BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tekanan Panas 2.1.1 Definisi Tekanan Panas Tekanan panas adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan udara, dan panas radiasi yang kemudian dipadankan dengan produksi panas oleh tubuh. Suhu nyaman bagi orang Indonesia adalah antara 24-260C (Suma’mur, 2009). Suhu lingkungan di tempat kerja yang terlalu panas atau terlalu dingin berbahaya terhadap kesehatan individu pekerja. Pajanan suhu yang terlalu panas disebut juga heat stress (Harrianto, 2013). Rentan temperatur dimana manusia merasa nyaman dengan suhu lingkungan adalah antara 2-3 derajat celcius namun kenyamanan tersebut sangat bervariasi tergantung pada jenis pakaian yang dipakai dan aktivitas fisik yang ia lakukan (Nurmianto, 2004). 2.1.2 Lingkungan Kerja Panas Pekerja di dalam lingkungan panas, seperti di sekitar furnaces, peleburan, boiler, oven, tungku, pemanas atau bekerja di luar ruangan di bawah terik matahari dapat mengalami tekanan panas. Selama aktivitas pada lingkungan panas tersebut, tubuh secara otomatis akan memberikan reaksi untuk memelihara suatu kisaran panas lingkungan yang konstan dengan menyeimbangkan antara panas yang diterima dari luar tubuh dengan kehilangan panas dari dalam tubuh. Menurut Tarwaka dkk (2004)
Universitas Sumatera Utara
bahwa suhu tubuh manusia dipertahankan hampir menetap oleh suatu pengaturan suhu. Suhu menetap ini dapat dipertahankan akibat keseimbangan di antara panas yang dihasilkan dari metabolism tubuh dan pertukaran panas di antara tubuh dan lingkungan sekitarnya. Produksi panas di dalam tubuh tergantung dari kegiatan fisik tubuh, makanan, gangguan sistem pengaturan panas seperti dalam kondisi demam dan lain-lain. Selanjutnya faktor-faktor yang menyebabkan pertukaran panas di antara tubuh dengan lingkungan sekitarnya adalah panas konduksi, panas konveksi, panas radiasi, dan panas penguapan (Tarwaka dkk, 2004). Suhu nikmat kerja adalah suhu yang diperlukan seseorang agar dapat bekerja secara nyaman. Suhu nikmat kerja berkisar antara 24°C-26°C bagi orang Indonesia. Orang Indonesia pada umumnya beraklimatisasi dengan iklim tropis yang suhunya sekitar 29°C-30°C dengan kelembaban 85%-95%. Aklimatisasi terhadap panas berarti suatu proses penyesuaian yang terjadi pada seseorang selama satu minggu pertama berada di tempat kerja. Setelah satu minggu pertama berada di tempat panas, tenaga kerja mampu bekerja tanpa pengaruh tekanan panas, hal ini tergantung dari aklimatisasi setiap individu yang dilihat dari beban kerja sehingga diperlukan variasi kerja (Suma’mur, 2009).
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Fisiologi Pertukaran Panas Tubuh Faktor-faktor yang menyebabkan pertukaran panas menurut Suma’mur (2009) sebagai berikut : 1.
Konduksi Konduksi adalah pertukaran panas antar tubuh dengan benda-benda sekitar
melalui mekanisme sentuhan atau kontak langsung. Konduksi dapat menghilangkan panas dari tubuh, apabila benda-benda sekitar lebih rendah suhunya, dan dapat menambah panas kepada badan apabila suhunya lebih tinggi dari tubuh. 2.
Konveksi Konveksi adalah pertukaran panas dari tubuh dan lingkungan melalui kontak
udara dengan tubuh. Udara adalah penghantar panas yang kurang begitu baik, tetapi melalui kontak dengan tubuh dapat terjadi pertukaran panas antara udara dengan tubuh. Tergantung dari suhu udara dan kecepatan angin, konveksi memainkan besarnya peran dalm pertukaran panas antar tubuh dengan lingkungan. Konveksi dapat mengurangi atau menambah panas kepada tubuh. 3.
Radiasi Setiap benda termasuk tubuh manusia selalu memncarkan gelobang panas.
Tergantung dari suhu benda-benda sekitar, tubuh menerima atau kehilangan panas lewat mekanisme radiasi. 4.
Penguapan Manusia dapat berkeringat dengan penguapan dipermukaan kulit atau melalui
paru-paru tubuh kehilangan panas untuk penguapan.
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Panas Menurut Tarwaka, dkk (2004) faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh tenaga kerja antara lain : 1. Umur Daya tahan tubuh terhadap panas akan menurun pada umur yang lebih tua. Orang yang lebih tua akan lamban keluar keringatnya dibandingkan dengan orang muda. 2. Jenis Kelamin Terdapat perbedaan kecil dalam kapasitas antara laki-laki dan perempuan untuk berkeringat secara cukup, dalam iklim panas tidak dapat beraklimatisasi secara baik seperti laki-laki. Seorang wanita lebih tahan terhadap suhu dingin dari pada suhu panas. Hal tersebut disebabkan karena tubuh wanita mempunyai jaringan dengan daya konduksi yang lebih tinggi terhadap panas bila dibandingkan dengan laki-laki. 3. Masa Kerja Lamanya bekerja seseorang dari pertama bekerja hingga dilakukannya penelitian pada sampel penelitian. 4. Aklimatisasi Aklimatisasi adalah penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungannya yang ditandai dengan penurunan detak nadi dan suhu mulut atau suhu badan sebagai akibat pembentukan keringat.
Universitas Sumatera Utara
2.1.5 Pengukuran Suhu Udara Atmosfer Terdapat beberapa cara untuk menetapkan besarnya tekanan panas, yaitu adalah sebagai berikut (Suma’mur, 2009): 1. Suhu efektif, yaitu indeks sensoris tingkat panas (rasa panas) yang dialami oleh seseorang tanpa baju dan bekerja enteng dalam berbagai kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan aliran udara. Kelemahan penggunaan suhu efektif ialah tidak memperhitungkan panas radiasi dan panas metabolisme tubuh. Untuk penyempurnaan pemakaian suhu efektif dengan memperhatikan panas radiasi, dibuat skala Suhu Efektif Yang Dikoreksi (Corrected Effektive Temperature Scalle). Namun tetap saja ada kelemahan pada suhu efektif yaitu tidak diperhitungkannya panas hasil metabolisme tubuh. 2. Indeks Suhu Basah dan Bola (ISSB) (Wet Bulb-Globe Temperature Index), dengan rumus-rumus sebagai berikut: ISBB = 0,7 X suhu basah + 0,2 X suhu radiasi + 0,1 suhu kering untuk bekerja pada pekerjaan dengan adanya paparan sinar matahari). ISBB = 0,7 X suhu basah + 0,3 suhu radiasi (untuk bekerja pada pekerjaan tanpa disertai penyinaran sinar matahari). ISBB adalah cara pengukuran yang paling sederhana karena tidak banyak membutuhkan keterampilan cara atau metode yang tidak sulit dan besarnya tekanan panas dapat diukur dengan cepat. Nilai Ambang Batas untuk Indeks Suhu Basah dan Bola tekanan panas yang diperkenankan oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam surat
Universitas Sumatera Utara
keputusan nomor PER.13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja adalah Tabel 2.1 Nilai Ambang Batas Iklim Kerja Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) Pengaturan Waktu ISBB (OC) Kerja Setiap Jam Beban Kerja Ringan Sedang Berat Berkerja terus menerus (8 jam/hari) 75% kerja 25% istirahat 50% kerja 50%istirahat 25% kerja 75%istirhat
30,0
26,7
25,0
30,6 31,4 32,2
28,0 29,4 31,1
25,9 27,9 30,0
Menurut Tarwaka (2010) peralatan modern yang digunakan untuk mengukur ISBB adalah Area Heat Monitor. Dimana alat tersebut dioperasikan secara digital yang meliputi parameter suhu basah, suhu kering, suhu radiasi dan ISBB atau WBGT in dan WBGT out yang hasilnya tinggal membaca pada alat dengan menekan tombol operasional dalam satuan 0C atau 0F. pada waktu pengukuran alat ditempatkan sekitar sumber panas dimana pekerja melakukan pekerjaannya. 3. Prediksi kecepatan keluar keringat selama 4 jam (predicted – 4 – hour sweat rate disingkat P4SR), yaitu banyaknya prediksi keringat keluar selama 4 jam sebagai akibat kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan aliran udara serta panas radiasi. Nilai prediksi ini dapat pula dikoreksi untuk bekerja dengan berpakaian dan juga menurut tingkat kegiatan dalam melakukan pekerjaan.
Universitas Sumatera Utara
4. Indeks Belding-Hacth, yaitu kemampuan berkeringat orang standar yaitu orang muda dengan tinggi 170 cm dan berat badan 154 pon, dalam keadaan sehat memiliki kesegaran jasmani, serta beraklimatisasi terhadap iklim kerja panas. Dalam lingkungan panas , efek pendinginan penguapan keringat adalah mekanisme terpenting untuk mempertahankan keseimbangan termis badan. Maka dari itu, Belding dan Hacth mendasarkan indeksnya atas perbandingan banyaknya keringat yang diperlukan untuk mengimbangi panas dan kapasitas maksimal tubuh untuk berkeringat untuk menentukan indeks tersebut, diperlukan pengukuran suhu kering dan suhu basah, suhu bola, kecepatan aliran udara, dan produksi panas sebagai akibat kegiatan melakukan pekerjaan. Namun Indeks Belding-Hacth mempunyai kelemahan yaitu:
Dalam perusahaan dan terutama bagi bangsa (ras) yang berbeda, pengertian orang standar tidak bisa berlaku untuk keseluruhan.
Indeks didasarkan atas percobaan orang tanpa pakaian, sedangkan tenaga kerja melakukan pekerjaannya dengan berpakaian. Untuk itu, perlu koreksi sekitar 40% terhadap Indeks Belding-Hacth, jika digunakan untuk orangorang yang berkerja.
2.1.6 Gangguan Kesehatan Akibat Tekanan Panas Pekerjaan yang berisiko tinggi menimbulkan gangguan kesehatan dan penyakit akibat pajanan lingkungan yang terlalu panas dapat mengakibatkan
Universitas Sumatera Utara
gangguan kesehatan. Penyakit dan gangguan akibat pajanan lingkungan panas sebagai berikut (Harrianto, 2013) : 1. Kelainan Kulit : a. Heat edema. Biasanya terjadi pada Para pekerja yang baru bekerja di lingkungan yang panas tanpa melaksanakan periode aklimatisasi. Paling sering terlihat di pergelangan kaki. Kembali menjadi normal secara spontan setelah 1 atau 2 hari berada di lingkungan yang lebih dingin. b. Erythema igne. Nodul-nodul hyperkeratosis yang berlanjut pada luka bakar. c. Intertrigo rash. Eritema disekitar ketiak, lipatan siku, lutut dan leher akibat keringat yang berlebihan. d. Heat rash (miliaria). Obstruksi saluran kelenjar keringat,sehingga terjadi retensi keringat yang mengakibatkan timbulnya warna kemerahan dan papelpapel kecil di permukaan kulit. 2. Heat Cramps. Rasa nyeri tajam di otot yang dapat terjadi sendiri atau bersamasama dengan kelainan akibat pajanan lingkungan panas yang lain. Hal ini diakibatkan oleh kegagalan tubuh mengganti kehilangan NaCl yang hilang bersama keringat. Heat cramps sering kali terjadi bila banyak minum tanpa disertai suplementasi NaCl. Paling sering terjadi pada otot-otot fleksor tangan dan kaki untuk beberapa menit atau jam. 3. Heat Exhaustion. Heat exhaustion diakibatkan oleh kegagalan tubuh untuk beradaptasi, karena darah mengalir secara serentak ke permukaan kulit akibat vasodilatasi pembuluh darah kulit. Gejala yang timbul dalam bentuk pengeluaran
Universitas Sumatera Utara
keringat yang berlebihan, rasa lemah, pusing, penglihatan gelap, rasa sangat haus, mual, muntah, diare, kram otot, kesemutan, palpitasi, dan kesukaran bernapas. Penyakit ini akan sembuh setelah beristirahat di tempat yang dingin dan rehidrasi serta restorasi cairan elektrolit yang cukup. 4. Heat Syncope. Kesadaran menurun secara mendadak akibat kehilangan cairan yang berlebihan oleh pengeluran keringat dan terjadinya hipotensi serebri, yaitu insufisiensi aliran darah ke otak untuk sementara pada saat berdiri, akibat terjadinya vasodilatasi pembuluh darah kulit secara serentak sehingga darah menumpuk di tungkai. Biasanya terjadi pada para pekerja yang tidak melaksanakan periode aklimatisasi. Penyakit ini akan sembuh setelah beristirahat di tempat yang dingin dan rehidrasi serta restorasi cairan elektrolit yang cukup. 5. Heat Stroke dan Hiperpireksia. Meningkatnya suhu tubuh merupakan gangguan kesehatan akibat bekerja di lingkungan panas yang paling serius. Gejalanya yaitu kulit memerah, kering karena tubuh tidak mampu lagi menghasilkan keringat, suhu tubuh mungkin lebih dari 41oC, lemah, sakit kepala, rasa berputar, nadi cepat, kadang-kadang timbul kejang, kesadaran menurun sampai koma. Gejala hiperpereksia hampir sama dengan heat stroke, tetapi pada hiperpereksia, kulit masih terasa agak basah. Kedua kondisi ini memerlukan pertolongan secepatnya, yaitu dengan membuka semua pakaian, menyemprot tubuh korban dengan air dingin, mendinginkan suhu tubuh, dan meningkatkan proses evaporasi dengan kipas angin, serta membawa korban sesegera mungkin kerumah sakit. Heat sroke dan hiperpereksia dapat terjadi karena tidak dilaksanakan proses aklimatisasi,
Universitas Sumatera Utara
kondisi tubuh yang kurang fit, atau adanya gejala demam dan diare yang meningkatkan kerentanan terhadap terjadinya kondisi ini. 2.1.7 Pengendalian Pajanan Lingkungan Panas Resiko gangguan kesehatan akibat bekerja di lingkungan panas yang terlalu tinggi dapat dikurangi dengan cara (Harrianto, 2013) : 1. Pengendalian administratif a. Periode aklimasi yang cukup sebelum melaksanakan beban kerja yang penuh b. Untuk mempersingkat pajanan dibutuhkan jadwal istirahat yang pendek tetapi sering dan rotasi pekerja yang memadai c. Ruangan dengan penyejuk udara (AC) perlu disediakan untuk memberikan efek pendinginan pada para pekerja waktu istirahat d. Penyediaan air minum yang cukup 2. Pengendalian teknik. Pengendalian teknik merupakan usaha yang paling efektif untuk mengurangi pajanan lingkungan panas yang berlebihan, yaitu dengan cara: a. Mengurangi produksi panas metabolik tubuh b. Automatisasi dan mekanisasi beban tugas akan meminimalisasi kebutuhan kerja fisik para pekerja c. Mengurangi penyebaran panas radiasi dari permukaan benda-benda yang panas, dengan cara sebagai berikut:
Isolasi/penyekat. Melapisi permukaan benda-benda yang panas dengan bahan yang memiliki emisi yang rendah, seperti alumenium atau cat
Universitas Sumatera Utara
Perisai. Dua jenis perisai panas radiasi yang dapat digunakan yaitu dengan baja tahan karat, aluminium, atau benda logam lainnya yang berwarna putih, sehingga akan memantulkan panas kembali ke sumbernya, atau perisai absorben, misalnya jas pendingin yang dibuat dari
alumenium
yang
permukaannya
berwarna
hitam
dapat
angin
untuk
mengabsorpsi dan membuang panas
Remote control
d. Mengurangi
bertambahnya
panas
konveksi.
Kipas
meningkatkan kecepatan gerak udara di ruang kerja yang panas e. Mengurangi kelembapan. AC, peralatan penarik kelembaban dan upaya lain untuk mengeliminasi uap panas sehingga dapat mengurangi kelembaban di lingkungan tempat kerja 3. Alat pelindung diri a. Untuk berkerja di tempat kerja yang panas dan lembap, perlu disediakan baju yang tipis dan berwarna terang sehingga pengeluaran panas tubuh dengan proses evaporasi keringat menjadi lebih efisien b. Kacamata yang dapat menyerap panas radiasi bila bekerja dekat dengan benda-benda yang sangat panas, misalnya cairan logam atau oven yang panas.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Tekanan Darah 2.2.1 Definisi Tekanan Darah Tekanan darah adalah tekanan yang dihasilkan oleh darah dari sistem sirkulasi atau sistem vascular terhadap dinding pembuluh darah (Joyce dkk, 2008). Tekanan darah dalam kehidupan seseorang bervariasi secara alami. Tekanan darah dipengaruhi oleh aktivitas fisik, dimana akan lebih tinggi pada saat melakukan aktivitas dan lebih rendah ketika beristirahat. Tekanan darah dalam satu hari berbeda, paling tinggi di waktu pagi hari dan paling rendah pada saat tidur malam hari (Joyce dkk, 2008). Tekanan darah sistolik adalah tekanan yang diturunkan sampai suatu titik dimana denyut dapat dirasakan, sedangkan tekanan diastolik adalah tekanan diatas arteri brakialis perlahan-lahan dikurangi sampai bunyi janyung atau denyut arteri dengan jelas dapat didengar dan titik dimana bunyi mulai menghasilkan perbedaan tekanan antara sistole dan diastole disebut tekanan nadi dan normalnya adalah 30-50 mmHg (Hull, 1986). 2.2.2 Sistem Sirkulasi Tekanan Darah Darah mengambil oksigen dari dalam paru-paru. Darah yang mengandung oksigen ini memasuki jantung dan kemudian dipompakan ke seluruh bagian tubuh melalui pembuluh darah yang disebut arteri. Pembuluh darah yang lebih besar bercabang-cabang menjadi pembuluh-pembuluh darah lebih kecil hingga berukuran mikroskopik, yang akhirnya membentuk jaringan yang terdiri dari pembuluhpembuluh darah sangat kecil yang disebut kapiler. Jaringan ini mengalirkan darah ke sel-sel tubuh dan menghantarkan oksigen untuk menghasilkan energi yang
Universitas Sumatera Utara
dibutuhkan demi kelangsungan hidup. Kemudian darah, yang sudah tidak beroksigen kembali ke jantung melalui pembuluh darah vena, dan di pompa kembali ke paruparu untuk mengambil oksigen lagi. Saat jantung berdetak, otot jantung berkontraksi untuk memompakan darah ke seluruh tubuh. Tekanan tertinggi berkontraksi dikenal sebagai tekanan sistolik. Kemudian otot jantung rileks sebelum kontraksi berikutnya, dan tekanan ini paling rendah, yang dikenal sebagai tekanan diastolik. Tekanan sistolik dan diastolik ini diukur ketika Anda memeriksakan tekanan darah (Dian, 2011). 2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah Beberapa faktor yang mempengaruhi tekanan darah yaitu: 1. Olahraga Respon fisiologis terhadap olahraga adalah meningkatnya curah jantung yang akan disertai meningkatnya distribusi oksigen ke bagian tubuh yang membutuhkan, sedangkan pada bagian-bagian yang kurang memerlukan oksigen akan terjadi vasokonstriksi, misal, traktus digestivus. Meningkatnya curah jantung pasti akan mempengaruhi tekanan darah (Ridjab, 2005). 2. Emosi 3. Stress 4. Umur Tekanan darah akan cenderung tinggi bersama dengan peningkatan usia. Umumnya sistolik akan meningkat sejalan dengan peningkatan usia, sedangkan
Universitas Sumatera Utara
diastolik akan meningkat sampai usia 55 tahun, untuk kemudian menurun lagi (Vita, 2004). Semakin tua seseorang tekanan sistoliknya akan semakin tinggi. 5. Jenis Kelamin Tekanan darah pada perempuan sebelum menopause adalah 5-10 mmHg lebih rendah dari pria seumurnya, tetapi setelah menopause tekanan darahnya lebih meningkat (Vita, 2004). 6. Obesitas Jika mempunyai ukuran tubuh yang termasuk kedalam katagori obesitas yaitu dengan nilai IMT lebih dari 27,5 maka memungkinkan terjadinya
peningkatan
tekanan darah. 7. Minum Alkohol Minuman alkohol secara berlebihan dapat meningkatkan tekanan darah dan menyebabkan resistensi terhadap obat anti hipertensi (Vita,2004). 8. Merokok Pada keadaan merokok pembuluh darah di beberapa bagian tubuh akan mengalami penyempitan, dalam keadaan ini dibutuhkan tekanan yang lebih tinggi supaya darah dapat mengalir ke bagian tubuh dengan jumlah yang tetap (Vita, 2004). Untuk itu jantung harus memompa darah lebih kuat, sehingga tekanan darah pada pembuluh darah meningkat (Wardoyo, 1996).
Universitas Sumatera Utara
9. Faktor Eksternal Selain faktor dari pribadi, ada juga faktor yang mempengaruhi perubahan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik. Faktor tersebut adalah faktor yang berasal dari lingkungan, khususnya lingkungan kerja, seperti:
Tekanan panas Pada lingkungan kerja panas, tubuh mengatur suhunya dengan penguapan keringat yang dipercepat dengan pelebaran pembuluh darah tepi dan pembuluh darah dalam yang disertai meningkatnya denyut nadi dan tekanan darah, sehingga beban kardiovaskular bertambah (Suma’mur, 2009).
Kebisingan Efek kebisingan terlihat dari persyarafan otonom yang ditandai dengan kenaikan tekanan darah, percepatan denyut jantung, pengerutan pembuluh darah kulit, bertambah cepatnya metabolisme, menurunnya aktivitas alat pencernaan. Kebisingan menyebabkan kelelahan, kegugupan, rasa ingin marah, hipertensi dan menambah stress (Dian, 2011).
Masa kerja Semakin lama masa kerja dapat dikatakan semakin tinggi pula kemampuan kerja yang dimiliki, semakin efesien badan dan jiwa bekerja, sehingga beban kerja relatif sedikit. Lamanya bekerja seseorang dari pertama bekerja hingga dilakukannya penelitian pada sampel penelitian, baik dari hari ke hari ataupun seumur hidup (Tarwaka dkk, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Lama paparan Tekanan panas memerlukan upaya tambahan pada anggota tubuh untuk memelihara keseimbangan panas. Selanjutnya apabila pemaparan terhadap panas terus berlanjut, maka resiko terjadinya gangguan kesehatan juga akan meningkat (Dian, 2011).
Beban kerja Menurut Meskahati dalam Tarwaka 2010, dapat didefenisikan sebagai suatu perbedaan antara kapasitas atau kemampuan pekerja dengan tuntutan pekerjaan yang harus dihadapi.
2.2.4 Penggolongan Tekanan darah 1. Tekanan darah normal Tekanan darah normal bila tekanan sistolik menunjukkan kurang dari 140 mmHg dan diastolik kurang dari 90 mmHg (Guyton dkk, 2008). Menurut WHO – ISH 1999 tekanan darah normal adalah <130/85 mmHg sedangkan tekanan darah optimal <120/80 mmHg. 2. Tekanan darah rendah Seseorang dikatakan memiliki tekanan darah rendah bila tekanan darah untuk yang normal tetap di bawah 100/60 mmHg, tekanan darah sistolik kurang dari 100 mmHg dan diastolik kurang dari 60 mmHg (Watson, 2002).
Universitas Sumatera Utara
3. Tekanan darah tinggi Tekanan darah untuk yang normal tetap diatas 100/90 mmHg, tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg dan diastolik lebih dari 90 mmHg (Watson, 2002). Tekanan darah biasanya digambarkan sebagai rasio tekanan sistolik terhadap tekanan diastolik. Sebagai contoh, tekanan darah pada angka 120/80 menunjukkan tekanan sistolik pada nilai 120 mmHg, dan tekanan diastolik pada nilai 80 mmHg. Nilai tekanan darah pada orang dewasa normalnya berkisar dari 100/60 sampai 140/90. Rata-rata tekanan darah normal biasanya 120/80 mmHg (Smeltzer dkk, 2001). Menurut WHO, tekanan darah normal orang Indonesia adalah 120/80 mmHg. 2.2.5 Pengukuran Tekanan Darah Tekanan
darah
biasanya
diukur
secara
tak
langsung
dengan
sphygmomanometer air raksa atau alat noninvasive lainnya pada posisi duduk atau terlentang. Ketepatan alat yang bukan air raksa harus dibandingkan dengan sfigmomanometer air raksa secara bersamaan dan hal ini (kalibrasi) dilakukan secara berkala. Pada saat mengukur tekanan darah, perhatian utama harus ditujukan pada hal-hal berikut: 1. Sebelum pengukuran penderita istirahat beberapa menit diruang yang tenang 2. Ukuran manset lebar 12-13 cm serta sepanjang 35 cm, ukuran lebih kecil pada anak-anak dan lebih besar pada penderita gemuk (ukuran sekitar 2/3 lengan) 3. Diperiksa pada fosa kubiti dengan cuff setinggi jantung (ruang antar iga IV) 4. Tekanan darah dapat diukur pada keadaan duduk atau terlentang
Universitas Sumatera Utara
5. Tekanan darah dinaikkan sampai sampai 30 mmHg diatas tekanan sistolik (palpasi), kemudian diturunkan 2 mmHg/detik dan dimonitor dengan stetoskop diatas a brakhialis 6. Tekanan sistolik adalah tekanan pada saat terdengar suara Korotkoff I sedangkan tekanan diastolik pada saat Korotkoff V menghilang. Bila suara terdengar, dipakai patokan Korotkoff IV 7. Pada pengukuran pertama dianjurkan pada kedua lengan terutama bila terdapat penyakit pembuluh darah perifer 8. Perlu pengukuran pada posisi duduk/ terlentang dan berdiri untuk mengetahui ada tidaknya hipotensi postural terutama pada orang tua, diabetes mellitus dan keadaan lain yang menimbulkan hal tersebut (pemberian penyekat alfa). Alat pengukuran lain dengan aneroid atau digital (semi-otomatik atau otomatik) yang kurang tepat dan harus dikalibrasi secara periodik terhadap sphygmomanometer air raksa. Beberapa mesin otomatik dipakai untuk mengukur tekanan darah selama 24-72 jam yang biasanya yang menggunakan cara osilometrik. Digunakan pula alat yang dijepitkan pada ujung jari untuk monitor selama operasi atau keadaan lain dalam posisi penderita duduk atau telentang (Soesetyo, 2003). Terdapat alat semi-otomatis dan otomatis untuk mengukur tekanan darah selama 24 jam atau lebih. Indikasi pemeriksaan tersebut (ABPM = Ambulatory Blood Monitoring) ialah sebagai berikut: 1. Adanya variasi tekanan darah yang tidak seperti biasanya pada kunjungan hari yang sama ataupun pada hari yang berbeda
Universitas Sumatera Utara
2. Office hypertension pada penderita dengan resiko kardiovaskuler rendah 3. Gejala menunjukkan adanya episode hipotensi 4. Hipertensi yang resisten terhadap pengobatan Keterbatasan cara pengukuran tekanan darah ambulatory tersebut adalah: 1. Data mengenai nilai prognostik pengukuran tekanan darah dengan cara ini terbatas 2. Pengukuran tekanan darah ambulatory lebih rendah daripada pengukuran di klinik/praktek. Pengukuran tekanan darah ambulatory sebesar 125/80 mmHg setara dengan pengukuran tekanan darah di praktek/klinik 140/90 mmHg 3. Alat yang digunakan harus dicek untuk ketepatan dan penampilannya secara berkala (dikalibrasi). Dihindarkan penggunaan alat dengan mengukur tekanan darah pada jari dan tangan dibawah siku Keuntungan cara pengukuran ini: 1. Pengukuran dapat dilakukan lebih sering dengan keadaan yang mendekati kehidupan sehari-hari 2. Memperbaiki persepsi penderita terhadap hipertensi dan memperbaiki kepatuhan terhadap pengobatan 3. Mungkin berguna untuk menilai efektifitas pengobatan. Penelitian menunjukkan bahwa kerusakan organ target lebih erat berhubungan dengan tekanan darah 24 jam dibandingkan tekanan darah di praktek/klinik. Demikian pula kerusakan organ target 4. Tekanan darah sebelum pengobatan mempunyai nilai prognostik
Universitas Sumatera Utara
2.3 Hubungan Tekanan Panas dengan Tekanan Darah Akibat suhu lingkungan yang tinggi, suhu tubuh akan meningkat. Hal ini akan menyebabkan terjadinya vasodilatasi pembuluh darah tepi dan pembuluh darah dalam. Suma’mur (2009) juga menyatakan bahwa pada lingkungan kerja panas, tubuh mengatur suhunya dengan penguapan keringat yang dipercepat dengan pelebaran pembuluh darah tepi dan vasokontraksi pembuluh darah dalam yang disertai meningkatnya denyut nadi dan tekanan darah, faktor penyebab tekanan darah meningkat antara lain olahraga, umur, jenis kelamin, emosi, stress, obesitas, konsumsi alkohol, merokok, masa kerja, lama paparan serta beban kerja, sehingga beban kardiovaskular bertambah dan curah jantung meningkat. Tenaga kerja yang terpapar panas di lingkungan kerja akan mengalami heat strain. Heat strain atau tegangan panas akan merupakan efek yang diterima tubuh atas beban iklim kerja tersebut (Santoso, 2004). Indikator heat strain adalah peningkatan denyut nadi, tekanan darah, suhu tubuh, pengeluaran keringat dan berat badan (Wignjosoebroto, 2009). 2.4 Kerangka Konsep Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang diuraikan sebelumnya, maka dapat dikembangkan kerangka konsep sebagai berikut:
Tekanan Panas
Tekanan Darah Gambar 2.1 Kerangka Konsep
Universitas Sumatera Utara