BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Pustaka Tipologi usaha peternakan dibagi berdasarkan skala usaha dan kontribusinya terhadap pendapatan peternak, sehingga bisa diklasifikasikan ke dalam kelompok berikut: 1.
Peternakan sebagai usaha sambilan untuk mencukupi kebutuhan sendiri dengan tingkat pendapatan dari usahaternaknya kurang dari 30%. 2. Peternakan sebagai cabang usaha, peternak mengusahakan pertanian campuran (mixed farming) dengan ternak sebagai cabang usaha, dengan tingkat pendapatan dari usahaternaknya 30-69,9% (semi komersil atau usaha terpadu). 3. Peternakan sebagai usaha pokok, dimana peternak mengusahakan ternak sebagai usaha pokok dan komoditi pertanian lainnya sebagai usaha sambilan, dengan tingkat pendapatan usahaternak 70-99,9%. 4. Peternakan sebagai usaha industri, dimana komoditas ternak diusahakan secara khusus (specialized farming) dengan tingkat pendapatan usahaternak 100% (Saragih, 2000).
Usaha penggemukan sapi potong mendatangkan nilai tambah bagi para peternak karena harga penjualan sapi yang lebih mahal dibandingkan dengan harga penjualan sapi tanpa melalui proses penggemukan. Jumlah keuntungan yang akan diperoleh dari penjualan sapi yang digemukkan tergantung pada pertambahan bobot badan yang dicapai dalam proses penggemukan, lama penggemukan dan harga daging (Siregar, 2011).
Pemberian pakan sapi potong terdiri dari hijauan dan konsentrat dengan perbandingan yang tergantung pada ketersediaan pakan hijauan dan konsentrat.apabila hijauan lebih banyak maka hijauanlah yang lebih banyak diberikan. Sebaliknya, apabila pakan konsentrat mudah diperoleh, tersedia banyak dan harganya relatif murah maka pemberian
Universitas Sumatera Utara
konsentratlah yang diperbanyak. Namun, adapula peternak yang hanya memberikan hijauan saja tanpa adanya pemberian konsentrat ataupun pakan lainnya (Siregar, 2011).
Pemberian konsentrat dalam penggemukan sapi potong pada usaha peternakan rakyat yakni hanya terdiri dari satu jenis dan paling banyak dua jenis bahan pakan saja. Misalnya, konsentrat itu hanya berupa dedak padi saja atau ampas tahu, atau hasil ikutan industri pertanian lainnya (Siregar, 2011).
Berdasarkan umur sapi bakalan dalam usaha pembibitan sapi potong dimulai dari umur 0– 8 bulan. Pemberian pakan ternak disesuaikan dengan umur, berat badan dan produksinya. Umumnya pada masa pertumbuhan dan produksi membutuhkan protein dan energi lebih banyak dibanding masa lainnya. Sapi yang sedang berproduksi disediakan pakan berdasarkan berat badan, produksi susu dan kandungan lemak susu. Pada anak sapi, kolostrum atau susu induk diberikan mulai umur dua hari sampai dengan 3,5 bulan. Sedangkan hijauan diberikan sejak umur dua minggu dengan cara sedikit demi sedikit ditambah (Sujarwo, 2012).
Berdasarkan umur sapi yang akan digemukkan, lama penggemukan dibedakan menjadi tiga, yaitu: 1) untuk sapi bakalan dengan umur kurang dari 1 tahun, lama penggemukan berkisar antara 8 - 9 bulan, 2) untuk sapi bakalan umur 1−2 tahun, lama penggemukan 6 - 7 bulan, dan 3) untuk sapi bakalan umur 2 - 2,50 tahun, lama penggemukan 4 - 6 bulan (Sugeng, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Di daerah penelitian, peternak sudah memulai penjualan pedet setelah masa pra sapih atau sudah dapat dilepas dari indukan yaitu rata – rata pada umur 6 bulan. Sedangkan untuk usaha pembibitan sapi potong dipilih bibit sapi dengan umur 1 - 2 tahun, dimana pada umur tersebut sapi sudah siap untuk dikawinkan dan menghasilkan pedet atau anakan setelah menjalani masa kehamilan sekitar ± 9 bulan. Kemudian, hasil panen dari usaha pembibitan sapi potong yang berupa pedet atau anakan sapi dapat dijual mulai umur 6 bulan (Fikar dan Ruhyadi, 2010).
Dalam hal pemilihan bibit dengan cara seleksi dan penyingkiran sapi – sapi yang kurang baik dari kelompok sapi yang dipelihara perlu dilakukan. Laju pertumbuhan sapi seperti apapun kerap kali tidak dihiraukan, dan yang terpenting bagi peternak ialah kelompok sapi yang dipelihara itu tetap bisa berkembang biak Sugeng (2000). Lebih lanjut Dinas Peternakan (1983) menyatakan, salah satu faktor keberhasilan beternak adalah keterampilan memilih bibit ternak. Nilai tambah adalah produk dikurangi dengan nilai bahan baku dan bahan penunjang yang dipergunakan dalam proses produksi. Dengan kata lain, nilai tambah merupakan sejumlah nilai jasa (return) terhadap faktor produksi modal tetap, tenaga kerja, keterampilan dan manajemen (Suryana, 1990).
Nilai tambah dapat dilihat dari dua sisi yaitu nilai tambah untuk pengolahan dan nilai tambah untuk pemasaran. Nilai tambah untuk pengolahan dipengaruhi oleh faktor teknis yang meliputi kapasitas produksi, jumlah bahan baku, dan tenaga kerja, serta faktor pasar yang meliputi harga output, harga bahan baku, upah tenaga kerja dan harga bahan baku
Universitas Sumatera Utara
lain selain bahan bakar dan tenaga kerja. Besarnya nilai tambah suatu hasil pertanian karena proses pengolahan adalah merupakan pengurangan biaya bahan baku dan input lainnya terhadap nilai produk yang dihasilkan, tidak termasuk tenaga kerja. Bisa dikatakan bahwa nilai tambah merupakan gambaran imbalan bagi tenaga kerja, modal dan manajemen (Sudiyono dalam Budhisatyarini, 2008).
2.1.2. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dijadikan rujukan mengenai usaha pembibitan sapi potong dan penggemukan sapi bakalan adalah penelitian yang dilakukan oleh Riszqina, dkk (2011) dengan judul Analisis Pendapatan Peternak Sapi Potong Dan Sapi Bakalan Karapan Di Pulau Sapudi Kabupaten Sumenep. Dimana, hasil penelitian menyatakan bahwa rata-rata penerimaan per bulan peternak usaha pembibitan sapi potong lebih kecil dibanding peternak usaha penggemukan sapi potong. Penerimaan rata-rata per bulan peternak dengan usaha pembibitan berskala 2-3 ekor lebih kecil dibandingkan dengan penerimaan peternak yang berskala 4-6 ekor. Rata - rata keuntungan per bulan peternak sapi dengan usaha penggemukan yang berskala 4 - 6 ekor lebih besar dibanding yang berskala 2 - 3 ekor, tetapi peternak dengan usaha pembibitan sapi potong berskala 4 - 5 ekor mendapat kerugian lebih kecil dibandingkan yang berskala 2 - 3 ekor.
Penelitian lain yang dijadikan rujukan adalah penelitian yang dilakukan oleh Putria (2008) dengan judul Analisis Kelayakan Usaha Pengembangan Pembibitan (Breeding) Sapi Potong Pada PT Lembu Jantan Perkas (LJP), Serang, Propinsi Banten. Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa pembibitan bertujuan peningkatkan mutu genetik dan nilai ekonomis
Universitas Sumatera Utara
sapi potong serta menghasilkan bibit sapi yang memiliki kualitas unggul. Saat ini masih sedikit yang mengusahakan pembibitan sapi potong di Indonesia. Selama ini pihak swasta lebih tertarik menanamkan modalnya pada usaha penggemukkan dari pada usaha pembibitan. Hal ini disebabkan antara lain usaha penggemukkan memiliki resiko yang lebih kecil, perputaran modal lebih cepat, dan waktu pengembalian modal (payback period) lebih singkat dibanding usaha pembibitan, dimana breeding sapi potong baru dapat dijual setelah anak sapi yang baru lahir berumur tiga bulan. Hal ini berbeda dengan usaha penggemukkan dimana sapi potong dapat dijual setelah mengalami penggemukkan selama tiga bulan. Para investor beranggapan bahwa dalam usaha breeding dibutuhkan lahan secara ekstensif dengan modal yang besar, padahal usaha pembibitan dapat dilakukan dengan memanfaatkan lahan sebaik mungkin dengan sistem semi intensif serta manajemen pakan yang baik yaitu memanfaatkan hasil produk sampingan pertanian (by product) sebagai bahan baku pakan yang bernutrisi.
2.2. Landasan Teori 2.2.1. Nilai Tambah Nilai tambah (value added) adalah pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, pengangkutan ataupun penyimpanan dalam suatu produksi. Dalam proses pengolahan, nilai tambah dapat didefinisikan sebagai selisih antara nilai produk dengan nilai biaya bahan baku dan input lainnya, tidak termasuk tenaga kerja. Sedangkan marjin adalah selisih antara nilai produk dengan harga bahan bakunya saja. Dalam marjin ini tercakup komponen faktor produksi yang digunakan yaitu tenaga kerja, input lainnya dan balas jasa pengusaha pengolahan (Hayami et al., 1987).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Hayami et al. (1987), ada dua cara untuk menghitung nilai tambah yaitu nilai tambah untuk pengolahan dan nilai tambah untuk pemasaran. Faktor-faktor yang memperngaruhi nilai tambah untuk pengolahan dapat dikategorikan menjadi dua yaitu faktor teknis dan faktor pasar. Faktor teknis yang berpengaruh adalah kapasitas produksi, jumlah bahan baku yang digunakan dan tenaga kerja. Sedangkan faktor pasar yang berpengaruh adalah harga output, upah tenaga kerja, harga bahan baku, dan nilai input lain. Perhitungan nilai tambah yang diperoleh dari proses pengolahan suatu produk dapat menggunakan Metode Hayami. Kelebihan dari analisis nilai tambah dengan menggunakan Metode Hayami adalah pertama, dapat diketahui besarnya nilai tambah, nilai output, dan produktivitas, kedua, dapat diketahui besarnya balas jasa terhadap pemilik-pemilik faktor produksi, serta ketiga, prinsip nilai tambah menurtu Hayami dapat diterapkan untul subsistem lain diluar pengolahan, misalnya untuk kegiatan pemasaran (Suprapto, 2006).
2.3. Kerangka Pemikiran Peternak sapi potong dengan usaha pembibitan merupakan orang yang mengusahakan ternak sapi mulai dari pemeliharaan bibit anakan hingga menghasilkan indukan kemudian siap untuk dijual ± 12 bulan lamanya. Sedangkan peternak sapi potong dengan usaha penggemukan merupakan orang yang mengusahakan ternak sapi mulai dari umur 1-2 tahun dengan menambah bobot daging sapi dalam jangka waktu 6 bulan dengan pemberian pakan hijauan dan konsentrat. Meningkatnya permintaan daging membuat peluang usaha ternak sapi potong semakin terbuka. Peternak dihadapi dengan dua pilihan usaha dalam beternak sapi potong yaitu usaha pembibitan dan penggemukan sapi potong dengan tingkat keuntungan usaha yang berbeda.
Universitas Sumatera Utara
Usaha pembibitan sapi potong memberikan nilai tambah berupa indukan sapi potong, dimana pedet atau anakan sapi yang pada usia 6 bulan dipelihara hingga menghasilkan indukan sapi potong yang merupakan bakalan untuk usaha penggemukan sapi potong. Usaha pembibitan yang masih dilakukan secara tradisional memberikan nilai tambah yang kecil dan dalam jangka waktu yang lama. Sedangkan pada usaha penggemukan sapi potong nilai tambah yang dihasilkan berupa pertambahan bobot berat badan sapi itu sendiri. Usaha penggemukan mulai berkembang di kalangan petani maupun kalangan swasta. Berbeda dengan usaha pembibitan, usaha penggemukan memberikan nilai tambah dan keuntungan yang cukup besar dalam usaha ternak sapi potong karena lama pengusahaannya relatif singkat. Usaha penggemukan sapi potong dimulai dari sapi bakalan yang berumur 1 tahun yang kemudian diusahakan selama 6 bulan untuk menghasilkan pertabahan bobot daging sapi.
Perbedaan nilai tambah yang diperoleh dari usaha pembibitan maupun penggemukan sapi potong tentunya dipengaruhi oleh berbagai faktor dalam proses produksinya. Keberhasilan usaha ternak bergantung pada tiga unsur, yaitu bibit, pakan, dan manajemen atau pengolaan.
Manajemen
mencakup
pengelolaan
perkawinan,
pemberian
pakan,
perkandangan dan kesehatan ternak. Manajemen juga mencakup penanganan hasil ternak, pemasaran dan pengaturan tenaga kerja. Dalam operasionalisasi usahaternaknya, peternak akan memperoleh penerimaan usahatani dari masing – masing usaha. Dan meningkatnya nilai tambah dari usaha pembibitan sapi menjadi usaha penggemukan sapi yang dapat memberikan hasil berupa pertambahan berat badan sapi atau daging sapi menjadi daya tarik tersendiri bagi peternak untuk mengembangkan usaha ternak sapi potong.
Universitas Sumatera Utara
Secara singkat, proses tersebut dapat dilihat dari skema kerangka pemikiran berikut:
Anakan Sapi Potong
Usaha Pembibitan Sapi Potong
Usaha Penggemukan Sapi Potong
Faktor - Faktor Yang
Faktor - Faktor Yang
Mempengaruhi Nilai Tambah
Mempengaruhi Nilai Tambah
Pembibitan Sapi Potong:
-
Analisis Nilai Tambah
Harga indukan sapi Harga anakan sapi Biaya Obat Cacing Biaya Garam Biaya BBM
Penggemukan Sapi Potong:
-
Harga sapi bakalan Harga sapi hasil penggemukan Biaya Obat Cacing Biaya Garam Biaya BBM
Skala Usaha
Skala Usaha
Skala Usaha
< 5 ekor
6 9 ekor
> 10 ekor
Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran
Keterangan: : Menyatakan Hubungan : Menyatakan pengaruh
Universitas Sumatera Utara
2.4. Hipotesis Penelitian Maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. 2.
Nilai tambah yang diperoleh dari usaha pembibitan sapi potong lebih kecil dari usaha penggemukan sapi potong. Ada pengaruh harga indukan sapi, harga anakan sapi, biaya obat cacing, biaya garam, biaya BBM dan upah tenaga kerja terhadap nilai tambah usaha pembibitan dan ada pengaruh harga sapi bakalan penggemukan, harga sapi hasil penggemukan, biaya obat cacing, biaya garam, biaya BBM dan upah tenaga kerja terhadap nilai tambah usaha penggemukan sapi potong.
Universitas Sumatera Utara