BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengalaman 1. Definisi Pengalaman merupakan suatu proses pembelajaran dan pertambahan perkembangan potensi bertingkah laku baik dari pendidikan formal maupun non formal atau bisa diartikan sebagai suatu proses yang membawa seseorang kepada suatu pola tingkah laku yang lebih tinggi. Suatu pembelajaran juga mencakup perubahaan yang relatif tepat dari perilaku yang diakibatkan pengalaman, pemahaman dan praktek (Knoers & Haditono, 1999). Pengalaman berarti pernah mengalami dalam arti melihat, mendengar, merasakan dan melakukan serta melibatkan seluruh pancaindera dengan demikian kita dapat mengetahui, menganlisa, memahami dan mampu mengulangi atau melaksanakan di kemudian hari. Dian Indri Purnamasari, (2005) memberikan kesimpulan bahwa seorang yang memiliki pengalaman yang tinggi akan memiliki keunggulan dalam beberapa hal diantaranya: 1. mendeteksi kesalahan 2. memahami kesalahan 3. mencari penyebab munculnya kesalahan. Keunggulan tersebut bermanfaat bagi pengembangan keahlian. Berbagai macam pengalaman yang dimiliki individu akan mempengaruhi pelaksanakan suatu tugas. Seseorang yang berpengalaman memiliki cara berpikir yang lebih terperinci, lengkap dan sophisticated dibandingkan seseorang yang belum berpengalaman.
Universitas Sumatera Utara
Pengalaman seseorang menunjukkan jenis-jenis pekerjaan yang pernah dilakukan seseorang dan memberikan peluang yang besar bagi seseorang untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik. Semakin luas pengalaman seseorang, semakin trampil melakukan pekerjaan dan semakin sempurna pola berpikir dan sikap dalam bertindak untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Abriyani. P, 2004). Pengalaman dapat memperdalam dan memperluas kemampuan kerja. Semakin sering seseorang melakukan pekerjaan yang sama, semakin terampil dan semakin cepat dia menyelesaikan pekerjaan tersebut. Semakin banyak macam pekerjaan yang dilakukan seseorang, pengalaman kerjanya semakin kaya dan luas dan memungkinkan peningkatan kinerja (Payama. J, 2005). Seperti dikatakan Boner & Walker (1994), peningkatan pengetahuan yang muncul dari penambahan pelatihan formal sama bagusnya dengan yang didapat dari pengalaman khusus dalam rangka memenuhi persyaratan sebagai seorang profesional. Pengalaman juga dapat diartikan sebagai sumber pengetahuan dan tindakan seseorang dalam melakukan sesuatu hal. Adanya pengalaman melahirkan dan menjalani masa nifas maka ibu akan mempunyai perilaku yang mengacu pada pengalaman yang telah dialami sebelumnya. Misalnya ibu nifas yang dahulunya mengalami masalah baik pada dirinya maupun bayinya karena pantang makanan maka ibu nifas tidak akan melakukan memakan pantangan makanan kembali pada masa nifas berikutnya. B. Perawatan Masa Nifas. 1. Masa Nifas Masa nifas merupakan salah satu bagian penting dari proses kelahiran. Karena masa ini merupakan proses memasuki peran baru sebagai ibu. Mengingat pentingnya masa nifas dan
Universitas Sumatera Utara
pertimbangan banyaknya kematian ibu yang terjadi pada masa nifas, maka diperlukan asuhan kebidanan yang optimal (Baniyatun, 2009). Masa nifas adalah suatu rentang waktu yang amat penting bagi kesehatan ibu dan anak setelah melewati masa hamil dan melahirkan (Suherni, 2009). Masa ini merupakan bagian integral pada proses melahirkan dan harus dimanfaatkan sebagai suatu kesempatan untuk memberikan perawatan pada ibu dan bayinya (Sutomo, 2003). Masa nifas ini berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari merupakan waktu yang diperlukan untuk pulihnya alat kandungan pada keadaan yang normal (Ambarwati, 2009). Dalam menjalani proses pemulihan tersebut juga membutuhkan suatu perawatan nifas yang membantu mengoptimalkan kondisi tubuh. Perawatan nifas antara lain meliputi perawatan fisik, yang bertujuan mengembalikan organ reproduksi ke bentuk semula. Jalan lahir yang meregang, bahkan bengkak atau sobek memerlukan perawatan khusus. Karena kehamilan dan pasca persalinan mengakibatkan adanya perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh ibu, seperti kulit dan otot perut meregang karena adaanya janin dalam perut, perubahan tubuh yang lain berupa kegemukan, kulit kotor, rambut kotor, rambut rontok, pengeluaran cairan lochea dan masalah defekasi. Selain itu, perawatan payudara juga penting diperhatikan untuk memenuhi kebutuhan bayi, yang berpengaruh terhadap pengeluaran ASI, juga pemenuhan nutrisi dan gizi untuk ibu yang menyusui, kebutuhan istirahat dan higine (Handayani, 2003). Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa betapa pentingnya perawatan pada masa nifas yang berimplikasi pada kondisi kesehatan yang akan dicapai oleh ibu dan anak yang baru dilahirkan. Pemberian pelayanan kesehatan pada masa ini sangat dipengaruhi oleh budaya yang mengikat wanita tersebut. 2. Tujuan Perawatan
Universitas Sumatera Utara
Perawatan nifas merupakan perawatan yang lebih lanjut bagi wanita sesudah melahirkan. Hal ini sangat penting dilakukan karena dapat memulihkan kesehatan umum ibu nifas dengan cara menyediakan makanan yang memadai kebutuhan karena makanan merupakan sumber tenaga yang mengandung zat-zat yang dibutuhkan untuk pengembalian kesehatan umum, menghilangkan anemia, pencegahan terhadap infeksi dan komplikasi, pergerakan otot yang cukup agar tonus otot menjadi lebih baik, peredaran darah lebih lancar dan dapat memulihkan keadaan emosi serta memperlancar pembentukan ASI (Ibrahim, 1996). Manfaat lain yaitu mengajarkan ibu untuk melaksanakan perawatan mandiri sampai masa nifas selesai dan memelihara bayi dengan baik sehingga bayi dapat mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang normal (Bahiyatun, 2009). C. Konsep Budaya tentang Perawatan Nifas 1. Definisi Budaya Menurut E.B Tylor, budaya didefinisikan sebagai komplek yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum dan adat istiadat, kemampuan- kemampuan serta kebiasaan
yang
didapatkan
oleh
manusia
sebagai
anggota
masyarakat.
Budaya
berkesinambungan dan hadir dimana-mana, budaya meliputi semua peneguhan perilaku yang diterima selama suatu periode kehidupan. Budaya mewakili cara persepsi, perilaku, penilaian atau panduan seseorang untuk menentukan nilai keyakinan dan perilaku dalam kehidupannya. Helman (1990) menyatakan bahwa budaya merupakan pedoman yang diwariskan kepada individu yang memberi tahu cara berhubungan dengan orang lain, dengan kekuatan supranatural, dan dengan lingkungan alam (Bobak, 2005). Oleh karenanya, menurut Spector (1991) baik disadari atau tidak, budaya banyak mempengaruhi terbentuknya keyakinan dan perilaku
Universitas Sumatera Utara
masyarakat diantaranya cara melaksanakan sistem pelayanan kesehatan pribadi dan pemilihan tempat pelayanan kesehatan (Potter & Perry, 2005). M. Leininger dalam konsep keperawatan lintas budaya menyatakan bahwa terdapat tiga kategori budaya yang memerlukan tindakan keperawatan yang berbeda. Tiga kategori tersebut antara lain : 1. culture preservation (baik dan mendukung kesehatan). 2. culture accomodation (tidak bertentangan dengan kesehatan). 3. culture repattering (bertentangan dengan kesehatan). Budaya yang baik di masyarakat perlu di dukung dipertahankan (maintenance), budaya yang tidak bertentangan di negoisasi (negociation) untuk mendapatkan manfaat yang lebih sehat sedangkan budaya yang bertentangan dengan kesehatan perlu di bantu dan bimbing untuk berubah dan memodifikasi gaya hidup masyarakat sehingga mendapatkan kesehatan yang memuaskan daripada sebelumnya (Rohmah, 2010). Pada dasarnya, peran kebudayaan terhadap kesehatan masyarakat adalah membentuk, mengatur dan mempengaruhi tindakan atau kegiatan individu-individu suatu kelompok sosial untuk memenuhi berbagai kebutuhan kesehatan. Memang tidak semua praktek/perilaku masyarakat yang pada awalnya bertujuan untuk menjaga kesehatan dirinya adalah merupakan praktek yang sesuai dengan ketentuan medis / kesehatan (Fatma, 2005).
2. Aspek Budaya Setelah Melahirkan Kelahiran dianggap peristiwa yang wajar dalam kehidupan manusia, tetapi respon masyarakat terhadap peristiwa ini bersifat budaya yang tidak selalu sama pada berbagai kelompok. Praktek budaya yang dilakukan mulai dari terbentuknya janin hingga setelah
Universitas Sumatera Utara
kelahirannya. Persepsi masyarakat terhadap kondisi kebanyakan wanita yang baru saja melahirkan adalah berada dalam kondisi dingin, berbeda halnya dengan saat hamil yang dianggap berada pada kondisi panas (Foster & Anderson, 1986), sehingga beberapa dari kelompok budaya tersebut melarang ibu yang sedang nifas untuk mandi, keramas, dan berendam karena harus melindungi diri dari yin (kekuatan dingin), diet yang diperbolehkan yaitu makanan yang memberikan tubuh kehangatan seperti susu panas, air minum hangat, dan sup (Bobak, 2004). Tradisi- tradisi ini bervariasi dari suatu kelompok ke kelompok lain. Berbagai pantangan itu untuk sulit diubah walau dari segi ilmiah sering terlihat tidak rasional. Menghadapi kebiasaan pantangan yang kurang mendukung tercapainya kondisi yang sehat bagi ibu maupun bayinya, dibutuhkan strategi yang tepat dan tidak menyinggung nilai baik yang terkandung didalam setiap perlakuan tersebut. Respon masyarakat yang bersifat budaya terhadap fenomena kelahiran bayi ditunjukkan sejak mulai terbentuknya janin dalam kandungan ibu hingga saat sesudah kelahirannya. Responrespon tersebut mempunyai implikasi yang baik maupun yang buruk terhadap kesehatan bayi dan ibunya. Karena itu aspek-aspek budaya yang berkaitan dengan kelahiran bayi, sejak dari berkembangnya janin dalam kandungan ibu hingga setelah kelahirannya, merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam upaya pelayanan kesehatan bagi bayi dan ibunya. Perawat harus menyadari perbedaan kebudayaan yang kompleks yang terjadi di masyarakat dan penting untuk menvalidasi keyakinan budaya dalam upaya memperbaiki pelayanan kesehatan bagi bayi dan ibunya (Swasono, 1998). 3. Budaya Melayu Kebudayaan Melayu yang diharapkan oleh negara bisa menjadi salah satu benteng untuk menahan segala dampak dari globalisasi ternyata justru kewalahan. Tidak sedikit unsur-unsur
Universitas Sumatera Utara
kebudayaan Melayu yang hilang dan punah akibat globalisasi (Yusuf Efendi, 2010). Contohnya dalam bidang kesehatan banyak ibu-ibu suku Melayu yang masih melakukan perawatan sesuai dengan budaya mereka walaupun hal tersebut bertentangan dengan ilmu kesehatan. Mereka masih berpegang pada kebiasaan atau perilaku yang mereka dapatkan dari orang tua mereka secara temurun, misalnya nilai-nilai yang mendasari praktek budaya dalam suku Melayu adalah adanya pantangan perilaku seperti pantangan keluar rumah selama 40 hari, perilaku yang khusus dilakukan seperti keramas setiap hari selama seminggu dan memakai pilis. Kemudian adanya pantangan makanan yang sangat bertentangan dengan kesehatan seperti larangan mengkonsumsi sayuran seperti kangkung, genjer, ikan, daging, nangka, dan es. Sayuran licin seperti kangkung dan genjer menurut suku Melayu dapat mengakibatkan vagina menjadi licin. Lain halnya dengan ikan dan daging, menurut mereka makanan tersebut dapat menyebabkan perdarahan. Selain itu suku Melayu juga mengkonsumsi ramuan tradisional seperti pati jahe, kunyit dan kencur yang berfungsi untuk menghangatkan tubuh dan membuat tubuh menjadi sehat. Dalam suku Melayu seorang ibu yang berada dalam masa nifas dilarang untuk banyak bergerak apalagi bekerja. Hal ini dikarenakan seorang ibu dalam masa ini butuh istirahat yang cukup untuk memulihkan kondisinya kembali.
Universitas Sumatera Utara