BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis)
2.1.1 Konsep Prolanis Prolanis merupakan upaya promotif dan preventif yang dilakukan oleh BPJS kesehatan pada era JKN. Pada buku panduan praktis program pengelolaan penyakit kronis yang diterbitkan oleh BPJS sudah dijelaskan secara detail mengenai konsep prolanis. Prolanis adalah suatu sistem pelayanan kesehatan dan pendekatan proaktif yang dilaksanakan secara terintegrasi yang melibatkan peserta, fasilitas kesehatan dan BPJS Kesehatan dalam rangka pemeliharaan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan yang menderita penyakit kronis untuk mencapai kualitas hidup yang optimal dengan biaya pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien. Kegiatan Prolanis ini tentunya sangat bermanfaat bagi kesehatan para pengguna peserta BPJS. Selain itu kegiatan Prolanis dapat membantu BPJS kesehatan dalam meminimalisir kejadian PTM, dimana pembiayaan untuk pasien dengan penyakit kronis sangat tinggi, maka perlu dilakukan upaya pencegahan terkait penyakit kronis. Adapun tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan Prolanis ini adalah mendorong peserta penyandang penyakit kronis mencapai kualitas hidup optimal dengan indikator 75% peserta terdaftar yang berkunjung ke FKTP memiliki hasil “baik” pada pemeriksaan spesifik terhadap penyakit DM tipe 2 dan hipertensi sesuai panduan klinis terkait sehingga dapat mencegah timbulnya komplikasi penyakit (BPJS Kesehatan, 2014). Sasaran dari kegiatan prolanis adalah seluruh peserta BPJS Kesehatan penyandang penyakit kronis khusunya Diabetes Melitus (DM) Tipe II dan hipertensi. Kegiatan Prolanis
8
9 lebih menyasar penyangdang penyakit DM tipe II dan hipertensi dikarenakan penyakit tersebut dapat ditangani ditingkat primer dan dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi. Adapun kegiatan yang dilaksanakan Prolanis meliputi aktifitas konsultasi medis/edukasi, Home Visit, Reminder SMS gateway, aktifitas klub dan pemantauan status kesehatan. Penanggung jawab dalam kegiatan Prolanis adalah kantor cabang BPJS Kesehatan bagian manajemen pelayanan primer. Pada pelaksanaan kegiatan prolanis FKTP yang bekerjasama dengan BPJS dan melaksanakan kegiatan prolanis harus memberikan laporan pertanggungjawaban ke pihak BPJS Kesehatan. Laporan ini tentunya digunakan oleh BPJS untuk memonitoring apakah pelaksanakan kegiatan dapat berjalan secara lancar sesuai dengan yang diharpakan serta dapat menyelesaikan permasalahn ataupun kendala-kendala yang dihadapi oleh FKTP selama pelaksanaan kegiatan Prolanis. 2.1.2 Persiapan Pelaksanaan Prolanis Berdasarkan buku panduan praktis program pengelolaan penyakit kronis yang diterbitkan oleh BPJS kesehatan, adapun persiapan yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan kegiatan prolanis meliputi : 1. Melakukan identifikasi data peserta sasaran berdasarkan: a. Hasil Skrining Riwayat Kesehatan dan atau b. Hasil Diagnosa DM dan Hipertensi (pada Faskes Tingkat Pertama maupun RS) 2. Menentukan target sasaran 3. Melakukan pemetaan Faskes Dokter Keluarga/ Puskesmas berdasarkan distribusi target sasaran peserta 4. Menyelenggarakan sosialisasi Prolanis kepada Faskes Pengelola 5. Melakukan pemetaan jejaring Faskes Pengelola (Apotek, Laboratorium)
10 6. Permintaan pernyataan kesediaan jejaring Faskes untuk melayani peserta Prolanis 7. Melakukan sosialisasi Prolanis kepada peserta (instansi, pertemuan kelompok pasien kronis di RS, dan lain-lain) 8. Penawaran kesediaan terhadap peserta penyandang DM Tipe 2 dan Hipertensi untuk bergabung dalam Prolanis 9. Melakukan verifikasi terhadap kesesuaian data diagnosa dengan form kesediaan yang diberikan oleh calon peserta Prolanis 10. Mendistribusikan buku pemantauan status kesehatan kepada peserta terdaftar Prolanis 11. Melakukan rekapitulasi data peserta terdaftar 12. Melakukan entri data peserta dan pemberian flag peserta Prolanis 13. Melakukan distribusi data peserta Prolanis sesuai Faskes Pengelola 14. Bersama dengan Faskes melakukan rekapitulasi data pemeriksaan status kesehatan peserta, meliputi pemeriksaan GDP, GDPP, Tekanan Darah, IMT, HbA1C. Bagi peserta yang belum pernah dilakukan pemeriksaan, harus segera dilakukan pemeriksaan 15. Melakukan rekapitulasi data hasil pencatatan status kesehatan awal peserta per Faskes Pengelola (data merupakan luaran Aplikasi P-Care) 16. Melakukan Monitoring aktifitas Prolanis pada masing-masing Faskes Pengelola: a. Menerima laporan aktifitas Prolanis dari Faskes Pengelola b. Menganalisa data 17. Menyusun umpan balik kinerja Faskes Prolanis 18. Membuat laporan kepada Kantor Divisi Regional/ Kantor Pusat.
11 2.1.3 Bentuk Kegiatan Prolanis Untuk mencapai tujuannya dalam prolanis terdapat enam kegiatan pokok yang harus dilaksanakan secara teratur oleh FKTP yang bersangkutan, adapun kegiatan prolanis adalah sebagai berikut (BPJS Kesehatan, 2014) : 1. Konsultasi Medis Peserta Prolanis Konsultasi medis ini berkaitan dengan peserta yang ingin berkonsultasi mengenai keluhan yang dialami dengan dokter. Jadwal konsultasi medis disepakati bersama dengan peserta dengan fasilitas kesehatan pengelola. 2. Edukasi Kelompok Peserta Prolanis Edukasi kelompok peserta (klub) Prolanis adalah kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan dalam upaya memulihkan penyakit dan mencegah timbulnya kembali penyakit serta meningkatkan status kesehatan bagi peserta prolanis. Sasaran dari kegiatan edukasi klub Prolanis ini adalah terbentuknya Klub Prolanis minimal 1 fasilitas kesehatan pengelola 1 klub. Pengelompokan diutamakan berdasarkan kondisi kesehatan peserta dan kebutuhan edukasi. Adapun langkah-langkah yang dilakukan pada kegiatan edukasi kelompok peserta Prolanis adalah (a) mendorong fasilitas kesehatan pengelola melakukan identifikasi peserta terdaftar sesuai tingkat severitas penyakit DM tipe 2 dan hipertensi yang disandang; (b) memfasilitasi koordinasi antara fasilitas kesehatan pengelola dengan organisasi profesi/dokter spesialis diwilayahnya; (c) memfasilitasi penyusunan kepengurusan dalam klub; (d) memfasilitasi penyusunan kriteria duta prolanis yang berasal dari peserta, duta Prolanis bertindak sebagai motivator dalam kelompok Prolanis (membantu fasilitas kesehatan pengelola melakukan proses edukasi bagi anggota klub); (e) memfasilitasi penyusunan jadwal dan rencana aktifitas klub minimal 3
12 bulan pertama; (f) melakukan monitoring aktifitas edukasi pada masing-masing faskes pengelola yaitu menerima laporan aktifitas fasilitas kesehatan Prolanis; (h) membuat laporan kepada Kantor Divisi Regional/Kantor Pusat dengan tembusan kepada Organisasi Profesi terkait diwilayahnya 3. Reminder Melalui SMS Gateway Reminder adalah kegiatan untuk memotivasi peserta untuk melakukan kunjungan rutin kepada Faskes Pengelola melalui pengingatan jadwal konsultasi ke fasilitas kesehatan pengelola tersebut. Adapun sasaran dari kegiatan reminder SMS gateway adalah tersampaikannya reminder jadwal konsultasi peserta ke masing-masing fasilitas kesehata pengelola. Langkah-langkah yang dilakukan dalam kegiatan remider ini adalah (a) melakukan rekapitulasi nomor Handphone peserta Prolanis/Keluarga peserta per masing-masing fasilitas kesehatan pengelola; (b) entri data nomor handphone kedalam aplikasi SMS Gateway; (c) melakukan rekapitulasi data kunjungan per peserta per fasilitas kesehatan pengelola; (d) entri data jadwal kunjungan per peserta per fasilitas kesehatan pengelola; (e) melakukan monitoring aktifitas reminder (melakukan rekapitulasi jumlah peserta yang telah mendapat reminder); (f) melakukan analisa data berdasarkan jumlah peserta yang mendapat reminder dengan jumlah kunjungan; (g) membuat laporan kepada Kantor Divisi Regional/Kantor Pusat. 4. Home Visit Home Visit adalah kegiatan pelayanan kunjungan ke rumah Peserta Prolanis untuk pemberian informasi/edukasi kesehatan diri dan lingkungan bagi peserta Prolanis dan keluarga. Adapun sasaran dari kegiatan Home Visit adalah peserta prolanis dengan kriteria peserta baru terdaftar, peserta tidak hadir terapi di Dokter Praktek
13 Perorangan/Klinik/Puskesmas 3 bulan berturut-turut, peserta dengan GDP/GDPP di bawah standar 3 bulan berturut-turut, peserta dengan Tekanan Darah tidak terkontrol 3 bulan berturut-turut, dan peserta pasca opname. Langkah-langkah yang dilakukan dalam kegiatan Home Visit adalah (a) melakukan identifikasi sasaran peserta yang perlu dilakukan Home Visit; (b) memfasilitasi fasilitas kesehatan pengelola untuk menetapkan waktu kunjungan; (c) bila diperlukan, dilakukan pendampingan pelaksanaan Home Visit; (d) melakukan administrasi Home Visit kepada fasilitas kesehatan pengelola dengan berkas formulir Home Visit yang mendapat tanda tangan Peserta/Keluarga peserta yang dikunjungi dan lembar tindak lanjut dari Home Visit/lembar anjuran fasilitas kesehatan pengelola; (e) melakukan monitoring aktifitas Home Visit (melakukan rekapitulasi jumlah peserta yang telah mendapat Home Visit); (f) melakukan analisa data berdasarkan jumlah peserta yang mendapat Home Visit dengan jumlah peningkatan angka kunjungan dan status kesehatan peserta; (g) membuat laporan kepada Kantor Divisi Regional/Kantor Pusat. 5. Aktivitas Klub Aktivitas klub di masing-masing FKTP memiliki aktivitas yang berbeda namun tetap mengacu pada tujuan program. Aktivitas klub dilakukan sesuai dengan inovasi dari masing-masing FKTP. Salah satu aktivitas klub yang dilaksanakan adalah senam. 6. Pemantauan Status Kesehatan Pemantaun status kesehatan dilakukan oleh FKTP kepada peserta terdaftar yang meliputi pemeriksaan tekanan darah dan pemeriksaan kadar gula darah oleh tenaga kesehatan. Jadwal pemeriksaan disesuaikan dengan masing-masing FKTP.
14 Pelaksanaan kegiatan-kegiatan Prolanis dilakukan pencatatan dan pelaporan terkait hasil
dari
pelaksanan
Prolanis
tersebut
untuk
dijadikan
dokumentasi
dan
pertanggungjawaban kepada pihak penyelenggara yaitu BPJS Kesehatan. Pencatatan dan pelaporan Prolanis menggunakan aplikasi pelayanan primer (P-Care).
2.2
Peran Puskesmas dalam Prolanis Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Permenkes RI No.75, 2014). Puskesmas merupakan fasilitas kesehatan tingkat pertama yang berperan penting dalam kegiatan promotif dan preventif serta memberi pelayanan kesehatan tingkat primer. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama adalah pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat non spesialistik (tingkat pertama) meliputi pelayanan rawat jalan dan rawat inap (BPJS Kesehatan, 2014). Fasilitas kesehatan yang dapat memberikan pelayanan Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP) adalah puskesmas atau yang setara; praktik dokter; praktik dokter gigi; klinik Pratama atau yang setara termasuk fasilitas kesehatan tingkat pertama milik TNI/POLRI; dan rumah sakit Kelas D Pratama atau yang setara. Sedangkan fasilitas kesehatan Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP) adalah fasilitas kesehatan tingkat pertama yang menyediakan fasilitas rawat inap. Pada era JKN peran puskesmas sebagai penyedia layanan primer semakin terus ditingkatkan. Hal ini dikarenakan seluruh FKTP termasuk puskesmas merupakan fasilitas pertama yang dimanfaatkan oleh pasien atau sebagai Gate Keeper, dimana FKTP diharapkan mampu menyelesaikan permasalahan kesehatan sesuai dengan kompetensi
15 yang harus dimiliki FKTP. Gatekeeper Concept adalah konsep sistem pelayanan kesehatan dimana fasilitas kesehatan tingkat pertama yang berperan sebagai pemberi pelayanan kesehatan dasar berfungsi optimal sesuai standar kompetensinya dan memberikan pelayanan kesehatan sesuai standar pelayanan medik (BPJS Kesehatan, 2014). Puskesmas salah satunya yang menjadi Gate Keeper pada era JKN ini tentunya perlu menigkatkan mutu pelayanan kesehatan yang disediakan serta mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah kerjanya. Puskesmas juga berperan penting dalam menurunkan angka kejadian PTM terutama untuk penyakit Diabetes Melitus (DM) tipe II dan hipertensi. Penyakit tersebut dirasa mampu ditangani di fasilitas kesehatan primer. Selain itu juga berperan penting dalam melakukan pencegahan terhadap komplikasi penyakit dengan melaksanakan skrining atau deteksi dini PTM. Berbagai upaya terkait PTM sudah dilaksanakan oleh puskesmas untuk mencegah peningkatan kasus PTM yaitu (1) surveilan faktor risiko PTM oleh puskesmas, dinas kesehatan kabupaten/kota, dan dinas kesehatan provinsi; (2) deteksi dini risiko PTM oleh puskesmas, dinas kesehatan kabupaten/kota, dan dinas kesehatan provinsi; (3) penanggulangn faktor risiko PTM dengan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) oleh puskesmas, dinas kesehatan kabupaten/kota, dan dinas kesehatan provinsi; (4) pencegahan dan penanggulangan faktor risiko PTM berbasis masyarakat melalui poskesdes, posyandu, dan posbindu PTM (Rahajeng, 2012). Semenjak diberlakukan sistem pembiayaan kapitasi untuk FKTP maka setiap FKTP semakin berlomba-lomba meningkatkan mutu layanannya dan memberikan pelayanan yang komprehensif. Terlebih diberlakukannya sistem kapitasi berbasis pemenuhan komitmen layanan yang tercantum pada Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 2 Tahun 2015. Kapitasi berbasis pemenuhan komitmen layanan adalah penyesuaian besaran tarif kapitasi
16 berdasarkan hasil penilaian pencapaian indikator pelayanan kesehatan perseorangan yang disepakai berupa komitmen pelayanan FKTP dalam rangka peningkatan mutu pelayanan (Peraturan BPJS Kesehatan No. 2 Tahun 2015). Pemenuhan komitmen pelayanan dinilai berdasarkan pencapaian indikator dalam komitmen pelayanan yang dilakukan FKTP meliputi angka kontak (AK); rasio rujukan rawat jalan kasus non spesialistik (RRNS); rasio peserta prolanis rutin berkunjung ke FKTP (RPPB) (Peraturan BPJS Kesehatan No. 2 Tahun 2015). Pada indikator komitmen pelayanan ada indikator terkait pelaksanaan prolanis, oleh sebab itu setiap FKTP khususnya puskesmas wajib melaksanakan prolanis agar terpenuhinya semua indikator komitmen pelayanan dan mendapatkan dana kapitasi yang sesuai.
2.3
Persepsi Masyarakat Sebagai Komponen Penting Implementasi Prolanis Program pengelolan penyakit kronis (Prolanis) menyasar peserta BPJS Kesehatan
penyandang penyakit kronis (DM tipe II dan hipertensi). Peserta Prolanis ini merupakan komponen penting pada implementasi Prolanis di FKTP. Hal ini dikarenakan setiap FKTP harus memenuhi target rasio kunjungan yang ditetapkan untuk pembayaran kapitasi setiap FKTP. Target rasio kunjungan yang dimaksud adalah target zona aman yaitu rasio kunjungan paling sedikit sebesar 50% sedangkan target zona prestasi yaitu rasio kunjungan paling sedikit 90% (Peraturan BPJS Kesehatan No.2 Tahun 2015). Untuk mencapai target yang telah ditentukan tersebut maka FKTP harus secara aktif dan berkelanjutan melaksanakan berbagai aktivitas layanan Prolanis. Salah satu cara untuk melihat implementasi dari berbagai aktivitas layanan Prolanis di masing-masing FKTP dapat diketahui melalui persepsi peserta Prolanis.
17 Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan atau persepsi adalah memberi makna kepada stimulus (Notoadmojo, 2010). Sedangkan menurut Sarwono (2012) persepsi didefinisikan sebagai pengamatan yang merupakan kombinasi dari pengelihatan, pendengaran, penciuman serta pengalaman masa lalu. Menurut Notoatmojo (2010) faktor-fakor yang mempengaruhi stimulus dibedakan menjai dua yaitu : 1. Faktor Eksternal a. Kontras yaitu cara termudah untuk menarik perhatian adalah dengan membuat kontras baik pada warna, ukuran, bentuk atau gerakan. b. Perubahan intensitas yaitu misalkan suara yang berubah dari pelan menjadi keras, atau cahaya yang berubah dengan intensitas tinggi akan menarik perhatian. c. Pengulangan yaitu stimulus yang dilakukan dengan berulang-ulang tentunya akan lebih menarik perhatian, walaupun pada mulanya stimulus tersebut tidak masuk dalam rentang perhatian kita maka akhirnya akan mendapat perhatian kita. d. Sesuatu yang baru yaitu suatu stimulus yang baru akan lebih menarik perhatian kita daripada sesuatu yang telah kita ketahui. e. Sesuatu yang menjadi perhatian orang banyak yaitu suatu stimulus yang menjadi perhatian orang banyak akan menarik perhatian kita. 2. Faktor internal Faktor internal adalah
faktor yang ada pada dalam diri seseorang yang akan
mempengaruhi bagaimana seseorang menginterpretasikan stimulus yang dilihatnya.
18 Adapun faktor-faktor internal adalah : a. Pengalaman/pengetahuan Pengalaman atau pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan faktor yang sangat berperan dalam menginterpretasikan stimulus yang kita peroleh. Pengalaman masa lalu atau apa yang telah kita pelajari akan menyebabkan terjadinya perbedaan interpretasi. b. Harapan atau expectation Harapan terhadap sesuatu akan mempengaruhi persepsi terhadap stimulus. c. Kebutuhan Kebutuhan akan sesuatu menyebabkan stimulus tersebut dapat masuk dalam rentang perhatian
kita
dan
kebutuhan
ini
akan
menyebabkan
kita
menginterpretasikan stimulus secara berbeda. d. Motivasi Motivasi akan mempengaruhi persepsi seseorang, jika seseorang termotivasi ingin menjaga kesehatannya maka akan menginterpretasikan rokok sebagai sesuatu yang negatif. e. Emosi Emosi seseorang akan mempengaruhi persepsinya terhadap stimulus yang ada. f. Budaya Seseorang dengan latar belakang budaya yang sama akan menginterpretasikan orang-orang dalam kelompoknya secara berbeda, namun mempersepsikan orang-orang di luar kelompoknya sama saja. Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang tidak hanya berasal dari dalam diri orang tersebut, melainkan
19 dipengaruhi oleh faktor dari luar dirinya. Faktor internal yang mempengaruhi persepsi peserta Prolanis terhadap implementasi aktivitas layanan Prolanis di FKTP adalah pengalaman dan motivasi. Dengan pernah ikut terlibat dalam aktivitas layanan Prolanis maka peserta sudah memiliki pengalaman terhadap keikutsertaannya tersebut, sehingga mereka dapat merasakan kualitas dari aktivitas layanan yang mereka ikuti. Dengan berbagai pengalaman yang peserta rasakan terhadap aktivitas layanan Prolanis maka peserta dapat menghasilkan persepsi terhadap implementasi aktivitas layanan Prolanis yang diberikan FKTP. Selain itu, setiap peserta memiliki motivasi yang berbeda terkait upaya pemeliharaan kesehatan mereka. Apabila peserta Prolanis memiliki motivasi yang lebih untuk meningkatkan kesehatannya maka mereka akan memiliki persepsi bahwa aktivitas layanan Prolanis penting untuk rutin diikuti karena bermanfaat untuk kesehatan. Salah satu faktor eksternal yang dapat berpengaruh terhadap persepsi peserta Prolanis adalah faktor pengulangan. Faktor pengulangan yang dimaksud yaitu semakin sering suatu aktivitas layanan Prolanis diadakan atau diulang-ulang maka akan dapat lebih menarik perhatian peserta yang mengikuti aktivitas layanan tersebut. Sehingga semakin sering dilaksanakannya aktivitas layanan Prolanis maka akan mempengaruhi persepsi peserta Prolanis untuk ikut berpartisipasi.
2.4
Penelitian Terdahulu terkait Implementasi Prolanis 1. Mawaddah
Assupina,
Misnaniarti,
dan
Anita
Rahmiwati
(2013)
dalam
penelitiannya yang berjudul “Analisis Implementasi Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) Pada Dokter Keluarga PT ASKES di Kota Palembang Tahun 2013”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi Prolanis berdasarkan Peraturan Direksi PT Askes (Persero) Nomor 121 Tahun 2012 di
20 tingkat Dokter Keluarga PT Askes di Kota Palembang. Penelitian ini dilakukan dikarenakan penyakit kronis merupakan salah satu penyakit yang mengakibatkan kematian terbanyak, selain itu program prolanis telah dijalankan PT Askes (Persero) sejak tahun 2010 namun dalam pelaksanaannya dari 19 dokter keluarga prolanis hanya 5 dokter keluarga yang baru berpartisipasi aktif serta realisasi biaya di PT Askes pada tahun 2012 justru terjadi kenaikan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif dengan pengumpulan data melalui wawancara mendalam, telaah dokumen dan FGD. Subyek dari penelitian ini ada sebanyak 16 informan yang berasal dari PT Askes Cabang Utama Palembang, Dokter Keluarga Prolanis, dan Peserta Prolanis. Hasil dari penelitian ini meliputi SDM, dana, sarana, metode, perencanaan prolanis, pengorganisasian prolanis, tata laksana prolanis, serta pemantauan dan evaluasi prolanis. Dari analisis SDM diketahui SDM yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan Prolanis di PT Askes Cabang Utama Palembang diserahkan kepada Kepala Bagian Manajemen Provider dan Utilisasi serta seorang staf bagian tersebut yang juga merangkap sebagai Personal In Charge (PIC), sedangkan untuk pelaksana di Dokter Keluarga dilakukan oleh dokter yang bersangkutan dibantu oleh perawat dan petugas administrasi, hal ini telah sesuai dengan Peraturan Direksi PT Askes No. 121 tahun 2012 namun masih terjadi kekurangan SDM. Analisis dari segi dana tidak ditemui permasalahan mengenai anggaran. Analisis dari segi sarana diketahui masih terjadi kendala pada penyedian saran dan tempat untuk pelaksanaan aktivitas klub. Analisis dari segi metode diketahui metode pelaksanaan dan pengelolaan program pengelolaan penyakit kronis ini diatur dalam
21 Peraturan Direksi PT Askes No. 121 Tahun 2012 tentang pedoman prolanis. Perencanaan prolanis terdiri dari mapping peserta, penyediaan PPK, pelatihan bagi dokter keluarga, penyebaran panduan klinis serta penyebaran buku pemantauan kesehatan. PT Askes telah melakukan upaya dalam proses penjaringan peserta demi mencapai target kepesertaan. Salah satunya dengan membuat pojok prolanis di rumah sakit yang menjadi mitra PT Askes. Namun sayangnya, dari segi dokter keluarga belum adanya upaya khusus dalam melakukan penjaringan peserta demi mencapai target yang diberikan oleh PT Askes. Untuk pelaksanaannya sendiri, dokter keluarga yang belum aktif pelaksanaan hanya pada 5 dari 7 pilar dengan alasan tidak ada tempat, kesibukan dokter, dan peserta yang tidak bersedia. Masih terdapat kendala guna pencapaian tujuan prolanis seperti PIC hanya satu orang, sarana tempat yang tidak tersedia di tiap dokter keluarga dan target peserta yang belum mencapai target. 2. Novita Murti Sari (2015) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Implementasi Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) BPJS Kesehatan Pada Puskesmas di Kabupaten Sukoharjo”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi Prolanis pada Puskesmas di Kabupaten Sukoharjo sebagai kabupaten dengan jumlah penderita DM dan Hipertensi tinggi di Jawa Tengah. Penelitian ini perlu dilakukan dengan alasan Prolanis merupakan pengelolaan penyakit kronis termasuk diabetes melitus dan hipertensi pada penderita yang merupakan peserta BPJS Kesehatan untuk mencegah komplikasi, peningkatan kualitas hidup, dan pembiayaan jaminan kesehatan yang efektif dan efisien. Berdasarkan hasil evaluasi tahun 2015, pada tahun 2014 diketahui BPJS
22 Kesehatan justru mengalami defisit pembiayaan akibat pembengkakan biaya klaim dan kapitasi. Kabupaten Sukoharjo merupakan wilayah dengan kasus diabetes mellitus tertinggi di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012. Oleh sebab itu dilakukan penelitian terkait implementasi Prolanis. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif. Data didapatkan dari hasil wawancara mendalam dan telaah dokumen. Penelitian dilakukan pada informan yang berjumlah 9 orang terdiri dari pelaksana Prolanis puskesmas, kepala puskesmas, staff puskesmas, peserta Prolanis, dan Staff MPKP BPJS Kesehatan. Data disajikan dalam bentuk naratif dan matrik wawancara. Hasil Penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan Prolanis dilaksanakan berdasarkan Buku Panduan Pelaksanaan Prolanis sesuai dengan Peraturan No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Berdasarkan dasar tersebut diketahui bahwa pelaksana Prolanis di Puskesmas dari 7 kegiatan, baru terlaksana penyuluhan kesehatan, pemeriksaan kesehatan, senam prolanis, dan pemberian obat dikarenakan keterbatasan tenaga dan waktu pelaksana Prolanis di Puskesmas. Tata laksana kegiatan pada puskesmas berbeda karena tidak ada SOP untuk Prolanis. Target kepesertaan Prolanis masih belum tercapai karena indikator tidak spesifik, relevan, dan penderita yang dirujuk balik dari FKTL masih rendah sehingga penderita sulit dijaring oleh pelaksana Prolanis. Pelaksanaan monitoring belum optimal karena hanya terdapat satu PIC Prolanis di BPJS Kesehatan cabang Surakarta.