BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perkembangan Anak 1. Pengertian
Perkembangan merupakan bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh
yang
dapat
dicapai
melalui
kematangan
dan
belajar.
Perkembangan anak terdapat suatu peristiwa yang dialaminya yaitu masa percepatan dan perlambatan. Masa tersebut akan berlainan dalam satu organ tubuh (Silviana, 2007). Percepatan dan perlambatan merupakan suatu kejadian yang berbeda dalam setiap organ tubuh tetapi
masih
saling
berhubungan
satu
sama
lain.
Peristiwa
perkembangan anak dapat terjadi pada perubahan bentuk dan fungsi pematangan organ mulai dari aspek sosial, emosional, dan intelektual (Hidayat, 2008). Perkembangan menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia [IDAI] (2008), adalah bertambahnya kemampuan struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang lebih teratur, dapat diperkirakan, dan dapat diramalkan sebagai hasil dari proses diferensiasi sel, jaringan tubuh, organ-organ, serta sistemnya yang terorgaanisasi. 2. Ciri-ciri Perkembangan Anak
Perkembangan merupakan hasil interaksi kematangan susunan saraf
pusat
dengan
organ
yang
dipengaruhinya,
antara lain
perkembangan neymuskuler, motorik, bicara, emosi, dan sosial. Semua fungsi tersebut berperan penting dalam kehidupan manusia yang utuh (Wijaya, 2008). 7
2
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia [IDAI] (2008), ciri-ciri perkembangan anak meliputi : a. Perkembangan melibatkan perubahan
Perkembangan terjadi bersamaan dengan pertumbuhan disertai dengan perubahan fungsi. Perkembangan sistem reproduksi misalnya, disertai dengan perubahan pada organ kelamin. Perubahan-perubahan ini meliputi perubahan ukuran tubuh secara umum, perubahan proporsi tubuh, berubahnya ciri-ciri lama dan timbulnya ciri-ciri baru sebagai tanda kematangan suatu organ tubuh tertentu. b. Perkembangan awal menentukan pertumbuhan selanjutnya
Seseorang tidak akan bisa melewati satu tahap perkembangan sebelum ia melewati tahapan sebelumnya. Misalnya, seorang anak tidak akan bisa berjalan sebelum ia bisa berdiri. Karena itu perkembangan awal ini merupakan masa kritis karena akan menentukan perkembangan selanjutnya. c. Perkembangan mempunyai pola yang tetap
Perkembangan fungsi organ tubuh terjadi menurut dua hukum yang tetap, yaitu:
a) Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah kepala,
kemudian menuju ke arah kaudal. Pola ini disebut pola sefalokaudal.
3
b) Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah proksimal
(gerakan kasar) lalu berkembang di daerah distal seperti jarijari yang mempunyai kemampuan dalam gerakan halus. Pola ini disebut proksimodistal. d.
Perkembangan memiliki tahap yang berurutan Tahap ini dilalui seorang anak mengikuti pola yang teratur dan berurutan, tahap-tahap tersebut tidak bisa terjadi terbalik, misalnya anak terlebih dahulu mampu membuat lingkaran sebelum mampu membuat gambar kotak, berdiri sebelum berjalan, dan lain-lain.
e.
Perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda Perkembangan berlangsung dalam kecepatan yang berbedabeda. Kaki dan tangan berkembang pesat pada awal masa remaja, sedangkan bagian tubuh yang lain mungkin berkembang pesat pada masa lainnya.
f.
Perkembangan berkorelasi dengan pertumbuhan Pada saat pertumbuhan berlangsung cepat, perkembangan pun demikian, terjadi peningkatan mental, ingatan, daya nalar, asosiasi dan lain-lain.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Anak
4
Menurut Soetjiningsih (1995), faktor- faktor yang mempengaruhi perkembangan anak dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. a. Faktor dalam (internal) 1)Genetik
Pengaruh genetik bersifat heredo-konstitusional yang artinya bahwa bentuk untuk konstitusi seseorang ditentukan oleh faktor keturunan. Faktor genetik akan berpengaruh pada kecepatan pertumbuhan, kematangan tulang, gizi, alat seksual, dan saraf. 2)Pengaruh hormon
Pengaruh hormon sudah terjadi sejak masa pranatal yaitu saat janin berumur 4 bulan. Pada saat itu, terjadi pertumbuhan yang cepat dan kelenjar pituitary dan tiroid mulai bekerja. Hormon yang berpengaruh terutama adalah hormon pertumbuhan somatotropin yang dikeluarkan oleh kelenjar pituitary. b. Faktor lingkungan (eksternal) 1)Faktor pranatal (selama kehamilan), meliputi : a) Gizi
Gizi ibu yang jelek sebelum terjadinya kehamilan maupun pada waktu sedang hamil, lebih sering menghasilkan bayi BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) atau lahir mati. Disamping
itu
dapat
pula
menyebabkan
hambatan
5
pertumbuhan otak janin, anemia pada bayi baru lahir, bayi baru lahir mudah terkena infeksi, abortus, dan sebagainya. b) Toksin, zat kimia
Masa organogenesis adalah masa yang sangat peka terhadap obat-obatan kimia karena dapat menyebabkan kelainan bawaan. Ibu hamil yang perokok atau peminum alkohol akan melahirkan bayi yang cacat. c) Infeksi
Infeksi pada trimester pertama dan kedua kehamilan oleh TORCH (Toxoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus, herpes Simplex), PMS (Penyakit Menular Seksual), dan penyakit virus lainnya dapat mengakibatkan kelainan pada janin. d) Kelainan imunologi
Kelainan imunologi akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin karena dapat menyebabkan terjadinya abortus, selain itu juga kekurangan oksigen pada janin juga akan mempengaruhi gangguan dalam plasenta yangdapat menyebabkan bayi berat lahir rendah. e)Psikologi ibu
Stres
yang
dialami
ibu
pada
waktu
hamil
dapat
mempengaruhi tumbuh kembang janin yang terdapat di dalam kandungan karenajanin dapat ikut merasakan apabila ibunya sedang sedih. Ibu hamil yang mengalami gangguan
6
psikologi, maka dia tidak akan memperhatikan kondisi kandungannya dan akan berakibat pada kelahiran bayi yang tidak sehat. 2) Faktor postnatal, meliputi : a) Pengetahuan ibu
Pengetahuan
merupakan
salah
satu
faktor
yang
mempengaruhi perilaku ibu dalam perkembangan anak. Ibu yang mempunyai pengetahuan kurang, maka tidak akan memberikan stimulasi pada perkembangan anaknya sehingga perkembangan anak akan terhambat, sedangkan ibu yang mempunyai pengetahuan baik maka akan memberikan stimulasi pada perkembangan anaknya. b)
Gizi Makanan memegang peranan penting dalam proses tumbuh kembang anak. Pada masa pertumbuhan dan perkembangan, terdapat kebutuhan zat gizi yang diperlukan seorang anak, seperti :protein, karbohidrat, lemak, mineral, vitamin, dan air. Seorang anak yang kebutuhan zat gizinya kurang atau tidak terpenuhi, maka dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangannya. c) Budaya lingkungan
7
Budaya lingkungan dalam hal ini adalah masyarakat dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak dalam memahami atau mempersepsikan pola hidup sehat. d)
Status sosial ekonomi Status
sosial
ekonomi
juga
dapat
mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan anak. Hal ini dapat terlihat pada anak dengan status sosial ekonomi tinggi, pemenuhan kebutuhan gizinya sangat baik dibandingkan dengan anak yang status ekonominya rendah. e)Lingkungan fisik
Sanitasi lingkungan yang kurang baik, kurangnya sinar matahari,
mempunyai
dampak
yang
negatif
terhadap
pertumbuhan anak.kebersihan lingkungan maupun kebersihan perorangan memegang peranan penting dalam timbulnya penyakit. Demikian pula dengan populasi udara baik yang berasal dari pabrik, asap rokok atau asap kendaraan dapat menyebabkan timbulny penyakit. Anak sering sakit, maka tumbuh kembanganya akan terganggu. f) Lingkungan pengasuhan
Pada lingkungan pengasuhan, interaksi ibu dan anak sangat penting dalam mempengaruhi tumbuh kembang anak. Interaksi timbal balik antar ibu dan anak akan menimbulkan keakraban antara ibu dan anak. Anak akan terbuka kepada
8
ibunya, sehingga komunikasi dapat dua arah dan segala permasalahan dapat dipecahkan bersama karena adanya keterdekatan dan kepercayaan antara keduannya. g) Stimulasi
Perkembangan memerlukan rangsangan atau stimulasi, misalnya : penyediaan alat mainan, sosialisasi anak, keterlibatan ibudan anggota keluarga lain terhadap kegiatan anak, perlakuan ibu terhadap perilaku anak. Anak yang mendapatkan stimulasi terarahdan teratur akan lebih cepat berkembang dibandingkan dengan anak yang kurang atau tidak mendapat stimulasi. h)
Olahraga atau latihan fisik Olahraga atau latihan fisik dapat memacu perkembangan anak, karena dapat meningkatkan sirkulasi darah sehingga suplay oksigen ke seluruh tubuh dapat teratur. Selain itu, latihan juga meningkatkan stimulasi perkembangan otot dan pertumbuhan sel. 4. Tahap-Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan
Menurut Moersintowarti (2002) tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan, antara lain: a.
Masa pranatal atau masa intra uterin (masa janin dalam
kandungan). Masa ini dibagi menjadi 2 periode, antara lain :
9
1) Masa embrio ialah sejak konsepsi sampai umur kehamilan 8 minggu. 2)Masa fetus ialah sejak umur 9 minggu sampai kelahiran.
Masa ini terdiri dari dua periode: a) Masa fetus dini, sejak usia 9 minggu sampai dengan
trimester kedua kehidupan intra uterin, terjadi percepatan pertumbuhan, pembentukan jasad manusia sempurna dan alat tubuh telah terbentuk dan mulai berfungsi. Masa fetus lanjut, pada trimester akhir pertumbuhan berlangsung pesat dan adanya perkembangan fungsi-fungsi. Pada masa ini terjadi transfer imunoglobulin G (IgG) dari darah ibu melalui plasenta. b.
Masa postnatal atau masa setelah lahir. Masa ini terdiri
dari lima periode, antara lain: 1) Masa neonatal (0-28 hari)
Terjadi adaptasi terhadap lingkungan dan terjadi perubahan sirkulasi darah, serta mulainya berfungsi organ-organ tubuh lainnya. 2) Masa bayi, dibagi menjadi dua: a) Masa bayi dini (1-12 bulan), pertumbuhan yang sangat pesat
dan proses pematangan berlangsung secara kontiyu terutama meningkatnya fungsi sistem saraf. b) Masa bayi akhir (1-2 tahun), kecepatan pertumbuhan mulai
menurun dan terdapat kemajuan dalam perkembangan motorik dan fungsi ekskresi.
10
3) Masa prasekolah (2-6 tahun)
Pada saat ini pertumbuhan berlangsung dengan stabil, terjadi perkembangan dengan aktifitas jasmani yang bertambah dan meningkatnya keterampilan dan proses berpikir. 4) Masa sekolah atau masa prapubertas (wanita: 6-10 tahun, laki-laki: 8-12
tahun). Pertumbuhan lebih cepat dibandingkan dengan masa prasekolah, keterampilan dan intelektual makin berkembang, senang bermain berkelompok dengan jenis kelamin yang sama. 5) Masa adolesensi (masa remaja), (wanita: 10-18 tahun, laki-laki: 12-20
tahun). Anak wanita 2 tahun lebih cepat memasuki masa adolesensi dibanding anak laki-laki. Masa ini merupakan transisi dari periode anak ke dewasa. Pada masa ini terjadi percepatan pertumbuhan berat badan dan tinggi badan yang sangat pesat yang disebut Adolescent Growth Spurt. Pada masa ini juga terjadi pertumbuhan dan perkembangan pesat dari alat kelamin dan timbulnya tanda-tanda kelamin sekunder. 5. Perkembangan Motorik Halus Anak Usia 4-5 Tahun
Perkembangan motorik merupakan perkembangan pengendalian gerakan jasmaniah melalui kegiatan pusat syaraf, urat syaraf, dan otot
11
yang terorganisasi (Hurlock, 1991). Perkembangan motorik ada 2, yaitu: Perkembangan gerakan motorik kasar Merupakan aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh dan biasanya memerlukan tenaga, karena dilakukan oleh otot-otot yang lebih besar. Contohnya: berdiri diatas satu kaki selama 10 detik, melompat ke belakang sekali, melempar bola dengan memutar badan, mengayun tanpa bantuan, dsb. Perkembangan gerakan motorik halus
b.
Menurut Silawati (2008), tahap perkembangan motorik halus anak usia 4-5 tahun yaitu : Anak
1)
usia
4
tahun mempunyai kemampuan pada aspek motorik halus yang terdiri dari : a) membangun menara setinggi 11 kotak; b) menggambar sesuatu yang berarti bagi ank tersebut dan dapat dikenali oleh orang lain; c) mempergunakan gerakan-gerakan jemari selama permainan jari; d) menjiplak gambar kotak; e) menulis beberapa huruf. Anak
2)
usia
5
tahun mempunyai kemampuan pada aspek motorik halus yang terdiri
dari
:
a)
menulis
nama
depan;
membangun
menarasetinggi 12 kotak; mewarnai dengan garis-garis; d)
12
memegang pensil dengan benar antara ibu jari dan dua jari; e) menggambar orang beserta rambut hidung; f) menjiplak persegi panjang dan segitiga; g) memotong bentuk-bentuk sederhana. Suherman (2000), menyebutkan bahwa ketrampilan yang harus dicapai anak usia 4-5 tahun pada aspek motorik kasar adalah berdiri dengan satu kaki, sedangkan ketrampilan yang harus dicapai anak usia
4-5
tahun
pada
aspek
motorik
halus
adalah
dapat
mengancingkan baju. Ketrampilan anak pada aspek motorik perlu dilatih agar dapat berkembang dengan baik (Silawati, 2008). Perkembangan motorik anak berhubungan erat dengan kondisi fisik dan intelektual anak serta berlangsung secara bertahap tetapi memiliki alur kecepatan perkembangan yang berbeda pada setiap anak (Silawati, 2008). 6. Alat untuk Mengukur Perkembangan
DDST adalah salah satu metode skrining terhadap kelainan perkembangan anak, yang dibuat oleh Fran Kenburg dan J. B Dodds untuk mengetahui perkembangan motorik anak pada saat pemeriksaan saja dan dapat memperkirakan perkembangan anak dimasa yang akan datang, bukan merupakan tes diagnostik atau tes Intelegensi, tetapi memenuhi semua persyaratan yang diperlukan untuk metode skrining yang baik. Tes ini dinilai lebih mudah dibanding tes perkembangan yang lain dan dapat diandalkan dan menunjukkan validitas yang tinggi.
13
Tes ini dapat dilakukan kapan saja dengan menggunakan alat sederhana. Dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan ternyata DDST secara efektif dapat mengidentifikasi antara 85-100% bayi dan anakanak prasekolah yang mengalami keterlambatan perkembangan, dan pada ”follow up” selanjutnya ternyata 89% dari kelompok DDST abnormal mengalami kegagalan di sekolah 5-6 tahun kemudian. Penelitian Borowitz (1986) menunjukkan bahwa DDST tidak dapat mengidentifikasi lebih dari separuh anak dengan kelainan bicara. Frankenburg melakukan revisi dan restandarisasi kembali DDST dan juga tugas perkembangan pada sektor bahasa ditambah, yang kemudian hasil revisi dari DDST tersebut dinamakan Denver II (Soetjiningsih, 1995). a.
Aspek perkembangan yang dinilai
Frankenburg dkk, (1981), menyatakan bahwa ada 4 parameter perkembangan yang dipakai dalam menilai perkembangan anak berdasarkan DDST, yaitu : 1) Perilaku sosial (personal sosial)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungan. 2) Motorik halus (fine motor adaptive)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu dan melakukan gerakan yang melibatkan
14
bagian-bagian tubuh tertentu dan otot-otot kecil, memerlukan koordinasi yang cermat, serta tidak memerlukan banyak tenaga. 3) Bahasa (language)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk memberikan respons terhadap suara, mengikuti perintah, dan berbicara secara spontan. 4) Motorik kasar
Aspek yang berhubungan dengan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil, tetapi diperlukan koordinasi yang cepat. Alat yang digunakan dalam pemeriksaan DDST 1) Alat peraga : benang wol merah, manik-manik, kbus warna
merah-kuning-hijabiru, permainan anak, botol kecil, bola tenis, bel kecil, kertas, dan pensil. 2) Lembar formulir Denver II 3) Buku petunjuk sebagai referensi yang menjelaskan cara-
cara melakukan tes dan cara penilaian. c.
Prosedur pemeriksaan DDST
Prosedur pemeriksaan DDST terdiri dari dua tahap, yaitu : 1) Tahap pertama, secara periodik dilakukan pada semua anak yang berusia
3-6 bulan, 9-12 bulan, 18-24 bulan, 3 tahun, 4 tahun, dan 5 tahun.
15
2) Tahap kedua, dilakukan pada anak yang dicurigai adanya hambatan
perkembangan pada tahap pertama kemudian dilanjutkan dengan evaluasidiagnostik yang lengkap.
d.
Tahap pemeriksaan DDST
1) Tentukan usia anak pada saat pemeriksaan. 2) Tarik garis pada lembar formulir Debver II sesuai dengan usia yang telah
ditentukan. 3) Lakukan penilaian pada anak tiap komponen dengan batasan garis yang
ada mulai dari motorik kasar, bahasa, motorik halus, dan personal sosial dengan kriteria penilaian yaitu : a) P (Passed) = Lulus
Apabila anak dapat melakukan semua kemampuan tes yang diberikan dengan baik. Atau Ibu/pengasuh memberi laporan L, tepat atau dapat dipercaya bahwa anak dapat melakukan. b) F (Fail) = Gagal
Apabila anak gagal atau tidak dapat melakukan tes kemampuan yang diberikan. Atau Ibu/pengasuh memberi laporan bahwa anak tidak dapat melakukan dengan baik. c) No (No opportunity) = Tidak ada kesempatan
16
Anak tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan tes karena ada hambatan. d) R (Refusal) = Menolak
Anak menolak untuk melakukan tes.
e) B (By report) = Dengan bantuan orang tua
Anak melakukan tes dengan bantuan dari orang tua. Apabila anak dapat melakukannya, berarti lulus (P) sedangkan apabila anak tidak dapat melakukannya, berarti gagal (F). Kode penilaian : O = F (Fail/gagal) M = R (Refusal/menolak) V = P (Pass/lewat) 4) Tentukan hasil penelitian apakah normal, meragukan, abnormal, dan tidak
dapat di tes. a) Abnormal, hasil pemeriksaan disebut abnormal apabila : 1) Apabila pada satu sector di dapatkan 2 atau lebih caution atau 1 delay atau
lebih. 2) Terdapat satu sektor atau lebih terdapat dua atau lebih keterlambatan plus
satu sektor atau lebih dengan keterlambatan.
17
b) Normal, apabila minimal hanya satu keterlambatan dalam sektor dari
empat sektor yang ada. Pelaksanaan skrining dengan DDST ini, usia anak perlu ditetapkan terlebih dahulu, dengan menggunakan patokan 30 hari untuk satu bulan dan 12 bulan untuk satu tahun. Perhitungan usia kurang dari 15 hari dibulatkan ke bawah dan sama dengan atau lebih dari 15 hari dibulatkan ke atas (Soetjiningsih, 1995). Pada ujung kotak sebelah kiri terdapat kode-kode R dan nomor, jika terdapat kode R, maka tugas perkembangan cukup ditanyakan pada orang tuanya. Apabila kode nomor, maka tugas perkembangan dites sesuai petunjuk di balik formulir DDST. B. Pengetahuan Ibu tentang Bermain 1.
Pengertian Menurut Supriyadi (1993), pengetahuan merupakan kumpulan
informasi yang dipahami, diperoleh dari proses belajar selama hidup dan dapat dipergunakan sewaktu-waktu sebagai alat penyesuaian diri baik terhadap diri sendiri maupun lingkungan. Pengetahuan menurut Rahman (2003), adalah hasil aktivitas mengetahui suatu kenyataan ke dalam jiwa sehingga tidak ada keraguan terhadapnya. Dari pengertian pengetahuan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengetahuan merupakan informasi yang diketahui dan disadari oleh seseorang yang dapat diperoleh melalui panca indera.
18
2.
Faktor yang Mempengaruhi pengetahuan ibu tentang bermain Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : Pengalaman Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain. Pengalaman yang sudah diperoleh dapat memperluas pengetahuan seseorang, contoh: seorang ibu akan menstimulasi perkembangan
anaknya
setelah
melihat
anak
tetangganya
mengalami keterlambatan dalam perkembangan. b.
Pendidikan
Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas. c.
Keyakinan
Biasanya keyakinan diperoleh secara turun- temurun dan tanpa adanya
pembuktian
terlebih
dahulu.
Keyakinan
ini
bias
mempengaruhi pengetahuan seseorang, baik keyakinan itu sifatnya positif maupun negatif. d.
Fasilitas
Fassilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang. Misalnya: radio, televise, majalah, Koran, dan buku. Penghasilan
19
Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan seseorang. Namun, bila seseorang berpenghasilan cukup besar, maka dia akan mampu untuk menyediakan atau membeli fasilitasfasilitas sumber informasi.
f.
Sosial budaya
Kebudayaan setenpat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu. C. Bermain 1. Pengertian
Bermain adalah unsur yang penting untuk perkembangan anak baik fisik, emosi, mental, intelektual, kreativitas dan sosial (Soetjiningsih, 1995). Bermain adalah tindakan atau kesibukan suka rela yang dilakukan dalam batas-batas, tempat dan waktu, berdasarkan aturanaturan yang mengikat, tetapi diakui secara suka rela dengan tujuan yang ada dalam dirinya sendiri, disertai dengan perasaan tegang dan senang serta dengan pengertian bahwa bermain merupakan suatu yang lain dari kehidupan biasa (Suherman, 2000). Suherman (2000) mengemukakan bahwa teori permainan terdiri dari enam teori, yaitu: 1) Teori rekreasi
20
Dikemukakan oleh Schaller pada tahun 1841 dan Lazarus pada tahun
1884.
Permainan
adalah
suatu
kesibukan
untuk
menenangkan pikiran atau untuk beristirahat. 2) Teori kelebihan tenaga
Teori ini disebut juga teori ”Pelepasan” atau ”pemunggahan”. Dikemukakan oleh Harbert Spancer seorang ahli dari Inggris. Teori ini mengatakan bahwa kegiatan bermain pada anak karena adanya kelebihan tenaga pada diri anak. Tenaga atau energi yang memupuk pada diri anak perlu digunakan atau dilepaskan dalam bentuk kegiatan bermain. Dengan demikian akan terjadi keseimbangan pada diri anak. 3) Teori atavistis
Ditemukan oleh Stanley Hall seorang psikolog dari Amerika. Bahwa di dalam permainan akan timbul bentuk-bentuk perilaku sebagaimana bentuk kehidupan yang pernah dialami oleh nenek moyang. Contoh: permainan berburu, menangkap dan membunuh binatang, bemain kelerang pada anak pada zaman yunani kuno hampir sama dengan bermain kelereng pada anak masa kini. 4) Teori biologis
Ditemukan oleh Karl Gross (Jerman), yang dikembangkan oleh Dr.Maria Montessori (Italia). Permainan mempunyai tugas-tugas
21
biologis untuk melatih bermacam-macam fungsi jasmani dan rohani. 5)
Teori psikologi dalam Dikemukakan oleh Sigmud Freud dan Adler. Menurut Sigmud,
Permainan adalah pernyataan napsu-napsu yang terdapat di daerah bawah sadar dan sumbernya berasal dari dorongan napsu seksual. Dalam bermain ada 2 faktor yang penting yaitu fantasi dan kebebasan. Sedangkan menurut Adler permainan merupakan usaha untuk menutup-nutupi perasaan harga diri yang kurang. 6) Teori fenomenologi
Dikemukakan oleh Prof. Kohnstamin. Permainan merupakan suatu fenomena atau gejala yang nyata, yang mengandung unsur suasana permainan. Maksudnya bahwa dorongan bermain merupakan dorongan untuk menghayati suasana bermain itu sendiri, tidak khusus tujuan untuk mencapai prestasi-prestasi tertentu. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi permainan anak
Menurut Hurlock (1991) faktor-faktor yang mempengaruhi permainan anak, yaitu: a.
Kesehatan Semakin sehat anak semakin banyak energinya untuk bermain aktif, seperti permainan dan olah raga. Anak yang kekurangan tenaga lebih menyukai hiburan.
22
b.
Perkembangan motorik Permainan anak pada setiap usia melibatkan koordinasi motorik. Pengendalian motorik yang baik memungkinkan anak terlibat dalam permainan aktif.
c.
Intelegensi Pada setiap usia, anak yang pandai lebih aktif dan permainan mereka lebih menunjukkan kecerdikan. Bertambahnya usia, mereka lebih menunjukkan perhatian dalam permainan kecerdasan dramatik,
konstruksi,
dan
membaca,
termasuk
upaya
menyeimbangkan faktor fisik dan intelektual yang nyata. d.
Jenis kelamin Anak laki-laki bermain lebih kasar ketimbang anak perempuan dan lebih menyukai permainan dan olah raga ketimbang berbagai jenis permainan lain.
e.
Lingkungan Anak dari lingkungan yang buruk kurang bermain ketimbang anak lainnya karena kesehatan yang buruk, kurang waktu, peralatan dan ruang.
f.
Status sosial ekonomi Anak dari kelompok sosial ekonomi yang lebih menyukai kegiatan yang mahal, sedangkan mereka dari kalangan bawah terlihat dalam kegiatan yang tidak mahal.
g.
Jumlah waktu bebas
23
Jumlah waktu bermain terutama bergantung pada status ekonomi keluarga. h.
Peralatan bermain Peralatan
bermain
yang
dimiliki
anak
mempengaruhi
permainannya. Soetjiningsih (1995) menemukan kesalahan-kesalahan di dalam memilih alat permainan, diantaranya:
1) Orang tua memberikan sekaligus banyak macam alat permainan 2) Banyak orang tua membeli alat permainan yang mereka pikir indah dan
menarik. Tetapi mereka tidak berpikir apa yang akan dikerjakan anak terhadap alat permainan tersebut. 3) Banyak orang tua membayar terlalu mahal untuk alat permainan. 4) Alat permainan tidak sesuai dengan umur anak. 5) Memberikan terlalu banyak alat permainan dengan tipe yang sama. 6) Banyak orang tua yang tidak meneliti keamanan dari alat permainan yang
dibelinya. 7) Alat permainan yang terlalu lengkap/sempurna, sehingga sedikit peluang
bagi anak untuk melakukan eksplorasi dan konstruksi. Alat permainan edukatif (APE) merupakan alat permainan yang dapat mengoptimalkan perkembangan
anak,
perkembangannya.
disesuaikan
dengan
usianya
dan
tingkat
24
Diungkapkan oleh Soetjiningsih (1995) APE yang memenuhi syarat, yaitu: Aman Alat permainan dibawah usia 2 tahun, tidak boleh terlalu kecil, catnya tidak boleh mengandung racun, tidak ada bagian yang tajam, dan tidak ada bagian yang mudah pecah. Ukuran dan berat Ukuran yang terlalu besar akan sukar dijangkau anak, sebaliknya kalau terlalu kecil akan berbahaya karena dapat mudah tertelan oleh anak. Disainnya harus jelas APE harus mempunyai ukuran-ukuran, susunan, dan warna tertentu, serta jelas maksud dan tujuan. d. APE harus mempunyai fungsi untuk mengembangkan
berbagai aspek perkembangan anak, seperti motorik, bahasa, kecerdasan dan sosialisasi. e. Harus dapat dimainkan dengan berbagai variasi, tetapi jangan
terlalu sulit sehingga membuat anak frustasi. f. Walaupun sederhana harus tetap menarik baik warna maupun
bentuknya. g. APE harus tidak mudah rusak. 3. Tahapan perkembangan bermain
25
Hurlock (1991) mengemukakan tahapan perkembangan bermain, yaitu: a.
Tahap eksporasi Hingga bayi berusia sekitar 3 bulan, permainan mereka terutama terdiri atas melihat orang dan benda serta melakukan usaha acak untuk menggapai benda yang diacungkan dihadapannya.
b.
Tahap permainan Bermain barang mainan dimulai pada tahun pertama dan mencapai puncaknya pada usia 5 dan 6 tahun. Pada mulanya anak hanya mengeksplorasi mainanya. Antara 2 dan 3 tahun, mereka membayangkan bahwa mainannya mempunyai sifat hidup dapat bergerak, berbicara, dan merasakan.
c.
Tahap bermain Setelah masuk sekolah, jenis permainan mereka sangat beragam. Semula mereka meneruskan bermain dengan barang mainan, terutama bila sendirian. Selain itu mereka merasa tertarik dengan permainan, olah raga dan bentuk permainan matang lainnya.
d.
Tahap melamun Semakin mendekati masa puber, mereka mulai kehilangan minat dalam permainan yang sebelumnya disenangi dan banyak menghabiskan waktunya dengan melamun. 4. Pengaruh bermain bagi perkembangan anak
26
Hurlock
(1991)
mengemukakan
pengaruh
bermain
bagi
perkembangan anak adalah: a.
Perkembangan fisik Bermain aktif penting bagi anak untuk mengembangkan otot dan melatih seluruh bagian tubuhnya.
b.
Dorongan berkomunikasi Anak harus belajar berkomunikasi dalam arti mereka dapat mengerti dan sebaliknya mereka harus belajar mengerti apa yang dikomunikasikan anak lain.
c.
Penyaluran bagi energi emosional yang terpendam Bermain merupakan sarana bagi anak untuk menyalurkan ketegangan yang disebabkan oleh pembatasan lingkungan terhadap perilaku mereka.
d.
Penyaluran bagi kebutuhan dan keinginan Kebutuhan dan keinginan yang tidak dapat dipenuhi dengan cara lain seringkali dapat dipenuhi dengan bermain.
e.
Sumber belajar Bermain memberi kesempatan untuk mempelajari berbagai hal, melalui buku, televisi, atau menjelajah lingkungan yang tidak diperoleh anak dari belajar di rumah atau sekolah.
f.
Rangsangan bagi kreativitas
27
Melalui eksperimentasi dalam bermain, anak menemukan bahwa merancang sesuatu yang baru dan berbeda dapat menimbulkan kepuasan.
Selanjutnya
mereka
dapat
mengalihkan
minat
kreatifnya kesituasi di luar dunia bermain.
g.
Perkembangan wawasan diri Bermain anak mengetahui tingkat kemampuannya dibandingkan dengan temannya bermain. Memungkinkan mereka untuk mengembangkan konsep dirinya dengan lebih pasti dan nyata.
h.
Belajar bermasyarakat Bermain
bersama
anak
lain,
mereka
belajar
bagaimana
membentuk hubungan sosial dan bagaimana menghadapi dan memecahkan masalah yang timbul dalam hubungan tersebut. i.
Standar moral Anak belajar di rumah dan di sekolah tentang apa saja yang dianggap baik dan buruk oleh kelompok, tidak ada pemaksaan standar moral paling teguh selain dalam kelompok bermain.
j.
Belajar bermain sesuai dengan peran jenis kelamin Anak belajar di rumah dan di sekolah mengenai apa saja peran jenis kelamin yang disetujui. Mereka segera menyadari bahwa
28
mereka juga harus menerimanya bila ingin menjadi anggota kelompok bermain. k.
Perkembangan ciri kepribadian yang diinginkan
Dari hubungan dengan anggota kelompok teman sebaya dalam bermain, anak belajar bekerja sama, murah hati dan sportif. 5. Klasifikasi bermain
Menurut (Wong, 1998) Klasifikasi pengelolaan aktivitas bermain berdasarkan isi dan karakter sosial, yaitu: a.
Bermain berdasarkan isi permainan 1) Social affective play (permainan yang membuat anak belajar
berhubungan sosial dengan orang lain). 2) Sense pleasure play (permainan yang berhubungan kesenangan
pada anak). 3) Skill play (Permainan yang bersifat membina keterampilan anak). 4) Unocupied behavior (permainan yang hanya memperhatikan
saja). b. Berdasarkan karakteristik sosial 1) Onlooker play (permainan dengan mengamati teman-temannya
bermain). 2) Solitary play (permainan yang dimainkan sendiri). 3) Parallel play (permainan bersama teman tanpa interaksi). Anak
tampak ingin berteman, tetapi sosialnya belum adekuat sehingga mereka tidak membentuk kelompok.
29
4) Assosiative play (permainan dengan bermain bersama temannya
dan masing-masing anak bermain sesuai keinginannya, tetapi tidak ada tujuan kelompok). 5) Cooperative play (permainan dengan bermain bersama yang
untuk mencapai tujuan yang ditetapkan dan juga memperoleh tujuan kompetisi).
6. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam bermain
Menurut Soetjiningsih (1995) Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam bermain, antara lain: a.
Ekstra energi Bermain diperlukan ekstra energi. Anak yang sakit, kecil keinginannya untuk bermain. b. Waktu
Anak harus mempunyai cukup waktu untuk bermain. c. Alat Permainan
Bermain diperlukan alat permainan yang sesuai dengan umur dan taraf perkembangannya. d.
Ruangan untuk bermain Ruangan tidak usah terlalu lebar dan tidak perlu ruangan khusus untuk bermain. Anak bisa bermain di ruang tamu, halaman, bahkan di ruang tidurnya.
30
e.
Pengetahuan cara bermain Anak belajar bermain melalui mencoba-coba sendiri, meniru teman-temannya atau diberi tahu caranya oleh orang lain. Cara yang terakhir adalah yang terbaik, karena anak tidak terbatas pengetahuannya dalam menggunakan alat permainannya.
f.
Teman bermain Anak harus merasa yakin bahwa ia mempunyai teman bermain kalau ia memerlukan, baik itu saudaranya, orang tua atau temannya. Kegiatan dilakukan bersama orang tuanya, maka hubungan orang tua dan anak menjadi akrab, ibu/ayah akan segera mengetahui setiap kelainan yang terjadi pada anak mereka secara dini.
31
D. Kerangka Teori
32
Gambar 1 : kerangka teori faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhi perkembangan anak (Soetjiningsih, 1995)
E. Kerangka Konsep
Variabel Independent
Variabel Dependent
Gambar 2 : kerangka konsep hubungan pengetahuan ibu tentang bermain dengan perkembangan motorik halus pada anak usia 4-5 tahun F. Variabel Penelitian
Variabel Independen (bebas) : Variable independen adalah variable yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variable dependen (Hidayat, 2007). Variable independen dalam penelitian ini adalah pengetahuan ibu tentang bermain. 2.
Variabel Dependen (terikat)
33
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat variabel independen (Hidayat, 2007). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah perkembangan motorik halus pada anak usia 4-5 tahun.
G. Hipotesa Ho : Ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang bermain dengan perkembangan motorik halus pada usia 4-5 tahun di TK Islam Tunas Harapan Sendang Mulyo Tembalang.