BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anak dan Perkembangan Anak 2.1.1 Anak Secara umum dikatakan anak adalah seseorang yang dilahirkan dari perkawinan antara seorang perempuan dengan seorang laki-laki dengan tidak menyangkut bahwa seseorang yang dilahirkan oleh wanita meskipun tidak pernah melakukan pernikahan tetap dikatakan anak. Anak juga merupakan cikal bakal lahirnya suatu generasi baru yang merupakan penerus citacita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Menurut the Minimum Age Convention nomor 138 (1973), pengertian anak adalah seseorang yang berusia 15 tahun ke bawah, sebaliknya dalam Convention on the rights of the Child (1989) yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia melalui Keppres nomor 39 tahun 1990 disebutkan bahwa anak adalah mereka yang berusia 18 tahun ke bawah. Sementara itu, UNICEF mendefinisikan anak sebagai penduduk yang berusia antara 0 sampai dengan 18 tahun. Undang-undang Republik Indonesia nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahtaraan Anak, menyebutkan bahwa anak adalah mereka yang belum berusia 21 tahun dan belum menikah. Sedangkan Undang-undang Perkawinan menetapkan batas usia 16 tahun (Huraerah, 2006: 31). Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pada Bab I Pasal 1 ayat (1) disebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan. Adapun hak-hak anak yang terdapat dalam undang-undang ini yaitu: 1. Hak untuk hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi
Universitas Sumatera Utara
2. Hak atas identitas diri dan status kewarganegaraan 3. Hak untuk beribadah menurut agamanya 4. Hak untuk mengetahui orang tua 5. Hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial 6. Hak untuk memperoleh pendidikan 7. Hak untuk memperoleh perlindungan diri 8. Hak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum 9. Hak menyatakan pendapat Kewajiban negara dalam rangka memberikan hak-hak anak tertuang pada Konvensi Hak-hak Anak yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia yaitu: 1. Menghormati dan menjamin hak-hak anak 2. Mempertimbangkan kepentingan utama anak 3. Menjamin adanya perlindungan anak 4. Menghormati hak anak dan mempertahankan identitasnya 5. Jaminan anak tidak dipisahkan dengan orang tuanya 6. Jaminan hak pribadi anak (Prinst, 1997: 103-109)
2.1.2. Perkembangan Anak Dalam siklus kehidupannya, manusia pasti mengalami proses perkembangan baik dari segi fisik maupun psikologisnya. Dalam proses perkembangannya, jelas adanya perubahanperubahan yang meliputi aspek fisik, intelektual, sosial, moral, bahasa, emosi, dan perasaan, minat, motivasi, sikap, kepribadian, bakat, dan kreatifitas. Dalam setiap aspek tersebut pada dasarnya membuat kombinasi-kombinasi atau hubungan baru yang kemudian membentuk
Universitas Sumatera Utara
spesialisasi fisik dan psikologis yang berbeda antara manusia yang satu dan lainnya (Jahja, 2011: 1). Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Perkembangan menyangkut adanya proses diferensiasi, dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk perkembangan emosi, intelektual, dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungan. Perkembangan dan pertumbuhan memiliki perbedaan, yaitu pertumbuhan akan terhenti setelah mencapai kematangan. Adapun perkembangan terus sampai akhir hayat (Jahja, 2011: 28-29). Berdasarkan pengertian di atas perkembangan dan pertumbuhan anak merupakan sebuah proses yang dialami individu menuju kedewasaan yang berakibat perubahan secara progresif, kualitatif yang tidak dapat diulang dimana kedua hal tersebut sama-sama membawa perubahan. Proses perkembangan individu manusia beberapa fase yang secara kronologis dapat diperkiraan batas waktunya. Setiap fase akan ditandai dengan ciri-ciri tingkah laku tertentu sebagai karakteristik dari fase tersebut, fase-fase tersebut adalah sebagai berikut: a. Permulaan kehidupan (konsepsi) b. Fase prenatal (dalam kandungan) c. Proses kelahiran (±0-9 bulan) d. Maa bayi/anak kecil (±0-1 tahun) e. Masa kanak-kanak (±1-5 tahun) f. Masa anak-anak ( ±5-12 tahun) g. Masa remaja (±12-18 tahun) h. Masa dewasa awal (±18-25 tahun)
Universitas Sumatera Utara
i. Masa dewasa (±25-45 tahun) j. Masa dewasa akhir (±45-55 tahun) k. Masa akhir kehidupan (±55 tahun ke atas). Adapun teori dalam perkembangan anak, yaitu: 1. Teori Nativisme, teori ini pertama kali digagas oleh Schopenhauer. Menurut teori ini, perkembangan manusia ditentukan oleh faktor-faktor nativus yaitu faktor-faktor keturunan yang merupakan faktor yang dibawa pada waktu melahirkan. Teori ini meyakini bahwa faktor yang paling mempengaruhi dalam perkembangan manusia adalah pembawaan sejak lahir atau boleh dibilang ditentukan oleh bakat. Teori nativisme bersumber dari Leibnitzian tradition yang menekankan pada kemampuan dalam diri seorang anak. Orang-orang yang mengikuti teori nativisme sangat menekankan bakat yang dimilikinya sehingga dapat mengembangkan secara maksimal 2. Teori dalam perkembangan anak selanjutnya yaitu Teori Empirisme oleh John Locke. Teori empirisme menyatakan bahwa perkembangan seseorang ditentukan oleh pengalaman-pengalaman yang diperoleh selama perkembangan individu dalam kehidupannya. Faktor lingkungan lebih khusus adalah dunia pendidikan sangat besar menentukan perkembangan anak. 3. Teori Konvergensi, dikemukakan oleh William Stern. Menurut teori ini, baik pembawaan maupun lingkungan mempunyai peranan penting dalam perkembangan anak. Perkembangan individu akan ditentukan oleh faktor yang dibawa sejak lahir maupun faktor lingkungan (Azzet, 2010: 19-24) Berdasarkan teori perkembangan anak di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan atau bakat anak, pengalaman dan lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan anak. Artinya, anak dapat berkembang dengan baik dan sesuai dengan masa pertumbuhan dan perkembangannya apabila mengalami pengalaman yang baik dan lingkungan yang
Universitas Sumatera Utara
mendukung tumbuh dan kembang anak, sebaliknya pengalaman dan lingkungan yang buruk dapat mengakibatkan terganggunya pertumbuhan dan perkembangan anak. Masa remaja adalah masa datangnya pubertas (11-14) sampai usia sekitar 18 tahun, masa transisi dari kanak-kanak ke dewasa. Berbagai permasalahan yang dialami remaja yaitu: a. Remaja mulai menyampaikan kebebasan dan haknya untuk mengemukakan pendapatnya sendiri. Tidak terhindarkan, ini dapat menciptakan ketegangan dan perselisihan, dan dapat menjauhkan ia dari keluarganya. b. Remaja lebih mudah dipengaruhi teman-temannya daripada ketika masih lebih muda. Ini berarti pengaruh orang tua pun melemah. Anak remaja berperilaku dan mempunyai kesenangan yang berbeda bahkan bertentangan dengan perilaku dan kesenangan keluarga c. Remaja mengalami perubahan fisik yang luar biasa, baik pertumbuhan maupun seksualitasnya.
Perasaan
seksual
yang
mulai
muncul
dapat
menakutkan,
membingungkan, dan menjadi sumber perasaan salah dan frustasi. d. Remaja sering menjadi terlalu percaya diri dan ini bersama-sama dengan emosinya yang biasanya meningkat, mengakibatkan ia sukar menerima nasihat orang tua.
2.2
Anak Bekerja dan Pekerja Anak Pekerja anak merupakan suatu istilah yang seringkali menimbulkan perdebatan,
meskipun sama-sama digunakan untuk menggantikan istilah buruh anak. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi menggunakan istilah anak-anak yang terpaksa bekerja. Badan Pusat Statistik menggunakan istilah anak-anak yang aktif secara ekonomi. Definisi Pekerja Anak menurut ILO atau IPEC adalah anak yang bekerja pada semua jenis pekerjaan yang membahayakan atau mengganggu fisik, mental, intelektual dan moral. Konsep pekerja anak didasarkan pada Konvensi ILO Nomor 138 mengenai usia minimum untuk diperbolehkan
Universitas Sumatera Utara
bekerja yang menggambarkan definisi internasional yang paling komprehensif tentang usia minimum untuk diperbolehkan bekerja, mengacu secara tidak langsung pada “kegiatan ekonomi”. Konvensi ILO menetapkan kisaran usia minimum dibawah ini dimana anak-anak tidak boleh bekerja. Usia minimum menurut Konvensi ILO Nomor 138 untuk negara-negara dimana perekonomian dan fasilitas pendidikan kurang berkembang adalah semua anak berusia 5-11 tahun yang melakukan kegiatan-kegiatan ekonomi adalah pekerja anak sehingga perlu dihapuskan. Anak-anak usia 12- 14 tahun yang bekerja dianggap sebagai pekerja anak, kecuali jika mereka melakukan tugas ringan. Pekerjaan ringan dalam konvensi Nomor 138 Pasal 7 menyatakan bahwa pekerjaan ringan tidak boleh menggangu kesehatan dan pertumbuhan anak atau menggangu sekolahnya serta berpartisipasinya dalam pelatihan kejuruan atau “kapasitas untuk memperoleh manfaat dari instruksi yang diterimanya dimana tidak boleh lebih dari 14 jam per minggu. Ambang batas ini didukung oleh Konvensi ILO Nomor 33 tahun 1932 mengenai usia minimum (Pekerja dibidang Non Industri) dan temuan tentang dampak anak bekerja terhadap tingkat kehadiran, prestasi di sekolah dan terhadap kesehatan anak. Pekerja anak melakukan pekerjaan tertentu sebagai aktifitas rutin harian, jam kerjanya relatif panjang. Ini menyebabkan mereka tidak dapat bersekolah, tidak memiliki waktu yang cukup untuk bermain dan beristirahat, dan secara tidak langsung aktifitas tersebut berbahaya bagi kesehatan anak. Sedangkan anak bekerja, mereka melakukan aktifitas pekerjaan hanya sebagai latihan. Kegiatan tersebut tidak dilakukan setiap hari, jam kerja yang digunakan juga sangat pendek, dan aktifitasnya tidak membahayakan bagi kesehatan anak serta mendapatkan pengawasan dari orang yang lebih dewasa atau ahlinya. Dalam hal ini anak masih melakukan aktifitas rutinnya seperti sekolah, bermain dan beristirahat.
Universitas Sumatera Utara
Keterlibatan anak dalam dunia kerja tidaklah terjadi dengan sendirinya, melainkan disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor penyebab tersebut ada yang berasal dari dalam diri anak maupun karena pengaruh lingkungan terdekat dengan anak. Secara garis besar faktor penyebab ini dapat dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu faktor pendorong dan faktor penarik. Faktor pendorong merupakan faktor yang berasal dari dalam diri si anak, yang mendorong anak untuk melakukan aktifitas tertentu yang menghasilkan uang. Dengan hasil yang diperoleh anak akan menjadi senang dan dorongan tersebut akan terpuaskan. Faktor pendorong yang menyebabkan anak memilih menjadi pekerja anak antara lain : kemiskinan yang dialami orangtua, adanya budaya dan tardisi yang memandang anak wajib melakukan pekerjaan sebagai bentuk pengabdian kepada orangtua, relatif sulitnya akses ke pendidikan, tersedianya pekerjaan yang mudah diakses tanpa membutuhkan persyaratan tertentu, dan tidak tersedianya fasilitas penitipan anak pada saat orangtua bekerja. Faktor penarik adalah faktor yang berasal dari luar diri anak. Faktor inilah yang menjadi alasan bagi dunia kerja untuk menerima anak bekerja. Anak dipandang sebagai tenaga kerja yang murah dan cenderung tidak banyak menuntut. Pekerja anak dipandang tidak memiliki kemampuan yang memadai baik secara fisik maupun kemampuan. Dengan demikian para pengusaha akan cenderung memilih anak karena upah yang diberikan akan cenderung lebih murah dari pada orang dewasa. Disamping itu anak lebih patuh dan penurut terhadap instruksi yang diberikan oleh orang dewasa. Selain beberapa faktor tersebut, penyebab anak memasuki dunia kerja juga disebabkan oleh faktor ekonomi, sosial, budaya. Berdasarkan faktor ekonomi, kemiskinan keluarga menyebabkan ketidakmampuannya dalam memenuhi kebutuhan pokok. Kondisi ini menyebabkan anak dengan kesadaran sendiri atau dipaksa oleh keluarga untuk bekerja, sehingga kebutuhan pokoknya dapat terpenuhi dan membantu keluarga dalam mencari nafkah. Secara sosial ketidakharmonisan hubungan antar
Universitas Sumatera Utara
anggota keluarga dan pengaruh pergaulan dengan teman merupakan faktor yang menyebabkan anak bekerja. Bagi anak, bekerja bukan sekedar kegiatan mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, tetapi juga sebagai pelampiasan atas ketidakharmonisan hubungan diantara anggota keluarga. Seperti halnya kasus anak yang diangkat oleh sebuah jurnal “Pekerja di dalam Bayang-Bayang: Pelecehan dan Eksploitasi terhadap Pekerja Rumah Tangga Anak di Indonesia yang bekerja” tahun 2010 oleh Human Rights Watch dimana anakanak bekerja tujuh hari dalam seminggu. Anak-anak dipaksa bekerja oleh orang dewasa ataupun keluarga mereka. Dengan bekerja, mereka dapat membantu keluarga mereka yang miskin. Kebanyakan anak yang bekerja dan mau saja menerima pekerjaan yang tidak menyenangkan karena keluarga mereka sangat miskin. Jadi kondisi sosial ekonomi yang telah ada mendorong anak untuk masuk dunia kerja sebagai Pembantu Rumah Tangga sebab bagaimanapun bekerja sebagai Pembantu Rumah Tangga tetap mereka pandang pekerjaan yang membawa manfaat ekonomis bagi diri sendiri dan keluarganya (Jurnal, Human Rights Watch). Faktor budaya yang menyebabkan anak bekerja adalah adanya pandangan dari sebagian masyarakat yang lebih menghargai anak yang bekerja. Mereka menganggap bahwa anak yang bekerja merupakan bentuk pengabdian kepada orangtua. Faktor-faktor lain yang turut menjadi penyebab anak memasuki dunia kerja adalah tersedianya sumber lokal yang dapat menjadi lahan pekerjaan bagi anak, pola rekrutmen yang mudah dan anak merupakan tenaga kerja yang murah dan mudah diatur. Selain faktor-faktor tersebut di atas, di sektor produksi misalnya, rumah tangga pedesaan di Indonesia menerapkan pola nafkah ganda sebagai bagian dari strategi ekonomi. Dalam pola itu sejumlah anggota rumah tangga usia kerja terlibat mencari nafkah di berbagai sumber baik di sektor pertanian maupun non-pertanian, dalam kegiatan usaha sendiri maupun
Universitas Sumatera Utara
sebagai buruh. Bagi rumah tangga miskin, arti pola nafkah ganda itu adalah strategi bertahan hidup. Karena keterbatasan penguasaan sumber daya produksi selain tenaga maka pola nafkah ganda pada rumah tangga miskin berarti pemanfaatan potensi tenaga kerja rumah tangga secara optimum. Hal ini dilakukan melalui alokasi tenaga kerja rumah tangga (pria dan wanita, dewasa dan anak-anak) yang serasional mungkin pada beragam kegiatan produksi pertanian maupun luar pertanian. (Ihromi : 1999) Oleh sebab itu, dunia Internasional memberikan perhatian khusus terhadap bentukbentuk terburuk dan sifat pekerja anak. Sebagai negara yang pertama kali menandatangani Konvensi ILO 182 tentang Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak (BPTA), pada tahun 2002 Indonesia telah menetapkan satu langkah yang signifikan kearah penghapusan pekerja anak, terutama jenis pekerjaan yang masuk dalam kategori pekerjaan terburuk untuk anak. Keputusan Presiden No. 59 tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-Bentuk Terburuk untuk Anak (BPTA). Adapun Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk anak adalah sebagai berikut: a. Anak-anak yang dilacurkan b. Anak-anak yang bekerja berat seperti pertambangan, penyelam mutiara, sektor kontruksi, anjungan penangkapan ikan lepas pantai atau anak jermal, pembuatan bahan peledak c. Anak-anak yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga, pemulung, jalanan (anak jalanan), industri rumah tangga (cottage industries), pengolahan dan pengangkutan kayu. Dalam penelitian ini, adapun objek penelitian yang akan diteliti adalah pekerja anak yang melakukan pekerjaan guna membantu orangtua meningkatkan ekonomi keluarga, yang
Universitas Sumatera Utara
menghalangi
mereka
bersekolah
dan
mengganggu
kesehatan,
pertumbuhan
dan
perkembangan dengan waktu kerja yang relatif lama.
2.3
Ekonomi Keluarga
2.3.1 Ekonomi Ekonomi merupakan ilmu yang mempelajari pendapatan dan pengeluaran yang diperoleh seseorang yang telah bekerja. Pendapatan dalam hal ini merupakan upah yang diterima oleh seseorang yang telah bekerja. Ekonomi merupakan salah satu ilmu yang berkaitan tentang tindakan dan perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang berkembang dengan sumber daya yang ada melalui kegiatan konsumsi, produksi dan distribusi. (Agung, Abdul, Nuryadi, Setwoyati, 2012 : 9)
2.3.2 Keluarga Secara umum keluarga diartikan sebagai dua atau lebih orang yang dihubungkan dengan pertalian darah, perkawinan atau adopsi (hukum) yang memiliki tempat tinggal bersama. Menurut Ernest Burgess, keluarga adalah sekelompok manusia yang disatukan oleh jalinan perkawinan, darah, adopsi yang membentuk sebuah rumah tangga, berinteraksi, berkomunikasi dalam aturan sosial mereka (suami, istri, ayah, ibu, anak laki-laki dan anak perempuan, kakak dan adik) dan menciptakan dan mengembangkan suatu kultur (Burgess dalam Su„adah, 2005: 26) Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 1 ayat 3 keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari istri atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga. Menurut Anderson Carter yang merupakan ciri-ciri struktur keluarga adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
1. Terorganisasi yaitu saling berhubungan, ketergantungan antar anggota keluarga. 2. Ada keterbatasan yaitu setiap anggota keluarga memiliki kebebasan tetapi mereka juga mempunyai keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya masing-masing. 3. Ada perbedaan dan kekhususan yaitu setiap anggota keluarga mempunyai peranan dan fungsinya masing-masing. Keluarga yang merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri atas unsur suami istri atau suami istri dan anaknya dan seterusnya, tentu saja memiliki peranan. Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat. Adapun berbagai peranan yang terdapat dalam keluarga adalah: 1. Peranan Ayah Ayah sebagai suami dari istri dan anak-anak berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga dan anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota dari masyarakat dan lingkungannya.
2. Peranan Ibu Sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, di samping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarga. 3. Peran Anak Anak-anak dalam melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan spiritual (Ramlan, 2001 : 47-49)
Universitas Sumatera Utara
Selain peranan, keluarga juga memiliki fungsi yang harus dijalankannya, adapun fungsi yang dijalankan oleh keluarga antara lain: 1. Fungsi pendidikan, dalam hal ini tugas keluarga adalah mendidik dan menyekolahkan anak untuk mempersiapkan kedewasaan dan masa depan anak bila kelak dewasa. 2. Fungsi sosialisasi anak, dimana hal ini tugas keluarga adalah mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik. 3. Fungsi perlindungan, dalam hal ini keluarga bertugas melindungi anak dari tindakantindakan yang tidak baik sehingga anggota keluarga merasa terlindungi dan merasa aman. 4. Fungsi perasaan, dalam hal ini keluarga memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota keluarga lain dalam kehidupan beragama, dan tugas kepala keluarga untuk menanamkan keyakinan bahwa ada keyakinan lain yang mengatur kehidupan ini ada kehidupan lain setelah dunia ini. 5. Fungsi ekonomi, dimana tugas kepala keluarga dalam fungsi ekonomi adalah mencari sumber-sumber kehidupan dalam memenuhi fungsi-fungsi keluarga yang lain. Kepala keluarga bertujuan mencari penghasilan, mengatur penghasilan tersebut, sehingga dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga. 6. Fungsi rekreatif, dimana fungsi keluarga dalam hal ini adalah harus pergi ke tempat rekreasi, tetapi yang paling penting bagaimana berusaha untuk menciptakan suasana yang menyenangkan dalam keluarga sehingga dapat dilakukan di dalam rumah dengan cara menonton televisi bersama, bercerita tentang pengalaman masing-masing dan sebagainya. 7. Fungsi biologis, dimana dalam hal ini fungsi keluarga yaitu meneruskan keturunan sebagai generasi penerus.
Universitas Sumatera Utara
8. Fungsi kasih sayang, dimana dalam hal ini keluarga memberikan kasih sayang, perhatian dan rasa aman di antara anggota keluarga serta membina kepribadian anggota keluarga (Partowisastro, 1997: 89)
2.4
Prestasi Belajar
2.4.1 Pengertian Prestasi Kita sering mendengar kata prestasi belajar dalam dunia pendidikan, karena memang itulah tujuan dari siswa dalam menuntut ilmu, yakni prestasi optimal. Prestasi belajar adalah serangkaian kalimat yang terdiri dari dua kata, yaitu prestasi dan belajar, dimana kedua kata tersebut saling berkaitan dan diantara keduanya mempunyai pengertian yang berbeda. Oleh sebab itu sebelum mengulas lebih dalam tentang prestasi belajar, terlebih dahulu kita telusuri kata tersebut satu persatu untuk mengetahui apa pengertian prestasi belajar itu. Prestasi pada hakikatnya sama dengan hasil, lebih jelasnya lagi, prestasi merupakan hasil dari suatu kegiatan atau aktivitas yang dikerjakan. Menurut Djamarah prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individu maupun kelompok. Wjs. Poerwadarminta berpendapat bahwa prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan dan sebagainya), sedangkan menurut Mas‟ud Hasan Abdul Qohar, prestasi adalah apa yang diciptakan, hasil pekerjaan yang menyenangkan hati yang memperolehnya dengan jalan keuletan. Prestasi itu tidak mungkin dicapai atau dihasilkan oleh seseorang selama ia tidak melakukan kegiatan dengan sungguh-sungguh atau dengan perjuangan yang gigih. Dalam kenyataannya untuk mendapatkan prestasi tidak semudah membalikkan telapak tangan tetapi harus penuh perjuangan dan berbagai rintangan dan hambatan yang harus dihadapi untuk mencapainya. Hanya dengan keuletan, kegigihan dan optimisme prestasi itu dapat tercapai. Berdasarkan definisi tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa prestasi adalah hasil dari
Universitas Sumatera Utara
suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, yang menyenangkan hati, yang memperolehnya dengan jalan keuletan kerja, baik secara individu maupun kelompok dalam bidang tertentu (Djamarah, 1994: 18-21). 2.4.2 Pengertian Belajar Belajar adalah proses perubahan tingkah laku pada diri seseorang berkat pengalaman dan pelatihan, dimana penyaluran itu terjadi melalui interaksi antara individu dan lingkungannya, baik lingkungan alamiah maupun lingkungan sosial (Hamalik, 2003 : 16). Menurut Sardiman A.M, belajar adalah rangkaian kegiatan jiwa-raga, psiko-fisik menuju perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang menyangkut unsur cipta, rasa dan karsa, ranah kognitif, afektif dan psikomotorik (Sardiman, 2004 : 22-23). Sedangkan menurut Gagne, belajar adalah seperangkat proses kognitif yang merubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan tentang informasi menjadi kapabilitas baru. Belajar merupakan kegiatan yang kompleks dan hasil dari belajar itu dapat berupa kapabilitas baru. Artinya, setelah seseorang belajar maka ia akan mempunyai keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai sebagai akibat dari proses belajar tersebut. Berdasarkan beberapa definisi belajar tersebut dapat dikemukakan adanya beberapa elemen penting yang mencirikan pengertian belajar, yaitu : a. Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana perubahan itu dapat mengarah pada perubahan tingkah laku yang lebih baik, tetapi ada juga kemungkinan mengarah pada tingkah laku yang lebih buruk. b. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman dan perubahan itu relatif menetap. c. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis.
Universitas Sumatera Utara
Hakekat belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dengan berbagai hal seperti berubahnya pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan dan kemampuan, dan aspek-aspek lain yang ada pada individu tersebut.
2.4.3 Prestasi Belajar Seseorang melakukan proses belajar karena memiliki tujuan untuk mendapatkan suatu prestasi dan proses itu tidak semudah yang dibayangkan karena untuk mencapai suatu prestasi yang gemilang memerlukan perjuangan dan pengorbanan dengan berbagai rintangan yang harus dihadapi. Prestasi belajar merupakan cerminan dari tingkatan yang mampu dicapai oleh seorang anak (siswa) dalam meraih tujuan yang sudah ditetapkannya di setiap bidang studi. Prestasi belajar adalah hasil belajar atau perubahan tingkah laku yang menyangkut ilmu pengetahuan, keterampilan dan sikap setelah melalui proses tertentu, sebagai hasil pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya (Moh. Surya, 2004 : 75). Prestasi belajar sering disebut juga hasil belajar yang artinya apa yang telah dicapai oleh seorang anak setelah melakukan kegiatan belajar yang mencakup aspek kognitif, afektik dan psikomotor seperti penguasaan, penggunaan dan penilaian berbagai pengetahuan dan keterampilan sebagai akibat atau hasil dari proses belajar dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya yang tertuang dalam bentuk nilai yang diberikan oleh guru (Tohirin, 2005: 151). Sutratinah Tirtonegoro (2001: 43) berpendapat bahwa “Prestasi belajar adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak dalam periode tertentu. Menurut Sutratinah Tirtonegoro, dengan mengetahui prestasi belajar anak,
Universitas Sumatera Utara
kita dapat mengetahui tingkat penguasaan anak selama belajar dengan kata lain kita mampu mengetahui hasil belajar anak. Oleh sebab itu, prestasi belajar dapat diartikan sama dengan hasil belajar. 2.4.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar 1. Faktor dari dalam diri anak (internal) Sehubungan dengan faktor intern ini ada tingkat yang perlu dibahas menurut Slameto (1995: 54) yaitu a. Faktor Jasmani Faktor jasmaniah dapat dibagi lagi menjadi dua faktor yaitu 1) Faktor kesehatan Faktor kesehatan sangat berpengaruh terhadap proses belajar siswa, jika kesehatan seseorang terganggu atau cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, jika keadaan badannya lemah dan kurang darah ataupun ada gangguan kelainan alat inderanya akan mempengaruhi proses belajarnya. 2) Cacat tubuh Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau sempurnanya mengenai tubuh atau badan. Cacat ini berupa buta, setengah buta, tulis, patah kaki, patah tangan, lumpuh dan lain-lain (Slameto, 2003: 55).
b. Faktor Psikologis Faktor psikologis dibagi lagi menjadi beberapa faktor yaitu: 1. Intelegensi Intelegensi atau kecakapan terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dan cepat efektif
Universitas Sumatera Utara
mengetahui/menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat. 2. Perhatian Perhatian adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi jiwa itupun bertujuan sematamata kepada suatu benda atau hal atau sekumpulan obyek. Untuk menjamin belajar yang lebih baik maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya. Jika bahan pelajaran tidak menjadi perhatian siswa, maka timbullah kebosanan sehingga ia tidak lagi suka belajar. Agar siswa belajar dengan baik, usahakan buku pelajaran itu sesuai dengan hobi dan bakatnya. 3. Bakat Bakat adalah the capacity to learn (kemampuan untuk belajar). Kemampuan tersebut akan terealisasi pencapaian kecakapan yang nyata sesudah belajar atau berlatih. 4. Minat Minat adalah menyangkut aktivitas-aktivitas yang dipilih secara bebas oleh individu. Minat besar pengaruhnya terhadap aktivitas belajar siswa, siswa yang gemar membaca akan cepat memperoleh berbagai pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian, wawasan akan bertambah luas sehingga akan sangat mempengaruhi peningkatan atau pencapaian prestasi belajar siswa yang seoptimal mungkin karena siswa memiliki miat terhadap suatu pelajaran akan mempelajari dengan sungguh-sungguh karena ada daya tarik baginya. 5. Motivasi Motivasi erat sekali hubungannya dengan tujuan yang akan dicapai dalam belajar, didalam menentukan tujuan itu dapat disadari atau tidak, akan tetapi untuk
Universitas Sumatera Utara
mencapai tujuan itu perlu dibuat sedangkan yang menjadi penyebab berbuat adalah motivasi itu sendiri sebagai daya penggerak atau pendorongnya 6. Kematangan Kematangan adalah sesuatu tingkat atau fase dalam pertumbuhan seseorang di mana alat-alat tubuhnya sudah siap melaksanakan kecakapan baru 7. Kesiapan Kesiapan adalah preparades to respon or react artinya kesediaan untuk memberikan respon atau reaksi. Kesiapan siswa dalam proses belajar mengajar, sangat mempengaruhi prestasi belajar anak, dengan demikian prestasi belajar anak dapat berdampak positif bilamana anak itu sendiri mempunyai kesiapan dalam menerima suatu mata pelajaran dengan baik.
c. Faktor Kelelahan Terdapat 2 faktor kelelahan yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani. Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul kecenderungan untuk membaringkan tubuh, dimana terjadi karena ada substansi sisa pembakaran di dalam tubuh, sehingga darah kurang lancar pada bagian tertentu. Sedangkan kelelahan rohani dapat terus menerus karena memikirkan masalah yang berarti tanpa istirahat, mengerjakan sesuatu karena terpaksa tidak sesuai minat dan perhatian. Oleh karena itu maka kelelahan jasmani dan rohani dapat mempengaruhi prestasi belajar dan agar anak belajar dengan baik haruslah dihindari jangan sampai terjadi kelelahan dalam belajarnya seperti lemah lunglainya tubuh, mudah mengantuk dan sering menguap. Sehingga perlu diusahakan kondisi yang bebas dari kelelahan rohani seperti memikirkan masalah yang berarti tanpa istirahat, mengerjakan sesuatu karena terpaksa
Universitas Sumatera Utara
tidak sesuai dengan minat dan perhatian. Ini semua besar sekali pengaruhnya terhadap pencapaian prestasi belajar siswa. Agar siswa selaku pelajar dengan baik harus tidak terjadi kelelahan fisik dan psikis (Slameto, 2003: 55-59).
2. Faktor yang berasal dari luar (eksternal) Faktor
ekstern
yang
berpengaruh
terhadap
prestasi
belajar
dapat
dikelompokkan menjadi tiga faktor yaitu a. Faktor Keluarga Faktor keluarga sangat berperan aktif bagi anak dan dapat mempengaruhi prestasi belajar antara lain: 1. Cara orang tua mendidik Cara orang tua mendidik besar sekali pengaruhnya terhadap prestasi belajar anak, Wirowidjojo dalam Slameto (2003 : 60) mengemukakan bahwa keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Keluarga yang sehat besar artinya untuk mendidik dalam ukuran kecil tetapi bersifat menentukan mutu pendidikan dalam ukuran besar yaitu pendidikan bangsa dan negara. 2. Relasi antar anggota keluarga Menurut Slameto (2003: 60) bahwa yang penting dalam keluarga adalah relasi orang tua dan anaknya. Selain itu juga relasi anak dengna saudaranya atau dengan keluarga yang lain turut mempengaruhi belajar anak. Wujud dari relasi adalah apakah terdapat kasih sayang atau kebencian, sikap terlalu keras atau sikap acuh tak acuh, dan sebagainya. 3. Keadaan keluarga
Universitas Sumatera Utara
Keadaan keluarga sangat mempengaruhi prestasi belajar anak karena dipengaruhi oleh beberapa faktor dari keluarga yang dapat menimbulkan perbedaan individu seperti kultur keluarga, pendidikan orang tua, tingkat ekonomi, hubungan antara orang tua, sikap keluarga terhadap masalah sosial dan realitas kehidupan. Berdasarkan perspektif tersebut keadaan keluarga adalah dapat mempengaruhi prestasi belajar anak sehingga faktor inilah yang memberikan pengalaman kepada anak untuk dapat menimbulkan prestasi, minat, sikap dan pemahamannya sehingga proses belajar yang dicapai oleh anak itu dapat dipengaruhi oleh orang tua yang tidak berpendidikan atau kurang ilmu pengetahuannya. 5. Keadaan ekonomi keluarga Keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan belajar anak. Anak yang sedang belajar selain terpenuhi kebutuhan pokoknya, misalnya makanan, pakaian, perlindungan kesehatan, dan lain-lain juga membutuhkan fasilitas belajar seperti ruang belajar, meja, kursi, penerangan, alat tulis menulis dan sebagainya. 6. Latar belakang kebudayaan Tingkat pendidikan atau kebiasaan di dalam keluarga mempengaruhi sikap anak dalam belajar. Oleh karena itu, perlu kepada anak ditanamkan kebiasaan-kebiasaan baik, agar mendorong tercapainya hasil belajar yang optimal. 7. Suasana rumah Suasana rumah sangat mempengaruhi prestasi belajar dimana suasana rumah merupakan situasi atau kejadian yang sering terjadi di dalam keluarga di mana anak-anak berada dan belajar. Suasana rumah yang gaduh, bising dan
Universitas Sumatera Utara
semrawut tidak akan memberikan ketenangan terhadap diri anak untuk belajar. Suasana ini dapat terjadi pada keluarga yang besar terlalu banyak penghuninya. Suasana yang tegang, ribut dan sering terjadi cekcok, pertengkaran antara anggota keluarga yang lain menyebabkan anak bosan tinggal di rumah, suka keluar rumah yang akibatnya belajarnya kacau serta prestasinya rendah (Slameto, 1995: 60-64). b. Faktor Sekolah Faktor sekolah dapat berupa cara guru mengajar, alat-alat pelajaran, kurikulum, waktu sekolah, interaksi guru dan murid, disiplin sekolah, dan media pendidikan, yaitu: 1. Guru dan Cara Mengajar Menurut Purwanto (2004:104) faktor guru dan cara mengajarnya merupakan faktor penting, bagaimana sikap dan kepribadian guru, tinggi rendahnya pengetahuan yang dimiliki oleh guru, dan bagaimana cara guru itu mengajarkan pengetahuan kepada anak-anak didiknya turut menentukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Sedangkan menurut Nana Sudjana dalam Djamarah (2006: 39) mengajar pada hakikatnya adalah suatu proses, yaitu proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar anak didik, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik melakukan proses belajar. Dalam kegiatan belajar, guru berperan sebagai pembimbing. Dalam perannya sebagai pembimbing, guru harus berusaha menghidupkan dan memberikan motivasi, agar terjadi proses interaksi yang kondusif. Dengan demikian, cara mengajar guru harus efektif dan dimengerti oleh anak didiknya baik dalam menggunakan model, teknik ataupun metode dalam mengajar yang akan disampaikan kepada anak didiknya dalam proses belaajr mengajar dan
Universitas Sumatera Utara
disesuaikan dengan konsep yang diajarkan berdasarkan kebutuhan siswa dalam proses belajar mengajar. 2. Model Pembelajaran Model atau metode pembelajaran sangat penting dan berpengaruh sekali terhadap prestasi belajar siswa terutama pada pelajaran matematika. Dalam hal ini model atau metode pembelajaran yang digunakan oleh guru tidak hanya terpaku pada satu model pembelajaran saja, akan tetapi harus bervariasi yang disesuaikan dengan konsep yang diajarkan dan sesuai dengan kebutuhan siswa, terutama pada guru matematika. Dimana guru matematika harus bisa memilih dan menentukan metode pembelajaran yang tepat untuk digunakan dalam pembelajaran. Adapun modelmodel pembelajaran itu, misalnya model pembelajaran kooperatif, pembelajaran kontekstual, realistik matematika problem solving dan sebagainya. 3. Alat-alat Pelajaran Untuk dapat hasil yang sempurna dalam belajar, alat-alat belajar adalah suatu hal yang tidak kalah pentingnya dalam meningkatkan prestasi belajar siswa, misalnya perpustakaan, laboratorium dan sebagainya. Menurut Purwanto (2004 : 105) menjelaskan bahwa sekolah yang cukup memiliki alat-alat dan perlengkapan yang diperlukan untuk belajar ditambah dengan cara mengajar yang baik dari guru-gurunya, kecakapan guru dalam menggunakan alat-alat itu, akan mempermudah dan mempercepat belajar anak. 4. Kurikulum Kurikulum diartikan sejumlah kegiatan yang diberikan kepada siswa, kegiatan itu sebagian besar menyajikan bahan pelajaran agar siswa menerima, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran itu. Menurut Slameto (2003 : 63) bahwa kurikulum
Universitas Sumatera Utara
yang tidak baik akan berpengaruh tidak baik terhadap proses belajar maupun prestasi belajar siswa. 5. Waktu Sekolah Waktu sekolah adalah waktu terjadinya proses belajar mengajar di sekolah. Waktu sekolah dapat terjadi pagi hari, siang, sore, bahkan malam hari. Waktu sekolah juga mempengaruhi belajar siswa (Slameto, 2003 : 68) 6. Interaksi Guru dan Murid Menurut Roestiyah bahwa guru yang kurang berinteraksi dengan murid secara intim, menyebabkan proses belajar mengajar itu kurang lancar. Oleh karena itu, siswa merasa jenuh dari guru, maka kurang berpartisipasi secara aktif di dalam belajar. 7. Disiplin Sekolah Kedisiplinan sekolah erat hubungannya dengan kerajinan siswa dalam sekolah dan juga dalam belajar (Slameto, 2003: 67). Kedisiplinan sekolah ini misalnya mencakup kedisiplinan guru dalam mengajar dan melaksanakan tata tertib, kedisiplinan pengawas atau karyawan dalam pekerjaan administrasi dan keberhasilan atau keteraturan kelas, gedung sekolah, halaman dan lain-lain. 8. Media Pendidikan Banyaknya jumlah anak yang masuk sekolah memerlukan alat-alat yang membantu lancarnya belajar anak dalam jumlah yang besar pula (Roestiyah, 2008: 152). Media pendidikan ini misalnya seperti buku-buku di perpustakaan, laboratorium atau media lainnya yang dapat mendukung tercapainya prestasi belajar dengan baik.
c. Faktor Lingkungan Masyarakat Faktor yang mempengaruhi terhadap prestasi belajar siswa antara lain:
Universitas Sumatera Utara
1. Kegiatan siswa dalam masyarakat Menurut Slameto (2003: 70) mengatakan bahwa kegiatan siswa dalam masyarakat dapat menguntungkan terhadap perkembangan pribadinya. Tetapi jika siswa ambil bagian dalam kegiatan masyarakat yang terlalu banyak misalnya berorganisasi, kegiatan sosial, keagamaan dan lain-lain, belajarnya akan terganggu, lebih-lebih jika tidak bijaksana dalam mengatur waktunya. 2. Teman Bergaul Anak perlu bergaul dengan anak lain untuk mengembangkan sosialisasinya. Tetapi perlu dijaga jangan sampai mendapatkan teman bergaul yang buruk perangainya. Perbuatan tidak baik mudah berpengaruh terhadap orang lain, maka perlu dikontrol dengan siapa mereka bergaul. Menurut Slameto (2003 : 73) agar siswa dapat belajar, teman bergaul yang baik akan berpengaruh baik terhadap diri siswa, begitu juga sebaliknya, teman bergaul yang jelek perangainya pasti mempengaruhi sifat buruknya juga, maka perlu diusahakan agar siswa memiliki teman bergaul yang baik-baik dan pembinaan pergaulan yang baik serta pengawasan dari orang tua dan pendidik harus bijaksana. 3. Cara Hidup Lingkungan Cara hidup tetangga di sekitar rumah dimana anak tinggal, besar pengaruh terhadap pertumbuhan anak (Roestiyah, 2008 : 155). Hal ini misalnya anak tinggal di lingkungan orang-orang rajin belajar, otomatis akan berpengaruh terhadap anak tersebut untuk rajin tanpa disuruh. Beberapa pengaruh akibat pengaruh eksternal, yaitu: a. Faktor eksternal yang dapat menimbulkan pengaruh positif, yaitu: 1. Ekonomi keluarga menurut Slameto, bahwa keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan belajar anak. Anak yang sedang belajar selain terpenuhi
Universitas Sumatera Utara
kebutuhan pokoknya misalnya makanan, pakaian, perlindungan kesehatan dan lainlain. Juga membutuhkan fasilitas belajar seperti ruang belajar, meja, kursi, penerangan, alat tulis menulis, buku dan lain-lain. Fasilitas belajar itu dapat terpenuhi apabila keluarga mempunyai cukup uang. 2. Guru dan cara mengajar, merupakan faktor yang penting bagaimana sikap dan kepribadian guru, tinggi rendahnya pengetahuan yang dimiliki guru, dan bagaimana cara guru itu menyampaikan pengetahuan itu kepada anak-anak didiknya. Ini sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa karena guru yang berpengetahuan tinggi dan memiliki cara mengajar yang bagus akan memperlancar proses belajar mengajar sehingga siswa dengan mudah menerima pengetahuan yang disampaikan oleh gurunya. 3. Interaksi guru dan murid, dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa, karena interaksi yang terjalin baik dan lancar akan membuat siswa itu tidak merasa segan berpartisipasi secara aktif di dalam proses belajar mengajar. 4. Kegiatan siswa dalam masyarakat dimana dapat menguntungkan terhadap perkembangan kepribadian anak misalnya berorganisasi, kegiatan-kegiatan sosial, kegiatan-kegiatan keagamaan dan lain-lain 5. Teman bergaul, dimana anak perlu bergaul dengan anak lain untuk mengembangkan kemampuan sosialisasinya, karena siswa dapat belajar dengan baik apabila teman bergaulnya baik tetapi perlu dijaga agar tidak mendapatkan teman bergaul yang buruk perangainya. 6. Cara hidup lingkungan dimana cara hidup tetangga di sekitar rumah besar pengaruhnya pada pertumbuhan anak (Roestiyah, 2008 : 155). Hal ini misalnya anak yang tinggal di lingkungan orang-orang yang rajin belajar otomatis anak tersebut akan terpengaruh untuk rajin belajar tanpa disuruh.
Universitas Sumatera Utara
b. Faktor eksternal yang dapat menimbulkan pengaruh negatif bagi prestasi anak adalah: 1. Cara mendidik, orang tua yang memanjakan anaknya, maka setelah anaknya sekolah akan menjadi anak yang kurang bertanggung jawab dan takut menghadapi tantangan atau kesulitan. Juga orang tua yang mendidik anaknya secara keras maka anak tersebut menjadi penakut dan tidak percaya diri. 2. Interaksi guru dan murid, guru yang kurang berinteraksi dengan murid secara intern menyebabkan proses belajar mengajar menjadi kurang lancar juga anak merasa jauh dari guru maka segan berpartisipasi secara aktif dalam belajarnya. Guru yang mengajar bukan pada keahliannya, serta sekolah yang memiliki fasilitas dan sarana yang kurang memadai maka bisa menyebabkan prestasi belajarnya rendah.
2.4.5 Indikator Prestasi Belajar Menurut Muhibbin Syah (2008 : 150) “Pengungkapan hasil belajar meliputi segala ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa“. Namun demikian, pengungkapan perubahan tingkah laku seluruh ranah, khususnya ranah afektif sangat sulit. Hal ini disebabkan perubahan hasil belajar itu ada yang bersifat intangible (tidak dapat diraba). Kunci pokok untuk memperoleh ukuran dan data hasil belajar siswa adalah garis-garis besar indikator dikaitkan dengan jenis prestasi yang hendak diungkapkan atau diukur. Di bawah ini adalah tabel yang menunjukkan jenis, indikator dan cara evaluasi belajar: Tabel 2.1 Jenis, Indikator dan Cara Evaluasi Prestasi Ranah / Jenis Prestasi
Indikator
Cara Evaluasi
Universitas Sumatera Utara
A. Ranah Cipta (Kognitif) 1. Pengamatan
2. Ingatan
1. Dapat menunjukkan
1. Tes lisan
2. Dapat membandingkan
2. Tes tertulis
3. Dapat menghubungkan
3. Observasi
1. Dapat menyebutkan
1. Tes lisan
2. Dapat menunjukkan kembali
2. Tes tertulis 3. Observasi
3. Pemahaman
1. Dapat menjelaskan 2.
1. Tes lisan
Dapat mendefinisikan dengan 2. Tes tertulis
lisan sendiri 4. Penerapan
1. Tes tertulis
1. Dapat memberikan contoh
2. Pemberian tugas
2. Dapat menggunakan secara tepat
3. Observasi
5. Analisis
1. Tes tertulis
(Pemeriksaan dan
1. Dapat menguraikan
Pemilahan secara teliti)
2. Dapat mengklasifikasikan
2. Pemberian tugas
6. Sintesis
1. Tes tertulis
(Membuat panduan baru
1. Dapat menghubungkan
dan utuh)
2. Dapat menyimpulkan
2. Pemberian tugas
3. Dapat menggeneralisasi
1. Tes tertulis
B. Ranah Rasa (Afektif)
1. Menunjukkan sikap menerima
2. Tes skala sikap
1. Penerimaan
2. Menunjukkan sikap menolak
3. Observasi 1. Tes tertulis
1. Kesediaan berpartisipasi / terlibat
2. Tes skala sikap
Universitas Sumatera Utara
2. Sambutan
2. Kesediaan memanfaatkan
3. Observasi 1. Tes skala sikap
3. Apresiasi (Sikap menghargai)
4. Internalisasi (Pendalaman)
1.
Menganggap
penting
dan 2. Pemberian tugas
bermanfaat
3. Observasi
2. Menganggap indah dan
1. Tes skala sikap
3. Harmonis
2. Pemberian tugas yang ekspresif (yang menyatakan sikap) dan proyektif (yang menyatakan perkiraan / ramalan) 3. Observasi
1. Mengakui dan meyakini 2. Mengingkari
1. Pemberian tugas ekspresif dan proyektif
5. Karakteristik (Penghayatan)
1. Melembagakan atau meniadakan
2. Observasi
2. Menjelmakan dalam pribadi dan C. Ranah Karsa
perilaku. 1. Observasi
(Psikomotor) 1. Keterampilan bergerak dan bertindak 2. Kecakapan ekspresi verbal dan nonverbal
2. Tes tindakan 1. Mengkoordinasikan gerak mata,
1. Tes lisan
tangan kaki dan anggota tubuh 2. Observasi lainnya
3. Tes tindakan
2. Mengucapkan 3. Membuat mimik dan gerakan jasmani
Sumber: Muhibbin Syah (2010 : 148-150)
Universitas Sumatera Utara
2.4.6 Hasil Belajar Hasil belajar merupakan tujuan akhir dilaksanakannya kegiatan pembelajaran di sekolah. Hasil belajar dapat ditingkatkan melalui usaha sadar yang dilakukan secara sistematis mengarah kepada perubahan yang positif yang kemudian disebut dengan proses belajar. Akhir dari proses belajar adalah perolehan suatu hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa di kelas terkumpul dalam himpunan hasil belajar kelas. Semua hasil belajar tersebut merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar, sedangkan dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 3). Menurut Sudjana, hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar.
Selanjutnya Warsito dalam (Depdiknas, 2006: 125)
mengemukakan bahwa hasil dari kegiatan belajar ditandai dengan adanya perubahan perilaku ke arah positif yang relatif permanen pada diri orang yang belajar. Sehubungan dengan pendapat itu, maka Wahidmurni, dkk. (2010: 18) menjelaskan bahwa seseorang dapat dikatakan telah berhasil dalam belajar, jika ia mampu menunjukkan adanya perubahan dalam dirinya. Perubahan-perubahan tersebut di antaranya dari segi kemampuan berpikirnya, keterampilannya, atau sikapnya terhadap suatu objek. Gagne (dalam Sudjana, 2010: 22) mengembangkan kemampuan hasil belajar menjadi lima macam antara lain: a. Hasil belajar intelektual merupakan hasil belajar terpenting dari system lingsikolastik b. Strategi kognitif yaitu mengatur cara belajar dan berfikir seseorang dalam arti seluasluasnya termasuk kemampuan memecahkan masalah c. Sikap dan nilai, berhubungan dengan arah intensitas emosional dimiliki seseorang sebagaimana disimpulkan dari kecenderungan bertingkah laku terhadap orang dan kejadian
Universitas Sumatera Utara
d. Informasi verbal, pengetahuan dalam arti informasi dan fakta e. Keterampilan motorik yaitu kecakapan yang berfungsi untuk lingkungan hidup serta memprestasikan konsep dan lambang. Untuk mengetahui hasil belajar seseorang dapat dilakukan dengan melakukan tes dan pengukuran. Tes dan pengukuran memerlukan alat sebagai pengumpul data yang disebut dengan instrumen penilaian hasil belajar. Instrumen dibagi menjadi dua bagian besar, yakni tes dan non tes. Selanjutnya, menurut Hamalik (2006: 155), memberikan gambaran bahwa hasil belajar yang diperoleh dapat diukur melalui kemajuan yang diperoleh siswa setelah belajar dengan sungguh-sungguh. Hasil belajar tampak terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati dan diukur melalui perubahan sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya. Berdasarkan konsepsi yang dikemukakan pengertian hasil belajar dapat disimpulkan sebagai perubahan perilaku secara positif serta kemampuan yang dimiliki siswa dari suatu interaksi tindak belajar dan mengajar yang berupa hasil belajar intelektual, strategi kognitif, sikap dan nilai, inovasi verbal, dan hasil belajar motorik. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan sebelumnya.
2.5
Kesejahteraan Anak Kesejahteraan anak adalah suatu tata kehidupan anak yang dapat menjamin
pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar, baik secara rohani, jasmani maupun sosial. Hal ini diatur dalam Undang-undang Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. Dasar dari undang-undang itu mengacu kepada Pasal 34 UUD 1945, yang menyatakan: Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara. Apabila ketentuan Pasal 34 UUD 1945 ini
Universitas Sumatera Utara
diberlakukan secara konsekuen, maka kehidupan fakir miskin dan anak terlantar akan terjamin. Usaha kesejahteraan anak adalah usaha kesejahteraan sosial yang ditujukan untuk menjamin terwujudnya kesejahteraan anak, terutama terpenuhinya kebutuhan anak (Pasal 1 angka 1 huruf b PP Nomor 2 Tahun 1988). Adapun usaha-usaha itu meliputi: pembinaan, pencegahan dan rehabilitasi. Pelaksananya adalah pemerintah dan masyarakat baik di dalam maupun di luar panti (Pasal 11 ayat 3 PP Nomor 2 Tahun 1988). Pemerintah dalam hal ini memberikan pengarahan, bimbingan, bantuan dan pengawasan terhadap usaha kesejahteraan anak yang dilakukan oleh masyarakat. (Prinst, 1997: 83)
2.6
Kerangka Pemikiran Kemiskinan merupakan faktor utama yang menyebabkan anak bekerja. Suatu rumah
tangga dikatakan sebagai rumah tangga miskin atau tidak, tentunya akan tergantung pada pendapatan rumah tangga tersebut, semakin kecil pendapatan dari suatu rumah tangga, maka kemungkinan anak dikerahkan sebagai pekerja akan semakin besar. Sebaliknya semakin besar pendapatan dari rumah tangga, maka kemungkinan adanya anak yang bekerja akan semakin kecil. Sekalipun kemiskinan merupakan faktor pendorong utama anak-anak terjun ke dunia kerja, tidak semua orang miskin membiarkan anak-anaknya terjun ke dunia kerja bahkan keluarga juga menyekolahkan anak-anaknya. Berarti ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi anak bekerja khususnya anak-anak yang bersekolah di SMP Darma Karya di
Universitas Sumatera Utara
Desa Amal Bakti Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang. Anak-anak tersebut cepat masuk ke pasar tenaga kerja karena dipengaruhi beberapa faktor seperti faktor ekonomi, sosial, budaya, dan psikososial. Dapat juga berasal dari penawaran sebuah pemilik usaha produksi batu bata yang membutuhkan pekerja yang mudah diatur yaitu anak-anak, ketika itu pula masyarakat Desa Amal Bakti Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang menyediakannya sehingga mengakibatkan anak-anak bekerja. Sebagian anak merasa harus membantu orang tua khususnya dalam bidang ekonomi, guna meningkatkan status sosial melalui bekerja dan mencapai prestasi tertentu di sekolah karena itu mereka memasuki dunia kerja sembari bersekolah, tetapi terkadang mereka memilih pekerjaan yang tidak sesuai dengan umur mereka, mengganggu pertumbuhan dan perkembangan maupun mengganggu proses dan waktu belajar mereka, seperti halnya pekerja batu bata yang menciptakan kondisi kelelahan dan berkurangnya waktu luang anak sehingga memberikan dampak negatif bagi anak yang mempengaruhi prestasi belajar anak di sekolah. Adapun dampak tersebut dilihat dari : 1. Dampak Negatif yaitu dampak yang berpengaruh negatif terhadap prestasi belajar anak dilihat melalui kelelahan dan waktu luang. 2. Dampak Langsung yaitu dampak yang dirasakan langsung oleh anak yang bekerja dan berkaitan dengan dampak negatif. 3. Dampak tidak langsung yaitu dampak tidak langsung yang dirasakan oleh anak yang bekerja yaitu berkurangnya waktu bermain. Untuk lebih jelasnya, penulis menyajikan bagan alur pikir sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Bagan 2.1 Alur Pikir
Anak Bekerja
Anak Bekerja yang masih bersekolah berprofesi sebagai Pekerja Batu Bata
Prestasi Belajar 1. Frekuensi kehadiran kelas 2. Frekuensi belajar 3. Kecerdasan
Prestasi Belajar Anak Baik
Prestasi belajar Anak buruk
Universitas Sumatera Utara
1. Dampak Langsung yaitu dampak yang dirasakan langsung oleh anak yang bekerja 2. Dampak tidak langsung yaitu dampak tidak langsung yang dirasakan oleh anak yang bekerja yaitu berkurangnya waktu bermain.
2.7
Hipotesis Secara etimologis istilah hipotesis berasal dari bahasa latin, yang terdiri dari dua kata,
yaitu hipo yang berarti sementara dan these yang berarti pernyataan. Dengan demikian secara sederhana hipotesi dapat diartikan sebagai pernyataan sementara. Kerlinger (1997) mengemukakan bahwa hipotesis adalah suatu pernyataan sementara yang menyatakan hubungan antara dua atau lebih variable. Hipotesis harus dirumuskan dalam bentuk kalimat pernyataan (Siagian, 2011:147-148). Adapun hipotesa dalam penelitian ini adalah: Ho
:
Tidak ada dampak Anak bekerja terhadap prestasi belajarnya di SMP Darma Karya Desa Amal Bakti Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang.
Ha
:
Ada dampak Anak bekerja terhadap prestasi belajarnya di SMP Darma Karya Desa Amal Bakti Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang.
2.8
Definisi Konsep dan Definisi Operasional
2.8.1 Definisi Konsep Konsep adalah istilah khusus yang digunakan para ahli dalam menggambarkan secara cermat fenomena sosial yang akan dikaji. Untuk menghindari salah pengertian atas makna
Universitas Sumatera Utara
konsep-konsep yang akan dijadikan objek, peneliti harus menegaskan dan membatasi konsep yang diteliti. Perumusan definisi konsep dalam suatu penelitian menunjukkan bahwa peneliti ingin mencegah salah pengertian atas konsep yang diteliti. Definisi konsep adalah adalah pengertian terbatas dari suatu konsep yang dianut dalam suatu penelitian (Siagian,2011:136). Definisi konsep bertujuan untuk merumuskan istilah yang akan digunakan dan menyamakan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian. Untuk lebih mengetahui pengertian mengenai konsepkonsep yang akan digunakan, maka peneliti membatasi konsep yang digunaan sebagai berikut: 1. Dampak dalam penelitian ini adalah pengaruh yang mendatangkan akibat positif, negatif, langsung maupun tidak langsung terhadap prestasi belajar anak yang bekerja sekaligus bersekolah di SMP Darma Karya Desa Amal Bakti Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang 2. Anak yang bekerja dalam penelitian ini adalah anak yang berusia 13-17 tahun melakukan pekerjaan dan tetap bersekolah di SMP Darma Karya Desa Amal Bakti Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang guna membantu orang tua meningkatkan ekonomi keluarga atau memenuhi kebutuhan hidup. 3. Ekonomi keluarga dalam penelitian ini adalah tentang tingkat pendapatan dan pengeluaran yang dialami oleh keluarga anak-anak yang bekerja di kilang batu bata. 4. Prestasi belajar dalam penelitian ini adalah hasil belajar atau perubahan tingkah laku yang menyangkut ilmu pengetahuan, keterampilan dan sikap setelah melalui proses tertentu, sebagai hasil pengalaman anak-anak yang bekerja sekaligus bersekolah di SMP Darma Karya Desa Amal Bakti Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang dalam interaksi dengan lingkungannya.
Universitas Sumatera Utara
2.8.2 Definisi Operasional Definisi operasional adalah suatu proses menjadikan variabel penelitian dapat diukur sehingga terjadi transformasi dari unsur konseptual ke dunia nyata. Defenisi operasional adalah lanjutan dari perumusan definisi konsep. Perumusan definisi konsep ditujukan untuk mencapai keseragaman pemahaman tentang konsep-konsep, baik berupa obyek, peristiwa maupun fenomena yang diteliti, maka perumusan operasional ditujukan dalam upaya mentransformasi konsep ke dunia nyata sehingga konsep-konsep penelitian dapat diobservasi (Siagian, 2011). Untuk mentransformasi konsep ke dunia nyata, ada indikator-indikator yang ditetapkan agar variabel penelitian dapat diukur. Adapun yang menjadi definisi operasional dalam penelitian dampak anak bekerja terhadap prestasi belajar dinyatakan dengan: 1. Variabel Bebas Secara sederhana variabel bebas (independent variable) dapat didefinisikan sebagai variabel
atau sekelompok atribut yang mempengaruhi atau memberikan akibat
terhadap variabel atau sekelompok atribut yang lain (Siagian, 2011:89). Menurut Idrus (2009: 79), variabel bebas atau variabel (x) merupakan variabel yang menjadi sebab berubahnya atau timbulnya variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah
A. Anak Bekerja 1. Lama Bekerja 2. Tujuan Bekerja 3. Waktu Bekerja dalam Sehari 4. Upah yang diterima 5. Yang Mempengaruhi Bekerja 2. Variabel Terikat
Universitas Sumatera Utara
Variabel terikat (dependent variable) secara sederhana dapat diartikan sebagai variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain. Melihat kedudukannya, maka variabel terikat sering juga disebut variabel terpengaruh (Siagian, 2011:90). Menurut Idrus (2009: 80), variabel terikat atau variabel y adalah sejumlah gejala atau faktor maupun unsur yang ada atau muncul dipengaruhi atau ditentukan adanya variabel bebas dan bukan karena ada variabel lain. Adapun variabel terikat dalam penelitian ini adalah A. Prestasi Belajar 1. Frekuensi Kehadiran 2. Frekuensi Belajar 3. Kecerdasan
2. Dampak langsung adalah dampak yang dirasakan langsung oleh anak yang bekerja berkaitan dengan dampak negatif, yaitu tingkat kelelahan dan waktu luang. 3. Dampak tidak langsung adalah dampak yang tidak dirasakan langsung oleh anak yang bekerja yaitu berkurangnya waktu bermain.
Universitas Sumatera Utara