedua unsur tersebut harus ada. Manusia baik sendiri maupun berkelompok jika tidak menetap atau settle tidak dapat dikatakan membentuk permukiman. Demikian juga, alam atau nature tanpa manusia tidak dapat dikatakan sebagai permukiman jika tidak terdapat manusia sebagai isinya (content). Permukiman menunjukkan tempat bermukim manusia dan bertempat tinggal menetap dengan melakukan aktivitas sehari-harinya (Subroto, 1983). Permukiman dapat diartikan sebagai suatu tempat (ruang) atau suatu daerah tempat penduduk terkonsentrasi dan hidup bersama menggunakan lingkungan
5 setempat,
untuk
mempertahankan,
melangsungkan,
dan
mengembangkan
hidupnya. Pengertian pola dan sebaran permukiman memiliki hubungan yang sangat erat. Sebaran permukiman membincangkan hal terdapat atau tidaknya permukiman dalam suatu wilayah, sedangkan pola permukiman merupakan sifat sebaran, lebih banyak berkaitan dengan akibat faktor-faktor ekonomi, sejarah, dan budaya.
2.2
Lanskap Permukiman Tempat tinggal merupakan kebutuhan dasar manusia yang terus meningkat
seiring dengan laju pertumbuhan penduduk. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah membangun berbagai sarana permukiman yang layak bagi masyarakat. Simonds (1983) mengidentifikasi permukiman terdiri dari kelompokkelompok rumah yang memiliki ruang terbuka hijau secara bersama-sama serta merupakan kelompok yang cukup kecil untuk melibatkan keluarga dalam suatu aktivitas, tetapi cukup besar untuk menampung semua fasilitas umum seperti tempat berbelanja, lapangan bermain, serta daerah penyangga. Menurut Nurisjah dan Pramukanto (1995), bentuk kawasan permukiman dengan model park housing complex merupakan lingkungan hunian yang akan memberikan lingkungan yang baik bagi warganya dalam arti memuaskan, aman, dan juga menyenangkan. Lingkungan lanskap permukiman yang seperti ini dapat menunjang setiap kegiatan individu yang bermukim di dalamnya. Peraturan Menteri Dalam Negeri No.1 Tahun 2007 mengenai Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (RTHKP) menyatakan bahwa perkembangan dan pertumbuhan kota/perkotaan yang disertai dengan alih fungsi lahan yang pesat telah menimbulkan kerusakan lingkungan yang dapat menurunkan daya dukung lahan dalam menopang kehidupan masyarakat di kawasan perkotaan. Oleh karena itu, perlu diupayakan untuk menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan melalui penyediaan ruang terbuka hijau yang memadai sebanyak 20% dari luas kawasan, yang dalam kasus ini meliputi peningkatan pemeliharaan.
kualitas
lanskap
permukiman
melalui
proses
manajemen
6 2.3
Manajemen Lanskap Permukiman Menurut Parker dan Bryan (1989), setiap lingkungan hunian manusia
memerlukan proses manajemen yang harus dilakukan yang meliputi setting terhadap objek lanskap, perencanaan pengoperasian, penempatan setiap area kegiatan pemeliharaan, pemantauan terhadap kegiatan pemeliharaan, dan perencanaan kembali sesuai tujuan dan kepentingan awal. Menurut Stoner dan Freeman (1992), pengelolaan atau manajemen adalah suatu proses merencanakan (planning), mengoperasikan (organizing), memimpin (leading), dan mengendalikan (controlling) anggota organisasi dan proses menggunakan semua sumber daya organisasi untuk tercapainya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. 1. Merencanakan (Planning) Planning merupakan proses menetapkan sasaran dan tindakan yang diperlukan untuk mencapai sasaran, menetapkan kebijakan dan tata cara pelaksanaan, dan merumuskan rencana jangka pendek dan rencana jangka panjang. Rencana mengarahkan tujuan organisasi dan menetapkan prosedur terbaik untuk mencapainya. 2. Mengorganisasikan (Organizing) Organizing merupakan proses mengatur dan mengalokasikan pekerjaan, wewenang, dan sumber daya di antara anggota organisasi sehingga dapat tercapai sasaran organisasi. Pengorganisasian menghasilkan struktur hubungan dalam sebuah organisasi, dan melalui hubungan yang terstruktur ini rencana masa depan akan tercapai. 3. Memimpin (Leading) Leading merupakan proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan dari anggota kelompok atau seluruh organisasi. 4. Mengendalikan (Controlling) Controlling merupakan proses untuk memastikan bahwa aktivitas yang dikerjakan sesuai dengan aktivitas yang direncanakan. Fungsi ini mencakup pengawasan terhadap standar kerja dan metode pelaksanaan yang dilakukan, juga mengawasi apakah semua berjalan sesuai dengan tujuan dan kebijakan yang telah ditetapkan. Fungsi controlling juga mencakupi pelaporan, evaluasi yang
7 berkelanjutan, serta pengambilan langkah-langkah yang tepat dalam melakukan perbaikan atau antisipasi program jika diperlukan. Menurut Arifin dan Arifin (2000), organisasi yang baik menghasilkan efisiensi dan efektivitas penggunaan tenaga kerja, peralatan, bahan, dan waktu. Sistem organisasi dalam pemeliharaan taman senantiasa dilakukan oleh pemelihara taman skala besar, seperti pengelolaan taman permukiman real-estate, taman perkantoran, taman umum milik pemerintah, dan taman rekreasi. Menurut Sternloff dan Warren (1984), pengelola seharusnya dapat merencanakan program pemeliharaan dengan pengorganisasian yang baik, yaitu sebagai berikut. 1. Fasilitas dan peralatan taman yang harus dipelihara perlu diinventariasi dan diidentifikasi. 2. Pemeliharaan
rutin
direncanakan
meliputi:
(a)
penyusunan
standar
pemeliharaan fasilitas dan peralatan taman; (b) pengidentifikasian dan pembuatan daftar kebutuhan tugas pemeliharaan rutin secara spesifik untuk mencapai standar pemeliharaan; (c) penjelasan prosedur metode yang paling efisien untuk menyelesaikan tugas pemeliharaan rutin; (d) penentuan frekuensi tugas pemeliharaan pada setiap jenis pekerjaan; (e) penentuan kebutuhan tenaga kerja untuk menyelesaikan tugas tersebut; (f) penentuan kebutuhan bahan dan peralatan yang digunakan untuk setiap tugas tersebut; (g) penetapan perkiraan waktu pelaksanaan tugas yang tepat. 3. Alat-alat yang digunakan untuk pemeliharaan tidak rutin atau yang bersifat insidental direncanakan. 4. Jadwal dan cara pemeliharaan pencegahan untuk mengatasi keadaan yang mungkin mempercepat kerusakan taman direncanakan. 5. Jadwal tanggung jawab penugasan untuk setiap pekerjaan yang meliputi penugasan perorangan, kelompok, atau penyerahan tugas kepada kontraktor dibuat. 6. Pengawasan terhadap sistem pekerjaan perencanaan dan perancangan, ketepatan jadwal pekerjaan pemeliharaan, serta kapasitas pekerjaan dilakukan. 7. Sistem analisis biaya pemeliharaan dibuat. Sternloff dan Warren (1984) menyatakan bahwa tujuan pemeliharaan adalah untuk menjaga taman dan area rekreasi beserta fasilitas dalam keadaan atau
8 mendekati aslinya. Untuk mencapai hasil yang diharapkan, terdapat tiga hal penting yang harus diperhatikan oleh pihak pengelola, yaitu (a) menetapkan prinsip-prinsip operasi, (b) mengadakan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan, dan (c) memelihara fasilitas berdasarkan standar pemeliharaan yang telah ditetapkan. Efektivitas pekerjaan pegawai pemeliharaan taman menurut Arifin dan Arifin (2000) sangat ditentukan oleh motivasi kerja dan keterampilan pegawai, sistematika jadwal perencanaan pemeliharaan, ketersediaan alat dan bahan yang sesuai dengan kebutuhan, tingkat pengawasan kerja di lapang, dan kelancaran komunikasi pimpinan dengan para mandor serta mandor dengan pegawai pemeliharaan taman di lapang.