BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu sangat penting sebagai dasar pijakan dalam rangka penyusunan penelitian ini. Kegunaanya untuk mengetahui hasil yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu. Desianti (2008:1) dalam penelitiannya Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Komitmen Organisasi PT. Pos Indonesia (Persero) Semarang, yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan terhadap boatmen organisasi, dengan mengukur pengaruh gaya kepemimpian transformasional dan kepemimpinan transaksional terhadap komitmen organisasi. Apakah ada pengaruh yang positif dan signifikan dari gaya kepemimpinan yang dikumpulkan secara langsung dengan metode koesioner, yaitu multifaktor leadership questionnaire (MLQ) untuk mengukur persepsi komitmen organisasi. Populasi penelitian ini karyawan PT Pos Indonesia (Persero) Semarang yang meliputi kantor pos cabang Kota Semarang dan Kabupaten Demak. Jumlah sampel sebanyak 150 responden yang diambil dengan teknik proportional random sampling. Metode analisis adalah kualitattf dan kuantitatif Analisis kuantitatif yang dilakukan dengan menggunakan uji regresi berganda dengan uji hipotesis yang ditetapkan pada tingkat signifikansi 5 %. Berdasarkan
hasil
penelitian
ini
diperolah
bahwa
gaya
kepemimpinan
transformasional dan kepemimpinan transaksional mempunyai pengaruh yang positif
Universitas Sumatera Utara
dan signifikan terhadap komitmen organisasi dengan besar pengaruh yang berbeda. Kepemimpinan transformasional mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap komitmen organisasi dibandingkan dengan kepemimpinan transaksional. Suliman (2002:1) dalam penelitiannya dengan melakukan kuesioner kepada 1000 karyawan yang dilakukan dengan teknik random sampling dari 20 perusahaan di Timur Tengah menguji pengaruh komitmen organisasi terhadap kepuasan kerja pegawai (karyawan) dimana komitmen organisasi diukur melalui dua dimensi yaitu komitmen yang timbul secara langsung (affective commitment) maupun komitmen yang berkelanjutan (continuance commitment), hasil penelitiannya menunjukan bahwa komitmen yang kuat baik melalui komitmen yang timbul secara langsung (affective Commitment) maupun komitmen yang berkelanjutan (continuance commitment) memberikan kontribusi yang tinggi dalam meningkatkan dan memenuhi kepuasan kerja pegawai. Dengan komitmen yang kuat, pegawai akan termotivasi untuk bekerja keras untuk kemajuan organisasi. Sugito (2008 : 6) dalam penelitiannya Hubungan Antara Kepuasan Kerja dan Kompensasi Dengan Komitmen Karyawan Pada Organisasi (Studi Kasus Pada PT. Inti Karya Persada Tehnik. Variabel yang diteliti kepuasan kerja, kompensasi dan komitmen karyawan dengan menggunakan metode deskriptif dan korelasional dengan melibatkan 83 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepuasan kerja tergolong tinggi. Kompensasi tergolong baik dan komitmen karyawan pada organisasi tergolong tinggi. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa kepuasan kerja memiliki hubungan positif dan signifikan dengan komitmen organisasi. Hasil
Universitas Sumatera Utara
ini memberikan arti bahwa semakin tinggi kepuasan kerja maka semakin tinggi komitmen organisasi. Prantiya (2008:1) dalam penelitiannya Kontribusi Fasilitas Belajar dan Motivasi Berprestasi Terhadap Hasil Belajar Kimia pada Siswa SMA Negeri 1 Karangnongko Kabupaten Klaten menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara kontribusi fasilitas belajar, dan motivasi berprestasi terhadap hasil belajar kimia. Dengan model regresi dapat dipakai untuk memprediksi variabel terikat, atau dapat dikatakan bahwa hasil analisis regresi menunjukan model sudah tepat. Variabel yang dipilih pada variable independen yaitu fasilitas belajar, dan motivasi berprestasi dapat menerangkan variasi variabel hasil belajar kimia sebesar 45,7, sedangkan sisanya 54,3% oleh variabel lain. Tabel 2.1 Review Penelitian Terdahulu NO
Nama / Tahun Penelitian
Topik
Independen Variabel
Dependen Variabel
Hasil Penelitian
1
Syed Munir Ahmed Shah, Muhammad Masihullah Jatoi dan Mohammad Salih Memon (2012)
The Impact of Employes Job Statisfaction on the organizational Commitment : A Study of Faculty Members of Prifate Sector Universitas of Pakistan
Job Statisfaction dan Organizational Commitment
A Study of Faculty Members of Prifate Sector Universitas of Pakistan
Job Statisfaction dan organizational commitment memiliki pengarhuh terhadap Study of Faculty Members of Prifate Sector Universitas of Pakistan
2
Owolusi, Olawomi (2013)
Effect of Motivation On Employes Job Commitment in The Nigeria Banking Industry : An Empirical Analysis
Motivation
Employes Job Commitment
Motivation memiliki pengaruh yang positif terhadap Employes Job Commitment in The Nigeria Banking Industry
Universitas Sumatera Utara
NO
Nama / Tahun Penelitian
Topik
Independen Variabel
Dependen Variabel
Hasil Penelitian
3
Jai Prakash Sharman dan Naval Bajpai (2010)
Organizational Commitment and its Impact on Job Statisfaction of Employees : A Comperative Study in Public and Privat Sector in India
Organizational Commitment
Job Statisfaction of Employees
Organizational Commitment memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Job Statisfaction of Employees
4
Reza Omidifar (2013)
Leadership Style, Organizational Commitment and Job Statisfaction : A Case Study on High School Principals in Tehran, Iran
Leadership Style, Organizational Commitment and Job Statisfaction
Leadership Style, Organizational Commitment and Job Statisfaction
Antara Leadership Style, Organizational Commitment and Job Statisfaction memilikki hubungan yang positif dan signifikan
5
Tiur Asi Siburian (2012)
The effect of Interpersonal Communication, Organization Cultur, Job Statisfaction, and Achievement Motivation to Organization Commitment of State High School Teacher in the District Hasundutan, North Sumatera, Indonesia
The effect of Interpersonal Communication, Organization Cultur, Job Statisfaction, and Achievement Motivation
Organization Commitment
The effect of Interpersonal Communication, Organization Cultur, Job Statisfaction, and Achievement Motivation berpengaruh posoitf dan signifikan terhadap Organization Commitment
6
Sinem Aydogdu dan Baris Asikgil (2011)
An Empirical Study of the Relationship Among Job Satisfaction, Organization Commitment and Turn Over Intention
Among Job Satisfaction, Organization Commitmentand Turn Over Intention
Among Job Satisfaction, Organization Commitmentand Turn Over Intention
Job Satisfaction memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Organization Commitment and Turn Over Intention
Universitas Sumatera Utara
NO
Nama / Tahun Penelitian
Topik
7
Laurie A Late (2014)
Exploring the Relationship of Ethical Leadership with Job Satisfaction, Organizational Commitment, and Organizational Citizanship Behavior
8
Sii Ling Mee ling dan Mohammed Sani Bin Ibrahim 2013
9
Desianti (2008)
10
Sugito (2008)
11
Prantiya (2008)
Independen Variabel
Dependen Variabel
Hasil Penelitian
Leadership
Job Satisfaction, Organizational Commitment, and Organizational Citizanship Behavior
Leadership memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Job Satisfaction, Organizational Commitment, and Organizational Citizanship Behavior
Transformasional Leadership and Teacher Commitment in Secondary School of Sarawak
Transformasional Leadership
Commitment
Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Komitmen Organisasi PT Pos Semarang Hubungan antara Kepusasan kerja dan kompensasi terhadap komitmen kerja pegawai PT Inti Karya Persada
Gaya Kepemimpinan
Komitmen Organisasi
Transformasional Leadership berpengaruh signifikan terhadap Teacher Commitment in Secondary School of Sarawak Gaya Kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap Komitmen Organisasi
Kepusasan kerja dan kompensasi
komitmen kerja pegawai
Kepusasan kerja dan kompensasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen kerja pegawai PT Inti Karya Persada
Kontribusi Fasilitas Belajar dan Motivasi Berprestasi terhadap Hasil Belajar Kimia pada Siswa SMA Negri 1 Karangnongko, kabupaten Klaten
Fasilitas Belajar dan Motivasi Berprestasi
terhadap Hasil Belajar
Kontribusi Fasilitas Belajar dan Motivasi Berprestasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap Hasil Belajar Kimia pada Siswa SMA Negri 1 Karangnongko, kabupaten Klate
Universitas Sumatera Utara
2.2. Landasan Teori 2.2.1. Teori Komitmen Kerja Keberhasilan pengelolaan instansi pemerintah sangatlah ditentukan oleh keberhasilan dalam mengelola sumber daya manusia. Seberapa jauh komitmen pegawai terhadap instansi pemerintah tempat mereka bekerja, sangatlah menentukan instansi pemerintah itu dalam mencapai tujuannya. Dalam dunia kerja komitmen pegawai terhadap instansi pemerintah sangatlah penting, karena jika para pegawai berkomitmen pada instansi pemerintah, mereka mungkin akan lebih produktif. Mowday dalam Sopiah (2008:155) menyebut komitmen kerja sebagai istilah lain dari komitmen organisasional, yaitu merupakan dimensi perilaku penting yang dapat digunakan untuk menilai kecenderungan karyawan untuk bertahan sebagai anggota organisasi. Selanjutnya Blau dan Boal dalam Sopiah (2008:155) menyebutkan komitmen organisasi organisasional sebagai keberpihakan dan loyalitas karyawan terhadap organissai dan tujuan organisasi. Schatz dan Schatz dalam Batubara (2010:112) mengatakan bahwa komitmen merupakan hal yang paling mendasar bagi setiap orang dalam pekerjaannya. Tanpa ada suatu komitmen, tugas-tugas yang diberikan kepadanya sukar untuk terlaksana dengan baik. Yousef
dalam Darwito (2008:33) mengemukakan bahwa pekerja
dengan komitmen yang tinggi akan cenderung lebih sesuai dengan tujuan dan nilainilai organisasi, mau memberikan usaha lebih kepada organisasi dan berupaya memberikan manfaat kepada organisasi. Hal ini menunjukkan bahwa karyawan dengan komitmen tinggi akan bertanggung jawab dalam pekerjaannya.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Griffin dalam Sihite (2007:25) menyatakan komitmen organisasi adalah sikap yang mencerminkan sejauhmana seseorang individu mengenal dan terikat pada organisasinya. Alwi (2001:57) komitmen organisasi adalah sikap karyawan untuk tetap berada dalam organisasi dan terlibat dalam upaya-upaya mencapai misi, nilai-nilai dan tujuan perusahaan. Komitmen adalah bentuk loyal yang lebih konkrit yang dapat dilihat dari sejauh mana karyawan mencurahkan perhatian, gagasan dan tanggungjawabnya dalam upaya perusahaan mencapai tujuan. Mc Neese-Smith dalam Muhadi (2007:21) menyatakan komitmen organisasional merupakan sebagai ukuran kekuatan identifikasi karyawan dengan tujuan dan nilai organisasi serta terlibat didalamnya, komitmen oganisasi juga menjadi indikator yang lebih baik bagi karyawan yang ingin tetap pada pekerjaannya atau ingin pindah Mathis dan Jackson dalam Nurjanah (2008:17) menyatakan bahwa komitmen organisasi merupakan tingkat kepercayaan dan penerimaan tenaga kerja terhadap tujuan organisasi dan mempunyai keinginan untuk tetap ada di dalam organisasi tersebut. Menurut Nasution dalam Sihite (2007:25) menyatakan komitmen organisasi adalah pengikat antara individu dengan suatu organisasi, gagasan atau proyek yang diwujudkan dalam mendedikasikan dirinya bagi pencapaian misi organisasi. Sedangkan menurut Hatmoko
dalam Amilin dan Dewi (2008:15) komitmen
organisasional adalah loyalitas karyawan terhadap organisasi melalui penerimaan sasaran-sasaran, nilai-nilai organisasi, kesediaan dan kemauan untuk berusaha menjadi bagian dari organisasi, serta keinginan untuk bertahan di dalam organisasi.
Universitas Sumatera Utara
Morrow, Mc Elroy dan Blum dalam Nurjanah (2008: 34) komitmen organisasi terbangun bila masing-masing individu mengembangkan tiga sikap yang saling berhubungan terhadap organisasi. Tiga sikap tersebut adalah: 1) Pemahaman atau penghayatan dari tujuan perusahaan (identification), 2) Perasaan terlibat dalam suatu pekerjaan (involvement), pekerjaan adalah menyenangkan, dan 3) Perasaan loyal (loyality), perusahaan adalah tempat kerja dan tempat tinggal. Beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa komitmen kerja adalah keterikatan pegawai pada organisasi dimana pegawai tersebut bekerja karena menerima nilai-nilai dan tujuan organisasi dan bersedia untuk berusaha dengan sungguh-sungguh dalam pekerjaannya dan tetap mempertahankan keanggotaan organisasi. Porter et al dalam Robbins (2003 : 119) menemukan pengaruh komitmen organisasi terhadap kepuasan kerja. Byars dan Rue dalam Mukhyi dan Sunarti (2007:155) mentakan bahwa faktor-faktor kepuasan kerja dapat mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi. Kepuasan kerja nampak dalam tahap positif karyaawan terhadap pekerjaannya dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya. Sebaliknya karyawan yang tidak terpuaskan oleh faktor-faktor yang berkaitan dengan pekerjaan Nampak memiliki sikap negatif yang mencerminkan kurangnya komitmen mereka terhadap perusahaan seperti sering mangkir, produktivitasnya rendah, perpindahan karyawan, tingginya tingkat kerusakan, timbulnya kegilasahan serta terjadinya tuntutan-tuntutan yang berakhir dengan mogok kerja.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan Menurut Qolqiutt, et al (2009:63) komitmen organisasi terletak berdampingan dengan job performance dan dipengaruhi oleh berbagai factor. Menurut Colquitt, et al (2009: 34) komitmen organisasi dipengaruhi oleh kepuasan kerja, stress/tekanan, motivasi, keadilan, dan pengambilan keputusan. Hasil penelitian Salami (2008: 94) bahwa komitmen terhadap organisasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain oleh faktor demografi, kecerdasan emosi, kepuasan kerja dan motivasi berprestasi. Desianty (2005:81) menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel kepemimpian transformasional terhadap komitmen organisasi. Menurut Mathis dan Jeckson dalam Sihite (2007:33) bahwa kepuasan kerja dan komitmen organisasi cenderung mempengaruhi satu sama lain, orang yang relatif puas dengan pekerjaannya akan lebih berkomitmen pada organisasi dan orang-orang yang berkomitmen terhadap organisasi lebih mungkin untuk mendapatkan kepuasan yang lebih besar. Seseorang yang tidak puas akan pekerjaannya atau yang kurang berkomitmen pada organisasi akan terlihat menarik diri dari organisasi baik melalui ketidakhadiran atau masuk keluar pekerjaan. Komitmen dicontohkan sebagai fungsi kepercayaan terhadap organisasi dan pengalaman kerja, karakteristrik organisasi harusnya menjadi faktor yang mempengaruhi kepercayaan pegawai terhadap organisasi dan oleh karena itu pada level komitmen pegawai; karakteristik kerja harusnya menjadi faktor utama yang mempengaruhi kepuasan kerja dan kinerja dari pegawai.
Universitas Sumatera Utara
2.2.1.1.Teori Komitmen Organisasi Menurut Sopiah (2008:157) komitmen organisasi ditandai dengan adanya : (1) Kepercayaan dan penerimaan yang kuat atas tujuan dan nilai-nilai organisasi. (2) Kemauan untuk mengutamakan tercapainya kepentingan organisasi, dan (3) Keinginan yang kuat untuk mempertahankan kedudukan sebagai anggota organisasi. Menurut Mayer, Allen dan Smith dalam Sopiah (2008:157) ada tiga komponen komitmen organisasi yaitu : 1. Affective Commitmen, terjadi apabila karyawan ingin menjadi bagian dari organisasi karena adanya ikatan emosional. 2. Continnance Commitmen, muncul apabila karyawan tetap bertahan pada suatu organisasi karena membutuhkan gaji dan keuntungan-keuntungan lain atau karyawan tersebut tidak menemukan pekerjaan lain. 3. Normative Commitmen, timbul dari nilai-nilai dalam diri karyawankaryawan bertahan menjadi anggota organisasi karena adanya kesadaran bahwa komitmen terhadap organisasi merupakan hal yang seharusnya dilakukan. Pedoman untuk meningkatkan komitmen organisasi menurut Dessler dalam Sihite (2007:28) adalah melalui : 1) berkomitmen pada nilai utama manusia, 2) memperjelas dan mengomunikasikan misi anda, 3) menjamin keadilan organisasi, 4) menciptakan rasa komunitas, 5) mendukung perkembangan karyawan.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Alwi (2001:58) menyatakan bila organisasi memperhatikan kepentingan karyawan seperti upah, gaji, perlindungan dan kesejahteraan, maka komitmen karyawan terhadap organisasi akan tumbuh kuat. Menurut Straus dalam Alwi (2001:58) menyatakan bahwa membangun komitmen karyawan sangat terkait dengan
bagaimana
komitmen
perusahaan
terhadap
karyawan.
Perusahaan
memberikan pelayanan apa kepada karyawan. Keterlibatan dan partisipasi karyawan secara luas merupakan bagian terpenting dari strategi komitmen yang tinggi dari perusahaan. Menurut Drennan dalam Alwi (2001:58) ada lima cara untuk membangun loyalitas atas dasar komitmen, yaitu :1) menciptakan tujuan yang jelas dan komitmen untuk menjalankannya, 2) komunikasi yang jelas, visioner dan konstan, 3) memberikan kepercayaan kepada karyawan, 4) berbagi keuntungan.
2.2.1.2. Faktor-Faktor Komitmen Organisasi Menurut Luthans dalam Sihite (2008:29), faktor-faktor penentu komitmen organisasi adalah variabel-variabel (umur, masa jabatan dalam organisasi, dan pembagian seperti positif atau negatif, afeksi, atau kedudukan kontrol internal dan eksternal) dan organisasi (desain kerja dan gaya kepemimpinan pengawas). Menurut Luthan dalam Sihite (2007:29) ada tiga komponen komitmen organisasi, yaitu : 1. Komponen afektif berkaitan dengan emosional, identifikasi dan keterlibatanpegawai di dalam suatu organisasi. Pekerja dengan komitmen
Universitas Sumatera Utara
efektif kuat akan selalu melakukan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya karena ingin berbuat lebih banyak lagi di organisasi. 2. Komponen normatif merupakan perasaan-perasaan pegawai tentang kewajiban yang harus ia berikan kepada organisasi. Pekerja dengan komitmen normatif yang tinggi, memiliki perasaan membela organisasi meskipun
ada
tekanan
sosial,
mereka
merasa
perlu
untuk
mempertahankan organisasi. 3. Komponen continuance berarti komponen berdasarkan persepsi pegawai tentang kerugian yang akan dihadapinya jika ia meninggalkan organisasi; Pekerja yang terlibat dalam organisasi didasarkan kepada komitmen berkelanjutan ini, maka pekerja tersebut akan tetap bertahan dalam organisasi karena mereka merasa bahwa jika mereka keluar akan menimbulkan biaya yang besar bagi diri mereka Arggyris dalam Sihite (2007:30) membagi komitmen dalan dua bagian besar yaitu Komitmen eksternal dan komitmen internal yaitu : 1. Komitmen eksternal dibentuk oleh lingkungan kerja. Komitmen ini muncul karena adanya tuntutan terhadap penyelesaian tugas dan tanggungjawab yang harus diselesaikan oleh para karyawan yang menghasilkan adanya reward dan punishment. Peran manajer dan supervisor sangat vital dalam menentukan timbulnya komitmen ini karena belum adanya suatu kesadaran individual atas tugas yang diberikan.
Universitas Sumatera Utara
2. Komitmen internal merupakan komitmen yang berasal dari seseorang untuk menyelesaikan tugas, tanggung jawab dan wewenang berdasarkan pada alasan dan motivasi yang dimilikinya. Pemberdayaan sangat terkait dengan komitmen internal dari individu pekerja. Proses pemberdayaan akan berhasil bila ada motivasi dan kemauan yang kuat untuk mengembangkan diri dan memacu kreativitas individu dalam menerima tanggungjawab yang lebih besar. Munculnya komitmen internal sangat ditentukan oleh kemampuan pemimpin dan lingkungan organisasi dalam menumbuhkan sikap dan perilaku professional dalam menyelesaikan tanggungjawab perusahaan. Steers dalam Sopiah (2008:163) mengidentifikasi ada 3 faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi yaitu : (1) Ciri pribadi pekerja, termasuk masa jabatannya dalam organisasi dan variasi kebutuhan dan keinginan yang berbeda dari tiap karyawan. (2) Ciri pekerjaan, seperti identitas tugas dan kesempatan berinteraksi dengan rekan sekerja, (3) Pengalaman kerja, seperti keterandalan organisasi di masa lampau dan cara pekerja-pekerja lain mengutarakan dan membicarakan perasaannya mengenai organisasi. David dalam Sopiah (2008:163) mengemukakan empat faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi : (1) faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, dan kepribadian; (2) karakteristik pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan dalam pekerjaan, konflik perana dalam pekerjaan, tingkat kesulitan dalam pekerjaan; (3) karakteristik struktur,
Universitas Sumatera Utara
misalnya besar kecilnya organisasi, bentuk organisasi seperti sentralisasi atau desentralisasi, kehadiran serikat pekerja dan tingkat pengendalian yang dilakukan organisasi terhadap karyawan; dan (4) pengalaman kerja. Stum dalam Sopiah (2008:164) mengemukakan ada 5 faktor yang berpengaruh terhadap komitmen organisasional : (1) budaya keterbukaan, (2) kepuasan kerja, (3) kesempatan personal untuk berkembang; (4) arah organisasi dan (5) penghargaan kerja yang sesuai dengan kebutuhan. Sedangkan Young et.al dalam Sopiah (2008:164) mengemukakan ada 8 faktor yang secara positif berpengaruh terhadap komitmen organisasional : (1) kepuasan terhadap promosi, (2) karakteristik pekerjaan, (3) komunikasi, (4) kepuasan terhadap kepemimpinan, (5) pertukaran ekstrinsik, (6) pertukaran intrinsik, (7) imbalan intrinsik, dan (8) imbalan ekstrinsik.
2.2.1.3.Komitmen Kerja Pegawai Meyer dan Allen dalam Sihite (2007:32) berpendapat bahwa setiap komponen memiliki dasar yang berbeda. Tenaga kerja dengan komponen afektif tinggi, masih bergabung dengan organisasi karena keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi. Sementara itu tenaga kerja komponen continuance tinggi, tetap bergabung dengan organisasi karena mereka membutuhkan organisasi. Tenaga kerja yang memiliki komponen normatif yang tinggi, tetap menjadi anggota organisasi karena mereka harus melakukannya. Setiap tenaga kerja memiliki dasar dan tingkah laku yang berbeda berdasarkan komitmen organisasi yang dimilikinya. Tenaga kerja yang memiliki komitmen organisasi dengan dasar afektif memiliki tingkah laku berbeda dengan pegawai yang
Universitas Sumatera Utara
berdasarkan continuance. Pegawai yang tetap ingin menjadi anggota akan memiliki keinginan untuk menggunakan usaha sesuai dengan tujuan organisasi. Sebaliknya mereka yang terpaksa menjadi anggota organisasi akan menghindari kerugian finansial dan kerugian lain, sehingga mungkin hanya melakukan usaha yang tidak maksimal. Mulyadi dalam Sihite (2007:31) menyatakan komitmen kerja karyawan berkaitan dengan bagaimana karyawan akan berperilaku dalam perusahaan. Karyawan yang berkomitmen mencurahkan energi emosional dan perhatiannya ke perusahaan. Komitmen dapat dideteksi dari bagaimana karyawan berhubungan satu dengan lainnya dan bagaimana perasaan mereka terhadap perusahaan. Seorang karyawan akan memiliki komitmen terhadap perusahaannya jika ia melihat kemungkinan untuk belajar dan bertumbuh. Jika karyawan sebagai individu merasakan sebagai bagian dari suatu masyarakat yang terhormat dan memiliki kepedulian, dalam diri karyawan tersebut akan tumbuh komitmen. Komponen normatif yang berkembang sebagai hasil dari pengalaman sosialisasi, perasaan kewajiban yang dimiliki pegawai. Komponen normatif menimbulkan perasaan kewajiban yang dimiliki pegawai, sehingga menimbulkan rasa loyal kepada organisasi dan cenderung memikirkan akibat yang diambil jika keluar dari organisasi, apakah organisasi di luar sebagai pengganti dapat memberikan kepusan di dalam diri. Komitmen kerja pegawai di Universitas Sumatera Utara didasarkan pada perilaku pemimpin yang dapat membina hubungan baik antara atasan dan bawahan,
Universitas Sumatera Utara
memberikan promosi jabatan sesuai dengan kemampuan dan adanya pengembangan karir sesuai dengan peraturan yang berlaku sehingga pegawai merasa kepuasan dan memiliki motivasi berprestasi. Mowday, Porter, dan Steers dalam Sugito (2008: 78-79) menyatakan bahwa komitmen karyawan memiliki tiga aspek utama, yaitu : a.) Identifikasi diwujudkan dalam bentuk kepercayaan pegawai terhadap organisasi, dapat dilakukan dengan memodifikasi tujuan organisasi, sehingga mencakup beberapa tujuan pribadi para pegawai ataupun dengan kata lain organisasi memasukkan pula kebutuhan dan keinginan pegawai dalam tujuan organisasinya. Hal ini akan membuahkan suasana saling mendukung diantara para pegawai dengan organisasi. Lebih lanjut, suasana tersebut akan membawa pegawai dengan rela menyumbangkan sesuatu bagi tercapainya tujuan organisasi, karena pegawai menerima tujuan organisasi yang dipercayai telah disusun demi memenuhi kebutuhan pribadi mereka pula, b) Keterlibatan atau partisipasi pegawai dalam aktivitas-aktivitas kerja penting untuk diperhatikan karena adanya keterlibatan pegawai menyebabkan mereka akan mau dan senang bekerja sama baik dengan pimpinan ataupun dengan sesama teman kerja. Salah satu cara yang dapat dipakai untuk memancing keterlibatan pegawai adalah dengan memancing partisipasi mereka dalam berbagai kesempatan pembuatan keputusan, yang dapat menumbuhkan keyakinan pada pegawai bahwa apa yang telah diputuskan adalah merupakan keputusan bersama. Disamping itu, dengan melakukan hal tersebut maka pegawai merasakan bahwa mereka diterima sebagai bagian yang utuh dari organisasi, dan konsekuensi lebih lanjut, mereka merasa wajib untuk
Universitas Sumatera Utara
melaksanakan bersama apa yang telah diputuskan karena adanya rasa keterikatan dengan apa yang mereka ciptakan, dan c) Loyalitas pegawai terhadap organisasi memiliki makna kesediaan seseorang untuk melanggengkan hubungannya dengan organisasi, kalau perlu dengan mengorbankan kepentingan pribadinya tanpa mengharapkan apapun. Kesediaan pegawai untuk mempertahankan diri bekerja dalam organisasi adalah hal yang penting dalam menunjang komitmen pegawai terhadap organisasi dimana mereka bekerja. Hal ini dapat diupayakan bila pegawai merasakan adanya keamanan dan kepuasan di dalam organisasi tempat ia bergabung untuk bekerja. Komitmen karyawan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: a) Makin lama seseorang bekerja pada suatu organisasi, semakin ia memberi peluang untuk menerima tugas yang lebih menantang, otonomi yang lebih besar, keleluasaan untuk bekerja, tingkat imbalan ekstrinsik yang lebih besar dan peluang mendapat promosi yang lebih tinggi, b) Adanya peluang investasi pribadi, yang berupa pikiran, tenaga dan waktu untuk organisasi yang makin besar, sehingga makin sulit untuk meninggalkan organisasi tersebut, c) Adanya keterlibatan sosial yang dalam dengan organisasi dan individu-individu yang ada, hubungan sosial yang lebih bermakna, sehingga membuat individu semakin berat meninggalkan organisasi, dan d) Akses untuk mendapat informasi pekerjaan baru makin berkurang.
2.2.1.4. Pengukuran dan Indikator Komitmen Organisasi Menurut Allen, Meyer dan Smith dalam Mas’ud (2004:67) indikator komitmen kerja diukur berdasarkan enam faktor yaitu : terikat secara emosional,
Universitas Sumatera Utara
merasakan, kebutuhan dan keinginan, biaya (pengorbanan), percaya (setia) dan loyalitas. Sedangkan Mowday, Steers, Porter dalam Mas’ud (2004:67) indikator komitmen kerja diukur berdasarkan delapan faktor yaitu : bekerja melampaui target, membanggakan organisasi kepada orang lain, menerima semua tugas, kesamaan nilai, bangga menjadi bagian organisasi, organisasi memberi inspirasi, gembira memilih bekerja pada organisasi ini, dan peduli terhadap nasib organisasi. Berdasarkan indikator-indikator komitmen kerja dari beberapa pendapat ahli di atas maka dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pengertian komitmen kerja adalah suatu tingkatan perasaan yang dimiliki seseorang karyawan untuk terikat dengan pekerjaan serta berusaha dengan sungguh-sungguh dalam pekerjaannya dan tetap setia mempertahankan keanggotaan dirinya di dalam organisasi. Adapun faktorfaktor yang mempengaruhi komitmen kerja pegawai adalah : personal, lingkungan pekerjaan, kesempatan untuk berkembang, komunikasi, kepuasan kerja.
2.2.2. Teori Kepuasan Kerja Organisasi merupakan wadah tempat berkumpulnya orang-orang yang melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam rangka pencapaian tujuan. Tujuan tersebut dapat berupa tujuan pribadi anggota organisasi dan tujuan global organisasi. Melalui kajjan ilmu perilaku organisasi dapat dipahami bahwa aktivitas manusia dalam mencapai tujuan dilatarbelakangi oleh perilaku idnividu, perilaku kelompok, dan perilaku sistem organisasi. Ketiga perilaku tersebut berdampak pada tinggi rendahnya
Universitas Sumatera Utara
produktivitas dan kinerja, tingkat kemangkiran, perputaran karyawan (turnover), dan kepuasan kerja (Robbin, 2003 : 115). Seseorang yang memiliki kepuasan kerja tinggi akan memperlihatkan sikap yang positif terhadap pekerjaannya, sedangkan seseorang yang tidak puas akan memperlihatkan sikap yang negatif terhadap pekerjaan itu sendiri (Robbins, 2003 : 115). Kepuasan kerja seorang pegawai tergantung karesteristik pegawai dan situasi pekerjaan. Setiap pegawai akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku dalam dirinya.. Semakin banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan kepentingan dan harapan pegawai tersebut maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakannya dan sebaliknya. Vroom dalam Luthan (2005 : 136) menggambarkan kepuasan kerja sebagai sikap positif terhadap pekerjaan pada diri seseorang. Bukti-bukti penelitian terhadap kepuasan kerja dapat dibagi menjadi beberapa katagori seperti, kepemimpinan, kebutuhan psikologis, penghargaan atas usaha, manajemen ideologi dan nilai-nilai, faktor-faktor rancangan pekerjaan dan muatan kerja. Selanjutnya, menurut Locke dalam Luthan (2005 : 136) kepuasan kerja adalah suatu keadaan emosional positif dan menyenangkan yang dihasilkan dari penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja. Locke membagi sembilan dimensi pekerjaan yang merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya dan memiliki kontribusi yang kuat terhadap kepuasan kerja, yaitu pekerjaan itu sendiri, pembayaran, promosi,
Universitas Sumatera Utara
peng-akuan, benefit, kondisi kerja, supervisi, rekan sekerja, dan perusahaan (manajemen). Menurut Luthan (2005 : 137), kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi pegawai mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting. Misalnya, jika anggota organisasi merasa bahwa mereka bekerja terlalu keras daripada yang lain dalam depertemen, tetapi menerima penghargaan lebih sedikit, maka mereka mungkin akan memiliki sikap negatif terhadap pekerjaan, pimpinan, dan atau rekan kerja mereka. Mereka tidak puas. Sebaliknya, jika mereka merasa bahwa mereka diperlakukan dengan baik dan dibayar dengan pantas, maka mereka mungkin akan memiliki sikap positif terhadap pekerjaan mereka. Mereka merasa puas. Dari pendapat-pendapat Robbins, Vroom, Locke, dan Luthan
tersebut di
atas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah tingkatan perasaan yang diterima seseorang dari mengerjakan pekerjaan yang didasarkan pada perbandingan antara yang diterima pegawai dari hasil pekerjaannya dibandingkan dengan yang diharapkan, dinginkan dan dipikirkannya. Teori kepuasan kerja berdasarkan hirarki kebutuhan Abraham Maslow adalah: 1) Kebutuhan fisiologi yakni kebutuhan paling dasar manusia yakni kebutuhan akan pakaian, perumahan, makanan, seks, dan kebutuhan ragawi lainnya. 2). Kebutuhan keamanan, kebutuhan akan keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional. 3) Kebutuhan sosial mencakup kasih sayang, rasa dimiliki, diterima baik, persahabatan. 4). Kebutuhan penghargaan merupakan kebutuhan akan rasa hormat
Universitas Sumatera Utara
internal, seperti harga diri, otonomi, prestasi, dan faktor rasa hormat ,misalnya status, pengakuan, dan perhatian 5). Kebutuhan aktualisasi diri yaitu dorongan untuk menjadi
yang
mampu
dikerjakannya,
mencakup
pertumbuhan,
mencapai
potensialnya, dan pemenuhan diri (Robbin, 2003:116).
Menurut Mangkunegara, (2000:159), teori-teori yang berhubungan dengan kepuasan kerja antara lain : 1) Teori keseimbangan (equity theory) dikembangkan oleh Adam, yang terdiri dari komponen input, outcome, comparison dan equity in equity. Pertama, input adalah semua nilai yang diterima pegawai yang dapat menunjang pelaksanaan kerja, misalnya pendidikan, pengalaman, sikll, usaha, peralatan pribadi, jumlah jam kerja. Kedua, outcome adalah semua nilai yang diperoleh dan dirasakan pegawai, misalnya upah, keuntungan tambahan, status simbol, pengenalan kembali, kesempatan untuk berprestasi atau mengekspresikan diri. Ketiga, equity in equity dimana menurut teori ini puas atau tidak puasnya pegawai merupakan hasil dari membandingkan antara input-outcome dirinya dengan output-outcome pegawai lain, 2) Teori perbedaan (discrepancy theory) dipelopori pertama kali oleh Porter yang berpendapat bahwa untuk mengukur kepuasan dapat dilakukan dengan cara menghitung selisih antara yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan pegawai. Apabila seseorang memperoleh lebih besar dari yang diharapkan maka orang tersebut akan menjadi puas, sebaliknya jika memperoleh sesuatu yang lebih kecil dari yang diharapkannya maka terjadi ketidakpuasan, 3) Teori perbedaan ini hampir sama dengan teori keadilan yang juga membandingkan
Universitas Sumatera Utara
masukan dan keluaran pekerjaan mereka tetapi dengan masukan dan keluaran orang lain, dan kemudian berespon untuk menghapuskan setiap ketidakadilan. Individuindividu tidak hanya perduli akan jumlah mutlak ganjaran atas kerja mereka, tetapi juga berhubungan dengan jumlah yang diterima orang lain, 4) Teori pemenuhan kebutuhan (need fulfillment theory), menyimpulkan bahwa kepuasan kerja pegawai tergantung pada terpenuhi atau tidaknya kebutuhan. Pegawai akan merasa puas apabila ia mendapatkan yang dibutuhkannya. Makin besar kebutuhan pegawai terpenuhi, makin puas pula pegawai tersebut, demikian juga sebaliknya pegawai akan merasa tidak puas jika kebutuhannya tidak terpenuhi, dan 5) Teori pandangan kelompok (social reference group theory) menyikapi kepuasan seseorang berdasarkan pandangan dan pendapat kelompok acuan. Seseorang akan merasa puas apabila hasil kerjanya sesuai dengan minat dan kebutuhan yang diharapkan kelompok acuan. Sedangkan Madura (2001:82) teori pengharapan (expectancy theory) menyatakan bahwa usaha seseorang karyawan dipengaruhi oleh hasil yang diharapkan (penghargaan) atas usaha tersebut. Teori-teori kepuasan kerja tersebut di atas merupakan dasar dalam mengkaji dan meneliti mengenai kepuasan kerja. Kesimpulan dari teori-teori tersebut bahwa kepuasan kerja dipengaruhi oleh sesuatu yang berada di dalam dan di luar diri karyawan. Kepuasan kerja karyawan terbentuk karena adanya faktor-faktor yang melatarbelakanginya. Seperti kajian teori-teori kepuasan kerja sebelumnya, kepuasan kerja dipengaruhi oleh faktor ekstrnal dan internal. Bagian ini mencoba mengkaji
Universitas Sumatera Utara
beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja sebagai hasil kajian dari beberapa penulis dan peneliti, untuk selanjutnya dipilih beberapa faktor terpenting sebagai kajian penelitian ini. Faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap kepuasan adalah faktor yang berhubungan dengan pekerjaan. Faktor-faktor tersebut adalah faktor yang berhubungan dengan kepuasan dalam pekerjaan itu sendiri, faktor yang berhubungan teman sekerja, faktor yang berhubungan dengan pengawasan, faktor yang berhubungan dengan teman sekerja, faktor yang berhubungan dengan pegawasan, faktor yang berhubungan dengan promosi jabatan/pengembangan karir dan faktor yang berhubungan dengan gaji. Faktor-faktor tersebut merupakan item instrumen Job Describsion Index yang digunakan banyak peneliti dalam mengkaji kepuasan kerja (Jewell dan Siegal dalam Juliandi, 2003:47) Menurut Siagian (2002:126), kepuasan kerja ialah sikap umum seseorang terhadap pekerjaannya. Artinya secara umum dapat dirumuskan bahwa seseorang yang memiliki rasa puas terhadap pekerjaannya akan mempunyai sikap yang positif terhadap organisasi dimana ia berkarya. Selanjutnya dikatakan bahwa terdapat paling sedikit empat faktor yang turut berperan dalam kepuasan kerja, yaitu : 1) Pekerjaan yang menantang, 2) Penerapan sistem penghargaan yang adil, 3) Kondisi yang sifatnya mendukung, dan 4) Sifat rekan sekerja. Selanjutnya Indrawijaya dalam Wahyuningrum (2008: 54) mengemukakan bahwa kepuasan kerja nampak dalam hasil pekerjaan. Alasan menyatakan kepuasan kerja adalah : 1) Nilai : bahwa waktu yang dipergunakan pekerjaan hendaknya dapat
Universitas Sumatera Utara
menimbulkan kesenangan, kegembiraan, dan kebahagiaan, 2) Kesehatan jiwa : pekerjaan adalah faktor yang dapat menimbulkan tekanan psikologi, dan 3) Kesehatan jasmaniah : terdapat hubungan antara pekerjaan dengan umur, karena pekerja yang menyenangi pekerjaan akan memiliki umur panjang. Luthan (2005:138) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah: pekerjaan itu sendiri, gaji/honor, kesempatan promosi, pengawasan, kondisi kerja dan rekan kerja. Kemudian Alwi (2001:118) menyatakan berbagai bentuk kepuasan antara lain : 1) Kepuasan dengan kompensasi yang diterima, 2) Kepuasan dengan tugas, 3) Kepuasan dengan penataan kerja, dan 4) Kepuasan dengan peluang kedepan melalui jabatan. Sedangkan Blum dalam As’ad (2003:114) yang mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja meliputi: 1) Faktor individual, seperti usia, kesehatan, jenis kelamin, 2) Faktor Sosial, seperti interaksi dan hubungan dengan orang lain, dan 3) Faktor dalam pekerjaan, seperti upah, kondisi kerja dan lain-lain. Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja di Universitas Sumatera Utara meliputi : administrasi/kebijakan Universitas Sumatera Utara, promosi, kesempatan untuk berkembang, tanggung jawab, kondisi kerja, dan rekan kerja.
2.2.3. Teori Motivasi Berprestasi Motivasi berasal dari kata Latin movere yang berarti dorongan atau daya penggerak. Motivasi ini hanya diberikan kepada manusia, khususnya kepada para
Universitas Sumatera Utara
bawahan atau pengikut (Hasibuan, 2007: 92). Menurut Luthans dalam Thoha (2007:207), motivasi terdiri tiga unsur, yakni kebutuhan (need), dorongan (drive), dan tujuan (goals). Motivasi, kadang-kadang istilah ini dipakai silih berganti dengan istilahistilah lainnya, seperti misalnya kebutuhan (need), keinginan (want), dorongan (drive), atau impuls. Motivasi adalah suatu perangsang keinginan (want) dan daya penggerak kemauan bekerja seseorang; setiap motif mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai (Hasibuan, 2007: 95). Moekiyat dalam Hasibuan (2007:95), motif adalah suatu pengertian yang mengandung semua alat penggerak alasan-alasan atau dorongan-dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan ia berbuat sesuatu. Menurut Berelson dan Steiner dalam Hasibuan (2007:95), sebuah motif adalah suatu pendorong dari dalam untuk beraktivitas atau bergerak dan secara langsung atau mengarah kepada sasaran akhir. Motivasi muncul karena adanya dorongan untuk memenuhi kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan itu terdiri dari kebutuhan fisiologis (seperti makan, minum), kebutuhan akan rasa aman tentram, kebutuhan untuk dicintai dan disayangi, kebutuhan untuk dihargai dan kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri, kebutuhan untuk berprestasi merupakan kebutuhan manusia pada peringkat yang tertinggi. (Siagian, 2002:103). Mc Clelland dalam Thoha (2007:236), membedakan tiga kebutuhan pokok manusia. Ketiga kebutuhan tersebut adalah kebutuhan berprestasi, kebutuhan afiliasi dan kebutuhan berkuasa.
Universitas Sumatera Utara
Motivasi sebagaimana didefinisikan oleh Robbins (2003 : 104) merupakan kemauan untuk menggunakan usaha tingkat tinggi untuk tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan usaha untuk memenuhi beberapa kebutuhan individu. Dalam definisi ini ada tiga (3) elemen penting yaitu; usaha, tujuan dan kebutuhan. Elemen usaha merupakan pengukuran intensitas. Usaha yang diarahkan menuju dan konsisten dengan tujuan organisasi merupakan jenis usaha yang seharusnya dicari, dan motivasi merupakan proses pemenuhan kebutuhan. Jae (2000 : 76) menunjukan bahwa motivasi pegawai sangat efektif untuk meningkatkan dan memenuhi kepuasan kerja pegawai dimana faktor-faktor motivasi tersebut diukur melalui faktor intrinsik (kebutuhan prestasi dan kepentingan) dan faktor ekstrinsik (keamanan kerja, gaji dan promosi).
Berdasarkan beberapa pendapat ahli mengenai motivasi yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi berprestasi merupakan suatu usaha yang mendorong seseorang untuk bersaing dengan standar keunggulan, dimana standar keunggulan ini dapat berupa kesempurnaan tugas, dapat diri sendiri atau prestasi orang lain. Pegawai yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi nampaknya akan memperoleh prestasi yang lebih tinggi Motivasi berprestasi seseorang akan tercermin pada perilaku. Ada beberapa ciri yang menjadi indikator orang yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi. Individu yang motif berprestasi tinggi akan menampakkan tingkah laku dengan ciriciri menyenangkan pekerjaan-pekerjaan yang menuntut tangung jawab pribadi,
Universitas Sumatera Utara
memilih pekerjaan yang resikonya sedang (moderat ), mempunyai dorongan sebagai umpan balik (feed back) tentang perebutannya dan berusaha melakukan sesuatu dengan cara-cara kreatif. Dapat disimpulkan bahwa terdapat dua buah karakteristik yang membedakan antara seseorang yang motivasi berprestasinya rendah dengan orang yang yang motivasi berprestasinya tinggi. Kedua karakteristik itu ialah : a) Kemauan untuk melakukan aktivitas yang menunjukkan suatu prestasi orang yang motivasi berprestasinya tinggi akan mempunyai anggapan bahwa keberhasilan disebabkan oleh kemampuan dan usaha yang sungguh-sungguh. Anggapan seperti ini akan menyebabkan orang tersebut bangga apabila dapat menyelesaikan suatu pekerjaan. Rasa bangga ini menyebabkan bertambahnya keinginan untuk melakukan aktifitas yang lain. b) Kegigihan berusaha. Usaha adalah faktor yang tidak setabil karena bertangung pada kemampuan seseorang, orang yang motivasi berprestasi tinggi akan cenderung bekerja keras sesudah mengalami kegagalan untuk mecapai sukses pada waktu-waktu selanjutnya, ia akan terus berusaha untuk mencapai tujuan yang sebelumnya gagal di capai. Sebaliknya orang yang motivasi berprestasi rendah menganggap kegagalan disebabkan oleh ketidakmampuan. Kemampuan adalah faktor yang stabil, tidak dapat di ubah oleh kemampuan semata-semata. Oleh karena itu, dalam anggapannya kegagalan akan diikuti oleh rentetan kegagalan pula. Pada individu yang rendah motivasi berprestasinya, usahanya untuk berprestasi juga lemah dan mudah menyerah.
Universitas Sumatera Utara
Dalam proses belajar, motivasi seseorang tercermin melalui ketekunan yang tidak mudah patah untuk mencapai sukses, meskipun dihadang banyak kesulitan. Motivasi juga ditunjukkan melalui intensitas unjuk kerja dalam melakukan suatu tugas.
McClelland
menunjukkan
bahwa
motivasi
berprestasi
(achievement
motivation) mempunyai kontribusi sampai 64 persen terhadap prestasi belajar (Triluqman, 2007:1. www.heritl.blogspot.com. ) Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya. Kajian tentang motivasi telah sejak lama memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan pendidik, manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan dengan kepentingan upaya pencapaian kinerja (prestasi) seseorang (Sudrajat, 2008:1. www.wordpress.com. ). Dari uraian tentang ciri-ciri orang yang memiliki motivitas tinggi, akhirnya dapat dinyatakan bahwa individu akan mempunyai motivasi berprestasi tinggi akan mempresepsikan bahwa keberhasilan adalah merupakan akibat dari kemauan dan usaha. Sedangkan individu yang memiliki motivasi berprestasi rendah akan menpersepsikan bahwa kegagalan adalah sebagai akibat kurangnya kemampuan dan tidak melihat usaha sebagai penentuan keberhasilan. Menurut Herzberg dalam Andreni (2003: 20) faktor pemuas yang disebut juga motivator yang merupakan faktor pendorong seseorang untuk berprestasi yang bersumber dari dalam diri seseorang tersebut (kondisi intrinsik) antara lain: 1) Prestasi yang diraih (achievement), 2) Pengakuan orang lain (recognition), 3)
Universitas Sumatera Utara
Tanggungjawab (responsibility), 4) Peluang untuk maju (advancement), 5) Kepuasan kerja itu sendiri (the work it self), dan 6) Kemungkinan pengembangan karir (the possibility of growth). Sedangkan faktor pemelihara (maintenance faktor) disebut juga hygiene faktor merupakan faktor yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan untuk memelihara keberadaan karyawan sebagai manusia, pemeliharaan ketentraman dan kesehatan. Faktor ini juga disebut dissatisfier (sumber ketidakpuasan) yang merupakan tempat pemenuhan kebutuhan tingkat rendah yang dikualifikasikan ke dalam faktor ekstrinsik, meliputi: 1) Kompensasi, 2) Keamanan dan keselamatan kerja, 3) Kondisi kerja, 4) Status, 5) Prosedur perusahaan, dan 6) Mutu dari supevisi teknis dari hubungan interpersonal di antara teman sejawat,
dengan atasan, dan
dengan bawahan. Berdasarkan uraian diatas faktor-faktor yang relevan dalam mempengaruhi motivasi berprestasi pada Universitas Sumatera Utara adalah : pengakuan atas prestasi, perlakuan yang wajar, pengakuan sebagai individu, penghargaan atas pekerjaan, kesempatan untuk maju atau promosi.
2.2.4. Teori Kepemimpinan Kepemimpinan berasal dari akar kata “pemimpin”, maksudnya adalah orang yang dikenal oleh dan berusaha mempengaruhi para pengikutnya untuk merealisir visniya (Sagala, 2009:114). Kepemimpinan adalah kekuatan dinamis penting yang memotivasi dan mengkoordinasikan organisasi dalam rangka mencapai tujuan
Universitas Sumatera Utara
melalui suatu proses untuk mempengaruhi orang lain, baik dalam organisasi maupun di luar organisasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam situasi dan kondisi tertentu. Proses mempengaruhi tersebut sering melibatkan berbagai kekuasan seperti ancaman, penghargaan, otoritas, maupun bujukan dan motivasi. (Sagala, 2010:124). Konsep gaya kepemimpinan ini menunjukkan adanya kombinasi bahasa, tindakan dan kebijakan tertentu, yang menggambarkan pola yang cukup konsisten yang digunakan oleh pemimpin dalam membantu orang lain/bawahan/ kelompoknya dalam mencapai hasil yang diinginkan bersama (Pace & Faules, 1998: 277). Pendapat serupa dikemukakan oleh Robbins (2003:3) yang berpendapat bahwa gaya kepemimpinan merupakan suatu strategi atau kemampuan dalam mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya tujuan. Menurut Bass (dalam Wutun, 2001:345), gaya kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi suatu hubungan yang cenderung mengikuti pola/strategi tertentu untuk pencapaian tujuan bersama. Sedangkan Lewis dalam Jewel dan Siegal (1998:435) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan merupakan suatu pengaruh dari seorang pemimpin terhadap kelompok atau pengikut untuk meningkatkan kepatuhan dalam usaha mencapai tujuan bersama. Menurut Wutun (2001:345) salah satu konsep kepemimpinan yang dapat menjelaskan secara tepat pola perilaku kepemimpinan atasan yang nyata ada dan mampu memuat pola-pola perilaku dari teori kepemimpinan lain adalah kepemimpinan transformasional dari Bass. Bass dalam (Wutun, 2001:350), menyatakan bahwa gaya kepemimpinan transformasional cenderung membangun
Universitas Sumatera Utara
kesadaran para bawahannya mengenai pentingnya nilai kerja dan tugas mereka. Pemimpin berusaha memperluas dan meningkatkan kebutuhan melebihi minat pribadi serta mendorong perubahan tersebut ke arah kepentingan bersama termasuk kepentingan organisasi (Wutun, 2001:352). Menurut Hay (2004:69) seorang pemimpin transformasional akan berusaha memotivasi, membangkitkan semangat dan minat para bawahan, di samping itu tetap berusaha meyakinkan akan tujuan dan misi organisasi. Pemimpin transformasional juga akan berusaha melihat, memperhatikan, mengenali kemampuan individu yang berguna untuk organisasi. Pemimpin transformasional berusaha meyakinkan bawahan bahwa untuk bersama-sama menciptakan produktivitas kerja tinggi, usaha keras, komitmen, dan kapasitas kerja yang tinggi. Menurut Yammarino dan Bass
dalam Daryanto dan Daryanto (2006:35)
pemimpin transformasional merupakan pemimpin yang karismatik dan mempunyai peran sentral dan strategis dalam membawa organisasi mencapai tujuannya. Pemimpin transformasional juga mempunyai kemampuan untuk menyamakan visi masa depan dengan bawahannya, serta meningkatkan kebutuhan bawahan pada tingkat yang lebih tinggi dari pada apa yang mereka butuhkan. Pemimpin transformasional harus mampu membujuk para bawahannya melakukan tugas-tugas mereka melebihi kepentingan mereka sendiri demi kepentingan organisasi yang lebih besar. Pemimpin transformasional juga akan berusaha mengartikulasikan visi masa depan organisasi yang realistik, menstimulasi bawahan dengan cara yang intelektual, dan menaruh parhatian pada perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh bawahannya.
Universitas Sumatera Utara
Pemimpin transformasional cenderung berusaha untuk memanusiakan manusia melalui berbagai cara seperti memotivasi dan memberdayakan fungsi dan peran karyawan untuk mengembangkan organisasi dan pengembangan diri menuju aktualisasi diri yang nyata (Wutun, 2001:351). Bass dalam Wutun (2001:352) menambahkan bahwa kepemimpinan transformasional adalah bagaimana pemimpin mengubah (to transform) persepsi, sikap, dan perilaku bawahan terlepas dari meningkat-tidaknya perubahan yang terjadi. Secara konseptual, kepemimpinan transformasional (to transform) adalah sebagai kemampuan pemimpin dalam mengubah lingkungan kerja, motivasi kerja, pola kerja, dan nilai-nilai kerja bawahan sehingga bawahan akan lebih mengoptimalkan kinerja untuk mencapai tujuan organisasi. Berdasarkan definisi-definisi Hay, Yammarino dan Bass, Wutun dan Bass diatas dapat dikemukakan bahwa kepemimpinan transformasional adalah kemampuan memimpin atasan dalam mengubah lingkungan kerja, memotivasi dan menginspirasi bawahan, menerapkan pola kerja dan nilai-nilai moral, menghargai dan memperhatikan kebutuhan bawahan sehingga bawahan akan lebih mengoptimalkan kinerja untuk mencapai tujuan organisasi.
Brown dalam Suhana (2007:45) menguji pengaruh perilaku kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan dan tugas terhadap komitmen organisasi. Temuannya menunjukkan bahwa perilaku kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan yang meliputi membangun kepercayaan, memberikan inspirasi, visi,
Universitas Sumatera Utara
mendorong kreativitas dan menekankan pengembangan berpengaruh secara positif pada komitmen afektif karyawan. Sementara perilaku kepemimpinan yang berorientasi pada tugas juga berpengaruh terhadap komitmen afektif karyawan, meski tingkat pengaruhnya lebih rendah. Penelitian yang dilakukan Chen (2004, dalam Nurjanah, 2008:72) menunjukkan bahwa budaya organisasi dan gaya kepemimpinan berpengaruh signifikan positif terhadap komitmen organisasi, kepuasan kerja dan kinerja karyawan. Menurut Bass dan Avolio dalam Suryanto (2005:58-59) menemukan bahwa kepemimpinan transformasional memiliki empat komponen perilaku, yaitu : 1) Idealized Influence adalah perilaku seorang pemimpin transformasional yang memiliki keyakinan diri yang kuat, selalu hadir di saat-saat sulit, memegang teguh nilai-nilai moral, menumbuhkan kebanggaan pada pengikutnya, yang bervisi jelas, dan langkah-langkahnya selalu mempunyai tujuan yang pasti, dan agar bawahan mau mengikutinya secara suka rela, ia menempatkan dirinya sebagai tauladan bagi para pengikutnya tersebut, 2) Individualized Consideration, adalah perilaku pemimpin transformasional, di mana ia merenung, berpikir, dan selalu mengidentifikasi kebutuhan para bawahannya, berusaha sekuat tenaga mengenali kemampuan karyawan, membangkitkan semangat belajar pada para karyawannya, memberi kesempatan belajar seluas-luasnya, selalu mendengar bawahannya dengan penuh perhatian, dan baginya adalah kunci kesuksesan sebuah karya, 3) Inspirational Motivation, adalah upaya pemimpin dalam memberikan inspirasi para pengikutnya agar mencapai kemungkinan-kemungkinan yang tidak terbayangkan, ditantangnya
Universitas Sumatera Utara
bawahan mencapai standar yang tinggi. Pemimpin akan mengajak bawahan untuk memandang ancaman dan masalah sebagai kesempatan belajar dan berprestasi. Oleh karenanya, pemimpin transformasional menciptakan budaya untuk berani salah, karena kesalahan itu adalah awal dari pengalaman belajar segala sesuatu. Bagi pemimpin kata adalah senjata utamanya, dengan ‘kata’ pula ia bangkitkan semangat bawahan. Pemimpin akan menggunakan simbol-simbol dan metafora untuk memotivasi mereka, bicara dengan antusias dan optimis, dan 4) Intellectual Stimulation. Imajinasi, dipadu dengan intuisi namun dikawal oleh logika dimanfaatkan oleh pemimpin ini dalam mengajak bawahan berkreasi. Pemimpin berusaha mengajak bawahan untuk berani menentang tradisi uang, dan mengajak pula bawahan untuk bertanya tentang asumsi lama. Pemimpin menyadari bahwa sering kali kepercayaan tertentu telah menghambat pola berpikir, oleh karenanya, pemimpin mengajak bawahannya untuk mempertanyakan, meneliti, mengkaji dan jika perlu mengganti kepercayaan itu. Menurut Robbin (2003:473) faktor yang mempengaruhi gaya kepemimpinan, yaitu terdiri dari dimensi (1) charisma atau idealism; (2) inspirasi atau motivasi; (3) stimulasi intelektual; (4) pertimbangan individual. Sedangkan indikator gaya kepemimpinan yaitu; (1) visi dan misi, menanamkan kebanggaan, meraih penghormatan
dan
kepercayaan;
(2)
mengkomunikasikan
harapan
tinggi,
menggunakan simbol untuk memfokuskan pada usaha; menggambarkan maksud penting secara sederhana (3) mendorong intelegensi, rasionalitas dan pemecahan
Universitas Sumatera Utara
masalah secara hati-hati; (4) memberikan perhatian pribadi, melayani secara pribadi, melatih dan menasehati. Sedangkan menurut Wutun (2001:353) kepemimpinan memiliki lima aspek yaitu : 1) Atributed Charisma : pemimpin yang memiliki kharisma memperlihatkan visi, kemampuan keahliannya serta tindakan yang lebih mendahulukan kepentingan organisasi dan kepentingan orang lain daripada kepentingan pribadi, 2) Idealized Influence : pemimpin berusaha mempengaruhi bawahan dengan komunikasi langsung dengan menekankan pentingnya nilai-nilai, komitmen dan keyakinan, serta memiliki tekad untuk mencapai tujuan dengan tetap mempertimbangkan akibat-akibat moral dan etik dari setiap keputusan yang dibuat, 3) Inspirational Motivation : pemimpin bertindak dengan cara memotivasi dan menginspirasi bawahan melalui pemberian arti, partisipasi dan tantangan terhadap tugas bawahan, 4) Intelectual Stimulation : pemimpin berusaha mendorong bawahan untuk memikirkan kembali cara kerja dan mencari cara-cara kerja baru dalam menyelesaikan tugasnya, dan 5) Individualized Consideration : pemimpin berusaha memberikan perhatian kepada bawahan dan menghargai sikap bawahan terhadap organisasi Berdasarkan indikator-indikator kepemimpinan dari beberapa pendapat ahli di atas maka dalam penelitian ini dapat disimpulkan kepemimpinan pemimpin di Universitas Sumatera Utara adalah : karisma, inspirasi, ransangan intelektual, komunikatif, dan loyalitas.
Universitas Sumatera Utara
2.3. Kerangka Konseptual Komitmen kerja karyawan dipengaruhi oleh banyak hal diantaranya kepemimpinan, kepuasan kerja, dan motivasi berprestasi. Komitmen organisasi sebagai sebuah sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan kepada organisasi dan merupakan suatu proses berkelanjutan dimana anggota organisasi mengungkapkan perhatian mereka terhadap organisasi, terhadap keberhasilan organisasi serta kemajuan yang berkelanjutan. Porter dalam Oktaviansyah (2008 : 59) mengatakan bahwa komitmen organisasi didefinisikan sebagai pengidentifikasian dan keterlibatan dari seorang individu terhadap organisasi tertentu. Hal ini sejalan dengan pendapat Mowday, Porter, dan Steers dalam Oktaviansyah (2008 : 59) yang mendefinisikan komitmen organisasi sebagai sifat hubungan antara pekerja dan organisasi. Individu yang mempunyai komitmen tinggi terhadap organisasi dapat dilihat dari keinginan kuat untuk tetap menjadi anggota tersebut, kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi tersebut, dan kepercayaan akan dan penerimaan yang kuat terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi. Adanya komitmen organisasi yang tinggi pada pegawai akan membuat pegawai terhindar dari perilaku-perilaku keorganisasian yang negatif misalnya membolos, mangkir, pindah kerja ke perusahaan lain, meninggalkan jam kerja, dan lain sebagainya (Mathieu dan Zajae dalam Luthan, 2005:131).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Colquitt, et al (2009: 34) komitmen organisasi dipengaruhi oleh kepuasan kerja, stress/tekanan, motivasi, keadilan, dan pengambilan keputusan. Hasil penelitian Salami (2008: 94) bahwa komitmen terhadap organisasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain oleh faktor demografi, kecerdasan emosi, kepuasan kerja dan motivasi berprestasi. Desianty (2005:81) menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel kepemimpian terhadap komitmen organisasi. Dalam hal ini kepemimpinan memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap komitmen organisasi karena pemimpin lebih memberikan perhatian, dorongan motivasi dan mampu memahami keinginan karyawannya. Anwar (2008:7) menyimpulkan bahwa pimpinan yang menunjukkan perilaku kepemimpinan adalah adanya komitmen yang tinggi untuk memberikan penghargaan kepada siapa saja individu yang menunjukkan kinerja yang baik, beretos kerja, memberi keteladanan, tepat waktu menghadiri undangan, tepat waktu datang bertugas, tepat waktu dalam menunaikan janji, dan menunjukkan sikap ingin bekerja sama. Pengaruh pemimpin atau atasan terhadap bawahan dapat dilihat dari para bawahan merasakan adanya kepercayaan, kebanggaan, loyalitas dan rasa hormat kepada atasan, dan mereka termotivasi untuk melakukan melebihi apa yang diharapkan (Bass dalam Natsir, 2004:2-3). Menurut Aviolo dalam Kaihatu dan Rini (2007:51), bahwa fungsi utama dari seorang pemimpin adalah memberikan pelayanan sebagai katalisator dari perubahan (catalyst of change), namun saat bersamaan sebagai seorang pengawas dari perubahan (a controller of change). Case dalam Kaihatu dan Rini (2007:51), mengatakan bahwa meskipun terdapat beberapa
Universitas Sumatera Utara
perbedaan dalam mendefinisikan kepemimpinan, akan tetapi secara umum mereka mengartikannya sebagai agen perubahan (an agent of change). Kepuasan kerja dalam beberapa penelitian dihubungkan secara positif dengan komitmen. Robbins (2003 : 115) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah suatu sikap umum terhadap pekerjaan seseorang sebagai perbedaan antara banyaknya ganjaran yang diterima pekerja dan banyaknya yang diyakini yang seharusnya diterima. Motivasi berprestasi itu sendiri menurut Edward dalam Nugrahney (2009 : 19) adalah kebutuhan individu untuk berbuat lebih baik dari orang lain yang mendorong individu untuk menyelesaikan tugas lebih sukses dan untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi. Menurut Hall dan Lindzey dalam Nugrahney (2009 : 19) bahwa motivasi berprestasi sebagai dorongan yang berhubungan dengan prestasi, yaitu menguasai, memanipulasi, mengatur lingkungan sosial atau fisik, mengatasi rintangan-rintangan dan memelihara kualitas kerja yang tinggi, bersaing untuk melebihi perbuatannya yang lampau dan mengungguli orang lain. Peningkatan kepuasan kerja, motivasi berprestasi dan kepemimpinan berpotensi dapat meningkatkan komitmen kerja. Pegawai yang puas terhadap pekerjaannya, secara logis akan memiliki komitmen tinggi.
Semakin tinggi
kepemimpinan maka semakin tinggi komitmen organisasi, demikian pula pegawai yang memiliki motivasi berprestasi, secara logis akan lebih konsisten dalam menjalankan tugas-tugas pekerjaannya demi pencapaian tujuan perusahaan. Lebih
Universitas Sumatera Utara
lanjut, maka kepuasan kerja, motivasi berprestasi dan kepemimpinan secara langsung dapat berpengaruh terhadap komitmen kerja.
2.3.1 Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Komitmen Kerja Kepuasan kerja adalah tingkatan kenikmatan yang diterima orang dari mengerjakan pekerjaan. Kepuasan kerja didasarkan pada perbandingan antara yang diterima pegawai dari perusahaan dibandingkan dengan yang diharapkan, diinginkan atau dipikirkan seseorang. Kepuasan karyawan merupakan ukuran sampai seberapa jauh perusahaan dapat memenuhi harapan karyawannya yang berkaitan dengan berbagai aspek dalam pekerjaan dan jabatannya. Karyawan yang tidak puas biasanya mempunyai motivasi kerja yang rendah sehingga dalam bekerja pun biasanya kurang bersemangat, malas, lambat bahkan bisa banyak melakukan kesalahan dan lain-lain yang bersifat negatif sehingga akan menimbulkan pemborosan biaya, waktu dan tenaga. Apabila seseorang merasa telah terpenuhinya semua kebutuhan dan keinginannya oleh organisasi maka secara otomatis dengan penuh kesadaran mereka akan meningkatkan tingkat komitmen yang ada dalam dirinya. Kepuasan kerja dapat terpenuhi maka komitmen terhadap organisasi akan timbul dengan baik, sehingga kepuasan akan berdampak terhadap komitmen organisasi. Berdasarkan uraian tersebut di atas, diduga adan pengaruh positif antara kepuasan kerja pegawai terhadap komitmen kerja dalam pekerjaannya. Dapat
Universitas Sumatera Utara
dikatakan semakin tinggi kepuasan kerja pegawai akan semakin meningkat komitmen kerja pegawai dalam bekerja di Universitas Sumatera Utara.
2.3.2 Pengaruh Motivasi Berprestasi terhadap Komitmen Kerja Motivasi berprestasi merupakan bekal untuk meraih sukses. Sukses berkaitan
dengan perilaku 'produktif dan selalu memperhatikan/menjaga 'kualitas' produknya. Motivasi berprestasi merupakan konsep personal yang inheren yang merupakan faktor pendorong untuk meraih atau mencapai sesuatu yang diinginkannya agar meraih kesuksesan. Untuk mencapai kesuksesan tersebut setiap orang mempunyai hambatan-hambatan yang berbeda, dan dengan memiliki motivasi berprestasi yang tinggi, diharapkan hambatan-hambatan tersebut akan dapat diatasi dan kesuksesan yang dinginkan dapat diraih. Motivasi berprestasi yang dimiliki oleh pegawai maka akan muncul kesadaran pegawai Universitas Sumatera Utara untuk selalu mencapai kesuksesan (perilaku produktif dan selalu memperhatikan kualitas) dapat menjadi sikap dan perilaku permanen pada diri individu. Motivasi berprestasi akan dapat mendobrak building block ketahanan individu dalam menghadapi tantangan hidup sehingga mencapai kesuksesan dan memiliki komitmen kerja pegawai Universitas Sumatera Utara. Berdasarkan uraian tersebut di atas, diduga adan pengaruh positif antara motivasi berprestasi pegawai terhadap komitmen kerja dalam pekerjaannya. Dapat dikatakan semakin tinggi motivasi berprestasi pegawai akan semakin meningkat komitmen kerja pegawai dalam bekerja di Universitas Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
1.3.3 Pengaruh Kepemimpinan terhadap Komitmen Kerja Seorang pemimpin mempunyai tujuan dan visi misi yang jelas, serta memiliki gambaran yang menyeluruh terhadap organisasinya di masa depan. Pemimpin dalam hal ini berani mengambil langkah-langkah yang tegas tetapi tetap mengacu pada tujuan yang telah ditentukan guna keberhasilan organisasinya, misalnya saja dalam menerapkan metode dan prosedur kerja, pengembangan staf secara menyeluruh, menjalin kemitraan dengan berbagai pihak, juga termasuk di dalamnya berani menjamin kesejahteraan bagi para stafnya. Memelihara
komitmen
organisasi,
peran
seorang
pemimpin
sangat
dibutuhkan, dan kepemimpinan yang efektif menjadi syarat utama. Pemimpin yang efektif dalam menerapkan gaya tertentu dalam kepemimpinannya terlebih dahulu harus memahami siapa bawahan yang dipimpinnya, mengerti kekuatan dan kelemahan bawahannya, dan mengerti bagaimana cara memanfaatkan kekuatan bawahan untuk mengimbangi kelemahan yang mereka miliki. Kepemimpinan merupakan pemimpin yang memberikan pertimbangan dan rangsangan intelektual yang diindividualkan pada para bawahan atau pengikut. Kepuasan kerja pegawai dipengaruhi oleh adanya lingkungan kerja yang baik dengan tidak memihak kepada salah satu pegawai dalam promosi jabatan dan pengembangan karir sehingga pegawai akan memiliki komitmen kerja yang tinggi pada Universitas Sumatera Utara. Motivasi berprestasi pegawai akan memberikan pengaruh terhadap
Universitas Sumatera Utara
komitmen kerja pegawai jika pegawai merasa diperhatikan kemampuannya dan selalu diberi dorongan untuk terus berusaha dalam mencapai keinginannya. Kepemimpinan yang dapat membina hubungan baik antara pimpinan dengan pegawai, mampu memotivasi pegawai untuk bekerja dengan baik sehingga memunculkan adanya kepuasan kerja dan motivasi berprestasi dari pegawai. Secara langsung maupun tidak langsung kondisi ini dapat meningkatkan komitmen kerja di Universitas Sumatera Utara. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, diduga bahwa ada pengaruh positif secara bersama-sama antara kepemimpinan, kepuasan kerja dan motivasi berprestasi pegawai terhadap komitmen kerja. Dengan kata lain semakin baik kepuasan kerja, motivasi berprestasi dan kepemimpinan maka semakin tinggi komitmen kerja pegawai. Berdasarkan uraian di atas, secara skematis kerangka pemikiran penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Kepuasan Kerja (X1) Komitmen Kerja (Y)
Motivasi Berprestasi (X2) Kepemimpinan (X3)
Gambar 2.1. Kerangka Konseptual
Universitas Sumatera Utara
2.6 Hipotesis Penelitian Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka konseeptual yang telah diuraikan, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Kepuasan kerja berprestasi berpengaruh positif terhadap komitmen kerja pegawai Universitas Sumatera Utara. 2. Motivasi berprestasi berpengaruh positif terhadap komitmen kerja pegawai Universitas Sumatera Utara. 3. Kepuasan kerja dan Motivasi berprestasi berpengaruh positif terhadap komitmen kerja pegawai Universitas Sumatera Utara. 4. Kepuasan kerja dan motivasi berprestasi dengan kepemimpinan sebagai variabel moderating berpengaruh positif terhadap komitmen kerja pegawai Universitas Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara