BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Obat suntik didefinisikan secara luas sebagai sediaan steril bebas pirogen yang dimaksudkan untuk diberikan secara parenteral. Istilah parenteral seperti yang umum digunakan, menunjukan pemberian lewat suntikan seperti berbagai sediaan yang diberikan dengan disuntikan. Obat-obat dapat disuntikan ke dalam hampir seluruh orga atau bagian tubuh termasuk sendi (intrasricular), ruang cairan sendi (intrasynovial), tulang punggung (intraspinal) ke dalam cairan spinal (intrathecal), arteri (intraarterial), dan dalam keadaan gawat bahkan ke dalam jantung (intracardiac). Tetapi yang paling umum obat suntik dimaksudkan untuk dimasukkan ke dalam vena (intravena), ke dalam otot (intramuskular), ke dalam kulit (intradermal) atau dibawah kulit (subkutan). 1.2. Tujuan Praktikum Adapun tujuan pada praktikum kali ini adalah : 1. memperoleh gambaran mengenai praformulasi suatu zat obat serta sediaan injeksi 2. mengetahui mengenai pengertian, pembagian, cara pembuatan, perhitungan dosis, sterilisasi dan penyerahan suatu sediaan obat parenteral, khususnya injeksi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori Dasar Injeksi adalah sediaan steril yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendir. Injeksi dapat berupa emulsi, larutan, atau serbuk steril yang dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan. Obat suntik didefinisikan secara luas sebagai sediaan steril bebas pirogen yang dimaksudkan untuk diberikan secara parenteral. Istilah parenteral menunjukan pemberian lewat suntikan. Kata ini berasal dari bahasa yunani, para dan enteron berarti diluar usus halus dan merupakan rute pemberian lain dari rute oral. Syarat – syarat obat suntik : 1. Aman, tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan atau efek toksik 2. Harus jernih, tidak terdapat partikel padat kecuali berbentuk suspensi 3. Tidak berwana kecuali bila obatnya berwarna 4. Sedapat mungkin isohidris 5. Sedapat mungkin isotonis 6. Harus steril 7. Bebas pirogen Menurut rute pemberiannya, sediaan injeksi dapat digolongkan sebagai berikut : 1. Injeksi intravena (iv) Merupakan larutan, dapat mengandung cairan atau tidak menimbulkan iritasi yang dapat bercampur dengan air. Volume 1 ml sampai 10 ml. Larutan injeksi iv, harus jernih betul dan bebaas dari endapan atau partikel padat, karena dapat menyumbat kapiler dan menyebabkan kematian. 2. Injeksi Subkutan Umumnya larutan isotonis, pH nya sebaiknya netral dimaksudkan untuk mengurangi iritasi jaringan dan mencegah kemungkinan terjadinya nekrosis. Jumlah larutan yang disuntikkan tidak lebih dari 1 ml. Disuntikkan pada jaringan dibawah kulit ke dalam alveola. 3. Injeksi intramuskular
Merupakan larutan atau suspensi dalam air atau minyak atau emulsi. Disuntikkan masuk ke otot daging dan volume sedapat mungkin tidak lebih dari 4 ml. 4. Injeksi intradermal Biasanya berupa larutan atau suspensi dalam air, volume yang disuntikkan sedikit (0,1 – 0,2 ml). Pelarut yang paling sering digunakan pada pembuatan obat suntik secara besar-besaran adalah air untuk obat suntik (water for injection, USP). Air ini dimurnikan dengan cara Purified Water, USP dalam hal jumlah zat padat yang ada yaitu tidak lebih dari 1 mg per 100 ml water for injection, USP dan tidak boleh mengandung zat penambah. Walaupun air untuk obat suntik tidak disyaratkan steril tetapi harus bebas pirogen. Air tersebut dimaksudkan untuk pembuatan produk yang disuntikkan yang akan disterilkan sesudah dibuat. Air untuk obat suntik harus disimpan dalam wadah tertutup rapat pada temperatur dibawah atau diatas kisaran temperatus dimana mikroba dapat tumbuh. Air untuk obat suntik dimaksudkan untuk digunakan dalam waktu 24 jam sesudah penampungan. Tentunya harus ditampung dalam wadah yang bebas pirogen dan steril. Wadah umumnya dari gelas atau dilapis gelas. 2.2. Pelarut dan Pembawa bukan air : Minyak : Olea neutralisata ad injection Minyak untuk injeksi adalah minyak lemak nabati atau ester asam lemak tinggi, alam atau sintetik harus jernih pada suhu 100 C.
Minyak untuk injeksi harus memenuhi syarat sebagai berikut : 1. Harus jernih pada suhu 100 C 2. Tidak berbau asing atau tengik 3. Bilangan asam 0,2 – 0,9 4. Bilangan iodium 29 – 128 5. Bilangan penyabunan 185 – 200 6. Harus bebas minyak mineral
Macam – macam oleum : 1. Oleum Arachidis (minyak kacang) 2. Oleum Olivarum (minyak zaitun) 3. Oleum Sesami (minyak wijen) dan sebagainya
Syarat – syarat untuk ini adalah :
1. Tingkat kemurnian yang tinggi 2. Bilangan asam dan bilangan peroksida yang rendah 3. Minyak harus netral secara fisiologis dan dapat diterima tubuh dengan baik. Sebelum memakainya, kita netralkan minyak-minyak dari asam lemak bebas melalui pengocokan dengan etanol supaya tidak merangsang. Pemakainnya secara intravena tidak dimungkinkan karena tidak tercampurkan dengan serum darah dan dapat menyebabkan emboli paru-paru. Oleh karena itu, penggunaanya hanya ditujukan untuk preparat injeksi intramuskular dan subkutan. Larutan atau suspensi minyak mempunyai waktu kerja lama (depo), sering sampai 1 bulan penyerapan obat dalam membebaskan bahan penyerapan obat dan membebaskan bahan aktif secara lambat. Minyak hewan atau minyak kaki sapi, diperoleh dari perdagangan hasil pemurnian lapisan lemak kuku sapi atau tulang kaki bawah. Fraksi yang diperoleh melalui pengepresan dingin digunakan sebagai bahan pelarut obat injeksi yang dapat diterima tubuh tanpa rangsangan. Minyak setelah disterilkan disebut olea neutralisata ad injection. 2.2. Monografi Bahan 1) Bahan Aktif Nama bahan aktif
: Vitamin E
Sinonim
: Tokoferol
Dosis Lazim
: 1-2 mg/Kg. BB
Pemerian
: warna kuning atau kuning kehijauan, tidak berbau, tidak berasa, minyak kental jernih
Kelarutan
: tidak larut dalam air, larut dalam etanol, sangat mudah larut dalam chloroform, larut dalam minyak nabati.
2) Bahan Tambahan Nama bahan tambahan : Minyak Zaitun
BAB III METODE PERCOBAAN
3.1.Formulasi R/ Vitamin E Oleum Olivarum
100 mg ad 5 ml
3.2.Alat dan Bahan A. Alat-alat yang digunakan
Labu Erlenmayer
Batang pengaduk
Beaker glass
Gelas ukur
Botol semprot
Timbangan analitik
Kertas perkamen
Spatula
B. Bahan – bahan yang digunakan
Vitamin E
Minyak Zaitun
3.3.Cara Kerja 1. Siapkan alat dan bahan 2. Timbang bahan yang sudah disiapkan 3. Sterilisasi minyak zaitun dengan cara di panaskan 4. Dinginkan minyak zaitun 5. Lalu masukkan vitamin E kedalam minyak zaitun 6. Masukkan sediaan kedalam botol infus 7. Sterilisasi sediaan dengan cara pemanasan di autoklaf dengan suhu 115-1160 C
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.Hasil Pengamatan
Larutan yang dihasilkan adalah larutan jernih dan terdapat partikel-partikel kecil yang melayang.
4.2.Perhitungan Oleum Pro Injeksi yang digunakan (n + 2) . V’ + (2 x 3) ml (2 + 2) . 5,5 + (2 x 3) ml = 16,5 ml + 6 ml = 28 ml ~ 30 ml Jadi oleum pro injeksi yang dibutuhkan adalah 30 ml Penimbangan bahan : Vitamin E
: 100 mg x 5 = 500 mg
Oleum for injeksi
: 30 ml
4.3.Pembahasan Pada praktikum steril kali ini, kami membuat sediaan injeksi steril dengan pelarut bukan air. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatn sediaan injeksi, antara lain zat aktif, pembawa, zat tambahan seperti antioksidan dan zat pengawet serta wadah yang digunakan. Zat aktif yang kami gunakan dalam sediaan injeksi steril kali ini adalah vitamin E. Dilihat dari kelarutannya vitamin E tidak larut dalam air dan larut dalam minyak nabati oleh karena itu digunakan pembawa minyak. Pembawa minyak yang sering dapat digunakan banyak diantaranya oleum sesami, oleum arachidis, oleum olivarum, minyak jagung, dan lain-lain. Kami memilih oleum ..... sebagai pembawa sediaan injeksi vitamin E. Oleum .... karena selain sebagai pembawa, oleum .... juga memenuhi persyaratan minyak untuk sediaan injeksi (bilangan asam oleum ... yaitu tidak lebih ), serta tidak OTT dengan vitamin E serta bahan tambahan lainnya. Adapun persyaratan oleum pro injeksi yaitu :
Minyak untuk injeksi adalah minyak lemak nabati / ester asam lemak tinggi, alam / sintetik, harus jernih pada suhu 100 C.
Bilangan asam tidak kurang dari 0,2 dan tidak lebih dari 0,9.
Bilangan iodium tidak kurang dari 79 dan tidak lebih dari 128.
Bilangan penyabunan tidak kurang dari 185 dan tidak lebih dari 200.
Minyak harus netral secara fisiologis dan dapat diterima tubuh dengan baik.
Tingkat kemurnian harus tinggi.
Bilangan asam dan peroksida yang rendah. Sebelum digunakan, kita netralkan terlebih dahulu minyak dari asam lemak bebas
melalui pengocokan dengan etanol, tetapi pada praktikum kali ini minyak pembawa tidak di netralkan dengan etanol. Pemberian secara parenteral bisa diberikan dalam berbagai rute. Rute pemberian yang dimaksud mempunyai efek nyata terhadap formulasi yang dibuat. Rute pemberian untuk vitamin E adalah secara intramuskular. Hal ini dikarenakan bahwa apabila diberikan secara intravena (iv), akan menimbulkan reaksi syok anafilaksis serta penggumpalan pada pembuluh darah oleh minyak sebagai zat pembawa.
Sediaan vitamin E dapat dibuat dalam sediaan parenteral, maka untuk stabilitas zat aktif dibuat dalam volume kecil yang harus bebas dari mikroba dan diusahakan bebas pirogen. Pada formulasi kami tidak menambahkan antioksidant karena vitamin E sudah mengandung antioksidan. Kami juga tidak menggunakan pengawet karena biasanya mikroba jarang ada yang tumbuh di minyak. Proses sterilisasi yang kami lakukan adalah sterilisasi aseptis, yaitu suatu cara untuk memperoleh sediaan steril dengan mencegah kontaminasi jasad renik dalam sediaan dan ditujukan untuk bahan / zat aktif yang tidak tahan pemanasan / rusak dengan pemanasan. Bahan yang akan digunakan juga sebelumnya disterilisasi yaitu oleum .... disterilisasi didalam oven selama 1 jam pada suhu 1500 C. Namun pada prakteknya kami tidak melakukan sterilisasi terhadap zat pembawa yang akan digunakan karena waktu yang terbatas. Vitamin E mempunyai sifat yang tidak stabil terhadap cahaya, maka pemilihan wadah yaitu vial yang bening dan nantinya ditutup dengan kardus untuk menghindari rusaknya zat aktif dari pengaruh cahaya. Menurut aturan resmi, vial yang berisi volume 5 ml, perlu ditambahkan volume berlebih sebanyak 0,5 ml, karena pembawa yang digunakan adalah larutan kental sehingga volume total sediaan pada vial menjadi 5,5 ml untuk mencegah zat yang tinggal dalam vial atau jarum suntik sehingga saat pemberian kepada pasien, jumlah obat yang diinjeksikan tetap sesuai dosis yang diperlukan.
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Sediaan injeksi steril vitamin E merupakan jenis injeksi dengan pelarut minyak.
Pelarut minyak yang digunakan dalam sediaan injeksi vitamin E ini adalah oleum
Sterilisasi yang digunakan adalah sterilisasi secara aseptis dimana zat aktif, bahan-bahan tambahan dan alat-alat disterilkan terlebih dahulu sebelum dibuat sediaan injeksi vitamin E tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh. Ilmu Meracik Obat. 2004. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Ansel, Howard C. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat. 1989. Jakarta : UI-Press. Departemen Kesehatan RI, 1979. Farmakope Indonesia, edisi III. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia, edisi IV. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 1978. Formularium Nasional, Ed II. Jakarta. Department of Pharmaceutical Sciences. 1982. Martindale The Extra Pharmacopoeia, twenty-eight edition. London : The Pharmaceutical Press. Wade, Ainley and Paul J Weller.Handbook of Pharmaceutical excipients.Ed II.1994.London; The Pharmaceutical Press.