5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Maintenance Maintenance didefinisikan sebagai suatu aktifitas yang dilakukan agar peralatan atau item dapat dijalankan sesuai dengan standart performansi semula. Atau juga didefinisikan sebagai suatu tindakan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu hasil yang dapat mengembalikan atau mempertahankan item pada kondisi yang selalu berfungsi. Tujuan dari perawatan adalah memperpanjang umur pakai peralatan, menjamin tingkat ketersediaan yang optimal dari fasilitas produksi, menjamin kesiapan operasional seluruh fasilitas untuk pemakaian darurat serta menjamin keselamatan operator dan pemkai fasilitas.
2.1.1 Tiga Generasi Manajemen Perawatan Dalam tahun – tahun belakangan ini kemajuan proses industri mengakibatkan perubahan ekspektasi, penelitian dan teknik – teknik atau metode - metode yang dipakai. Perkembangan tersebut dapat dibagi dalam 3 generasi. Secara perlahan berkembang menjadi kewaspadaan dampak failure terhadap keselamatan dan lingkungan, kewaspadaan terhadap adanya hubungan antara system maintenance dengan kualitas produk. Sejak tahun 1930 evolusi dari maintenance dapat dibagi menjadi tiga generasi, yaitu : a. Generasi Pertama Industri tidak banyak menggunakan mesin sehingga downtime tidak dianggap penting Perlatan yang digunakan pada generasi pertama ini sangatlah sederhana, reliable sangat mudah untuk diperbaiki Sistematik perawatan tidak diperlukan hanya dilakukan perawatan sederhan seperti pembersihan, servis dan pengecekan secara rutin
6 Tenaga ahli dalam industri ini sangatlah rendah b. Generasi Kedua Tahun 1950, segala tipe masin semakin beragam dan komplek dimana industri semakin tergantung pada mesin – mesin tersebut Downtime menjadi focus yang paling penting. Dimana muncul ide bahwa failure dari peralatan dapat dan harus dicegah dimana melaju pada konsep preventive maintenance. Pada tahun 1960, peralatan secara keseluruhan dilaksanakan pada interval tetap. Biaya perawatan meningkat perlahan bersamaan dengan biaya operasi. c. Generasi Ketiga Pertengahan tahun 70an terjadi perubahan proses didalam industri dimana diharapkan ekspektasi yang baru, penelitian terbaru dan pemakaian teknik baru. Ekspektasi baru : Otomasi yang semakin berkembang sehingga lebih banyak dampak failure yang terjadi Biaya perawatan semakin meningkat Penelitian baru : Berhubungan antara umur operasi dan failure Teknik atau metode baru : Pengembangan baru, termasuk peralatan pendukung keputusan seperti studi hazard, mekanisme failure dan analisa dampaknya dan system canggih; teknik perawatan terbaru; desain dari peralatan. Pemilihan teknik yang benar yaitu teknik yang memungkinkan untuk mengembangkan performasi peralatan dan dapat mereduksi biaya perawatan. 2.1.2
Konsep Dasar Perawatan Pendekatan perawatan pada dasrnya dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu planned dan unplanned. Berikut ini dapat dilihat klasifikasi dari pendekatan system perawatan tersebut :
7 1. Planned Maintenance, suatu tindakan atau kegiatan perawatan yang pelaksanaannya telah direncanakan terlebih dahulu. 2. Unplanned Maintenance, suatu tindakan atau kegiatan perawatan yang pelaksanaannya tidaka direncanakan. 3. Preventive Maintenance, suatu system perawatan yang terjadwal dari suatu peralatan/komponen yang didesain untuk meningkatkan keandalan suatu mesin serta untuk mengantisipasi segala kegiatan perawatan yang tidak direncanakan sebelumnya. Time based Maintenance Kegiatan perawatan ini berdasarkan periode waktu, meliputi inspeksi harian, service, pembersihan harian dan lain sebagainya. Condition based Maintenance Kegiatan perawatan ini menggunakan peralatan untuk mendiagnosa perubahan kondisi dari peralatan/asset, dengan tujuam untuk memprediksi awal penetapan interval waktu perawatan. 4. Corrective Maintenance, suatu kegiatan perawatan yang tujuan akhirnya untuk memperbaiki fungsi mesin atau peralatan. 5. Breakdown Maintenace, yaitu suatu kegiatan perawtan yang pelaksanaannya menunggu sampai dengan peralatan tersebut rusak lalu dilakukan perbaikan. Cara ini dilakukan apabila efek failure tidak bersifat signifikan terhadap operasi ataupun produksi. Pemilihan kegiatan perawatan tersebut didasarkan atas sifat dari kerusakan atau kegagalan pada peralatan, apakah bersifat terprediksi atau tidak terprediksi. Selain itu juga pemilihan tersebut didasari atas biaya yang ditanggung apabila menerapkan salah satu jenis kegiatan perawatan.
8 2.2
Planned Mintenance Planned maintenance adalah salah satu aspek penunjang bahwa implementasi TPM dapat berjalan dengan baik. Tahap ini difokuskan lebih kepada mesin agar terhindar dari kerusakan dan produk yang dihasilkan bebas cacat sehingga kepuasan konsumen dapat dijaga. Elemen – elemen yang diperhatikan didalam pilar ini antara lain: 1. preventive maintenance 2. breakdown maintenance 3. corrective maintenance Dengan planned maintenance diharapkan akan merubah system perawatan dari rekatif menjadi proaktif dan memberdayakan bagian perawatan untuk dapat membantu operator untuk melakukan perawatan yang lebih baik terhadap peralatan/mesin yang menjadi tanggung jawabnya. 2.2.1
Preventive maintenance(PM) Preventive maintenance sesuai dengan (Worsham, 2002) adalah suatu sistem perawatan yang terjadwal dari suatu peralatan/komponen yang didesain untuk meningkatkan keandalan mesin serta untuk mengantisipasi segala kegiatan perawatan yang tidak direncanakan sebelumnya. Kegiatan preventive maintenance dilakukan erat kaitannya dalam menghindari suatu system atau peralatan mengalami kerusakan. Pada kenyatannya mungkin saja tidak diketahui bagaimana cara untuk menghindari terjadinya kerusakan. Ada tiga alasan mengapa dilakukan tindakan preventive maintenance : 1. Menghindari terjadinya kerusakan 2. Mendeteksi awal terjadinya kerusakan 3. Menemukan kerusakan yang tersembunyi Sedangkan keuntungan dari penerapan preventive maintenance antara lain adalah sebagai berikut : 1. Mengurangi terjadinya perbaikan (repairs) dan downtime. 2. Meningkatkan umur penggunaan dari peralatan
9 3. Meningkatkan kualitas dari produk 4. Meningkatkan availibilitas dari peralatan 5. Meningkatan kemampuan dari operator, bagian mekanik dan keselamatan 6. Mengurangi waktu untuk merespon terjadinya kerusakan yang parah 7. Menjamin peralatan dapat digunakan sesuai dengan fungsinya 8. Meningkatkan control dari peralatan dan mengurangui inventory level. 9. Memperbaiki system informasi terhadap peralatan/komponen 10. Meningkatkan identifikasi dari problem yang dihadapi. 2.3
RCM (Reliability Centered Maintenance) Secara formal RCM dapat didefinisikan sebagai sebuah proses yang digunakan untuk menentukan apa yang harus dilakukan untuk menjamin bahwa beberapa asset fisik dapat berjalan secara kontinyu melakukan fungsi yang diinginkan penggunanya dalam konteks operasi sekarang (present operating). RCM mengarahkan pada penanganan item agar tetap andal dalam menjalankan fungsinya dengan tetap mengacu pada efektifitas biaya perawatan. RCM II merupakan teknik manajemen perawatan yang mengkombinasikan 2 jenis tindakan pencegahan yakni preventive maintenance dan predictive maintenance. Preventive maintenance telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Predictive maintenance (PdM) adalah pemeliharaan berdasarkan penilaian atau analisa kondisi (Condition Base) komponen – komponen mesin atau bahkan mesin secara keseluruhan. Kondisi itu harus dapat terukur (parameter terukur) seperti temperature, tekanan, vibrasi, tingkat keausan, tingkat korosi, tingkat keretakan, sisa umur kekuatan logam, viskositas minyak pelumas, konduktifitas air pendingin, daya mampu,
10 efisiensi dan lain sebagainya. Parameter – parameter terukur ini secara periodic dimonitor. Apabila ada parameter yang mengalami gejala memburuk, maka monitor harus diintensifkan dan diprediksi kapan kerusakan sesungguhnya akan terjadi.. Penelitian mengenai RCM pada dasarnya berusaha menjawab 7 pertanyaan utama tentang item/peralatan yang diteliti. Ketujuh pertanyaan mendasar tersebut adalah : 1. Apakah fungsi dan hubungan performansi standar dari item dalam konteks pada saat ini (system function)? 2. Bagaimana item/peralatan tersebut rusak dalam menjalankan fungsinya (functional failure)? 3. Apa yang menyebabkan terjadinya kegagalan fungsi tersebut (failure mode)? 4. Apakah yang terjadi pada saat terjadi kerusakan (failure effect)? 5. Bagaimana masing – masing kerusakan tersebut terjadi (failure consequence)? 6. Apakah yang dapat dilakukan untuk memprediksi atau mencegah masing – masing kegagalan tersebut (proactive task and task interval)? 7. Apakah yang harus dilakukan apabila kegiatan proaktif yang sesuai tidak berhasil ditemukan? Reliability Centered Maintenace (RCM) lebih menitikberatkan pada penggunaan analisa kualitatif untuk komponen yang dapat menyebabkan kegagalan pada suatu system. Ketujuh pertanyaan diatas dituangkan dalam bentuk Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) dan RCM II Decision Diagram yang tergabung dalam RCM Worksheet. 2.3.1
Fungsi dan standar kinerja Sebelum memungkinkan untuk menentukan apa yang harus dilakukan untuk menyakinkan bahwa beberapa asset fisik
11 bekerja sesuai dengan yang diharapkan oleh pengguna dalam operasi actual, maka harus : ditemukan apa yang pengguna ingin lakukan menyakinkan bahwa ini dapat ilakukan dimana penggunanya akan mengoperasikannya. Ini yang menjadi alasan langkah pertama dalam proses RCM adalah mendefinisikan fungsi dari setiap asset disertai dengan kinerja standar yang diharapkan. Apa yang pengguna ekspektasikan dalam melakukan penggunaan dikategorikan dalam tiga funsi yaitu : Fungsi primer. Merupakan fungsi utama, seperti : output, kecepatan, kapasitas, kualitas produk, atau pelanggan. Fungsi standar. Dimana diharapkan bahwa setiap asset dapat melakukan lebih dari fungsi primer, seperti : keselamatan, baik bagi lingkungan, pengendalian, intregitas struktur, ekonomi, proteksi atau efisiensi operasi. Para pengguna dari asset fisik biasanya dalam posisi terbaik dengan mengetahui secara pasti apa kontribusi setiap asset secara fisik dan keuangan dalam organisasi. 2.3.2
Fungsi Sistem dan Failure fungsi Fungsi system didefinisikan sebagai fungsi dari item yang diharapkan oleh user tetapi masih berada dalam level kemampuan dari item tersebut sejak saat dibuat. System maintence hanya mampu menjaga kondisi item tetap berada dibawah initial capability dari desain item. Failure fungsi didefinisikan sebagai kegagalan dari suatu system untuk melaksanakan system function. 2.3.3
Failure Mode and Effect Analysis Failure Mode and Effect Analysis merupakan suatu teknik untik mengidentifikasi penyebab kegagalan suatu item
12 tidak mampu melakukan fungsi satndart yang diharapkan oleh user. Failure Mode bertujuan untuk menemukan akar permasalahan (rot cai\use) dari kegagalan yang timbul. Failure Effect menjelaskan dampak yang ditimbulkan apabila failure mode terebut terjadi. Proses identifikasi terhadap failure modes, dan failure effect sangat penting untuk perbaikan performansi dan mengeliminasi waste. 2.3.4
Dampak – dampak Kegagalan (Failure Consequnces) Dalam Reliability Centered Maintenance, konsekuensi kegagalan diklasifikasikan dalam 4 bagian, yaitu : Hidden Failure Consequences, dimana kegagalan tersebut tidak dapat dibuktikan secara langsung sesaat setelah kegagalan berlangsung. Diperlukan suatu teknik khusus untuk mengatasi dampak kegagalan jenis ini. Safety and Environment Consequences. Safety consequences terjadi apabila suatu kegagalan fungsi suatu item mempunyai konsekuensi terhadap keselamatan pekerja/manusi lainyya. Environment consequences terjadi apabila kegagalan suatu fungsi item berdampak pada lelestarian lingkungan. Operational Consequences. Suatu kegagalan dikatakan memiliki konsekuensi operasional ketika berakibat pada produksi atau operasional (kualitas produk, pelayanan terhadap konsumen, atau biaya operasional untuk perbaikan komponen). Non-Operational Consequences. Bukti kegagalan pada kategori ini adalah yang bukan tergolong dalam konsekuensi keselamatan ataupun produksi, jadi kegagalan ini hanya melibatkan biaya perbaikan komponen. 2.3.5
Proactive Maintenance Task and Initial Interval Tindakan ini dilakukan sebelum terjadi kegagalan, dalam rangka untuk menghindarkan item dari kondisi yang dapat menyebabkan kegagalan (failed state). Kegiatan ini biasa dikenal dengan predictive dan preventive maintenance. Dalam RCM II
13 predictive maintenance dimasukkan dalam aktivitas Schedulled On Condition Task, sedangkan preventive maintenance dimasukkan ke dalam Schedulled Restiration Task ataupun Schedulled Discard Task. Schedulled Restoration Task Adalah tindakan pemulihan kemampuan item pada saat atau sebelum batas umur yang ditetapkan, tanpa memperhatikan kondisinya saat itu. Tindakan ini secara teknik mungkin dilakukan apabila : a. Dapat diidentifikasikan umur dimana item tersebut menunjukkan kemungkinan penambahan kecepatan terjadinya kondisi kegagalan. b. Mayoritas dari item dapat bertahan pada umur tersebut (untuk semua item jika kegagalan memiliki konsekuensi terhadap keselamatan lingkungan). c. Memperbaharui dengan sub system yang tahan terhadap kegagalan tersbut. Karakteristik kegagalan item dapat dibagi menjadi tiga tahap yang biasa disebut bathub-shaped, hal ini seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.1. Tiga tahapan tersebut antara lain: 1. Kegagalan awal (infant mortality failures) Kegagalan awal pada umumnya terjadi pada awal pengoperasian suatu item. Kegagalan pada tahap ini ditandai dengan laju kerusakan menurun. 2. Kegagalan acak (random failures) Kegagalan acak pada umumnya terjadi pada item yang berjalan normal. Laju kegagalan pada tahap ini ditandai dengan laju kegagalan yang konstan. 3. Kegagalan usang (wear-out failure) Pada usia kegunaan tertentu suatu item mengalami keusangan yang ditandai dengan laju kegagalan yang semakin meningkat. Untuk mengurangi pengaruh keusangan ini biasanya dilakukan penggantian (replacement) beberapa bagian alat atau bahkan seluruhnya dengan yang baru.
14 λ(t Burn in
Useful
Early Failures
Random
Wear out
Wear out Failures
Gambar 2.1 Kurva bathup-shaped Schedulled Discard Task Adalah tindakan mengganti item pada saat/sebelum batas umur yang ditetapkan, tanpa memperhatikan kondisi item pada saat itu. Tindakan ini secara teknik mungkin dilakukan dalam kondisi berikut : a. Dapat diidentifikasikan umur dimana item tersebut menunjukkan kemungkinan penambahan kecepatan terjadinya kegagalan. b. Mayoritas dari item dapat bertahan pada umur tersebut (untuk semua item jika kegagalan memiliki konsekuensi terhadap keselamatan lingkungan). Schedulled On-Condition Task Adalah kegiatan pemeriksaan terhadap potensial failure sehingga tindakan dapat diambil untuk mencegah terjadinya functional failure. Dimana potensial failure diidentifikasikan dengan sebuah kondisi yang dapat mengindikasikan sedang terjadi kegagalan atau proses kegagalan fungsi (functional failure). Dalam teknik on-condition terdapat 4 kategori utama, yaitu :
15 a. Conditioning monitoring techniques, yang melibatkan penggunaan peralatan khusus untuk melakukan monitoring terhadap kondisi peralatan. b. Statistical process control, yaitu teknik pencegahan yang didasarkan atas variasi kualitas produk yang dihasilkan. c. Primary effect monitoring techniques, yang melibatkan peralatan seperti gauge yang ada dan peralatan untuk inspeksi monitoring. d. Teknik inspeksi berdasarkan human sense dan predictive. 2.3.6
Default Action Tindakan ini dilakukan ketika sudah berada dalam failed state, dan dipilih ketika tindakan proactive task yang efektif tidak mungkin dilakukan. Default Action meliputi : Schedulled failure finding, meliputi tindakan pemeriksaan secara periodic terhadap fungsi – fungsi yang tersembunyi untuk mengetahui apakah item tersebut telah rusak. Re-design, membuat suatu perubahan untuk membangun kembali kemampuan suatu item. Hal ini mencakup modifikasi terhadap perangkat keras dan juga perubahan prosedur. Run to failure, membiarkan item beroperasi sampai terjadi failure karena secara financial tindakan pencegahan yang dilakukan tidak menguntungkan. 2.3.7
Proposed Task and Initial Interval Proposed Task berusaha mendeskripsikan tindakan pencegahan sebagai tindakan nyata untuk menerjemahkan hasil dari Proactive Task dan Default Action. Initial Interval merupakan jarak perawatan yang optimal, terhadap proposed task yang ditemukan. Can be Done by diisi tentang siapa yang diberikan tanggung jawab dalam melaksanakan proposed task tersebut.
16 Meliputi pihak – pihak yang berkaitan langsung dengan proses dari peralatan terebut. 2.3.8 Konsep Keandalan Keandalan dapat didefinisikan sebagai probabilitas kinerja suatu sistem untuk memenuhi fungsi yang diharapkan dalam selang waktu tertentu. Sedangkan yang dimaksud failure disini adalah ketidakmampuan sistem untuk memenuhi fungsinya yang disebabkan variabel acak yang dipengaruhi oleh waktu. 2.3.8.1 Deskripsi Failure Keandalan Dalam analisa keandalan, kondisi peralatan yang melaksanakan tugasnya dibedakan dalam 2 state, yaitu baik dan rusak. Untuk menyatakan state maka : Misalnya, X = state dari peralatan yang merupakan variabel random. X = 1 , jika peralatan dalam keadaan berfungsi X = 0 , jika peralatan dalam keadaan rusak State dari keandalan merupakan proses stokastik, karena merupakan fungsi dari waktu, dimana, T = lamanya peralatan beroperasi sebelum failure terjadi t = masa pakai peralatan R = merupakan variabel random Failure dapat juga dinyatakan dengan variabel random T atau dapat pula dinyatakan dengan proses stokastik x(t). Hubungan diantara keduanya dinyatakan dengan : T>t =1 T≤t =0 Sehingga didapat persamaan : P{x(t) = 1} = P{t>1} P{x(t) = 0} = P{t≤1} P{x(t) = 1} = P{t<1} : probabilitas bahwa peralatan tersebut masih beroperasi pada saat t (menyatakan fungsi waktu).
17 2.3.8.2 Fungsi Keandalan Keandalan (Reliability) adalah probabilitas bahwa suatu peralatan atau sistem peralatan akan beroperasi pada suatu periode waktu, tanpa mengalami failure dan kondisi lingkungan tertentu. Bila suatu peralatan yang biasanya beroperasi sampai waktu tertentu tanpa mengalami failure maka fungsi keandalan R(t).
R(t) =
f (t )dt
= P(x>t)
1
R(t) = P (peralatan beroperasi hingga waktu t) R(t) = 1 – P(T – t) Dari persamaan didapat : R(t) = 1 – F(t) Dimana F(t) adalah fungsi distribusi kumulatif umur (lifetime) komponen. a. Laju Kerusakan/Kegagalan Reliability juga sering dinyatakan dengan laju failure yang didefinisikan sebagai komponen yang rusak per satuan waktu, bila komponen sejenis dalam jumlah yang banyak dioperasikan bersama.
(t ) lim
N (t ) / N (0) N (t t ) / N (0) N (t ) / N (0).t
Laju failure juga seringkali disebut sebagai hazard. Dimana hazard dapat dinyakan dengan : 1
H (t ) (t )dt 0
Sehingga persamaan dari keandalan adalah : R(t) = exp[-H(t)] b. Mean Time To Failure(MTTF) Keandalan seringkali dinyatakan dalam bentuk angka yang menyatakan ekspektasi masa pakai yang dinotasikan dengan E(t) distribusi Mean Time To Failure (MTTF).
18
MTTF R (t ).dt 0
c. Model Probabilitas untuk Keandalan Langkah pertama dalam menghitung keandalan suatu peralatan yaiotu harus mengetahui model probabilitas, yang biasa dinyatakan dalam distribusi statistik. Dalam analisa keandalan ada beberapa distribusi yaitu distribusi Exponensial, distribusi Weibull, distribusi Lognormal dan distribusio Normal. i. Distribusi Exponensial Distribusi ini paling sering digunakan dalam prakteknya, dimana failure peralatan disebabkan oleh kerusakan komponen. a. Fungsi padat distribusi Exponensial f(t) = λ exp [-λt] untuk t ≥ 0 Dimana λ adalah rata – rata kedatangan dari failure. b. Fungsi Kumulatif distribusi Exponensial F(t) = 1 – exp[-λt] c. Fungsi keandalan dari distribusi Exponensial R(t) = exp[-λ.t] d. Laju failure dari distribusi Exponensial ii. Distribusi Weibull Distribusi ini digunakan untuk keandalan dimana memiliki parameter bentuk dan parameter skala. 1. Fungsi padat distribusi Weibull dengan 2 parameter.
f(t) = (t ) 1 .e (t ) Dimana : α adalah parameter bentuk β adalah parameter skala 2. Fungsi Kumulatif distribusi Weibull ( t )
F(t) = 1 e 3. Fungsi keandalan dari distribusi Weibull
R(t) = e (t ) 4. Laju failure dari distribusi Weibull
19
t h(t) = iii.
1
Distribusi Lognormal Distribusi ini digunakan apabila logaritma mengikuti distribusi normal. a. Fungsi padat distribusi Lognormal (log t ) 2 1 f(t) = exp 2 2 t 2 Untuk - t , dimana μ adalah rata – rata distribusi. b. Fungsi Kumulatif distribusi Lognormal F(t) =
(log t ) 2 exp 2 2 2 1
t
c. Fungsi keandalan dari distribusi Lognormal R(t) =
(log t ) 2 exp 2 2 t 2 t 1
d. Laju failure dari distribusi Exponensial
(log t ) 2 exp 2 2 h(t) = 2 (log t ) t exp 2 2 dt 2.3.9
Model Matematis Perawatan Salah satu kelemahan dalam Reliabiliy Centerd Maintenace II adalah kurangnya unsur optimasi model untuk menetukan interval perawtan yang optimal. Dirumuskan bahwa Total Biaya perawatan merupakan penjumlahan kumulatif biaya kegagalan dan biaya perawatan maka dapat dihitung :
20
TC
S
.C
R
.C
. S normal)
M
(untuk distribusi
Dimana : TC = Total biaya C M = Biaya perawatan C R = Biaya perbaikan S = Interval waktu perawatan optimal β dan η adalah parameter distribusi selang waktu kerusakan (weilbull) Untuk memperoleh TC minimum maka diperoleh : S M C
dTC dT M
sehingga
1
C
M
R
C
M
1 1
Dimana : β dan η adalah parameter distribusi selang waktu kerusakan C M = Biaya perawatan C R = Biaya perbaikan 2.4 Menentukan Severity, Occurrence, Detection and RPN Untuk menentukan prioritas dari suatu bentuk kegagalan maka tim FMEA harus mendefinisikan terlebih dahulu tentang severity, detection, serta hasil akhirnya yang berupa risk priority number.
1. Severity Merangkingkan severity yakni mengidentifikasikan damoak potensial yang terburuk yang diakibatkan oleh suatu
21 kegagalan. Dampak ini ditentukan berdasarkan tingkat cedera yang dialami personel, tingkat kerusakan peralatan, akibat pada produksi dan lama downtime yang terjadi. Tingkatan efek ini dapat dikelompokkan menjadi :
22 Tabel 2.1 Tingkatan Severity Ranking
Akibat (Effect)
1
Tidak ada akibat
2
Akibat sangat ringan
3
4 5
Akibat ringan
Akibat minor
Akibat moderat
Kriteria Verbal
Akibat pada Produksi
Tidak mengakibatkan apa – apa (tidak ada akibat) , penyesuaian yang diperlukan Mesin tetap neroperasi dan aman, hanya terjadi sangat sedikit ganggguan peralatan yang tidak berarti. Akibat hanya dapat diketahui oleh operator yang berpengalaman.
Proses berada dalam pengendalian Proses berada dalam pengendalian, hanya membutuhkan sedikit penyesuaian.
Mesin tetap beroperasi dan aman, hanya sedikit terjadi gangguan. Akibat diketahui oleh rata – rata operator.
Proses telah berada diluar pengendalian, membutuhkan beberapa penyesuaian. Kurang dari 30 menit downtime atau tidak ada kehiangan waktu produksi. 30 – 60 menit downtime
Mesin tetap beroperasi dan aman, namun terdapat gangguan kecil. Akibat diketahui oleh semua operator.
Mesin tetap beroperasi dan aman, tetapi menimbulkan bebarapa kegagalan produk. Operator merasa tidak puas karena kinerja kurang.
23 Tabel 2.1 Tingkatan Severity (lanjutan) 6
Akibat signifikan
7
Akibat major
8
Akibat ekstrem
9
Akibat serius
10
Akibat berbahaya
Mesin tetap beroperasi dan aman, tetapi menimbulkan kegagalan produk. Operator merasa sangat tidak puas dengan kinerja mesin. Mesintetap beroperasi dan aman, tetapi tidak dapat dijalankan secara penuh. Operator merasa sangat tidak puas.
1 – 2 jam downtime
Mesin tidak dapat beroperasi, telah kehilangan fungsi utama mesin.
4 – 8 jam downtime
Mesin gagal beroperasi, serta tiodak sesuai dengan peraturan keselamatan kerja. Mesin tidak layak dioperasikan, karena dapat menimbulkan kecelakaan secara tiba – tiba, bertentangan dengan peraturan keselamatan kerja.
> 8 jam downtime
2 – 4 jam downtime
> 8 jam downtime
24 2. Occurrence Frekuensi terjadinya kegagalan (occurrence). Frekuensi terjadinya kegagalan ini dapat dilihat dalam table 2.6.2 sebagai berikut : Tabel 2.2 Tingkatan Occurrence Ranking
Kejadian
1
Hampir tidak pernah Remote
2
Kriteria Verbal
Kerusakan mesin jarang terjadi
Tingkat Kejadian Kerusakan Lebih besar daripada 10.000 jam 6.001 – 10.000 jam operasi
Kerusakan hampir tidak pernah terjadi
3
Sangat sedikit
Kerusakan mesin terjadi sangat sedikit
3.001 – 6000 jam operasi
4
Sedikit
Kerusakan mesin terjadi sedikit
2.002 – 3000 jam operasi
5
Rendah
1.001 – 2000 jam operasi
6
Medium
7
Agak tinggi
Kerusakan mesin terjadi pada tingkat rendah Kerusakan terjadi pada tingkat medium Kerusakan terjadi agak tinggi
8
Tinggi
Kerusakan terjadi tinggi
11 – 100 jam operasi
401 – 1000 jam operasi 101 – 400 jam operasi
25 Tabel 2.2 Tingkatan Occurrence (lanjutan) 9
Sangat tinggi
Kerusakan terjadi sangat tinggi
2 – 10 jam operasi
10
Hampir selalu
Kerusakan mesin selalu terjadi
Kurang dari jam operasi
3. Detection Detection adalah pengukuran terhadap kemampuan mengendalikan/mengontrol kegagalan yang dapat terjadi. Nilai detection dapat dilihat dalam table 2.6.3 berikut :
26 Tabel 2..3 Tingkatan Detection Ranking 1 2
Akibat
Kriteria Verbal
Hampir pasti Sangat Tinggi
Perawatan preventif akan selalu mendeteksi penyebab potensial atau mekanisme kegagalan dan mode kegagalan Perawatan preventif memiliki kemungkinan sangat tinggi untuk mendeteksi penyebab potensial atau mekanisme kegagalan dan mode kegagalan Perawatan preventif memiliki kemungkinan tinggi untuk mendeteksi penyebab potensial atau mekanisme kegagalan dan mode kegagalan Perawatan preventif memiliki kemungkinan moderate higly untuk mendeteksi penyebab potensial atau mekanisme kegagalan dan mode kegagalan Perawatan preventif memiliki kemungkinan moderate untuk mendeteksi penyebab potensial atau mekanisme kegagalan dan mode kegagalan
3
Tinggi
4
Moderate Higly
5
Moderate
6
Rendah
Perawatan preventif memiliki kemungkinan rendah untuk mendeteksi penyebab potensial atau mekanisme kegagalan dan mode kegagalan
7
Sangat Rendah
Perawatan preventif memiliki kemungkinan sangat rendah untuk mendeteksi penyebab potensial atau mekanisme kegagalan dan mode kegagalan
8
Remote
Perawatan preventif memiliki kemungkinan remote untuk mendeteksi penyebab potensial atau mekanisme kegagalan dan mode kegagalan
27 Tabel 2..3 Tingkatan Detection (lanjutan) 9
Very Remote
10
Tidak Pasti
Perawatan preventif memiliki kemungkinan very remote untuk mendeteksi penyebab potensial atau mekanisme kegagalan dan mode kegagalan Perawatan preventif akan selalu tidak mampu untuk mendeteksi penyebab potensial atau mekanisme kegagalan dan mode kegagalan
28 4. Risk Priority Number (Angka Prioritas Resiko/RPN) RPN merupakan produk matematis dari keseriusan effect(severity), kemungkinan terjadinya cause akan menimbulkan kegagalan yang berhubungan dengan effect (occurrence), dan kemampuan untuk mendeteksi kegagalan sebelum terjadi pada pelanggan (detection). RPN dapat ditunjukkan dengan persamaan sebagai berikut : RPN
=
Severity * Occurrence * Detection
Hasil dari RPN menunjukkan tingkatan prioritas peralatan yang dianggap beresiko inggi, sebagai penunjuk ke arah tindakan perbaikan.