BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.
Tinjauan Teori 1. Menyusui a. Pengertian menyusui Menyusui adalah proses memberikan Air Susu Ibu (ASI) melalui payudara ibu secara langsung kepada bayi yang merupakan reflek insting dari ibu dengan melibatkan hormonhormon menyusui (Lang, 2002). Menyusui adalah hak setiap ibu dan tidak terkecuali ibu yang bekerja, maka agar dapat terlaksananya pemberian ASI dibutuhkan informasi yang lengkap mengenai manfaat dari ASI (Kemalasari, 2009). Menyusui akan menjamin bayi tetap sehat dan memulai kehidupannya dengan cara yang paling sehat. Menyusui sebenarnya tidak saja memberikan kesempatan pada bayi untuk tumbuh menjadi manusia yang sehat secara fisik, tetapi juga lebih cerdas, mempunyai emosional yang lebih stabil, perkembangan spiritual yang positif, serta perkembangan sosial yang lebih baik (Roesli, 2005). Menyusui merupakan cara yang optimal dalam memberikan nutrisi dan mengasuh bayi, dan dengan penambahan makanan pelengkap pada paruh kedua tahun pertama, kebutuhan nutrisi, imunologi, dan psikososial dapat terpenuhi hingga tahun kedua dan tahun–tahun berikutnya (Varney, 2004). Bagi masyarakat kita menyusui merupakan hal yang alami. Menurut Sr.Jenny (2000) mengatakan bahwa menyusui adalah tugas yang sangat wajar dan mulia dari seorang ibu serta salah satu ekspresi cinta seorang ibu.
9
10
Menyusui merupakan suatu cara yang tidak ada duanya dalam memberikan makanan yang ideal bagi pertumbuhan dan perkembangan yang sehat, serta kesehatan ibu dan bayi dapat mempererat ikatan batin antara ibu dan bayi sehingga dasar si kecil percaya pada orang lain dan diri sendiri yang akhirnya bayi berpotensi untuk mengasihi orang lain. b. Keuntungan menyusui Menyusui pada wanita mempunyai beberapa kebaikan, ASI adalah makanan yang paling ideal bagi bayi baru lahir, normalnya bebas dari ketidakmurnian. Air susu ibu mengandung kalori yang lebih banyak dari susu formula. Kurang terjadi infeksi pada bayi yang menyusu pada ibu karena ada imunisasi pasif. Menyusui anak mempercepat involusi rahim, dengan demikian alat reproduksi ibu lebih cepat kembali normal. Menyusui kadangkala lebih menyenangkan bagi ibu. Menyusui lebih ekonomis, baik bagi ibu maupun bagi masyarakat. IQ bayi prematur yang menyusu dilaporkan lebih tinggi dari pada bayi serupa yang tidak menyusu (Kristiyanasari, 2008). c. Praktik menyusui ASI adalah makanan terbaik bagi bayi, oleh karena itu diperlukan upaya komprehensif untuk meningkatkan pemberian ASI eksklusif, yang melibatkan semua unsur mulai dari kesadaran ibu, peran keluarga, masyarakat serta pelayanan kesehatan. Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan yang paling sempurna dan terbaik bagi bayi karena mengandung unsur-unsur gizi yang dibutuhkan oleh bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi yang optimal. ASI mengandung lebih dari 2000 unsur-unsur pokok, antara lain zat putih telur, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, faktor pertumbuhan, hormon, enzim, zat kekebalan dan zat sel darah putih. Semua zat tersebut terdapat secara proporsional dan seimbang. Selain itu adanya kolostrum dalam
11
ASI berfungsi sebagai pelindung yang kaya zat anti infeksi, berprotein tinggi dan pencahar yang ideal untuk membersihkan zat yang tidak terpakai dari usus bayi yang baru lahir dan mempersiapkan saluran pencernaan makanan bayi bagi makanan yang akan datang (Fikawati, 2010). Agar bayi optimal mendapatkan ASI ma diperlukan bberapa kiat menuju keberhasilan antara lain usahakan memberi minum dalam suasana yang santai bagi ibu dan bayi. Buatlah kondisi ibu senyaman mungkin. Selama beberapa minggu pertama, bayi perlu diberi ASI setiap 2,5 – 3 jam sekali. Menjelang akhir minggu keenam, sebagian besar kebutuhan bayi akan ASI setiap 4 jam sekali. Jadwal ini baik sampai bayi berumur antara 10 – 12 bulan. Pada usia ini sebagian besar bayi tidur sepanjang malam sehingga tak perlu lagi memberi makanan di malam hari (Kristiyanasari, 2008). d. Cara menyusui yang benar Menurut Farrer (2003), cara menyusui dibagi atas beberapa hal yaitu: 1) Sebelum menyusui ASI dikeluarkan sedikit, kemudian dioleskan pada putting dan sekitar kelang payudara. Cara ini mempunyai manfaat sebagai desinfektan dan menjaga kelembaban putting susu. 2) Bayi diletakkan menghadap perut ibu atau payudara. 3) Ibu duduk atau berbaring dengan santai, bila duduk lebih baik menggunakan kursi yang rendah agar kaki ibu tidak menggantung dan punggung ibu bersandar pada sandaran kursi. 4) Bayi dipegang pada belakang bahunya dengan satu lengan, kepala bayi terletak pada lengkung siku ibu (kepala tidak boleh menengadah,dan bokong bayi ditahan dengan telapak tangan).
12
5) Satu tangan bayi diletakkan dibelakang badan ibu, dan yang satu didepan. 6) Perut bayi menempel pada badan ibu, kepala bayi menghadap payudara (tidak hanya membelokkan kepala bayi). 7) Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus. 8) Ibu menatap bayi dengan kasih sayang. 9) Payudara dipegang dengan ibu jari di atas dan jari yang lain menipang dibawah, jangan menekan putting susu. 10) Bayi diberi rangsangan agar membuka mulut (rooting reflek) dengan cara : a) Menyentuh pipi dengan putting susu atau menyentuh sisi mulut bayi. b) Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi didekatkan ke payudara ibu serta areola payudara dimasukkan ke mulut bayi c) Usahakan sebagian besar kalang payudra dapat masuk ke mulut bayi, sehingga putting susu berada di bawah langit – langit dan lidah bayi akan menekan ASI keluar dari tempat penampungan ASI yang terletak di bawah kalang payudara. Posisi salah, yaitu apabila bayi hanya menghisap pada putting susu saja, akan mengakibatkan masukan ASI yang tidak adekuat dan putting lecet. d) Setelah bayi mulai menghisap payudara tak perlu dipegang atau disangga (Kristiyanasari, 2008). 11) Melepas isapan bayi Setelah menyusui pada satu payudara sampai terasa kosong, sebaiknya diganti menyusui pada payudara yang lain.Cara melepas isapan bayi : a) Jari kelingking ibu dimasukkan ke mulut bayi melalui sudut mulutn atau dagu bayi ditekan kebawah.
13
b) Menyusui berikutnya dimulai pada payudara yang belum terkosongkan (yang dihisap terakhir). c) Setelah selesai menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada putting susu dan areola sekitarnya. Biarkan kering dengan sendirinya. 12)
Menyendawakan bayi Tujuan menyendawakan bayi adalah mengeluarkan udara dari lambung supaya bayi tidak muntah (gumoh – jawa) setelah menyusu. Cara menyendawakan bayi : a) Bayi digendong tegak dengan bersandar pada bahu ibu kemudian punggungnya ditepuk perlahan- lahan. b) Dengan cara menelengkupkan bayi diatas pangkuan ibu, lalu usap–usap punggung bayi sampai bayi bersendawa (Kristiyanasari, 2008).
e. Cara pengamatan menyusui yang baik dan benar Setelah bayi mulai menghisap, payudara tak perlu dipegang atau disangga lagi. Untuk mengetahui bayi telah menyusu dengan teknik yang benar, perhatikan bila bayi tampak tenang. Badan bayi menempel pada perut ibu, mulut bayi terbuka lebar, dagu bayi menempel pada payudara ibu, sebagian besar areola masuk kedalam mulut bayi, areola bagian bawah lebih banyak yang masuk, bayi nampak menghisap kuat dalam irama perlahan, puting susu ibu tidak terasa nyeri, telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus, kepala agak menengadah (Saleha, 2009). f. Lama menyusui Memberikan ASI pada bayi sebaiknya sesering mungkin karena bayi akan menentukan sendiri kebutuhannya. Ibu harus menyusui bayinya bila bayi menangis bukan karena sebab lain (kencing,dll) atau ibu sudah merasa sudah perlu menyusui bayinya. Bayi yang sehat dapat mengosongkan satu payudara
14
sekitar 5-7 menit dan ASI dalam lambung bayi akan kosong dalam waktu 2 jam. Pada hari pertama, biasanya ASI belum keluar, bayi cukup disusukan selama 4 – 5 menit, untuk merangsang produksi ASI dan membiasakan putting susu dihisap oleh bayi. Setelah hari ke 4 – 5,boleh disusukan selama 10 menit. Setelah produksi ASI cukup, bayi dapat disusukan selama 15 menit (jangan lebih dari 20 menit). Menyusukan selama 15 menit ini jika produksi ASI cukup dan ASI lancar keluarnya, sudah cukup untuk bayi. Dikatakaan bahwa, jumlah ASI yang terisap bayi pada 5 menit pertama adalah ±112 ml, 5 menit kedua ±64 ml, dan 5 menit terakhir hanya ±16 ml (Soetjiningsih, 2003).
2. Air Susu Ibu (ASI) a. Pengertian ASI ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam – garam organik yang disekresi oleh kedua belah kelenjar payudara ibu, sebagai makanan utama bagi bayi (Soetjiningsih, 2003). Air susu ibu (ASI) merupakan sebuah cairan untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi dan melindunginya dalam melawan kemungkinan serangan penyakit (Paryanto, 1997). Pemberian ASI sangat penting karena ASI adalah satu-satunya dan minuman terbaik untuk bayi dalam masa 6 bulan. Pertama kehidupannya dan merupakan hak setiap anak, untuk itu setiap bayi lahir segerakanlah anak untuk menyusu dari payudara ibu karena ASI yang keluar pertama (berwarna kekuningan) mengandung antibodi. Air Susu Ibu (ASI) adalah emulsi lemak dalam medium cairan yang mengandung antara lain protein, laktosa dan garam organik yang
15
disekresi oleh kedua kelenjar payudara. Komposisinya tidak konstan, tergantung stadium laktasi, ras, diet dan status gizi. ASI (air susu ibu) adalah air susu yang keluar dari seorang ibu pasca melahirkan bukan sekedar sebagai makanan, tetapi juga sebagai suatu cairan yang terdiri dari sel-sel yang hidup seperti sel darah putih, antibodi, hormon, faktor-faktor pertumbuhan, enzim, serta zat yang dapat membunuh bakteri dan virus. ASI eksklusif adalah pemberian hanya ASI saja tanpa makanan dan minuman lain, baik berupa susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, maupun makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan tim (Farrer, 2003) ASI merupakan makanan yang sempurna bagi bayi karena mengandung gizi yang sesuai dengan kebutuhan bayi. Pemberian ASI sejak dini, terutama ASI ekslusif yaitu pemberian hanya ASI saja mulai bayi baru lahir sampai bayi berusia enam bulan. ASI dapat menjadikan pertumbuhan dan perkembangan otak bayi dengan sempurna. ASI dapat meningkatkan kekebalan tubuh dan mencegah penyakit diare, penyakit saluran pernafasan, penyakit telinga, penyakit saluran kencing, menyusui menyebabkan pengeluaran hormone pertumbuhan dan membangun hubungan saling percaya antara bayi dan ibu (WHO, 2000). b. Komposisi ASI ASI mengandung lebih dari 200 unsur – unsur pokok, antara lain zat putih telur, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, faktor pertumbuhan, hormon, enzim, zat kekebalan, dan sel darah putih. Semua zat ini terdapat secara proporsional dan seimbang satu dengan yang lainya. Cairan hidup yang mempunyai keseimbangan biokimia yang sangat tepat ini bagai suatu “simfoni nutrisi bagi pertumbuhan bayi” sehingga tidak mungkin ditiru oleh buatan manusia (Roesli, 2005).
16
1) Kolostrum Adalah ASI yang keluar pada hari pertama dan kedua setelah melahirkan, berwarna kekuning-kuningan dan lebih kental, lebih banyak mengandung protein dan vitamin seperti vitamin A, E dan K dan mineral seperti natrium dan Zn serta mengandung zat kekebalan yang penting untuk melindungi bayi dari penyakit infeksi. Kolostrum merupakan pencahar yang ideal untuk membersihkan zat yang tidak terpakai dari usus bayi yang baru lahir dan mempersiapkan saluran pencernaan makanan bayi bagi makanan yang akan datang. Berat jenis kolostrum berkisar antara 1040 sampai 1060 dan rata-rata energi 67 kcal/100 ml. Volume tiap menyusui bervariasi antara 2 sampai 20 ml pada 3 hari pertama. Volume per hari tergantung pada banyaknya bayi menyusu terutama dalam 24 jam pertama setelah melahirkan (Salfina, 2008). 2) Taurin Adalah suatu bentuk zat putih telur yang hanya terdapat pada ASI. Taurin berfungsi sebagai neuro transmitter dan berperan penting untuk proses maturasi sel otak. Percobaan pada binatang menunjukkan bahwa efek defisiensi akan berakibat gangguan pada retina mata. Saat ini taurin banyak ditambahkan pada susu formula karena penelitian menunjukkan bahwa kadar taurin plasma yang rendah (50%) pada bayi dengan formula dibandingkan dengan bayi menyusui. 3) Lemak Air susu ibu memasok sekitar 70-78% energi sebagai lemak, yang dibutuhkan bukan saja untuk mencukupi kebutuhan energi, tetapi juga untuk memudahkan penyerapan asam lemak esensial, vitamin yang terlarut dalam lemak, kalsium serta mineral lain, dan juga untuk menyeimbangkan
17
diet agar zat gizi lain tidak terpakai sebagai sumber energi. Setidaknya 10% asam lemak sebaiknya dalam bentuk tak jenuh ganda, yang biasanya dalam bentuk asam linoleat. Asam linoleat juga merupakan asam lemak esensial. Asam ini terkandung di dalam sebagian besar minyak tetumbuhan. Sayang sekali jumlah kebutuhan yang tepat belum diketahui dengan pasti. Dari air susu ibu, bayi menyerap sekitar 85-90% lemak. Enzim lipase di dalam mulut (lingual lipase) mencerna zat lemak sebesar 50-70% 24. Lemak utama ASI adalah lemak ikatan panjang tak jenuh/LCPUFAs(long
chain
polyunsaturated
fatty
acids
(omega 3, omega 6, DHA, Arachidonic acid/AA) suatu asam lemak esensial yang merupakan komponen penting untuk myelinisasi. Myelinisasi adalah pembentukan selaput isolasi yang mengelilingi serabut syaraf yang akan membantu rangsangan menjalar lebih cepat. Lemak ini sedikit atau tidak ada pada susu sapi, padahal amat penting untuk pertumbuhan otak. Komponen lemak berikutnya yang penting adalah kolesterol. Kolesterol juga meningkatkan pertumbuhan otak bayi. Kandungan kolesterol ASI tergolong tinggi, sedangkan dalam susu sapi hanya sedikit. Penelitian menunjukkan bahwa bayi yang diberi ASI eksklusif mempunyai kadar kolesterol lebih tinggi yang sangat dibutuhkan pada saat pertumbuhan otak. Selain itu kolesterol juga diperkirakan berfungsi dalam pembentukan enzim untuk metabolism kolesterol yang akan mengendalikan kadar kolesterol di kemudian hari sehingga dapat mencegah serangan jantung dan penebalan pembuluh darah (arteriosclerosis) pada usia muda. 4) Zat kekebalan Sebagian zat kekebalan terhadap beragam mikroorganisme diperoleh bayi baru lahir dari ibunya melalui
18
plasenta, yang membantu melindungi bayi dari serangan penyakit antara lain yang penting adalah penyakit campak selama 4-6 bulan pertama sejak bayi lahir. Telah diketahui bahwa bayi yang diberi ASI lebih terlindungi terhadap penyakit infeksi terutama diare dan mempunyai kesempatan hidup lebih besar dibandingkan dengan bayi-bayi yang diberi susu formula. Hal ini karena adanya zat-zat imunologik antara lain : a) Immunoglobulin, terutama Immunoglobulin A (Ig.A), kadarnya sangat tinggi terutama dalam kolostrum. Secretory Ig A tidak diserap, tetapi melumpuhkan bakteri patogen E. Coli dan berbagai virus pada saluran pencernaan. b) Laktoferin, sejenis protein yang merupakan komponen zat kekebalan dalam ASI yang mengikat zat besi (ferum) di saluran pencernaan. c) Lysosim, suatu enzim yang juga melindungi bayi terhadap bakteri dan virus yang merugikan. Lysosim terdapat dalam jumlah 300 kali lebih banyak pada ASI daripada susu sapi. Enzim ini aktif mengatasi bakteri E. Coli dan Salmonella. d) Sel darah putih. Sel yang sangat protektif ini jumlahnya sangat banyak pada minggu-minggu pertama kehidupan kurang lebih 4000 sel/mil, saat system kekebalan tubuh bayi belum mampu membentuk antibodi yang protektif dalam jumlah yang cukup. Setelah sistem kekebalan bayi matang maka jumlah sel sel ini berangsur-angsur berkurang, walaupun tetap akan ada dalam ASI sampai setidaknya 6 bulan setelah melahirkan. Selain membunuh kuman, sel-sel ini akan menyimpan dan menyalurkan zat-zat penting seperti enzim, faktor pertumbuhan, dan protein yang melawan kuman dan Immunoglobulin. secara umum sel-sel tersebut dapat dibagi menjadi 3 macam :
19
(1) Bronchus Asosiated Lympocyte Tissue (BALT) yang menghasilkan
antibody
terhadap
infeksi
saluran
pernafasan (2) Gut
Asosiated
menghasilkan
Lympocyte antibody
Tissue
terhadap
(GALT) infeksi
yang saluran
pencernaan (3) Mammary Asosiated Lympocyte Tissue (MALT) yang menyalurkan antibody melalui jaringan payudara ibu. Sel-sel ini memproduksi Ig.A, laktoferin, lysosim dan interferon.
Interferon
menghambat
aktifitas
virus
tertentu. e) Faktor bifidus, sejenis karbohidrat yang mengandung nitrogen, menunjang pertumbuhan bakteri lactobacilus bifidus. Bakteri ini menjaga keasaman flora usus bayi dan berguna untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang merugikan, sehingga kotoran bayi menjadi bersifat asam yang berbeda dari kotoran bayi yang mendapat susu formula. c. Air susu matur Adapun ciri dari susu matur adalah sebagai berikut : 1) Merupakan ASI yang disekresi pada hari ke – 10 dan seterusnya,
komposisi
relatif
konstan
(ada
pula
yang
mengatakan bahwa komposisi ASI relatif konstan baru dimulai pada minggu ke – 3 minggu ke – 5). Hari pertama sampai hari ke 3 setelah bayi lahir dinamakan kolostrum. Dan ASI yang keluar mulai hari ke 4 ampai hari ke 9 dinamakan ASI masa transisi. 2) Pada ibu yang sehat, maka produksi ASI untuk bayi akan tercukupi, ASI ini merupakan makanan satu – satunya yang paling baik dan cukup untuk bayi sampai usia 6 bulan.
20
3) Merupakan suatu cairan berwarna putih kekuning – kuningan yang diakibatkan warna dari garam kalsium caseinat, riboflavin, dan karoten yang terdapat di dalamnya. 4) Tidak menggumpal jika dipanaskan Terdapat antimicrobial faktor, antara lain : a) antibodi terhadap bakteri dan virus; b) sel (fagosit, granulosit, makrofag, dan limfosit tipe T); c) enzim (lizisim, laktoperoksidase, lipase, katalase, fosfatase; d) amilase, fosfodiesterase, dan alkalin fosfatase); e) protein (laktoferin, B12
binding
protein);
f)
Resistance
faktor
terhadap
stapilofilokokus; g) Komplemen; h) Interferon producing cell; i) Sifat biokimia yang khas, kapasitas buffer yang rendah dan adanya faktor bifidus; j) Hormon – hormon (Saleha, 2009). d. Manfaat ASI Manfaat ASI pada bayi yaitu zat-zat gizi yang ada pada ASI sesuai dengan kebutuhan bayi dan mudah dicerna oleh pencernaan bayi. ASI mengandung zat protektif guna meningkatkan kekebalan tubuh dari penyakit, ASI tidak menimbulkan alergi pada bayi, ASI mempunyai efek psikologis, ASI menjadikan pertumbuhan bayi dengan sempurna, ASI dapat mengurangi kariesdentis dan ASI dapat mengurangi kejadian moluklusi (Roesli, 2005). Manfaat ASI ditinjau dari beberapa aspek yaitu : 1) Aspek gizi Dari segi gizi, ASI memiliki komponen nutrisi yang diperlukan bayi antara lain karbohidrat (6,5 –7,7%), protein (11,5%), lemak (3,5%), vitamin, mineral dan air. Kadar zat besi dalam
ASI
besarnya
antara
0,3-
0,7
mg/L
dengan
bioavailibilitas yang tinggi. Penelitian menunjukkan bahwa kadar ini dapat mempertahankan status zat besi yang adekuat pada bayi sampai usia 6 bulan. Kandungan nutrisi dalam ASI lebih adaptif untuk pencernaan bayi sehingga seluruh
21
komponen
tersebut
dapat
digunakan
untuk
keperluan
pertumbuhan dan perkembangan bayi. 2) Aspek kesehatan anak Dari segi kesehatan bayi, ASI mengandung sejumlah komponen imunoaktif yaitu IgA, lisosim, laktoferin, faktor bifidus dan makrofag yang berfungsi melindungi bayi dari infeksi gastrointestinal, infeksi saluran pernafasan, dan lainlain. Pemberian ASI eksklusif selama 4 bulan atau lebih ternyata dapat melindungi bayi dari serangan otitis media tunggal ataupun berulang. Sifat protektif ini berasal dari IgA yang memblokir perlekatan Streptokokus pneumonia dan Hemofilus influenza ke sel-sel retrofaringeal dan tingginya kadar prostaglandin yang berfungsi profilaksis terhadap otitis media. Selain itu IgA juga berperan terhadap antigen Shigela dan sel memori yang terbentuk dapat bertahan lama bahkan sampai 3 tahun sehingga dapat melindungi bayi dari shigelosis. e. Manfaat pemberian ASI bagi ibu Manfaat pemberian ASI bagi ibu dengan memberikan ASI pada bayi dapat mencegah terjadinya perdarahan pasca persalinan, dan bagi ibu menyusui secara ekslusif dapat menunda kehamilan, dengan memberikan ASI mempengaruhi aspek psikologis pada ibu ( Ambarwati dan Wulandari, 2009). Beberapa manfaat pemberian ASI bagi ibu dari segi aspek yaitu : 1)
Aspek psikologis Keuntungan menyusui bukan hanya bermanfaat untuk bayi, tetapi juga untuk ibu. Ibu akan merasa bangga dan diperlukan, rasa yang dibutuhkan oleh semua manusia. (Ambarwati danWulandari 2009).
22
2)
Aspek kesehatan ibu Isapan
bayi
terbentuknya
pada
oksitosin
membantu
involusi
perdarahan
pasca
berkurangnya
payudara
oleh
uterus
kelenjar dan
persalinan.
perdarahan
pasca
akan
merangsang
hipofisis.oksitosin
mencegah
terjadinya
Penundaan
haid
dan
persalinan
mengurangi
prevalensi anemia defisiensi besi. Kejadian karsinoma mammae pada ibu yang menyusui lebih rendah disbanding yang tidak menyusui. Mencegah kanker hanya dapat diperoleh ibu yang menyusui anaknya secara eksklusif. Penelitian membuktikan ibu yang memberikan ASI secara eksklusif memiliki resiko terkena kanker payudara dan kanker ovarium 25 % lebih kecil disbanding yang tidak menyusui secara eksklusif. Dari segi kesehatan ibu, dengan menyusui akan mengurangi frekuensi terjadinya kanker payudara dan dapat menjarangkan kehamilan. Pemberian ASI juga menjalin hubungan psikologis yang erat antara ibu dan anak. 3)
Aspek penurunan berat badan Ibu yang menyusui eksklusif ternyata lebih mudah dan lebih cepat kembali ke berat badan semula seperti sebelum hamil. Pada saat hamil, badan bertambah berat, selain karena ada janin, juga karena penimbunan lemak pada tubuh, cadangan lemak ini sebetulnya memang disiapkan sebagai sumber tenaga dalam proses produksi ASI. Dengan menyusui, tubuh akan menghasilkan ASI lebih banyak lagi sehingga timbunan lemak yang berfungsi sebagai cadangan tenaga akan terpakai. Logikanya, jika timbunan lemak menyusut, berat badan ibu akan cepat kembali ke keadaan seperti sebelum hamil.
23
4)
Aspek kontrasepsi Hisapan mulut bayi pada putting susu merangsang ujung syaraf sensorik sehingga post anterior hipofise mengeluarkan prolaktin. Prolaktin masuk ke indung telur, menekan produksi estrogen akibatnya tidak ada ovulasi. Menjarangkan kehamilan, pemberian ASI memberikan 98% metode kontrasepsi yang efisien selama 6 bulan pertama sesudah kelahiran bila diberikan hanya ASI saja (eksklusif) dan belum terjadi menstruasi kembali.
f. Manfaat ASI bagi keluarga Manfaat pemberian ASI pada keluarga dari beberapa Ambarwati & Wulandari (2009) aspek menurut yaitu : 1) Aspek ekonomi Secara ekonomis ASI lebih murah dan lebih praktis dibandingkan dengan pemberian Pengganti Air Susu Ibu (PASI). ASI tidak perlu dibeli, sehingga dana yang seharusnya digunakan untuk membeli susu formula dapat digunakan untuk keperluan lain. Kecuali itu, penghematan juga disebabkan karena bayi yang mendapat ASI lebih jarang sakit sehingga mengurangi biaya berobat. 2)
Aspek psikologi Kebahagiaan keluarga bertambah, karena kelahiran lebih jarang, sehingga suasana kejiwaan ibu baik dan dapat mendekatkan hubungan bayi dengan keluarga.
3)
Aspek kemudahan Menyusui sangat praktis, karena dapat diberikan dimana saja dan kapan saja. Keluarga tidak perlu repot menyiapkan air masak, botol, dan dot yang harus dibersihkan serta minta pertolongan orang lain.
24
g. Manfaat ASI bagi Negara Manfaat ASI bagi Negara, menurunkan angka kesulitan dan kematian dan mengurangi subsidi rumah sakit, mengurangi devisa untuk membeli susu formula dan meningkatkan sumbe rdaya manusia (Ambarwati dan Wulandari, 2009). Masalah dalam menyusui pada masa antenatal yaitu a) kurang atau salah informasi; b) puting susu datar atau terbenam. Masalah menyusui pada masa nifas dini yaitu: a) Puting susu nyeri; b) Puting susu lecet; c) Payudara bengkak; d) Mastitis atau abses payudara. Masalah menyusui pada masa nifas lanjut yaitu: a) Sindrom ASI kurang; b) Ibu yang bekerja. Masalah menyusui pada keadaan khusus yaiyu; a) Ibu melahirkan dengan bedah sesar; b) Ibu sakit; c) Ibu yang memerlukan pengobatan; d) Ibu hamil. Masalah menyusui pada bayi yaitu: a) Bayi sering menangis; b) Bayi bingung puting; c) Bayi prematur dan bayi kecil (BBLR); d) Bayi kuning (ikterik); e) Bayi kembar; f) Bayi sakit; g) Bayi sumbing; h) Bayi dengan lidah pendek; i) Bayi yang memerlukan perawatan (Ambarwati & Wulandari ,2009). h. Hal – hal yang mempengaruhi produksi ASI ASI diproduksi atas hasil kerja gabungan antara hormon dan refleks. Selama kehamilan, terjadilah perubahan pada hormon yang berfungsi
mempersiapkan
jaringan
kelenjar
susu
untuk
memproduksi ASI. Segera setelah melahirkan, bahkan kadangkadang mulai pada usia kehamilan 6 bulan akan terjadi perubahan pada hormon yang menyebabkan payudara mulai memproduksi ASI. Pada waktu bayi mulai menghisap ASI, akan terjadi dua refleks yang akan menyebabkan ASI keluar pada saat yang tepat dengan jumlah yang tepat pula. Dua refleks tersebut adalah :
25
a. Refleks Prolaktin , yaitu refleks pembentukan/produksi ASI. Rangsangan isapan bayi melalui serabut syaraf akan memacu hipofise anterior untuk mengeluarkan hormon prolaktin ke dalam aliran darah. Prolaktin memacu sel kelenjar untuk sekresi ASI. Makin sering bayi menghisap makin banyak prolaktin dilepas oleh hipofise, makin banyak pula ASI yang diproduksi oleh sel kelanjar, sehingga makin sering isapan bayi, makin banyak produksi ASI, sebaliknya berkurang isapan bayi menyebabkan produksi ASI kurang. Mekanisme ini disebut mekanisme “supply and demand”. Efek lain dari prolaktin yang juga penting adalah menekan fungsi indung telur (ovarium). Efek penekanan ini pada ibu yang menyusui secara eksklusif adalah memperlambat kembalinya fungsi kesuburan dan haid. Dengan kata lain, memberikan ASI Eksklusif pada bayi dapat menjarangkan kehamilan. b.
Refleks oksitosin, yaitu reflek pengaliran/pelepasan ASI (let down reflex) Setelah diproduksi oleh pabrik susu, ASI akan dikeluarkan dari pabrik susu dan dialirkan ke gudang susu. Pengeluaran ASI ini terjadi karena sel otot halus di sekitar kelenjar payudara mengerut sehingga memeras ASI keluar. Yang membuat otot-otot itu mengerut adalah suatu hormon yang dinamakan oksitoksin. Banyak wanita dapat merasakan payudaranya terperas saat mulai menyusui. Hal ini menjelaskan bahwa ASI mulai mengalir dari pabrik susu ke gudang susu. Rangsangan isapan bayi melalui serabut syaraf memacu hipofise posterior untuk melepas hormon oksitosin dalam darah. Oksitosin memacu sel-sel myoepithel yang mengelilingi alveoli dan duktuli untuk berkontraksi, sehingga mengalirkan ASI dari alveoli ke duktuli menuju sinus dan puting.
26
Dengan demikian sering menyusui penting untuk pengosongan
payudara
agar
tidak
terjadi
engorgement
(payudara bengkak), tetapi justru memperlancar pengaliran ASI. Selain itu oksitosin berperan juga memacu kontraksi otot rahim,
sehingga
mempercepat
keluarnya
plasenta
dan
mengurangi perdarahan setelah persalinan. Hal penting adalah bahwa bayi tidak akan mendapatkan ASI cukup bila hanya mengandalkan refleks pembentukan ASI atau refleks prolaktin saja. Ia harus dibantu refleks oksitosin. Bila refleks ini tidak bekerja maka bayi tidak akan mendapatkan ASI yang memadai, walaupun produksi ASI cukup. Refleks oksitosin lebih rumit dibanding refleks prolaktin. Pikiran, perasaan dan sensasi seorang ibu akan sangat mempengaruhi refleks ini. Perasaan ibu dapat meningkatkan dan juga menghambat pengeluaran oksitosin. Perasaan ibu yang dapat meningkatkan ASI antara lain: a) Bila melihat bayi; b) Memikirkan bayinya dengan perasaan penuh kasih saying; c) Mendengar bayinya menangis; d) Mencium bayi; e) Ibu dalam keadaan tenang. Adapun
perasaan
ibu
yang
dapat
menghambat
pengeluaran ASI adalah semua pikiran negatif, antara lain: a) Ibu yang sedang bingung atau pikirannya sedang kacau; b) Apabila ibu khawatir atau takut ASI nya tidak cukup; c) Apabila ibu merasa kesakitan, terutama saat menyusui; d) Apabila ibu merasa sedih, cemas, marah atau kesal; e) Apabila ibu malu menyusui. Isapan bayi akan merangsang ujung syaraf di daerah puting susu dan di bawah daerah yang berwarna kecoklatan. Rangsangan ini akan mengirimkan sinyal ke bagian depan kelenjar hipofise di otak untuk mengeluarkan hormon prolaktin. Prolaktin ini akan merangsang sel-sel di pabrik susu untuk membuat ASI. Rangsangan dibentuknya prolaktin adalah
27
pengosongan gudang susu yang terletak dibawah daerah yang berwarna coklat, jadi agar pembentukan ASI banyak, gudang susu perlu dikosongkan dengan baik Selain itu, isapan bayi juga akan merangsang bagian kelenjar hipofise untuk membuat hormon oksitosin. Hormon ini akan menyebabkan sel-sel otot yang mengelilingi pabrik susu mengerut/berkontraksi sehingga ASI terdorong keluar dari pabrik ASI dan mengalir melalui saluran susu ke dalam gudang susu yang terdapat di bawah daerah yang berwarna coklat. Selain refleks pada ibu dalam proses laktasi, pada bayipun terjadi 3 macam refleks pada proses tersebut yaitu: (1) Rooting reflex, yaitu refleks mencari putting Bila pipi bayi disentuh, ia akan menoleh ke arah sentuhan. Bila bibir bayi disentuh ia akan membuka mulut dan berusaha untuk mencari puting untuk menetek. Lidah keluar dan melengkung menangkap puting dan areola. (2) Sucking reflex, yaitu refleks menghisap. Refleks terjadi karena rangsangan puting pada pallatum durum bayi bila aerola masuk ke dalam mulut bayi. Areola dan puting tertekan gusi, lidah dan langit-langit, sehingga menekan sinus laktiferus yang berada di bawah areola. Selanjutnya terjadi
gerakan
peristaltik
yang
mengalirkan
ASI
keluar/ke mulut bayi. (3) Swallowing reflex, yaitu refelks menelan ASI dalam mulut bayi menyebabkan gerakan otot menelan
Pada
bulan-bulan terakhir kehamilan sering ada sekresi kolostrum pada payudara ibu hamil. Setelah persalinan apabila bayi mulai menghisap payudara, maka produksi ASI bertambah secara cepat. Dalam kondisi nomal ASI diproduksi sebanyak ± 100 cc pada hari-hari pertama.
28
Produksi ASI menjadi konstan setelah hari ke 10 sampai ke 14. Bayi yang sehat selanjutnya mengkonsumsi sebanyak 700-800 cc ASI per hari. Namun kadangkadang ada yang mengkonsumsi kurang dari 600 cc atau bahkan hampir 1 liter per hari dan tetap menunjukkan tingkat pertumbuhan yang sama. Keadaan kurang gizi pada ibu tingkat berat baik pada waktu hamil maupun menyusui dapat mempengaruhi volume ASI. Produksi ASI terjadi penurunan pada tiap bulan pertambahan usia bayi, yaitu berkisar 500-700 cc pada enam bulan pertama usia bayi, 400-600 cc pada enam bulan kedua dan 300500 cc pada tahun kedua usia anak.
3. Praktik atau tindakan (practice) Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbedaan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Di samping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain, misalnya suami atau istri, orang tua atau mertua sangat penting untuk mendukung. Tingkatan – tingkatan praktik : a. Persepsi (perception) Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil merupakan praktik tingkat pertama. b. Respon Terpimpin (Guided Respons) Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh adalah indikator praktik tingkat dua.
29
c. Mekanisme (Mechanisme) Apabila seorang telah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga. d.
Adaptasi (Adaptation) Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang
dengan
baik.
Artinya,
tindakan
itu
sudah
dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut (Notoatmodjo, 2007). Menurut Farrer ,( 2003) beberapa faktor yang berpengaruh dalam sikap ibu terhadap praktik pemberian makanan pada bayi meliputi: 1) Sikap awal yang sudah dimiliki; 2) Dukungan keluarga dan lingkungan sekitarnya; 3) Sikap ayah; 4) Pengaruh dan sikap dari tenaga kesehatan serta kebijakan yang dilakukan diruang ibu tempat bersalin. Selain faktor tersebut diatas menurut (Nurhidayah, 2007) dan (Kemalasari, 2009) faktor lain yang berpengaruh terhadap praktik menyusui selain tingkat pengetahuan tentang ASI eksklusif maupun sikap positif terhadap pemberian ASI. Faktor sosiokultural dan psikososial juga ikut mempengaruhi, selain faktor-faktor karakteristik yang menberikan konstribusi dalam keberhasilan menyusui yaitu : a. Keputusan awal ibu untuk menyusui bayinya (motivasi ibu) Ibu-ibu harus dibangkitkan kemauan dan kesediannya menyusui anaknya, terutama sebelum melahirkan. Apabila nilai menyusui hendak ditingkatkan pada masyarakat, maka pengertian tentang menyusui harus ditanamkan pada anakanak gadis sejak usia muda, bahwa menyusui anak merupakan bagian dari tugas biologi seorang ibu (Abdullah, 2004).
30
b. Tingkat pendidikan ibu Tingkat pendidikan dan akses ibu terhadap media masa juga mempengaruhi pengambilan keputusan, dimana semakin tinggi pendidikan semakin besar peluang untuk memberikan ASI
(menyusui).
Sebaliknya
akses
terhadap
media
berpengaruh negatif terhadap pemberian ASI, dimana semakin tinggi akses ibu pada media semakin tinggi peluang untuk tidak memberikan ASInya (Abdullah, 2004). c. Status pekerjaan ibu Salah satu alasan yang paling sering dikemukakan bila ibu tidak menyusui adalah kerena mereka harus bekerja. Wanita selalu bekerja, terutama pada usia subur, sehingga selalu menjadi masalah untuk mencari cara merawat bayi. Bekerja bukan hanya berarti pekerjaan yang dibayar dan dilakukan di kantor, tapi bisa juga berarti bekerja di ladang, bagi masyarakat di pedesaan (Setyawati, 2002). d. Sikap Menurut Notoatmodjo (2003), sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau obyek. Sikap positif ibu terhadap praktik menyusui tidak diikuti dengan pemberian ASI pada bayinya. Sikap belum otomatis terwujud dalam sutau tindakan. Terwujudnya sikap agar menjadi tindakan nyata diperlukan faktor dukungan dari pihak-pihak tertentu, seperti tenaga kesehatan dan orang-orang terdekat ibu. e. Pengetahuan Pengetahuan ibu tentang ASI merupakan salah satu faktor yang penting dalam kesuksesan proses menyusui. Thaib et al dalam Abdullah et al (2004) menyatakan bahwa tingkat pengetahuan, pendidikan, status kerja ibu, dan jumlah anak
31
dalam keluarga berpengaruh positif pada frekuensi dan pola pemberian ASI. f.
Status social, ekonomi, paritas Status sosial ekonomi keluarga dapat mempengaruhi kemampuan keluarga untuk memproduksi dan atau membeli pangan.
Ibu-ibu
dari
keluarga
berpendapatan
rendah
kebanyakan adalah berpendidikan lebih rendah dan memiliki akses terhadap informasi kesehatan lebih terbatas dibanding ibu-ibu
dari
keluarga
berpendapatan
tinggi,
sehingga
pemahaman mereka untuk memberikan ASI secara eksklusif pada bayi menjadi rendah (Suyatno, 2000). g.
Dukungan keluarga Keluarga khususnya ayah merupakan bagian yang vital dalam keberhasilan dalam praktik menyusui. Masih banyak pendapat yang salah bahwa ayah cukup menjadi pengamat yang pasif, padahal sebenarnya ayah mempunyai peran yang sangat menentukan dalam keberhasilan menyusui karena ayah akan turut menentukan kelancaran refleks pengeluaran ASI (let down refleks) yang sangat dipengaruhi oleh keadaan emosi atau perasaan ibu. Ayah dapat berperan aktif dalam keberhasilan pemberian ASI dengan jalan memberikan dukungan secara emosional dan bantuan-bantuan praktis lainnya.
4. Pengetahuan a. Pengertian pengetahuaan Pengetahuan adalah segala sesuatu yang dapat diterangkan dengan metode ilmiah yang harus dilakukan untuk menyelesaikan suatu persoalan ilmiah dengan menggunakan teori kebenaran baik yang dilakukan saat sekarang atau masa yang akan datang
32
(Tjokronegoro, A & Sudarsono, S., 2001). Pengetahuan adalah proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri (Bakhtiar, 2004). Pengetahuan adalah suatu proses untuk mengetahui dan menghasilkan sesuatu yang didorong rasa ingin tahu yang bersumber dari kehendak dan kemauan manusia (Suhartono, 2005). Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2007). b. Manfaat pengetahuaan Menurut
Suhartono
(2005)
pengetahuan
diperlukan
manusia untuk memecahkan setiap persoalan yang muncul sepanjang kehidupan manusia dalam pencapaian tujuan hidup yaitu kebahagiaan, keadaan makmur, tenteram, damai dan sejahtera baik pada taraf individual maupun taraf sosial. Pengetahuan juga dapat membuat manusia memiliki kemampuan untuk
mempertahankan
dan
mengembangkan
hidup.
Pengetahuan juga berguna supaya manusia tidak melakukan penyelidikan dan pemikiran mengenai sesuatu hal yang pada akhirnya menjadi sia-sia. Pengetahuan berguna bagi manusia dalam menentukan kebenaran dan kepastian dalam menentukan kesehatan jiwa. Pengetahuan akan membuat seseorang mampu menentukan kepastian tentang suatu hal, dan apa yang dipikirkan di
dalam
pernyataan-pernyataan
adalah
sungguh-sungguh
(Watloly, 2005). Pengetahuan yang benar juga bermanfaat sebagai dasar kebenaran bagi manusia dalam mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi yang bisa membuat manusia terkena dampak negatifnya karena tidak mutlak seluruhnya perkembangan teknologi baik bagi kehidupan manusia (Bakhtiar, 2005).
33
c. Tingkat pengetahuaan Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan menurut Notoatmodjo (2007), yaitu: 1) Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah
di
pelajari
sebelumnya.
Termasuk
ke
dalam
pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, ’tahu’ ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. 2) Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk mejelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap hal yang dipelajari. 3) Aplikasi (Application) Aplikasi
diartikan
sebagai
kemampuan
untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau hukum–hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. 4) Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen–komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis
34
dapat dilihat dari penggunaan kata–kata kerja, dapat menggambarkan
(membuat
bagan),
membedakan,
memisahkan, mengelompokan, dan sebagainya. 5) Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian–bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi–formulasi yang ada. 6) Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian–penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria–kriteria yang telah ada. d. Cara mengukur pengetahuan Pengukuran
pengetahuan
dapat
dilakukan
dengan
wawancara atau angket yang menanyakan materi yang ingin diukur. Kedalaman pengetahuan yang kita ukur dapat disesuaikan dengan tingkatan pengetahuan. Jika ingin mengubah perilaku masyarakat dari perilaku yang negatif dan positif maka masyarakat harus diberi pengetahuan yang benar-benar positif (Wiryo, 2001). Pengetahuan yang diukur dapat digolongkan dalam kategori sudah baik, cukup dan kurang (Setiadi, 2007). Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan jumlah skor jawaban dengan skor yang diharapkan (tertinggi) kemudian dikalikan 100% dan hasilnya berupa persentasi dengan rumus yang digunakan sebagai berikut : P = persentase F = frekuensi dari seluruh alternatif jawaban yang menjadi pilihan yang telah dipilih responden atas pertanyaan yang diajukan
35
n = jumlah frekuensi seluruh alternatif jawaban yang menjadi pilihan responden selaku peneliti 100% = bilangan genap (Sabarguna, 2008). Menurut Arikunto (2006) dalam buku Wawan & Dewi (2010)
pengetahuan
seseorang
dapat
di
ketahui
dan
diinterpresentasikan dalam skala yang bersifat kualitatif yaitu : 1) Tingkat pengetahuan baik bila skor atau nilai 76 – 100%. 2) Tingkat pengetahuan cukup bila skor atau nilai 56 – 75%. 3) Tingkat pengetahuan kurang bila skor atau nilai ≤ 55% Pengukuran
pengetahuan
dapat
dilakukan
dengan
wawancara atau angket yang menanyakan tenteng isi materi yang akan diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan – tingkatan diatas (Notoatmodjo, 2007). e. Faktor –faktor yang mempegaruhi pengetahuan Faktor internal yaitu faktor yang berasal dalam diri manusia yang mengandung kebenaran lebih objektif, pasti dan dapat dipercaya. Atas faktor internal maka pengetahuan lahir sebagai metode, sistem dan kebenaran yang bersifat khusus. Adapun
faktor
internal
meliputi
motivasi,
pendidikan,
pengalaman, dan persepsi yang bersifat bawaan. (Notoadmodjo, 2002; Suhartono, 2005). 1) Umur Umur merupakan variabel yang selalu diperhatikan dalam penelitian – penelitian epidemiologi yang merupakan salah satu hal yang mempengaruhi pengetahuan. Umur adalah lamanya hidup seseorang dalam tahun yang dihitung sejak dilahirkan. Semakin tinggi umur seseorang, maka semakin bertambah pula ilmu atau pengetahuan yang dimiliki karena pengetahuan seseorang diperoleh dari pengalaman sendiri
36
maupun
pengalaman
yang
diperoleh
dari
orang
lain
(Notoadmojo, 2003). Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20 – 30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia dibawah 20 tahun ternyata 2 – 5 kali lebih tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia 20 – 29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30 – 35 tahun (Winkjosastro, 2007). 2) Pendidikan Pendidikan merupakan proses menumbuh kembangkan seluruh
kemampuan
pengetahuan
dan
sehingga
perilaku dalam
manusia
melalui
pendidikan
perlu
dipertimbangkan umur (proses perkembangan klien) dan hubungan dengan proses belajar. Tingkat pendidikan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang untuk lebih mudah menerima ide – ide dan teknologi. Pendidikan meliputi peranan penting dalam menentukan kualitas manusia. Dengan pendidikan manusia dianggap
akan
memperoleh
pengetahuan
implikasinya
(Notoadmojo, 2003). Semakin tinggi tingkat pendidikan, hidup manusia akan semakin berkualitas karena pendidikan yang tinggi akan menambahkan pengetahuan yang baik yang menjadikan hidup yang berkualitas. Pendidikan adalah ilmu yang mempelajari serta memproses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang. Usahakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan proses dan cara (http//:www.pendidikan.net). Pada
penelitian
ini
pengukuran
variabel
tingkat
pendidikandapat digolongkan berdasarkan undang – undang : Republik Indonesia sistem pendidikan nasional tahun 2003, yaitu : pendidikan dasar terdiri dari SD dan SMP, pendidikan
37
menengah terdiri dari diploma, dan perguruan tinggi yang terdiri dari sarjana, magister spesialis (UU Sisdiknas, 2003). Tingkat pendidikan ibu yang masih mengakibatkan kurangnya pengetahuan ibu dalam menghadapi masalah. Pengetahuan ini diperoleh baik secara formal maupun non formal. Sedangkan ibu – ibu yang mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi, umumnya terbuka dalam menerima perubahan/hal – hal baru, guna pemeliharaan kesehatan
(Depkes
RI,
1999).
Dalam
perkembangan
selanjutnya oleh para ahli pendidikan, dan untuk kepentingan pengukuran hasil pendidikan, ketiga domain ini diukur dari : a) Pengetahuan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan (knowlege). b) Sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan (attitude). c) Praktik atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan materi pendidikan yang diberikan (practice) (Notoatmodjo, 2007). Faktor eksternal yaitu dorongan dari luar yang memerlukan pengetahuan khusus dan pasti dalam mengelola sumber daya yang ada sehingga dapat bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan hidup seperti ekonomi, lingkungan, informasi, dan kebudayaan (Notoadmodjo, 2002; Suhartono, 2005). Sebagian besar pengetahuan dapat diperoleh melalui pendidikan formal maupun nonformal. Sedangkan pendidikan sendiri dipengaruhi oleh pengalaman, ekonomi, tersedianya fasilitas dan lingkungan yang mendukung perkembangan pengetahuan individu. Sedangkan pengalaman didukung oleh pengetahuan
yang
didapat
dan
diingat
dari
kejadian
38
sebelumnya. Jadi, semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin tinggi pengetahuannya (Sudarmita, 2002). (1) Paparan media massa Melalui berbagai media massa baik cetak maupun elektronik maka berbagai informasi dapat di terima oleh masyarakat, sehingga seseorang yang lebih sering terpapar media massa akan memperoleh informasi yang lebih banyak dan dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan yang dimiliki (Notoadmojo, 2003). (2) Ekonomi Dalam memenuhi kebutuhan primer, maupun sekunder keluarga, status ekonomi yang baik akan lebih mudah tercukupi dibanding orang dengan status ekonomi rendah.Bila ditinjau dari faktor sosial ekonomi, maka pendapatan
merupakan
salah
satu
faktor
yang
mempengaruhi tingkat wawasan masyarakat mengenai sanitasi, lingkungan dan perumahan (Notoadmojo, 2003). (3) Pekerjaan Pekerjaan adalah kegiatan yang harus dilakukan tertentu, terutama untuk menunjang kehidupanya dan keluarganya (Nursalam, 2001). Pekerjaan ibu yang diperkirakan dapat mempengaruhi pengetahuan dan kesempatan
ibu
dalam
memberikan
pengetahuan
responden yang bekerja lebih baik bila dibandingkan dengan pengetahuan responden yang tidak bekerja, semua ini disebabkan karena ibu yang bekerja diluar rumah (Sektor Formal) memiliki akses yang lebih baik terhadap berbagai informasi (DepKes RI, 2002).
39
(4) Pendapatan Bila ditinjau dari faktor sosial ekonomi, maka pendapatan
merupakan
salah
satu
faktor
yang
mempengaruhi tingkat wawasan masyarakat mengenai sanitasi,
lingkungan
dan
perumahan.
Kemampuan
anggaran rumah tangga juga mempengaruhi kecepatan untuk meminta pertolongan apabila anggota keluarganya sakit (Widoyono,2008). (5) Hubungan sosial Faktor kemampuan
hubungan individu
sosial
sebagai
mempengaruhi
komunikan
untuk
menerima pesan menurut model komunikasi media (Notoadmojo, 2003). (6) Pengalaman Pengalaman adalah suatu sumber pengetahuan atau
suatu
cara
untuk
mamperoleh
kebenaran
pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu. Pengalaman seseorang individu tentang berbagai hal biasanya diperoleh dari lingkungan kehidupan dalam proses perkembanganya, misalnya sering mengikuti organisasi (Notoadmojo, 2003). f. Cara memperoleh pengetahuan Menurut
Bakhtiar
(2004)
semua
orang
memiliki
pengetahuan. Namun yang menjadi persoalan adalah dari mana dan lewat apa pengetahuan itu diperoleh. Pengetahuan dapat bersumber dari indrawi. Pengetahuan ini hanya berdasarkan kenyataan hal-hal yang telah dilihat secara individual dan intelektif yaitu pengetahuan yang diperoleh dalam proses pemikiran atau akal yang mendalam (Watloly, 2005).
40
Cara tradisional atau nan ilmiah meliputi : 1) Kepercayaan berdasarkan adat-istiadat, tradisi dan agama yang merupakan nilai-nilai warisan nenek moyang. Sumber ini biasanya berbentuk norma atau kaidah yang kebenarannya tidak dapat dibuktikan. 2) Kesaksian orang lain. Kesaksian ini biasanya didapatkan dari orang yang berpengalaman dan berpengetahuan lebih luas sebelumnya seperti orangtua, guru, ulama dan orang yang dituakan dan apapun yang dikatakan mereka baik atau buruk, benar atau salah biasanya diikuti tanpa kritik. 3) Pengalaman individu. Pengalaman sering dijadikan sebagai alat vital dalam memenuhi kebutuhan hidup. Pengalaman yang dimaksud dalam hal ini adalah pengalaman indrawi karena dengan indra manusia dapat menggambarkan sesuatu dengan benar (Bakhtiar, 2004). 4) Akal pikiran. Akal pikiran mampu menangkap hal-hal yang metafisis, spiritual, abstrak, universal, yang seragam dan yang bersifat tetap. Akal pikiran cenderung memberikan pengetahuan lebih umum, objektif dan pasti sehingga dapat diyakini kebenarannya (Bakhtiar, 2004; Suhartono, 2005). 5)
Intuisi. Intuisi merupakan pemahaman yang tertinggi, juga merupakan pengalaman batin yang bersifat langsung artinya berbuat dengan alasan yang jelas. Dengan demikian pengetahuan intuisi kebenarannya tidak dapat diuji karena hanya berlaku secara personal belaka (Suhartono, 2005). Cara modern atau ilmiah yang meliputi : Pada dewasa ini lebih sistemis, logis dan ilmiah yang disebut
dengan
metode
penelitian
ilmiah
(Research
Methodology). Metode penelitian sebagai suatu cara untuk memperoleh kebenaran ilmu pengetahuan dan pemecahan suatu masalah. Lewrence green menjelaskan bahwa perilaku
41
itu dilatarbelakangi atau dipengaruhi oleh tiga faktor pokok, yaitu : a) Faktor Predisposisi (predisposing factor) Dalam hal ini pendidikan kesehatan ditujukan untuk menggugah kesadaran, memberikan atau meningkatkan pengetahuan
masyarakat
tentang
pemeliharaan
dan
peningkatan kesehatan. b) Faktor Pemungkin (enabling factor) Faktor pemungkin ini berupa fasilitas atau sarana dan prasarana kesehatan, maka bentuk pendidikan kesehatanya adalah memberdayakan masyarakat agar mampu mengadakan sarana dan prasarana kesehatan. Fasilitas
ini
pada
hakikatnya
mendukung
atau
memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan yaitu : (1) Ketersediaan fasilitas Salah
satu
wujud
kepedulian
pemerintah
indonesia terhadap kesehatan masyarakat adalah dibangunya sejumlah puskesmas dan posyandu. Pembangunan puskesmas dimaksudkan sebagai salah satu lembaga pelayanan kesehatan yang terdepan. Artinya, sebagai lembaga yang diharapkan menjadi ujung tombak kesehatan masyarakat akan dapat meningkatkan perananya untuk melayani masyarakat terbawah di berbagai daerah di indonesia. Sementara
itu,
terdapat
berbagai
pilihan
fasilitas kesehatan yang dimanfaatkan masyarakat untuk mencari kesembuhan ketika mengalami sakit. Fasilitas dimaksud adalah pengobatan keluarga yang dilakukan sendiri misalnya minum jamu, fasilitas pengobatan Non Medis misalnya dengan pertolongan dukun atau alternatif lain serta fasilitas pertolongan
42
Medis misalnya dengan pertolongan dokter atau bidan berdasarkan ilmu kedokteran. Konsep sakit dan penyakit dibentuk atas dasar nilai budaya setempat dengan demikian, akan terjadi berbagai variasi perilaku
pemanfaatan
fasilitas
kesehatan
yang
dipengaruhi oleh stuktur sosial setempat. (2) Keterjangkauan fasilitas Perilaku masyarakat dalam memanfaatkan fasilitas
kesehatan
ditujukan
dengan
perilaku
berganti atau meneruskan mengunakan lebih dari satu fasilitas. Fasilitas kesehatan yang di manfaatkan pertama kali pada umumnya dilakukan secara sendiri lebih dahulu. Untuk mewujudkan peningkatan derajat dan status kesehatan penduduk, ketersediaan dan keterjangkauan fasilitas dan sarana kesehatan merupakan salah satu faktor penentu utama. g. Faktor penguat (reinforcing factor) Faktor ini
menyangkut
sikap
dan
perilaku
tokoh
masyarakat (toma) dan tokoh agama (toga), serta petugas termasuk oetugas kesehatan . untuk berperilaku sehat, masyarakat bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif, dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas dan para petugas kesehatan.
5. Pernikahan Dini a. Pengertian Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita yang pada umumnya berasal dari lingkungan yang berbeda terutama dari lingkungan keluarga
43
asalnya, kemudian mengikatkan diri untuk mencapai tujuan keluarga yang kekal dan bahagia (Muhammad, 2005). Pernikahan yang ideal untuk perempuan adalah 21-25 tahun
sementara laki-laki 25-28 tahun. Karena di usia itu organ reproduksi perempuan secara psikologis sudah berkembang dengan baik dan kuat serta siap untuk melahirkan keturunan secara fisik pun mulai matang. Sementara laki-laki pada usia itu kondisi psikis dan fisiknya sangat kuat, hingga mampu menopang kehidupan keluarga untuk melindungi baik sera psikis emosional, ekonomi dan sosial (Al-ghifari, 2004). Melakukan pernikahan tanpa kesiapan dan pertimbangan yang matang dari satu sisi dapat mengindikasikan sikap tidak affresiatif terhadap makna nikah dan bahkan lebih jauh bisa merupakan pelecehan terhadap kesakralan sebuah pernikahan. Sebagian masyarakat yang melangsungkan perkawinan usia muda ini dipengaruhi karena adanya beberapa faktor-faktor yang mendorong mereka untuk melangsungkan perkawinan usia muda atau di bawah umur. b. Faktor-faktor yang mendorong untuk melangsungkan pernikahan dini Menurut
Akhmad Jayadiningrat, sebab-sebab utama dari
perkawinan usia muda adalah dimana keinginan untuk segera mendapatkan tambahan anggota keluarga. Tidak adanya pengertian mengenai akibat buruk perkawinan terlalu muda, baik bagi mempelai itu sendiri maupun keturunannya. Sifat kolot orang jawa yang tidak mau menyimpang dari ketentuan adat. Kebanyakan orang desa mengatakan bahwa mereka itu mengawinkan anaknya begitu muda hanya karena mengikuti adat kebiasaan saja. Terjadinya perkawinan usia muda menurut Hollean dalam Suryono disebabkan oleh adanya masalah ekonomi keluarga. Orang tua dari gadis meminta masyarakat kepada keluarga laki-laki
44
apabila mau mengawinkan anak gadisnya. Bahwa dengan adanya perkawinan anak-anak tersebut, maka dalam keluarga gadis akan berkurang satu anggota keluarganya yang menjadi tanggung jawab (makanan, pakaian, pendidikan, dan sebagainya) (Soekanto, 1992). Selain menurut para ahli di atas, ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya perkawinan usia muda yang sering dijumpai di lingkungan masyarakat kita yaitu : 1) Ekonomi Perkawinan usia muda terjadi karena keadaan keluarga yang hidup di garis kemiskinan, untuk meringankan beban orang tuanya maka anak wanitanya dikawinkan dengan orang yang dianggap mampu. 2) Pendidikan Rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan orang tua, anak dan masyarakat, menyebabkan adanya kecenderungan mengawinkan anaknya yang masih dibawah umur. 3) Faktor orang tua Orang tua khawatir kena aib karena anak perempuannya berpacaran dengan laki-laki yang sangat lengket sehingga segera mengawinkan anaknya. c. Dampak pernikahan dini Pernikahan dini ditinjauan dari bagai aspek sangat merugikan kepentingan anak dan sangat membahayakan kesehatan anak akibat dampak pernikahan dini atau pernikahan di bawah umur. Berbagai dampak pernikahan dini atau pernikahan dibawah umur sebagai berikut: 1) Dampak terhadap hukum Amanat Undang-undang tersebut di atas bertujuan melindungi anak, agar anak tetap memperoleh haknya untuk
45
hidup, tumbuh dan berkembang serta terlindungi dari perbuatan kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi. 2) Dampak biologis Anak secara biologis alat-alat reproduksinya masih dalam proses menuju kematangan sehingga belum siap untuk melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya, apalagi jika sampai hamil kemudian melahirkan. Jika dipaksakan justru akan terjadi trauma, perobekan yang luas dan infeksi yang akan membahayakan organ reproduksinya sampai membahayakan jiwa anak. Patut dipertanyakan apakah hubungan seks yang demikian atas dasar kesetaraan dalam hak reproduksi antara isteri dan suami atau adanya kekerasan seksual dan pemaksaan terhadap seorang anak. 3) Dampak Psikologis Secara psikis anak juga belum siap dan mengerti tentang hubungan seks, sehingga akan menimbulkan trauma psikis
berkepanjangan
dalam
jiwa
anak
yang
sulit
disembuhkan. Anak akan murung dan menyesali hidupnya yang berakhir pada perkawinan yang dia sendiri tidak mengerti atas putusan hidupnya. Selain itu, ikatan perkawinan akan menghilangkan hak anak untuk memperoleh pendidikan (Wajar 9 tahun), hak bermain dan menikmati waktu luangnya serta hak-hak lainnya yang melekat dalam diri anak. 4) Dampak Sosial Fenomena sosial ini berkaitan dengan faktor sosial budaya dalam masyarakat patriarki yang bias gender, yang menempatkan perempuan pada posisi yang rendah dan hanya dianggap pelengkap seks laki-laki saja. Kondisi ini sangat bertentangan dengan ajaran agama apapun termasuk agama Islam yang sangat menghormati perempuan (Shaheed, 2007). 5) Kanker leher rahim
46
Perempuan yang menikah dibawah umur 20 th beresiko terkena kanker leher rahim. Pada usia remaja, sel-sel leher rahim belum matang. Kalau terpapar human papiloma virus atau HPV pertumbuhan sel akan menyimpang menjadi kanker. Leher rahim ada dua lapis epitel, epitel skuamosa dan epitel kolumner. Pada sambungan kedua epitel terjadi pertumbuhan yang aktif, terutama pada usia muda. Epitel kolumner
akan
berubah
menjadi
epitel
skuamosa.
Perubahannya disebut metaplasia. Kalau ada HPV menempel, perubahan menyimpang menjadi displasia yang merupakan awal dari kankes. Pada usia lebih tua, di atas 20 tahun, sel-sel sudah matang, sehingga resiko makin kecil. 6) Neoritis deperesi Depresi berat atau neoritis depresi akibat pernikahan dini ini, bisa terjadi pada kondisi kepribadian yang berbeda. Pada pribadi introvert (tertutup) akan membuat si remaja menarik diri dari pergaulan. Dia menjadi pendiam, tidak mau bergaul, bahkan menjadi seorang yang schizoprenia atau dalam bahasa awam yang dikenal orang adalah gila. Sedang depresi berat pada pribadi ekstrovert (terbuka) sejak kecil, si remaja terdorong melakukan hal-hal aneh untuk melampiaskan amarahnya.
Seperti,
perang
piring,
anak
dicekik
dan
sebagainya. Dengan kata lain, secara psikologis kedua bentuk depresi sama-sama berbahaya. 7) Konflik yang berujung perceraian Sibuknya seorang remaja menata dunia yang baginya sangat baru dan sebenarnya ia belum siap menerima perubahan ini. Positifnya, ia mencoba bertanggung jawab atas hasil perbuatan yang dilakukan bersama pacarnya (Kampono, 2007).
47
B.
Kerangka Teori Faktor predisposisi : 1. Pengetahuan 2. Sikap 3. Pendidikan 4. Ekonomi(pekerjaan, pendapatan) 5. Umur
Faktor pendukung : 1. Tersedianya fasilitas kesehatan 2. Keterjangkauan kesehatan
fasilitas
Praktik menyusui
3. Ketersediaan waktu
Faktor pendorong: 1. Dukungan suami dan keluarga 2. Dukungan tenaga kesehatan 3. Dukungan masyarakat
Gambar 2.1 kerangka teori Sumber : Notoatmodjo, 2002, Suhartono, 2005, Bakhtiar, 2004, Watloly, 2005, Nurhidayah, 2007
48
C.
Kerangka Konsep Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainya, atau antara variabel yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2010). Konsep penelitian ini terdiri dari karakteristik, tingkat pengetahuan, meliputi praktik menyusui.
Variable independent
Variable dependent
1. Pengetahuan 2. Umur
1. Praktik menyusui
3. Pendidikan
2. Pernikahan dini
4. Pekerjaan 5. Pendapatan
Variable Kontrol 1. Lingkungan sekitar 2. Motivasi ibu 3. Lingkungan keluarga 4. Dukungan suami
D.
Variabel Penelitian 1.
Variabel Bebas (independen) Variabel bebas (independen) yaitu variabel yang menjadi sebab timbulnya atau adanya variabel dependen (Sugiyono, 2005). Variabel independen dalam penelitian ini adalah “ karakteristik dan pengetahuan ibu menyusui”
49
2.
Variabel Terikat (Dependen) Variabel Terikat (Dependen) yaitu variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2005). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah “ praktik menyusui dan pernikahan dini”.
E.
Hipotesis Penelitian 1. Ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan riwayat pernikahan dini dengan praktik menyusui 2. Ada hubungan antara umur ibu dengan riwayat pernikahan dini dengan praktik menyusui 3. Ada hubungan antara pendidikan ibu dengan riwayat pernikahan dini dengan praktik menyusui 4. Ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan riwayat pernikahan dini dengan praktik menyusui 5. Ada hubungan antara pendapatan ibu dengan riwayat pernikahan dini dengan praktik menyusu