BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asam Humat 2.1.1. Terminologi dan Definisi Asam Humat Terminologi dan definisi bahan organik tanah seringkali dibagi menjadi bahan terhumifikasi dan bahan tidak terhumifikasi. Bahan tidak terhumifikasi adalah bagian tanaman dan organisme dengan karakteristik yang jelas seperti karbohidrat, asam amino, protein, lipid, asam nukleat, dan lignin. Bahan-bahan tersebut merupakan subjek dari reaksi degradasi dan dekomposisi. Kadang kala bahan ini juga dapat diserap oleh komponen inorganik tanah seperti liat, atau berada pada kondisi anaerobik. Pada kondisi tersebut bahan menjadi relatif terlindungi dari dekomposisi. Fraksi terhumifikasi dikenal dengan humus ataupun sekarang disebut bahan humat dan dianggap sebagai produk akhir dari hasil dekomposisi bagian-bagian tumbuhan di dalam tanah (Tan, 1993). Humus merupakan senyawa rumit yang agak tahan lapuk, berwarna coklat, amorf, bersifat koloidal dan berasal dari jaringan tumbuhan atau binatang yang telah diubah atau dibentuk oleh berbagai jazad mikro (Soepardi, 1983). Humus mempunyai sifat fisik yang sangat berpengaruh terhadap tanah dan tumbuhan Terminologi asam humat berasal dari Berzelius pada tahun 1830 yang mengklasifikasikan fraksi humat tanah ke dalam : (1) Asam humat, merupakan fraksi yang larut dalam basa, (2) Asam krenik dan apokrenik, merupakan fraksi yang larut dalam asam, (3) Humin, merupakan bagian yang tidak larut dalam air dan basa. Asam humat juga disebut sebagai ulmat dan Humin sebagai ulmin oleh Mulder pada tahun 1840. Sekarang senyawa humat didefinisikan sebagai bahan koloidal terdispersi bersifat amorf, berwarna kuning hingga coklat-hitam dan mempunyai berat molekul relatif tinggi (Tan, 1993). Brady (1990) mengemukakan bahwa senyawa humat merupakan fraksi terhumifikasi dari humus. Asam humat bersifat amorf, berwarna gelap dan tahan terhadap degradasi mikroba (Stevenson, 1982).
5
2.1.2 Karakteristik dan Komposisi Asam Humat Asam humat memiliki kapasitas tukar kation yang tinggi dan kemasaman yang lebih rendah dibanding asam fulvat. Oleh karena itu, asam humat dapat memperbaiki sifat dan kualitas tanah. Menurut Schnitzer dan Khan (1978), salah satu karakteristik yang paling khas dari senyawa humat adalah kemampuannya untuk berinteraksi dengan ion logam, oksida, hidrosida, mineral, dan organik, termasuk zat pencemar lainnya. Sejumlah senyawa organik dalam tanah mampu mengikat ion-ion logam yang berlebih, sehingga jumlahnya menjadi lebih sedikit dalam larutan tanah sebagaimana dibutuhkan tanaman. Fraksi senyawa humat (asam humat, asam fulvat, dan humin) mempunyai komposisi yang hampir sama secara kimia, tetapi berbeda dalam hal bobot molekul dan kandungan gugus fungsionalnya. Asam fulvat mempunyai bobot molekul rendah, tetapi
kandungan gugus fungsionalnya yang
mengandung O yaitu COOH (karboksil), -OH (fenolik) dan C=O (karbonil) lebih tinggi persatuan bobot dibandingkan asam humat dan humin (Kononova, 1966) Arsiati (2002) mendapatkan karakteristik asam humat hasil ekstraksi dari bahan yang berbeda cukup bervariasi dengan sifat dasar yang sama, yaitu kemasaman total yang tinggi, terdiri dari gugus karboksil dan gugus fenol, serta kandungan C tinggi. Kandungan H, N, S, rendah, serta nisbah C/N tinggi. Menurut Tan (1993) asam humat biasanya kaya akan karbon, kadar karbon sekitar 41-57%, kadar oksigennya tinggi sedangkan kadar hidrogennya rendah, serta mengandung nitrogen. Kadar oksigen 33-46%, kadar unsur S sekitar 0.1-0.9%, serta kadar nitrogennya 25%. Asam humat tidak hanya mengandung hara makro C, H, N, dan S, tetapi juga mengandung unit aromatik dan alifatik, serta total kemasaman yang dipengaruhi oleh kandungan gugus fenol dan karboksil. Gugus karboksil asam humat umumnya lebih rendah daripada asam fulvat. Selain gugus karboksil asam humat juga mengandung sejumlah ragam gugus hidroksil, yang meliputi hidroksil total, gugus OH-fenolik, dan gugus OH-alkoholik. Jumlah gugus hidroksil fenolik dan alkoholik tidak berbeda nyata antara asam humat dan asam fulvat. Kandungan gugus hidroksil dan fenolik tersebut sangat menentukan total kemasaman suatu asam humat.
6
Kemasaman total atau kapasitas tukar asam humat dalam tanah disebabkan oleh kehadiran proton yang dapat terdisosiasi atau ion-ion tersebut pada gugus karboksil aromatik, alifatik, dan hidroksil fenolik. Asam humat mempunyai kemasaman total dan kadar karboksil yang lebih rendah daripada asam fulvat. Pemisahan asam humat dari bahan asalnya didasarkan atas kelarutannya dalam alkali dan asam. Diagram alur untuk pemisahan senyawa-senyawa humat ke dalam fraksi-fraksi humat yang berbeda dapat terlihat pada Gambar 1. Bahan Organik Tanah dengan alkali
Bahan Humat (larut)
Bahan Bukan Humat (tidak larut)
dengan alkali dengan asam
Asam Fulvat (larut)
Asam Humat (tidak larut)
disesuaikan ke pH 4.8
Asam Fulvat (larut)
Humus ß (tidak larut)
Humin (tidak larut)
dengan alkohol
Asam Humat (tidak larut)
Asam Himatomelanat (larut)
dengan garam netral
Humat Coklat (larut)
Humat Kelabu (tidak larut)
Gambar 1. Diagram Alur Pemisahan Senyawa Humat menjadi Berbagai Fraksi Humat (Tan, 1993) dengan Modifikasi.
7
2.1.3 Peranan Asam Humat Senyawa humat bersamaan dengan liat memiliki peranan yang penting dalam sejumlah reaksi di dalam tanah dan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman baik secara langsung maupun tidak langsung. Asam humat dapat digunakan sebagai pupuk, bahan amelioran dan hormon perangsang pertumbuhan tanaman (Tan, 1993). Secara
tidak
langsung
senyawa
ini
memberikan
pengaruh
yang
sangat
menguntungkan terhadap perkembangan tanaman baik secara fisika, kimia, maupun biologi tanah (Tan, 1993). Menurut Schnitzer (1978), satu dari karakteristik yang paling khas dari senyawa humat adalah kemampuannya untuk berinteraksi dengan ion logam, oksida, hidroksida, mineral, dan organik, termasuk zat pencemar beracun lainnya. Sejumlah senyawa organik dalam tanah mampu mengikat ion-ion logam yang berlebih, sehingga jumlahnya menjadi lebih sedikit dalam larutan tanah sebagaimana dibutuhkan oleh tanaman. Disamping itu, khelat logam-organik (organo-metal) yang terbentuk memiliki sifat tidak larut. Fenomena ini sangat penting dalam menjaga kualitas lingkungan, dengan mengurangi bahaya toksisitas logam berat terhadap tanaman, ternak, dan manusia (Orlov,1985) Brady dan Weil (2002) menyatakan bahwa asam humat berpengaruh langsung pada pertumbuhan tanaman, di antaranya mempercepat perkecambahan benih, merangsang
pertumbuhan
akar,
mempercepat
pemanjangan
sel
akar,
dan
mempercepat pertumbuhan tunas dan akar tanaman jika diberikan dalam jumlah yang tepat. Pemberian asam humat terhadap semaian padi berpengaruh pada pertumbuhan tinggi dan panjang akar semaian tanaman padi. Penggunaan asam humat dengan konsentrasi tinggi dapat mengganggu pertumbuhan tanaman (Lestari, 2006). Pembentukan kompleks metal-organik memegang peranan penting dalam mengontrol konsentrasi dan jumlah logam-logam berat dalam tanah. Dengan pembentukan kompleks, kadar suatu logam berat dapat diturunkan hingga ke taraf non toksik (Stevenson, 1982). Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Wardani (2002), yang mengemukakan bahwa asam humat nyata menurunkan
8
kadar timbal (Pb) tersedia dalam tanah, sehingga mampu meningkatkan bobot kering tanaman dan menurunkan serapan timbal oleh tanaman. Selain berperan dalam memperbaiki sifat kimia tanah, dari segi fisik humus atau senyawa humat mempunyai peranan penting dalam meningkatkan agregasi tanah karena dapat memperbaiki aerasi dan perkolasi serta merangsang pembentukan struktur tanah yang baik dan mudah diolah. Humus atau senyawa humat dari bahan organik dapat berinteraksi dengan partikel tanah, membentuk granulasi menjadi pengikat antar partikel tanah, sehingga dapat mengurangi terjadinya dispersi butir tanah. 2.2 Padi 2.2.1 Sejarah Tanaman Padi Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun. Tanaman pertanian kuno ini berasal dari dua benua, yaitu Asia dan Afrika Barat tropis dan subtropis. Bukti sejarah menunjukan bahwa penanaman padi di Zheajiang (Cina) sudah dimulai pada 3000 tahun SM. Fosil butir padi dan gabah ditemukan di Hastinapur Uttar Pradesh India sekitar 100-800 SM. (Purnamawati dan Purwono, 2007). Beberapa daerah yang diduga menjadi daerah asal padi adalah India Utara bagian timur, Banglades Utara, Burma, Thailand, Laos, Vietnam dan Cina bagian selatan (Setiono dan Suparyono 1993). 2.2.2 Syarat Tumbuh Padi Tanaman padi dapat hidup baik di daerah yang berhawa panas dan banyak mengandung uap air. Suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalah 23 0C Tanaman padi dapat tumbuh di daerah tropis/subtropis dengan cuaca panas dan kelembapan tinggi dengan musim hujan 4 bulan. Rata–rata curah hujan yang baik adalah 200 mm/bulan atau 1500–2000 mm/tahun. Padi dapat ditanam di musim kemarau atau hujan. Pada musim kemarau, produksi meningkat asalkan air irigasi selalu tersedia. Di musim hujan, walaupun air melimpah produksi dapat menurun,
9
karena penyerbukan kurang intensif. Tanaman padi dapat tumbuh pada daerah mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Di dataran rendah padi memerlukan ketinggian tempat 0 – 650 meter dpl dengan temperatur 220C–270C sedangkan di dataran tinggi 650 – 1.500 meter dpl dengan temperatur 190C–230C. Padi sawah ditanam di tanah berlempung yang berat atau tanah yang memiliki lapisan keras 30 cm di bawah permukaan laut. Menghendaki tanah lumpur yang subur dengan ketebalan 18–22 cm Keasaman tanah yang dikehendaki tanaman padi adalah antara pH 4-7. 2.2.3 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Padi Klasifikasi botani tanaman padi adalah sebagai berikut : Kerajaan
: Plantae
Divisio
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledoneae
Ordo
: Poales
Familia
: Poaceae
Genus
: Oryza
Spesies
: Oryza sativa
secara keseluruhan terdapat 25 spesies Oryza, dan yang paling dikenal adalah Oryza sativa dengan dua sub spesies yaitu indica (padi bulu) yang ditanam di Indonesia dan Sinica (padi cere). Di Indonesia, menurut lokasi penanamannya padi dibedakan menjadi dua yaitu padi lahan kering (padi gogo) yang ditanam di dataran tinggi dan padi sawah yang ditanam di lahan yang memerlukan penggenangan. Pada dasarnya tanaman padi terdiri dari dua bagian utama, yaitu bagian vegetatif dan bagian generatif. Bagian vegetatif berfungsi mendukung atau menyelenggarakan proses pertumbuhan berupa akar, batang dan daun sedangkan bagian generatif berupa malai, buah padi (gabah) dan bunga (Setiono dan Suparyono 1993). Akar padi tergolong akar serabut. Akar yang tumbuh dari kecambah biji disebut akar utama (primer, radikula). Akar lain yang tumbuh di dekat buku disebut
10
akar seminal. Akar padi tidak memiliki pertumbuhan sekunder sehingga tidak banyak mengalami perubahan. Akar tanaman padi berfungsi untuk menopang batang, menyerap nutrient dan air, serta untuk pernapasan. Akar padi adalah akar serabut yang sangat efektif dalam penyerapan hara, tetapi peka terhadap kekeringan. Akar padi terkonsentrasi pada kedalaman antar 10-20 cm. Padi dapat beradaptasi pada lingkungan tergenang (anaerob) karena pada akarnya terdapat saluran aerenchyma. Struktur aerenchyma seperti pipa yang memanjang hingga ujung daun. Aerenchyma berfungsi sebagai penyedia oksigen bagi daerah perakaran. Walaupun mampu beradaptasi pada lingkungan tergenang, padi juga dapat dibudidayakan pada lahan yang tidak tergenang (lahan kering, ladang) yang kondisinya aerob. Secara fisik batang padi berguna untuk menopang tanaman secara keseluruhan yang diperkuat oleh pelepah daun. Secara fungsional batang berfungsi untuk mengalirkan nutrient dan air ke seluruh bagian tanaman. Batang padi berbuku dan berongga. Dari buku batang ini tumbuh anakan atau daun. Bunga Atau malai muncul dari buku terakhir pada tiap anakan. Batang padi bentuknya bulat, berongga, dan beruas-ruas. Antarruas dipisahkan oleh buku. Pada awal pertumbuhan ruas-ruas sangat pendek dan bertumpuk rapat. Setelah memasuki stadium refroduktif, ruas-ruas memanjang dan berongga. Oleh karena itu, stadium reproduktif disebut juga stadium perpanjangan ruas. Pada buku paling bawah tumbuh tunas yang akan menjadi batang sekunder. Selanjutnya batang sekunder menghasilkan batang tersier, dan seterusnya. Daun padi tumbuh pada buku-buku dengan susunan berseling. Pada tiap buku tumbuh satu daun yang terdiri dari pelepah daun, helai daun, telinga daun (uricle), dan lidah daun (ligula). Daun yang paling atas memiliki ukuran terpendek dan disebut daun bendera. Daun keempat dari daun bendera merupakan daun terpanjang. Jumlah daun per tanaman tergantung varietas. Malai terdiri dari 8-10 buku yang menghasilkan cabang-cabang primer. Dari buku pangkal malai umumnya hanya muncul satu cabang primer dan dari cabang primer tersebut akan muncul lagi cabang-cabang sekunder. Panjang malai diukur dari buku terakhir sampai butir gabah paling ujung.
11
Bunga padi berkelamin dua dan memiliki 6 buah benang sari dengan tangkai sari pendek dan dua kandung serbuk di kepala sari. Bunga padi juga mempunyai 2 tangkai putik dengan dua buah kepala putik yang berwarna putih dan ungu. Sekam mahkotanya ada dua dan yang bawah disebut lemma, sedang yang atas disebut palea. Pada dasar bunga terdapat dua mahkota yang berubah bentuk dan disebut lodicula. Bagian ini sangat berperan dalam pembukaan palea. Lodicula mudah mengisap air dari bakal buah sehingga mengembang. Pada saat palea membuka maka benang sari akan keluar air. Pembukaan bunga diikuti oleh pemecahan kantong serbuk dan penumpahan serbuk sari. Setelah serbuk sari ditumpahkan, lemma dan palea menutup kembali. Biji padi mengandung butiran pati amilosa dan amilopektin dalam endosperm. Perbandingan kandungan amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi mutu dan rasa nasi (pulen, pera, atau ketan).