8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
TEORI GELOMBANG DAN BUNYI Pada bagian ini akan diberikan beberapa definisi dan pengertian dasar
mengenai gelombang dan bunyi serta hal-hal yang berkaitan dengan teori ini. 2.1.1 Pengertian Gelombang Gerak gelombang muncul di dalam hampir tiap-tiap cabang fisika, seperti gelombang air, gelombang bunyi, gelombang cahaya, gelombang radio, dan gelombang elektromagnetik lainnya. Sebuah perumusan mengenai atom dan partikel-partikel sub-atomik dinamakan mekanika gelombang. Jelaslah bahwa sifat-sifat gelombang sangat penting di dalam fisika. Gelombang dapat didefenisikan sebagai getaran yang merambat melalui medium yang dapat berupa zat padat, cair, dan gas. Gelombang terjadi karena adanya sumber getaran yang bergerak terus-menerus. Medium pada proses perambatan gelombang tidak selalu ikut berpindah tempat bersama dengan rambatan gelombang. Misalnya bunyi yang merambat melalui medium udara, maka partikel-partikel udara akan bergerak osilasi (lokal) saja. Gelombang berdasarkan medium perambatannya dapat dikategorikan menjadi gelombang mekanik dan gelombang elektromagnetik. Gelombang mekanik terdiri dari partikel-partikel yang bergetar, dalam perambatannya memerlukan medium. Contohnya gelombang bunyi, gelombang pada air, gelombang tali. Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang dihasilkan dari perubahan medan magnet dan medan listrik secara berurutan, arah getar vektor medan listrik dan medan magnet saling tegak lurus. Perambatan gelombang ini tidak memerlukan medium dan bergerak mendekati kelajuan cahaya. Contohnya sinar gamma (γ), sinar X, sinar ultra violet, cahaya tampak, infra merah, gelombang radar, gelombang TV, gelombang radio. Berdasarkan arah getar dan arah rambat, gelombang dibedakan menjadi dua jenis yaitu gelombang transversal dan gelombang longitudinal. Gelombang transversal adalah gelombang yang arah rambatannya tegak lurus terhadap arah getarnya, contohnya gelombang pada tali , gelombang permukaan air, gelombang
9
cahaya. Sedangkan gelombang longitudinal adalah gelombang yang arah merambatnya searah dengan arah getarnya, contohnya gelombang bunyi dan gelombang pada pegas. Gelombang ini terdiri dari rapatan dan regangan. Rapatan adalah daerah-daerah dimana kumparan-kumparan mendekat selama sesaat. Regangan adalah daerah-daerah dimana kumparan-kumparan menjauh selama sesaat. Rapatan dan regangan berhubungan dengan puncak dan lembah pada gelombang transversal. Gelombang transversal dan gelombang longitudinal dapat digambarkan secara grafis pada gambar 2.1.
Gambar 2.1a Gelombang Transversal (diambil dari Cutnell & Johnson, 1992)
Gambar 2.1b Gelombang Longitudinal (diambil dari Stanley Wolfe, 2003) Besaran-besaran yang digunakan untuk mendiskripsikan gelombang antara lain panjang gelombang (λ) adalah jarak antara dua puncak yang berurutan, frekuensi (ƒ) adalah banyaknya gelombang yang melewati suatu titik tiap satuan waktu, periode (T) adalah waktu yang diperlukan oleh gelombang melewati suatu titik, amplitudo (A) adalah simpangan maksimum dari titik setimbang, kecepatan gelombang (v) adalah kecepatan dimana puncak gelombang (atau bagian lain dari gelombang) bergerak. Kecepatan gelombang harus dibedakan dari kecepatan partikel pada medium itu sendiri. Pada waktu merambat gelombang membawa energi dari satu tempat ke tempat lain. Saat gelombang merambat melalui medium maka energi dipindahkan sebagai energi getaran antar partikel dalam medium tersebut.
10
2.1.2 Pengertian Bunyi Bunyi, secara harafiah dapat diartikan sebagai sesuatu yang kita dengar. Bunyi merupakan hasil getaran dari partikel-partikel yang berada di udara (Sound Research Laboratories Ltd, 1976) dan energi yang terkandung dalam bunyi dapat meningkat secara cepat dan dapat menempuh jarak yang sangat jauh (Egan, 1972). Defenisi sejenis juga dikemukakan oleh Bruel & Kjaer (1986) yang menyatakan bahwa bunyi diidentikkan sebagai pergerakan gelombang di udara yang terjadi bila sumber bunyi mengubah partikel terdekat dari posisi diam menjadi partikel yang bergerak. Secara lebih mendetail, Doelle (1972) menyatakan bahwa bunyi mempunyai dua defenisi, yaitu: 1. Secara fisis, bunyi adalah penyimpangan tekanan, pergeseran partikel dalam medium elastik seperti udara. Definisi ini dikenal sebagai bunyi Obyektif. 2. Secara fisiologis, bunyi adalah sensasi pendengaran yang disebabkan penyimpangan fisis yang digambarkan pada bagian atas. Hal ini disebut sebagai bunyi subyektif. Secara singkat, Bunyi adalah suatu bentuk gelombang longitudinal yang merambat secara perapatan dan perenggangan terbentuk oleh partikel zat perantara serta ditimbulkan oleh sumber bunyi yang mengalami getaran. Rambatan gelombang bunyi disebabkan oleh lapisan perapatan dan peregangan partikel-partikel udara yang bergerak ke luar, yaitu karena penyimpangan tekanan. Hal serupa juga terjadi pada penyebaran gelombang air pada permukaan suatu kolam dari titik dimana batu dijatuhkan. Gelombang
bunyi
adalah
gelombang
yang
dirambatkan
sebagai
gelombang mekanik longitudinal yang dapat menjalar dalam medium padat, cair dan gas. Medium gelombang bunyi ini adalah molekul yang membentuk bahan medium mekanik ini (Sutrisno, 1988). Gelombang bunyi ini merupakan vibrasi/getaran molekul-molekul zat dan saling beradu satu sama lain namun demikian
zat
tersebut
terkoordinasi
menghasilkan
gelombang
serta
mentransmisikan energi bahkan tidak pernah terjadi perpindahan partikel (Resnick dan Halliday , 1992).
11
Berbicara, tentang substansi yang menjalar apabila gelombang bunyi mencapai tapal batas maka gelombang bunyi tersebut akan terbagi dua yaitu sebagian
energi
ditransmisikan/diteruskan
dan
sebagian
lagi
direfleksikan/dipantulkan. Suatu penelitian mengenai terjadinya penjalaran bunyi, mendeteksi dan penggunaan bunyi sangat penting untuk mengetahui lebih lanjut akan pengalihan energi mekanik (Giancoli, 1998). Gambar 2.2 dan 2.3 adalah perambatan gelombang bunyi pada kondisi medium yang berbeda.
Gambar 2.2 Rambatan Gelombang bunyi dari medium kurang rapat ke medium yang lebih rapat [18].
Gambar 2.3 Rambatan Gelombang bunyi dari medium lebih rapat ke medium yang kurang rapat [18]. Hewan
menggunakan
gelombang
bunyi/suara
untuk
memperoleh
perubahan informasi dan untuk mendeteksi lokasi dari suatu objek. Misalnya ikan lumba-lumba, kelelawar, menggunakan gelombang bunyi untuk mengemudi dan menentukan lokasi makanan, apabila cahaya tidak cukup untuk pengamatan. Manusia berusaha menggunakan gelombang bunyi sebagai pengganti cahaya (Ackerman et al, 1988). Syarat terdengarnya bunyi ada tiga macam yaitu ada sumber bunyi, ada medium (udara), dan ada penerima/pendengar.
12
Pada udara, variasi-variasi tekanan ini berbentuk kompresi (compressions) dan regangan (rarefactions) yang periodik. Pada gambar 2.4 dan 2.5, bel meradiasikan nada murni (pure tone) ke semua arah, sehingga menciptakan satu dataran gelombang melingkar. Getaran yang terjadi terus-menerus (continuaes) hingga berhenti pada bel menyebabkan deret kompresi dan regangan udara yang bergerak secara longitudinal dari sumber. Amplitudo gelombang dibawa serta oleh tekanan, yang mana semakin besar amplitudo maka semakin besar juga kompresi dan regangan yang terjadi.
Gambar 2.4 Radiasi bunyi dari bel
Gambar 2.5 Dua implus tunggal yang memiliki ketinggian (magnitude) atau amplitudo berbeda menjauh dari sumber bunyi. Perubahan tekanan yang membawa informasi bunyi ini bergerak pada arah yang sama dengan muka gelombang, yaitu secara longitudinal, sehingga dapat dikatakan bunyi merupakan gerakan gelombang mekanis yang longitudinal.
13
2.1.3 Sifat – Sifat Bunyi Pengertian mengenai sifat-sifat dasar fisik bunyi merupakan suatu hal yang sangat penting untuk diketahui dalam mengembangkan suatu pendekatan secara sistematis terhadap masalah kontrol kebisingan. Bunyi mempunyai beberapa sifat seperti: asal dan perambatan bunyi, frekuensi bunyi, cepat rambat bunyi, panjang gelombang, intensitas, kecepatan partikel dan lain-lainya sebagai berikut. 2.1.3.a Asal dan Perambatan Bunyi Semua benda yang dapat bergetar mempunyai kecenderungan untuk menghasilkan bunyi. Bila ditinjau dari arah getarnya, bunyi termasuk gelombang longitudinal dan bila dilihat dari medium perambatannya, bunyi termasuk gelombang mekanik. 2.1.3.b Frekuensi Bunyi Frekuensi merupakan gejala fisis obyektif yang dapat diukur oleh instrumen-instrumen akustik. Frekuensi adalah ukuran jumlah putaran ulang per peristiwa dalam selang waktu yang diberikan. Untuk memperhitungkan frekuensi, seseorang menetapkan jarak waktu, menghitung jumlah kejadian peristiwa, dan membagi hitungan ini dengan panjang jarak waktu. Hasil perhitungan ini dinyatakan dalam satuan hertz (Hz) yaitu nama pakar fisika Jerman Heinrich Rudolf Hertz yang menemukan fenomena ini pertama kali. Frekuensi adalah banyaknya getaran per banyaknya waktu pada waktu lampau satuan dari ukuran sebuah frekuensi didefinisikan sebagai banyaknya siklus perdetik (cps). Sekarang, frekuensi ditentukan dalam satuan yang disebut Hertz (Hz). Satu Hertz sama dengan satu siklus perdetik. Frekuensi yang dapat didengar oleh Manusia berkisar 20 sampai 20.000 Hz dan jangkauan frekuensi ini dapat mengalami penurunan pada batas atas rentang frekuensi sejalan dengan bertambahnya umur manusia (lipscomb & Taylor, 1978). Jangkauan frekuensi audio manusia akan berbeda jika umur manusia juga berbeda. Frekuensi bunyi dapat didefinisikan sebagai jumlah periode siklus kompresi dan regangan yang muncul dalam satu satuan waktu [6, Hal 7].
14
f = 1/T
(2-1)
dimana : f = Frekuensi (Hz) T = Waktu (detik) Gelombang dengan berbagai macam frekuensi yang terbentuk pada gelombang sinusoida dapat ditunjukkan pada gambar 2.6 berikut.
Gambar 2.6 Gelombang sinusoida dengan beberapa macam frekuensi; gelombang yang bawah mempunyai frekuensi yang lebih tinggi. Sedangkan periode adalah banyaknya waktu per banyaknya getaran, sehingga periode berbanding terbalik dengan frekuensi [6, Hal 7]. T=
dimana :
1 (s) f
(2-2)
= Frekuensi (Hz) = periode (detik)
Dalam tabel 2.1 berikut dapat dilihat perbedaan dari jarak rentang frekuensi yang dapat ditransmisikan dan diterima oleh beberapa sumber dan penerima bunyi [6]. Tabel 2.1 Jarak rentang frekuensi yang ditransmisikan dan diterima oleh sumber dan penerima bunyi. Sumber Bunyi
Rentang Frekuensi (Hz)
Manusia
85 – 5000
Anjing
450 – 1080
Kucing
780 – 1520
Piano
30 – 4100
Pitch Music Standart
440
15
Terompet
190 – 990
Drum
95 – 180
Kelelawar
10.000 – 120.000
Jangkrik
7.000 – 100.000
Burung Nuri
2.000 – 13.000
Burung Kakak Tua
7.000 – 120.000
Mesin Jet
5 – 50.000
Mobil
15 – 30.000 Penerima Bunyi
Rentang Frekuendi (Hz)
Manusia
20 – 20.000
Anjing
15 – 50.000
Kucing
60 – 65.000
Kelelawar
1000 – 120.000
Jangkrik
100 – 15.000
Burung Nuri
250 – 21.000
Burung Kakak Tua
150 – 150.000
Sumber:hhtp://www.iptek.net.id/ind/?mnu=8&ch=jsti&id=173
2.1.3.c Cepat Rambat Bunyi Bunyi bergerak pada kecepatan berbeda-beda pada tiap media yang dilaluinya. Pada media gas udara, cepat rambat bunyi tergantung pada kerapatan, suhu, dan tekanan [6, Hal 10].
=
(2-3)
atau dalam bentuk yang sederhana dapat ditulis : = 20,05√
dimana : c = Cepat rambat bunyi (m/s) γ = Rasio panas spesifik (untuk udara = 1,41) Pa = Tekanan atmosfir (Pascal) ρ = Kerapatan (Kg/m3) T = Suhu (K)
16
Pada media padat bergantung pada modulus elastisitas dan kerapatan, sedangkan pada media cair bergantung pada modulus bulk dan kerapatan [6, Hal 11].
=
(2-4)
dimana : E = Modulus young (N/m2) ρ = Kerapatan (Kg/m3) Pada media cair bergantung pada modulus bulk dan kerapatan.
c=
K
(2-5)
dimana : K = Modulus bulk (N/m2)
= Kerapatan (Kg/m3) Karena bunyi merupakan gelombang maka bunyi mempunyai cepat rambat yang dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu : 1. Kerapatan partikel medium yang dilalui bunyi. Semakin rapat susunan partikel medium maka semakin cepat bunyi merambat, sehingga bunyi merambat paling cepat pada zat padat. Tabel 2.2 disajikan beberapa kecepatan bunyi dalam material tertentu. Tabel 2.2 Cepat rambat bunyi pada berbagai material [Hemond, 1983] Material
Kecepatan bunyi (ft/s)
Kecepatan bunyi (m/s)
Udara
1,1
335
Timah
3,7
1128
Air
4,5
1385
Beton
10,2
3109
Kayu
11,1
3417
Kaca
15,5
4771
Baja
16
4925
2. Suhu medium, semakin panas suhu medium yang dilalui maka semakin cepat bunyi merambat. Hubungan ini dapat dirumuskan kedalam
17
persamaan matematis (v = v0 + 0,6.t) dimana v0 adalah cepat rambat pada suhu nol derajat dan t adalah suhu medium. Besar kecilnya cepat rambat bunyi pada suatu medium sangat tergantung pada temperatur medium tersebut (Beranek & L’ver, 1992). 2.1.3.d Panjang Gelombang Panjang suatu gelombang bunyi dapat didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh perambatan bunyi selama tiap siklus. Hubungan antara panjang gelombang, frekuensi, dan cepat rambat bunyi dapat ditulis sebagai berikut sesuai [6, Hal 12] (2-6)
=
dimana : λ = Panjang gelombang bunyi (m) c = Cepat rambat bunyi (m/s) f = Frekuensi (Hz) 2.1.3.e Intensitas Bunyi Intensitas bunyi adalah aliran energi yang dibawa gelombang udara dalam suatu daerah per satuan luas [6, Hal 15]. Intensitas bunyi dalam arah tertentu di suatu titik adalah laju energi bunyi rata-rata yang ditransmisikan dalam arah tersebut melewati satu-satuan luasan yang tegak lurus arah tersebut di titik bersangkutan. Untuk tujuan praktis dalam dalam pengendalian kebisingan lingkungan, tingkat tekanan bunyi sama dengan tingkat intensitas bunyi (Doelle, 1972). Intesitas bunyi pada tiap titik dari sumber dinyatakan dengan : =
dimana :
(2-7) I = Intensitas bunyi (W/m2) W = Daya akustik (Watt) A = Luas area yang ditembus tegak lurus oleh gelombang bunyi (m2)
18
Ambang batas pendengaran manusia, yaitu nilai minimum intensitas daya bunyi yang dapat dideteksi telinga manusia, adalah 10-6 W/cm2. Tingkat tekanan bunyi beberapa macam bising dan bunyi tertentu ditunjukkan dalam tabel 2.3. Tabel 2.3 Skala intensitas Kebisingan Jenis Bising/Bunyi Jet tinggal landas, meriam, mesin, uap, halilintar, band rock. Bising lalu lintas, peluit polisi, knalpot truk. Kantor yang bising, radio pada umumnya, perusahaan. Percakapan pada umumnya, radio perlahan, rumah bising. Kantor pribadi, ruang tenang, percakapan yang tenang. Gemirisik daun, bisikan, nafas manusia.
Desibel
Kriteria
100-130
Menulikan
80-100
Sangat keras
60-80
Keras
40-60
Sedang
20-40
Lemah
S/d 20
Sangat lemah
2.1.3.f Kecepatan Partikel Radiasi bunyi yang dihasilkan suatu sumber bunyi akan mengelilingi udara sekitarnya. Radiasi bunyi ini akan mendorong patikel udara yang dekat dengan permukaan luar sumber bunyi. Hal ini akan menyebabkan bergeraknya partikel-partikel di sekitar radiasi bunyi yang disebut dengan kecepatan partikel pada persamaan. =
dimana :
(2-8) = Kecepatan partikel (m/s) p = Tekanan (Pa) ρ = Massa jenis bahan (Kg/m3) c = cepat rambat bunyi (m/s)
Dengan menggunakan kesetimbangan momentum antara momentum linear dan impuls gaya pada gelombang longitudinal untuk permasalahan solid borne maka dapat dianologikan menjadi persamaannya adalah : =
dimana :
(2-9) = Tegangan pada solid (N/m2)
19
= Massa jenis bahan (Kg/m3) c = Kecepatan bunyi merambat pada batang (m/s) v = Kecepatan partikel (m/s) dengan asumsi bahwa : 1. Gelombang yang terjadi di solid adalah gelombang bidang 2. Persamaan di atas dapat diturunkan menjadi gerak di benda solid 3. Reaksi medium solid berupa tegangan, sedangkan pada udara berupa tekanan. 2.1.3.g Titinada Sifat sensasi pendengaran yang memungkinkan kita menyusun bunyi dalam suatu skala yang berkisar dari frekuensi rendah ke tinggi disebut dengan titinada. Secara subyektif fisiologis, titinada sama dengan frekuensi. Titinada terutama tergantung pada frekuensi bunyi perangsang, makin tinggi frekuensinya, makin tinggi pula titinadanya. 2.1.3.h Warna Nada Sensasi bunyi yang mempunyai titinada disebut nada. Nada murni adalah sensasi bunyi frekuensi tunggal, ditandai dengan ketunggalan titinadanya. Bunyi ini dapat dihasilkan dengan memukul garpu tala atau dengan memainkan nada rendah secara lembut pada suling. Kebanyakan bunyi musik tidak menghasilkan nada murni saja, tetapi menghasilkan bunyi yang terdiri dari beberapa frekuensi tambahan, yang disebut dengan nada kompleks. Nada kompleks adalah sensasi bunyi yang ditandai oleh lebih dari satu frekuensi. Frekuensi terendah yang berada dalam suatu nada kompleks disebut nada dasar, sedangkan komponen-komponen dengan frekuensi lebih tinggi disebut nada atas atau parsial. 2.1.3.i Kekerasan Bunyi Kekerasan bunyi adalah sifat sensasi pendengaran yang subyektif dan dalam besaran kekerasan ini, bunyi dapat disusun pada skala yang berkisar dari lemah sampai keras. Kekerasan adalah tanggapan subyektif terhadap tekanan
20
bunyi dan intensitas bunyi. Phon adalah satuan tingkat kekerasan bunyi, yang dibentuk oleh suatu percobaan psikologis yang sangat luas. Skala phon ikut memperhatikan kepekaan telinga yang berbeda terhadap bunyi dengan frekuensi yang berbeda. 2.1.4 Tekanan Bunyi dan Tingkatan Tekanan Bunyi Tekanan bunyi adalah variasi tekanan diatas dan dibawah tekanan atmosfer dalam satuan pascal. Variasi tekanan ini sifatnya periodik, satu variasi tekanan komplit disebut juga sebagai satu siklus (frekuensi). Secara umum persamaan gelombang tekanan bunyi datang dapat dituliskan sebagai : =
sin (2
−
)
(2-10)
=
sin(2
−
)
(2-11)
dan persamaan untuk gelombang ditransmisikan dan dipantulkan adalah : =
sin(2
+
(2-12)
)
= Tekanan bunyi (N/m2 atau Pa)
dimana :
= Tekanan bunyi ditransmisikan (N/m2 atau Pa) = Tekanan bunyi dipantulkan (N/m2 atau Pa) = Amplitudo tekanan bunyi (N/m2) f
= Frekuensi (Hz)
t
= Waktu (detik)
k1,k2 = Bilangan gelombang pada media 1 dan media 2 = x
= jarak dari sumber gelombang (m)
2
Penyimpangan dalam tekanan atmosfir yang disebabkan getaran partikel udara karena adanya gelombang bunyi disebut tekanan bunyi. Tingkat tekanan bunyi diukur oleh sound level meter yang terdiri atas mikrofon, penguat, dan instrument output (keluaran) yang mengukur tingkat tekanan bunyi dalam decibel. Nilai tingkat tekanan bunyi ini sangat bervariasi, yaitu pada rentang 2 x 10-5 N/m2 hingga 600 N/m2. Bermacam-macam alat/ piranti tambahan dapat disambungkan atau digabungkan pada instrumen dasar ini, sesuai dengan kebutuhan, seperti penganalisis frekuensi atau perekam grafis. Meter
21
tingkat bunyi yang dibuat dalam berbagai ukuran oleh beberapa perusahaan, dapat digunakan untuk sejumlah tujuan dalam akustik lingkungan. Ini merupakan instrumen yang penting dalam menilai dan mengendalikan bunyi bising dan getaran. Tingkat tekanan bunyi di definisikan dalam persamaan berikut sesuai dengan [6, Hal 17]:
dimana : Lp
= 10
( )
dB
(2-13)
= Tingkat tekanan bunyi (Sound Pressure Level (SPL)) (dB)
pref = Tekanan bunyi referensi, 10-5 N/m2 untuk bunyi udara. p (t) = Tekanan bunyi ditranmisikan (Pa) Pada umumnya, suatu instrumen sound level meter dilengkapi dengan fitur pembobotan frekuensi A, B, C, dan flat-weighting (pembobotan datar). 1. Frekuensi Pembobotan –A A-weighted sound level (tingkat pembobotan bunyi –A) ini memberikan hubungan tingkat tekanan bunyi dengan respon manusia untuk berbagai jenis sumber bunyi (Hemond, 1983). Akibatnya, tingkat pembobotan jenis ini paling sering digunakan dalam keperluan pengendalian kebisingan. Satuan tingkat pembobotan bunyi –A adalah decibel dengan simbol dB(A). 2. Frekuensi Pembobotan –B Pembobotan –B ini tidak digunakan lagi dalam instrument untuk pengukuran akustik. 3. Frekuensi Pembobotan –C Respon pembobotan –C ini cukup uniform dari 50 hingga 5000 Hz. Oleh karenanya, pembobotan jenis ini sering digunakan bila pembobotan datar tidak terdapat dalam instrumen sound level meter. Ketika pembobotan –C digunakan, satuan yang digunakan adalah decibel dengan symbol dB(C). 4. Flat-weighting (Pembobotan datar –dB) Pembobotan jenis ini memiliki jangkauan frekuensi yang sangat luas sehingga kadang disebut all pass respons. Pembobotan ini digunakan bila pemakaian sound level meter dilengkapi dengan band filter.
22
Nilai tingkat tekanan bunyi yang didapat dari hasil pengukuran sound lever meter dalam skala decibel (dB), dapat dikonversikan ke dalam satuan dB(A) melalui suatu skala koreksi pada tabel 2.4 berikut: Tabel 2.4 Skala koreksi pembobotan -A Frekuensi (Hz)
Skala Koreksi
31,5
-39,2
63
-26,1
125
-16
250
-8,6
500
-3,3
1000
0
2000
+1,4
4000
+1,8
8000
+1,9
Contohnya dalam suatu pengukuran tingkat tekanan bunyi (Lp) suatu sumber bunyi dengan menggunakan sound level meter yang disertai dengan octave band filter, didapat nilai tingkat tekanan bunyi sebesar 100 dB pada frekuensi pengukuran 63 Hz. Dan bila diinginkan nilai tingkat tekanan bunyi dalam satuan dB(A), maka dengan menggunakan tabel 2.4 di atas, maka didapat: Lp = 100 dB – 26,1 = 73,9 dB(A) 2.1.5 Tingkatan Intensitas Bunyi Intensitas bunyi sangat penting diperhatikan untuk mengetahui radiasi total yang menuju udara oleh sumber bunyi dan untuk mengetahui tekanan bunyi. Intensitas bunyi bergantung pada posisi dalam daerah persatuan luas dimana gelombangnya bergerak secara paralel. Intensitas bunyi akan bernilai maksimum jika arah gelombangnya tegak lurus dari sumber bunyi. Hubungan intensitas bunyi, tekanan bunyi, kecepatan bunyi dan kerapatan udara adalah sebagai berikut [6, Hal 15] : =
(2-14)
23
dimana : prms
= Akar kuadrat tekanan bunyi rata-rata (Pa)
Imax
= Intensitas maksimum (W/m2)
ρ
= Kerapatan udara (Kg/m3)
c
= Cepat rambat bunyi di udara (m/s)
Tingkatan Intensitas bunyi didefinisikan dalam rumus berikut [6, Hal 17] : (2-15)
= 10
dimana : I
= Intensitas bunyi (W/m2)
Iref = Intensitas referensi (10-12 W/m2) 2.1.6 Daya Bunyi dan Tingkatan Daya Bunyi Daya bunyi adalah radiasi sumber bunyi yang menuju ke sekitar udara, dalam satuan Watts. Intensitas merupakan besaran yang setara dengan daya gelombang yang merambat per satuan luas muka gelombang. Berbeda dengan gelombang bidang, gelombang speris yang berpropagasi ke segala arah dengan bidang berbentuk bola (speris) seperti yang disajikan pada gambar 2.7.
Gambar 2.7 Hubungan antara daya bunyi dan intensitas pada bidang gelombang berbentuk bola. Sebagaimana yang berlaku untuk gelombang bidang, maka intensitas gelombang speris dapat dihitung dengan prinsip yang sama. Hanya saja karena muka gelombang berbentuk sperik (bola) maka luasnya adalah 4
. Sehingga
hubungan daya bunyi dengan intensitas bunyi dapat ditulis dalam persamaan : = (4
) ( )
dimana : Ws
= Total daya bunyi (Watts)
(2-16)
24
Is(r)
= Maksimum intensitas bunyi pada jarak radius (W/m2)
r
= Jarak dari titik tengah akustik sumber bunyi ke permukaan imajiner sphere (m)
Tingkatan daya bunyi didefinisikan dalam persamaan : = 10 log
(2-17)
⁄
dimana : Lw = Tingkatan daya bunyi (dB) W = Daya bunyi (Watts) W0 = Daya bunyi referensi (10-12 Watts) 2.1.7 Hubungan Antara Tingkat Daya, Tingkat Intensitas dan Tingkat Tekanan Bunyi Intensitas pada suatu ketika berhubungan dengan tekanan bunyi pada titik dalam daerah bebas dengan mengkombinasikan persamaan pada [6, hal 15 dan 17], maka diperoleh tingkat intensitas bunyi sebagai berikut:
= 10
=
= 10
− 10
= 10
+10
(2-18)
dimana : K = Konstanta = Iref ρc/p2ref = ρc/400 Dengan cara yang sama terhadap tingkat tekanan bunyi, maka : =
+ 10 log
Pada kondisi dimana intensitas adalah seragam dalam sebuah daerah S, daya bunyi dan intensitas berhubungan pada persamaan : W=I.A Selanjutnya hubungan antara tingkat intensitas dan tingkat daya bunyi adalah : 10
=
+ 10
= 10
+ 10
dimana : A = Luas permukaan daerah (m2) A0 = 1 m2
(2-19)
25
2.1.8 Telinga Manusia dan Pendengaran Jika tekanan gelombang bunyi yang berubah mencapai telinga luar, getaran yang diterima gendang telinga diperbesar oleh tulang-tulang kecil di telinga tengah dan diteruskan melewati cairan ke ujung-ujung syaraf telinga dalam. Syaraf akhirnya meneruskan impuls ini ke otak, dimana proses mendengar tahap akhir terjadi, maka sensasi bunyi tercipta. Gambar 2.8 menunjukkan anatomi dari telinga manusia.
Gambar 2.8 Anatomi telinga manusia Pada saat gelombang bunyi mencapai telinga manusia, terjadi suatu penerimaan dan dikatakan terdengar. Bagian luar dan bagian dalam telinga sebenarnya adalah penerima gelombang suara, yang sinyalnya diteruskan ke otak dan kemudian dianalisis di sana. Keseluruhan proses terdiri dari rangkaian beberapa proses tunggal. Gelombang bunyi yang jatuh ke dalam telinga merangsang gendang telinga menjadi getaran paksa. Rantai dari tiga tulang rawan pada pendengaran meneruskan getaran ini ke jendela yang berbentuk oval dan mengantarkan getaran itu ke dalam cairan telinga bagian dalam.Perilimpa memenuhi saluran dalam kokhlea, yang dibagi menurut panjangnya menjadi tiga kolom cairan oleh dua lapisan pemisah (membran Paries vestibularis dan membran basilaris). Saluran-saluran ini dihubungkan satu sama lain pada ujung kokhlea, pada helikotrema . Kemampuan telinga menghasilkan frekuensi tinggi yang teramati berdasarkan pada pemanfaatan dari impuls saraf dalam pusat
26
pendengaran. Membran basilar tidak mengalami tegangan mekanik, karena bentuknya yang seperti gelatin. Ini juga bukan merupakan akibat dari resonator Helmholtz. Pada membran basilar yang terentang di dalam perilimpa, membentuk gelombang berdiri tiga dimensi. Membran basilar adalah detektor yang sesungguhnya dari gelombang bunyi. Tingkat tekanan bunyi minimum yang mampu membangkitkan sensasi pendengaran di telinga pengamat disebut ambang kemampuan dengar (Doelle, 1972). Bila tekanan bunyi ditambah dan bunyi menjadi lebih keras, akhirnya bunyi mencapai suatu tingkat dimana sensasi pendengaran menjadi tidak nyaman. Tingkat tekanan bunyi minimum yang merangsang telinga sampai pada suatu keadaan dimana rasa tidak nyaman timbul dan menyebabkan timbulnya rasa sakit disebut ambang rasa sakit. Kepekaan telinga berubah secara nyata bila terdapat perbedaan frekuensi bunyi yang bersangkutan. Kurva ambang kemampuan didengar dan ambang rasa sakit yang membatasi daerah sensasi pendengaran terlihat pada gambar 2.9.
Gambar 2.9 Kontur kekerasan sama
27
2.2
MATERIAL AKUSTIK Material akustik adalah material teknik yang fungsi utamanya adalah
untuk menyerap suara/bising. Material akustik adalah suatu bahan yang dapat menyerap energi suara yang datang dari sumber suara. Pada dasarnya semua bahan dapat menyerap energi suara, namun besarnya energi yang diserap berbedabeda untuk tiap bahan. Energi suara tersebut dikonversi menjadi energi panas, yang merupakan hasil dari friksi dan resistansi dari berbagai material untuk bergerak dan berdeformasi. Sama halnya dengan besar energi suara yang sangat kecil bila dilihat dalam satuan Watt, energi panas yang dihasilkan juga sangat kecil sehingga secara makrokopis tidak akan terlalu terasa perubahan temperatur pada bahan tersebut. Peredam suara merupakan suatu hal penting didalam desain akustik, dan dapat diklasifikasikan menjadi 4 bagian [19, Trihandoko], yaitu : (1) Material berpori (porous materials), (2) Membran penyerap (panel absorbers), (3) Rongga penyerap (cavity resonators), dan Manusia dan furnitur. 1. Material berpori (porous material), seperti bahan akustik yang umum digunakan, yaitu mineral wool, plester akustik, sama seperti karpet dan bahan gorden, yang dikarakterisasi dengan cara membuat rajutan yang saling mengait sehingga membentuk pori yang berpola. Pada saluran dan rongga yang sempit dan saling merekat inilah terjadi perubahan energi, dari energi suara menjadi energi vibrasi, kalor atau perubahan momentum. Daya penyerapan atau peredaman dari suatu jenis material adalah fungsi dari frekuensi. Penyerapan relatif rendah pada frekuensi rendah dan meningkat terhadap ketebalan material (perhatikan gambar 2.10a, kurva 1, 2, dan 3, kemudian kurva 9, 10, 11 dari gambar 2.10b). Absorpsivitas frekuensi rendah dapat ditingkatkan dengan cara melapisi material sehingga menambah ketebalannya. Mengecat plaster dan tile, secara varial akan menghasilkan efektivitas reduksi yang cukup besar. 2. Membran penyerap (panel absorber): lembar bahan solid (tidak porus) yang dipasang dengan lapisan udara dibagian belakangnya (air space backing). Bergetarnya panil ketika menerima energi suara serta transfer energi getaran tersebut ke lapisan udara menyebabkan terjadinya efek penyerapan suara. Sama halnya separti material berpori, yang berfungsi sebagai peredam suara, yaitu
28
merubah energi suara menjadi energi vibrasi dan kalor. Membran penyerap sangat efisien pada frekuensi rendah (gambar 2.11b). Penambahan porous absorber pada bagian ruang kosong antara ruang panil dan dinding akan lebih jauh meningkatkan efisiensi dari penyerapan frekuensi rendah. 3. Rongga penyerap (cavity resonator), rongga udara dengan volume tertentu dapat dirancang berdasarkan efek resonator Helmholzt. Efek osilasi udara pada bagian leher (neck) yang terhubung dengan voulume udara dalam rongga ketika menerima energi suara menghasilkan efek penyerapan suara, menyerap energi suara paling efisien pada pita frekuensi yang sempit di dekat sumber gaungnya (gambar 2.11c). Peredam jenis ini biasanya dalam bentuk elemen tunggal, seperti blok beton standar dengan rongga yang ditempatkan didalamnya; bentuk lain terdiri dari panil yang berlubang-lubang dan kisi-kisi kayu dengan selimut absorbsi diantaranya. Selain memberikan nilai estetika arsitektur, sistem yang baru saja dijelaskan (bentuk kedua) memberikan absorbsi yang berguna untuk rentang frekuensi yang lebih lebar daripada kemungkinan yang diberikan oleh elemen tunggal berongga (struktur sandwich). 4. Penyerapan suara tiap benda diberikan oleh manusia, meja, kursi dan furnitur kayu seperti terlihat pada gambar 2.11d. Furnitur kayu termasuk didalamnya adalah kursi dan meja. Untuk kondisi dimana terdapat banyak orang dengan meja dan kursi (seperti dapat kita temukan di dalam ruang kelas dan ruang kuliah), akan lebih cocok jika digunakan peredaman per orang dan per benda dari furnitur yang diberikan pada gambar 2.11d daripada peredaman oleh manusia saja seperti dilihat pada kurva 1 dari gambar 2.10 dengan menentukan jumlah dan distribusi peredam jenis ini, dapat dimungkinkan untuk merancang kelakuan waktu gaung terhadap frekuensi untuk memperoleh hampir semua lingkungan akustik yang diinginkan. Hal ini juga dapat memungkinkan untuk merancang sebuah ruangan dimana karakteristik gaungnya dapat diubah dengan cara menggeser atau merubah posisi panil dimana posisi permukaan berpengaruh terhadap sifat peredaman yang berbeda. Selama waktu gaung optimum bergantung terhadap fungsi ruangan, dengan cara ini dapat dimungkinkan untuk merancang sebuah ruangan serba guna (multipurpose
29
rooms). Bagaimanapun, cara seperti ini akan lebih efektif untuk menekan biaya dan memberikan solusi yang fleksibel, khususnya di dalam ruangan yang besar.
Gambar 2.10 Sabine absorptivities of common constructional materials, (1) occupied, audience, orchestra, chorus areas, including the floor beneath. (2) well-upholstered, cloth-covered seat (perforated bottoms) without audience. (3a) curtain (18 oz/yd2) hung to half area. (3b) Leathercovered upholstered seats, without audience, over a reflective floor. (4) Concrete-block wall, unpainted (approximate). (5) Wooden platform, with air space below. (6) Wooden floor. (7) Concrete-block wall, painted (approximate). (8a) Smooth plaster on brick (but see 14) . (8b) Poured concrete, unpainted. (9a) 2-in fiberglass blanket on rigid backing. (9b) Same with 9a but with 1-in. air space between blanket and backing. (10) Heavy carpet on 40 oz (1.35 kg/m2) underpad. Unpainted acoustic tile. Unpainted acoustic plaster. (11) Heavy carpet on concrete. (12) glass window. (13) plaster on lath on studs. (14) 1-in thick, damped plaster on concrete block, brick, or lath. 2-in thick, well-fitted wooden walls. (15) Heavy plate glass window. (adapted from Doelle [13], Beranek, [14] and Knudsen & Harris [16] )
30
Gambar 2.11 Absorption properties of acoustic materials. (a1) Glued acoustic tile ceiling on rigid backing. (a2) Material a1 after two coats of paint (brush or roller). (b) Material a1 suspended away from wall. (c) 2.5 cm thick fiberglass (50 kg/m3) on rigid backing. (d) c but 10 cm thick. (e) 6 mm plywood 75 mm from rigid backing. (f) e with sound isolation blanket . (g) Slotted two-well concrete block, singe-cavity resonator. (h) Perforated panerl resonator with isolation blanket, 10 percent open urea [18]. 2.2.1 Gejala Penyerapan Suara Dalam Material Energi suara datang yang tiba pada suatu bahan akan diubah sebagian oleh bahan tersebut menjadi energi lain, seperti misalnya getar (vibrasi) atau energi panas. Oleh karena itu, bahan yang mampu menyerap suara pada umumnya mempunyai struktur berpori atau berserat.
31
Nilai absorpsivitas suara dihitung menggunakan persamaan dibawah ini:
α=
(2-20)
Dimana Wa dan Wi masing-masing adalah daya suara yang diserap dan daya suara yang tiba pada permukaan bahan. Secara ilustratif, gejala penyerapan suara oleh suatu bahan akustik dapat dilihat pada gambar 2.12 berikut.
Gambar 2.12 Ilustrasi penyerapan energi suara oleh bahan akustik [19, Trihandoko]. Bahan-bahan akustik yang tergolong sebagai bahan penyerap suara antara lain adalah glass wool, rock wool, soft board, carpet, kain, busa, acoustic tiles, resonator, dan lain-lain. 2.3
MATERIAL KOMPOSIT Material komposit adalah penggabungan atau pencampuran bahan yang
sekurang-kurangnya teridiri dari dua bahan material yang berbeda phasa dan sifat mikroskopisnya dengan menggunakan aturan tertentu [3, hal 129]. Contoh material komposit yang tradisional adalah batubara, yang merupakan campuran dari tanah liat yang dicampur dengan rumput dan konkrit yang merupakan campuran antara semen dengan pasir atau batu kerikil. Material komposit biasanya terdiri dari bahan penyusun dan bahan yang mengisolasi bahan lain.
32
Komposit dibentuk dari dua jenis material yang berbeda yaitu : 1. Penguat (reinforcement), yang mempunyai sifat yang kurang ductile tetapi lebih rigid serta lebih kuat. 2. Matriks umumnya lebih ductile tetapi mempunyai kekuatan dan regiditas yang lebih rendah. Saat ini jenis komposit yang paling banyak digunakan adalah komposit berpenguat serat. Hal ini karena serat sebagai penguat memiliki keuntungan sebagai berikut: 1. Memiliki perbandingan panjang dengan diameter (aspect ratio) yang besar. Hal ini menggambarkan bahwa bila digunakan sebagai penguat dalam komposit, serat akan memiliki luas daerah kontak yang luas dengan matriks dibanding bila menggunakan penguat lain. Dengan demikian diharapkan akan terbentuk ikatan yang baik antara serat dengan matriks. 2. ”Size effect”. Serat memiliki ukuran yang kecil sehingga jumlah cacat per satuan volume serat akan lebih kecil dibandingkan material lain. Dengan demikian serat akan memiliki sifat mekanik yang baik dan konsisten. 3. Serat memiliki densitas yang rendah sehingga memilki sifat mekanik spesifik (sifak mekanik per satuan densitas) yang tinggi. 4. Fleksibilitas serat dan diameternya yang kecil membuat proses manufaktur serat menjadi mudah.
2.3.1 Jenis – Jenis Material Komposit Komposit didefinisikan sebagai material yang terdiri dua atau lebih material penyusun yang berbeda, umumnya matriks dan penguat (reinforcement). Matriks adalah bagian komposit yang secara kontinyu melingkupi penguat dan berfungsi mengikat penguat yang satu dengan yang lain serta meneruskan beban yang diterima oleh komposit ke penguat. Sedangkan penguat adalah komponen yang dimasukkan ke dalam matriks yang berfungsi sebagai penerima atau penahan beban utama yang dialami oleh komposit.
33
Berdasarkan jenis penguatnya komposit dibagi: 1. Material komposit serat (fibricus composite), yaitu komposit yang terdiri dari serat dan bahan dasar yang diprosuksi secara fabrikasi, misalnya serat + resin sebagai bahan perekat, sebagai contoh adalah FRP (Fiber Reinforce Plastic) plastik diperkuat dengan serat dan banyak digunakan, yang sering disebut fiber glass. 2. Komposit lapis (laminated composite), yaitu komposit yang terdiri dari lapisan dan bahan penguat, contohnya polywood, laminated glass yang sering digunakan sebagai bahan bangunan dan kelengkapannya. 3. Komposit partikel (particulate composite), yaitu komposit yang terdiri dari partikel dan bahan penguat seperti butiran (batu dan pasir) yang diperkuat dengan semen yang sering kita jumpai sebagai betin. Berdasarkan matriksnya, komposit dibagi menjadi: 1. Metal matrix composites (MMC) yaitu komposit yang menggunakan matriks logam. 2. Ceramic matrix composites (CMC) yaitu komposit yang menggunakan matriks keramik. 3. Polymer matrix composites (PMC) yaitu komposit yang menggunakan matriks polimer. Ditinjau dari matriks yang digunakan, komposit yang paling banyak digunakan adalah komposit bermatriks polimer. Hal ini karena polimer memiliki proses manufaktur yang relatif sederhana, sifat mekanik yang baik, dan membentuk ikatan yang baik dengan sebagian besar penguat. Polimer yang lebih banyak digunakan sebagai matriks komposit adalah polimer termoset, walaupun polimer termoplastik juga dapat digunakan. Penggunaan polimer termoset lebih umum karena proses manufaktur polimer termoset lebih sederhana. Manufaktur komposit termoset biasanya tidak memerlukan temperatur dan tekanan yang tinggi. Viskositas polimer termoset yang rendah pada suhu kamar juga membuat impregnasi (kemampuan meresap) polimer tersebut ke dalam serat lebih baik dibanding termoplastik. Namun termoset juga memiliki kelemahan antara lain sifatnya yang pada umumnya beracun dan kesulitan pendaur-ulangan polimer termoset.
34
2.3.2 Kelebihan Bahan Komposit Bahan komposit mempunyai sifat-sifat mekanik dan fisika yang banyak, diantaranya: 1. Gabungan bahan dasar dan penguat dapat menghasilkan komposit yang mempunyai kekuatan yang lebih tinggi dari bahan dasarnya. 2. Bahan komposit mempunyai berat yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan bahan konvesional. Ini memberikan informasi yang penting dalam penggunaannya karena komposit akan mempunyai kekuatan dan kekuatan spesifik yang lebih tinggi dari bahan konvesional, pengurangan berat adalah suatu aspek yang penting dalam industri pembuatan komposit seperti automobile dan pesawat terbang, karena berhubung dengan penghematan bahan bakar. 3. Bahan komposit tahan terhadap kikisan. 4. Bahan komposit juga mempunyai kelebihan dari segi daya guna, yaitu produk yang mempunyai gabungan sifat-sifat yang menarik dan dapat dihasilkan dengan menggabungkan lebih dari satu serat dengan bahan dasar untuk menghasilkan komposit hybrid.
2.3.3 Kelapa Sawit Kelapa Sawit yang mempunyai nama latin adalah (Elaeis) merupakan tanaman industri penting penghasil minyak makan, minyak industri, maupun bahan bakar (biodisel). Kepala sawit yang mempunyai umur ekonomis 25 tahun dan bisa mencapai tinggi 24 meter dapat hidup dengan baik di daerah tropis (15°LU – 15°LS). Tanaman ini tumbuh sempurna di ketinggian 0-500 m dari permukaan laut dengan kelembaban 80-90%. Sawit membutuhkan iklim dengan curah hujan yang stabil, 2000-2500 mm setahun, yaitu daerah yang tidak tergenang air saat hujan dan tidak kekeringan saat kemarau. Pola curah hujan tahunan memperngaruhi perilaku pembungaan dan produksi buah sawit [9]. Bagian yang paling populer untuk diolah dari kelapa sawit adalah buah. Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang diolah menjadi bahan baku minyak goreng dan berbagai jenis turunannya. Kelebihan
35
minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan memiliki kandungan karoten tinggi. Minyak sawit juga diolah menjadi bahan baku margarin. Selain buahnya, ternyata batang kelapa sawit yang selama ini dianggap sebagai limbah bisa dijadikan salah satu bahan yang dapat berguna. Batang kelapa sawit yang mempunyai sifat lembut dan berpori diyakini dapat menyerap energi suara yang mengenainya. Dengan asumsi yang demikian maka dilakukanlah penelitian material komposit yang berbahan dasar serat batang komposit untuk membuktikan penyerapan energi suara yang terjadi. 2.3.4 Polyurethane Polyurethane merupakan polymeric material yang mengandung urethane grup (-NH-CO-O-) hasil reaksi dari polyol dengan isocyanate. Poliuretan dapat berupa serat yang mudah lengket. Suatu contoh Poliuretan yang amat sangat berpengaruh
adalah
spandex.
Polyurethane
dihasilkan
dari
reaksi diisocyanates dengan di-alcohols. Terkadang di-alcohol digantikan dengan suatu diamin, sehingga polimer yang didapat nantinya disebut polyurea yang memiliki suatu ikatan urea. Akan tetapi, pada umumnya sering disebut polyurethane juga (karena polyurea tidak begitu terkenal). Polyurethane dapat berikatan dengan baik dengan hidrogen sehingga dapat membentuk suatu kristal. Oleh karena itu, polyurethane sering digunakan untuk co-polymer blok buatan dengan sifat elastis yang lembut khas polimer. Co-Polymer blok ini memiliki sifat termo-plastik elastomers (Anonim, 2007). Komponen utama yang penting dari suatu polyurethane adalah isocyanate yang molekulnya berisi dua isocyanate (diisocyanates). Molekul ini juga dikenal sebagai monomers atau monomer unit. Isocyanates dapat berbau harum, seperti diphenylmethane diisocyanate (MDI) atau toluene diisocyanat alifatik,
seperti
hexamethylene
diisocyanate
(HDI)
atau
(TDI); atau isophorone
diisocyanate (IPDI). Komponen kedua yang juga tak kalah penting dari suatu polyurethane polymer adalah polyol (Molekul yang berisi dua kelompok hidroksit atau diols, memiliki 3 kelompok hidroksit atau triols). Dalam prakteknya, polyols dibedakan
36
dari rantai yang pendek (low-molecular) seperti ethylene glycol, 1,4-butanediol (BDO), diethylene glycol (DEG), gliserin, dan trimethylol sejenis metana (TMP). Sampai saat ini polyurethane telah banyak diaplikasikan untuk mengganti bahanbahan seperti rubber, metal, wood dan plastic, persamaan reaksi pembetukan polyurethane ditunjukkan pada gambar 2.13.
Gambar 2.13 Ikatan uretan dan reaksi pembentukan polyurethane Polyurethane dibuat dengan mereaksikan molekul yang memiliki gugus isosianat dengan molekul yang memiliki gugus hidroksil. Dengan demikian, jenis dan ukuran setiap molekul pembentuk akan memberikan sumbangan terhadap sifat polyurethane yang terbentuk. Hal inilah yang membuat polyurethane menjadi polimer yang sangat fleksibel baik dalam sifat mekanik maupun aplikasinya. Saat ini, aplikasi polyurethane paling banyak (sekitar 70%) adalah sebagai bahan busa, kemudian diikuti dengan elastomer, baru kemudian sebagai lem dan pelapis. Pembuatan busa dari polyurethane dimungkinkan dengan menggunakan agen pengembang (blowing agent), yang akan menghasilkan gas pada saat terjadi reaksi sehingga polyurethane dapat membentuk busa. Jika polyurethane yang digunakan bersifat lunak, maka yang dihasilkan adalah busa lunak seperti pada kasur busa, alas kursi dan jok mobil. Ada juga jenis busa kaku (rigid foam), seperti pada insulasi dinding, insulasi lemari es, atau insulasi kedap suara. Busa polyurethane bersifat ulet dan tidak mudah putus. Dalam aplikasi sebagai insulasi dinding, polyurethane juga dapat dibuat menjadi tahan api dengan penambahan senyawa halogen.
37
Keunggulan
polyurethane
dibandingkan
dengan
bahan-bahan
lainnya
(rubber, metal, wood dan plastic): 1.
Tingkat kekerasan suatu spare part sangat penting dalam penggunaan suatu mesin. Dengan menggunakan bahan polyurethane kekerasan suatu spare part dapat diatur sedemikian rupa dari hardness 10 shore A sampai dengan 95 shore A.
2.
Mempunyai tingkat abrasi yang tinggi yang mengakibatkan spare part yang terbuat dari bahan polyurethane tidak mudah aus.
3.
Spare part yang terbuat dari bahan polyurethane dapat flexible terhadap temperatur rendah (low temperature), bahan dapat dioperasikan sampai dengan dibawah 0o C.
4.
Spare part yang terbuat dari bahan polyurethane tidak mudah sobek, kekuatannya lebih baik dari bahan rubber. Pemakaian polyurethane di Indonesia sebagai bahan pendukung industri
masih sangat tergantung pada impor, walaupun beberapa industri sudah mulai mencoba memproduksi polyurethane di dalam negeri. Banyaknya pabrik kertas, furnitur, industri otomotif dan industri alas kaki di Indonesia membuat prospek usaha di bidang polyurethane di masa depan cukup menjanjikan, asalkan kita mau tekun mendalami teknik pembuatan dan pencetakannya. 2.4 KOEFISIEN SERAP BUNYI Penyerap jenis berserat adalah penyerap yang paling banyak dijumpai, sebagai contoh jenis selimut mineral wool (rockwool atau glasswool). Penyerap jenis ini mampu menyerap bunyi dalam jangkauan frekuensi yang lebar dan lebih disukai karena tidak mudah terbakar. Namun kelemahanya terletak pada model permukaan yang berserat sehingga harus digunakan dengan hati-hati agar lapisan serat tidak rusak/cacat dan kemungkinan terlepasnya serat-serat halus ke udara karena usia pemakaian. Penyerap dari bahan berserat dipasarkan dari berbagai ketebalan dan kerapatan sehingga yang paling sesuai dengan frekuensi bunyi yang hendak diserap. Sebagai gambaran umum untuk menyerap bunyi frekuensi rendah diperlukan penyerap berserat dalam ketebalan yang lebih bila dibandingkan
38
dengan untuk menyerap suara berfrekuensi tinggi. Sebagai contoh bila untuk suara berfrekuensi tinggi dibutuhkan ketebalan 30 mm, maka untuk frekuensi rendah dibutuhkan ketebalan 75 mm sampai dengan 100 mm (Mediastika, 2009). Untuk nilai koefisien penyerapan bunyi pada berbagai material dengan ketebalan tertentu dapat dilihat pada tabel 2.5. Tabel 2.5 Koefisien penyerapan bunyi dari Material akustik Frekwensi (Hz) Material
125
250
500
1000
2000
4000
Gypsum board (13 mm)
0.29
0.10
0.05
0.04
0.07
0.09
Kayu
0.15
0.11
0.10
0.07
0.06
0.07
Gelas
0.18
0.06
0.04
0.03
0.02
0.02
Tegel geocoustic (81 mm)
0.13
0.74
2.35
2.53
2.03
1.73
Beton yang dituang
0.01
0.01
0.02
0.02
0.02
0.03
Bata tidak dihaluskan
0.03
0.03
0.03
0.04
0.05
0.07
Steel deck (150 mm)
0.58
0.64
0.71
0.63
0.47
0.40
Sumber : Doelle, Leslie L, 1993. Penggunaan material akustik untuk memagari jalur perambatan bising merupakan salah satu cara termudah untuk dapat mengendalikan bising melalui jalur propagasi bunyi (perhatikan gambar 2.14).
Gambar 2.14 Penggunaan material akustik pada jalur rambatan pada dinding ruang mesin.
39
Perambatan gelombang dengan menggunakan dinding penghalang dapat juga menurunkan kebisingan (seperti aplikasi pada gambar 2.15). Material akustik acourete fiber
Gambar 2.15 Penggunaan material akustik untuk meredam kebisingan pada mesin pendingin. Konsep dari penyerapan bunyi (Acoustic Absorption) merujuk kepada kehilangan energi yang terjadi ketika sebuah gelombang bunyi menabrak dan dipantulkan dari suatu permukaan benda. Kata “ Absorpsi” sering digunakan oleh orang-orang dengan mengakaitkan aksi dari sebuah Bunga Karang ketika terendam air. Jika suatu gelombang suara bertemu atau menumbuk suatu permukaan bahan, maka suara tersebut akan dipantulkan, diserap, dan diteruskan atau ditransmisikan oleh bahan tersebut. Besarnya energi suara yang yang dipantulkan, diserap, atau diteruskan bergantung jenis dan sifat dari bahan atau material tersebut. Pada umumnya bahan yang berpori (porous material) akan menyerap energi suara yang lebih besar dibandingkan dengan jenis bahan lainnya, karena dengan adanya pori-pori tersebut maka gelombang suara dapat masuk kedalam material tersebut. Energi suara yang diserap oleh bahan akan dikonversikan menjadi bentuk energi lainnya, pada umumnya diubah menjadi energi kalor [18].
40
Bila suatu gelombang bunyi datang bertemu pada suatu permukaan batas yang memisahkan dua daerah dengan laju gelombang berbeda (seperti gambar 2.16),
maka
gelombang
bunyi
tersebut
akan
dipantulkan
(R)
dan
diserap/ditransmissikan () dan kemungkinan yang terjadi adalah : 1. Dipantulkan semua (R = 1), artinya ketika gelombang bunyi datang dan dipantulkan kembali maka nilai efisiensi R = 1 atau koefesien pantul (R) adalah 1. 2. Ditransmisikan/diserap semua ( = 1), artinya jika gelombang bunyi datang dan gelombang tersebut diserap semua maka nilai efisiensi = 1 atau koefesien serap () adalah 1. 3. Sebagian gelombang akan dipantulkan dan sebagian lagi akan ditransmisikan/diserap (0 < < 1). Jika pada suatu media akustik terdapat dua material dengan sifat impedansi
,
dan
seperti pada gambar 2.16, dimana ρ adalah massa jenis
,
material dan c adalah cepat rambat bunyi. Gelombang datang dari arah kiri merambat tegak lurus terhadap permukaan bahan. Jika ,
,
lebih kecil dari
, kemudian energi dari gelombang datang tidak dapat ditransmisikan
melewati dataran antar muka, setiap energi yang tersisa akan menjadi gelombang pantul. Sedangkan jika
,
lebih besar dari
,
dan energi dari gelombang
datang dapat ditransmisikan melewati dataran antar muka, setiap energi akan menjadi gelombang yang diserap. Jika
,
sama besar dengan
,
dan energi
yang ada yang dapat ditransmisikan dan ada juga yang tidak dapat ditransmisikan maka sebagian akan menjadi gelombang pantul dan sebagian lagi akan menjadi gelombang yang diserap. Gelombang Datang Gelombang Datang
1c1
2 c2 Gelombang diserap/ ditransmisikan
Gelombang Pantul Gelombang Pantul
Gambar 2.16 Pemantulan dan penyerapan bunyi dari media akustik
41
Sehingga dapat disimpulkan bahwa: 1. 1c1> 2c2 akan dipantulkan 2. 1c1< 2c2 akan diserap 3. 1c1 2c2 akan diserap dan dipantulkan Perbandingan antara energi suara yang diserap oleh suatu bahan dengan energi suara yang datang pada permukaan bahan tersebut didefenisikan sebagai koefesien absorbsi (α).
Absorbed Sound energy Incident Sound Energy
Z 1c1 1 R 1 2 1c1 Z 2
(2-21)
2
2
dimana: Z 2 2 c 2
Applied Force Particle Velocity
= impedansi pada bahan (kg/m2.s = rayls) ρ1 = Kerapatan udara (kg/m3) ρ2 = Kerapatan bahan (kg/m3) c1 = Cepat rambat bunyi di udara (m/s) c2 = Cepat rambat bunyi pada bahan (m/s) Dengan R adalah koefisien refleksi suara, yang didefinisikan sebagai perbandingan tekanan gelombang suara yang dipantulkan terhadap tekanan gelombang suara yang datang. Persamaan tersebut menggunakan asumsi bahwa tidak ada suara yang ditransmisikan atau diteruskan. Sehingga untuk menghitung normal impedansinya (Z) dapat dihitung dengan persamaan (2-22) berikut.
=
(2-22)
dimana : ρ = kerapatan udara (kg/m3) c = cepat rambat bunyi dalam udara (m/s) R = koefisien pantul Z = normal impedansi bahan uji (kg/m2.s = rayls)
42
Efisiensi penyerapan bunyi suatu bahan pada frekuensi tertentu dinyatakan oleh koefesien absorbsi bunyi. Koefisien ini dinyatakan dengan α (Alpha), nilai α dapat berada diantara 0 dan 1 pada suatu frekuensi tertentu. Adalah suatu kebiasaan standar untuk membuat daftar nilai koefesien serap bunyi pada wakil frekuensi standar yang meliputi bagian yang paling penting dari jangkauan frekuensi audio, yaitu pada 125, 250, 500, 1000, 2000, dan 4000 Hz. Penyerapan bunyi suatu permukaan diukur dalam Sabin. Satu sabin menyatakan satu permukaan seluas 1 ft2 (atau 1 m2) yang mempunyai koefesien penyerapan α = 1,0. Sebagai contoh, suatu permukaan akustik seluas 11 m2 dan mempunyai α = 0,5, maka penyerapan permukaannya adalah Sα = 11 x 0,50 = 5,5 m2 dan material tersebut menyerap 65 0/0 bunyi yang datang padanya. Untuk kualitas pengujian serapan bunyi suatu bahan akustik, sangat dipengaruhi oleh ketebalan, kepadatan, porositas, serta orientasi perletakan bahan. Dalam mengukur koefisien serapan bunyi pada material ada tiga metode standard yang sering digunakan, antara lain: 1. Metode tabung impedansi (resonator) Dengan metode ini, koefisien serapan ditentukan langsung dari amplitudo tekanan dalam pola gelombang tegak yang disusun di tabung. Metode ini digunakan untuk mengukur koefisien penyerapan bunyi bahan-bahan akustik yang kecil dan gelombang bunyi yang merambat tegak lurus pada permukaan bahan, jangkauan frekuensi sekitar 200-3000 Hz. Metode ini lebih tepat dimanfaatkan untuk pekerjaan-pekerjaan teoritik. Tabung ini dapat digambarkan sebagaimana pada gambar 2.17 berikut: Keterangan : B = Tabung utama L = Troli untuk mengatur jarak sumber bunyi P = Probe tube G = Pengukur jarak sumber J = neck K = Mikropon
Gambar 2.17 Tabung impedansi (resonator)
43
Diameter dalam tabung utama ditentukan melalui persamaan [12, Hal 21]: d
20000 cm fh
(2-23)
dimana : d = diameter dalam tabung fh = frekuensi tertinggi pengukuran Cepat rambat bunyi dalam tabung ditentukan dengan persamaan: 0.76 1 c ' c1 2r f
(2-24)
dimana: c’ = cepat rambat bunyi dalam tabung (cm/s) c = cepat rambat bunyi diudara bebas (cm/s) r = jari-jari tabung (cm) f = frekuensi (Hz) Metode ini hanya mengukur koefisien serapan normal yang terjadi, penggunaan metode
ini untuk menunjukkan macam-macam sifat dari pada serapan yang
mana dimiliki oleh sebuah bahan. Metode ini terutama digunakan di dalam pekerjaan riset ataupun dalam pengaturan kualitas untuk pembuatan dari pada bahan – bahan penyerapan suara. Nada-nada untuk
murni dihasilkan oleh sebuah oscillator
menggetarkan
loudspeaker
yang
menghasilkan
yang digunakan gelombang.
Jika
perpindahan dari gelombang yang terjadi pada sembarang waktu, maka dapat dinyatakan sebagai berikut: d1 = a sin (ωt – kx) k = 2 π/λ dan perpindahan gelombang pantulan dapat dinyatakan sebagai berikut: d2 = fa sin (ωt + kx) dimana: a = amplitudo maksimum mula – mula fa = amplitudo maksimum dari gelombang pantulan
44
Jadi sebagai akibat perpindahan pada setiap titik diberikan dengan : d = d1 + d2 = a sin (ωt – kx) + fa sin (ωt + kx) = a (1 + f) sin ωt cos kx + a (1 - f) cos ωt sin kx Dapat terlihat bahwa masing – masing nilai maksimum dan minimum adalah a (1 + f) dan a (1 – f) dan λ/4 terpisah, yang pertama menjadi 0, λ/2, 3 λ/2, 2 λ dan lain-lain. Sedangkan yang kedua menjadi λ /4, 3 λ/4 ,
5 λ/4, 7 λ/4 dan
sebagainya. Jika nilai maksimum dan minimum dari amplitudo adalah A1 dan A2 maka : A1 a (1 f) = A2 a (1 - f)
atau
f =
(A1 - A2) = Amplitudo (A1 A2)
tetapi energi dapat ditunjukkan sebagai berbanding langsung terhadap amplitudo kwadran yaitu: energi = r = f2 =
(A1- A2)2 (A1 A2)2
r = sebagian dari energi pantulan α = koefisien serapan = 1- r
(A1- A2)2 α = 1 (A1 A2)2 (A1 A2)2 - (A1 A2)2 α= (A1 A2)2 α= 2
A1 x 2 A2 (A1 A2) 2
α= 4
A1 x A2 (A1 A2) 2
Jika perbandingan maksimum dan minimum A1/A2 diukur maka rumus yang sesuai dapat dituliskan sebagai berikut [3, Hal 135]. α= 4 α=
A1 x A2 (1 A1 / A2) 2
4 (2 A1 / A2 A2/A1)
(2-25)
45
Dari persamaan (2-25) maka dapat dicari nilai koefisien absorbsi bunyi dari suatu material teknik yang selanjutnya dipakai untuk mencari nilai koefisien pantul (R) dan normal impedansinya (Z). Pengukuran gelombang pada pengujian koefisien absorbsi dengan metode Impedance Tube dapat dilakukan dengan melihat tampilan bentuk gelombang pantul pada monitor Oscilloscope seperti pada gambar 2.18. Puncak gelombang tertinggi adalah Pmax (dinotasikan A1) dan gelombang terendah adalah Pmin(dinotasikan A2). Frekuensi yang diamati disesuaikan dengan ukuran diameter dari Impedance Tube. Semakin besar diameter Impedance Tube yang digunakan maka frekuensi maksimum yang dapat diukur semakin kecil.
A1
A2
Gambar 2.18 Gelombang pantul untuk menentukan SWR Sehingga dari gambar dapat disimpulkan bahwa : Standing Wave Rasio (SWR) =
=
Koefisien Refleksi/pantul R(f) = 1 SWR 1 SWR Maka: R = 1- α dimana : R = koefisien pantul bunyi α = koefisien serap bunyi Persamaan tersebut menggunakan asumsi bahwa tidak ada energi suara yang ditransmisikan atau diteruskan. Dalam metode tabung impedansi ini banyak
46
standarisasi yang telah ditetapkan untuk pengujian koefisien serap bunyi, salah satunya adalah ASTM C-384. Untuk mendapatkan suatu pembacaan standar secara umum tanpa melihat rentang frekuensi masing-masing koefisien absorbsi bahan, maka dipakai nilai NRC (Noise Reduction coefficient) atau koefisien reduksi bunyi. NRC atau koefisien reduksi bising adalah angka rata-rata koefisien absorbsi material akustik pada frekuensi 250, 500, 1000, dan 2000 Hz. NRC diperlukan untuk menunjukkan seberapa jauh efisiensi bahan dalam mereduksi bunyi, dan ini dipakai sebagai angka standar internasional dalam menilai efisiensi kemampuan bahan dalam mereduksi bunyi. Nilai NRC dijadikan sebagai data dalam menilai kinerja akustik bahan dalam pemilihan dan perancangan bahan akustik ruang pada mesin atau bangunan secara keseluruhan. Misalnya : karpet memiliki α sebagai berikut : a. pada frekuensi 250 = 0,20 b. pada frekuensi 500 = 0,35 c. pada frekuensi 1000 = 0,45 d. pada frekuensi 2000 = 0,55 Maka NRC karpet adalah :
,
,
,
,
=
,
= 0,39 = 0, 40
2. Metode ruang dengung dengan Revebration Room. Dengan metode ini, pengukuran dibuat dengan memberikan sumber bunyi pada suatu ruangan hingga dataran bunyi mencapai tingkat uniform melalui suatu materi dalam sekitar satu detik. Sumber kemudian dimatikan dengan cepat dan tingkat tekanan bunyi yang ada diruangan diukur. Hal ini dapat dilakukan dengan membaca slope pada kurva alat ukur. Waktu untuk Reveberation dan persamaan Sabin dapat ketahui dengan persamaan berikut [6, Hal 52]: Tr =
0.05 V (s) A
(2-26)
Dimana : Tr = Waktu dengung V = Volume ruang (m3) A = Total absorbsi dalam ruang ditunjukan dalam satuan Sabin
47
A = α . S (Sabin.m2) α = koefisien Absorbsi (Sabin) Metode ruang dengung ini menggunakan ruang kosong dengan waktu dengung yang panjang. Bahan penyerap bunyi contoh dipasang pada ruang kosong tersebut tersebut, sehingga dengan demikian akan mengurangi waktu dengung yang panjang tadi. Koefisien penyerapan bunyi bahan lalu dapat dihitung dari pengurangan waktu dengung ruang ketika kosong. Tabel 2.6 menunjukkan harga koefisien absorbsi bunyi dari beberapa material akustik dengan memberikan nilai NRC-nya. Tabel 2.6 Koefisien serapan bunyi dari beberapa material akustik 4000 Hz
NRC
Lembaran sabut kelapa 10 mm
125 Hz 0,05
Koefisien Absorbsi Bahan 250 500 1000 2000 Hz Hz Hz Hz 0,11
0,16
0,24
0,34
0,32
0,21
Lembaran sabut kelapa 20 mm
0,27
0,3
0,41
0,49
0,55
0,37
0,44
Lembaran sabut kelapa 30 mm
0,13
0,29
0,47
0,64
0,67
0,49
0,52
Lembaran sabut kelapa 50 mm
0,41
0,58
0,74
0,76
0,62
0,37
0,68
Lembaran sabut kelapa 70 mm
0,28
0,58
0,73
0,77
0,8
0,5
0,72
Papan gypsum standar 9 mm
0,12
0,08
0,06
0,02
0,04
0,03
0,05
Papan gypsum standar 12 mm
0,14
0,05
0,07
0,08
0,08
0,05
0,07
Papan gypsum akustik 9 mm
0,02
0,02
0,04
0,09
0,14
0,13
0,07
Gabungan Papan gypsum standar 9 mm + sabut 10 mm
0,23
0,18
0,14
0,06
0,05
0,03
0,11
Gabungan Papan gypsum akustik 9 mm + sabut 10 mm
0,08
0,29
0,25
0,18
0,22
0,1
0,24
Material
Sumber : Riset Romi Hidayat, 2001. 3. Metode steady state
Metode ini terdiri dari pengukuran tingkat tekanan bunyi dalam ruangan dalam keadaan steady, kemudian suatu daya bunyi diberikan pada ruangan tersebut. Sumber diletakkan tidak terlalu jauh dan tidak terlalu dekat pada permukaan yang akan diukur. Sound level meter dilengkapi dengan satu atau 1/3 octave bandwith filter.
48
2.5 TRANSMISSION LOSS Ketika gelombang bunyi yang merambat di udara mengenai atau menumbuk permukaan dinding, maka sebagian energi yang ada pada gelombang bunyi tersebut akan diteruskan dan sebagian lagi akan hilang karena energi gelombang bunyi tersebut dapat mengalami refleksi, difraksi, difusi maupun absorbsi (dapat dilihat diskripsinya pada gambar 2.19). Energi gelombang bunyi yang diserap oleh penghalang sebagian akan diubah menjadi energi panas maupun bentuk energi lainnya. Bila sebagian energi gelombang bunyi diubah menjadi energi kinetik, maka akan terjadi getaran pada penghalang yang bersangkutan, dan hal ini akan menjadi sumber bunyi baru.
Gambar 2.19 Diskripsi Reflection, Sound Absorbtion, dan Transmission Loss Sehingga dari gambar 2.19 tersebut dapat disimpulkan bahwa : Energi bunyi datang (Ed) = Energi bunyi keluar (Et) = R + A + TL dimana : R = Energi bunyi dipantulkan (dB) A = Energi bunyi diserap (dB) TL = Transmission Loss (dB) Selain nilai koefisien absorbsi bunyi, faktor yang dinilai pada karakteristik suatu bahan akustik adalah nilai Transmission Loss (TL) material akustik, yaitu kemampuan bahan untuk tidak meneruskan bunyi atau menginsulasi bunyi dari suatu ruang sumber bunyi ke ruang penerima di sebelahnya. Transmission Loss (TL) atau rugi transmisi bunyi menyatakan besarnya sebagian energi yang hilang
49
karena gelombang bunyi melewati suatu penghalang (Hemond, 1983) seperti ditunjukkan pada gambar 2.20 berikut.
85 dB 45 dB
Gambar 2.20 Proses terjadinya Transmission Loss pada material akustik Pada gambar 2.20 terjadi pengurangan intensitas bunyi, pengurangan ini terjadi karena karakter material akustik merubah energi bunyi menjadi bentuk energi lainnya, apakah melalui proses konduksi, konveksi atau transmitansi. Dengan adanya proses perubahan tersebut, maka yang tersaring dan keluar menjadi energi bunyi lagi hanya sebagian saja. Proses inilah yang dimaksud dengan rugi tranmisi bunyi atau transmission loss (TL). Untuk mengetahui berapa besar intensitas bunyi sebelum dan sesudah melalui partisi atau penghalang dapat dilakukan pengukuran dengan alat Sound Level Meter (SLM), satuannya dalam decibel (dB). Di dalam bangunan atau ruang mesin, kemungkinan TL dapat terjadi pada semua bahan pada elemen bangunan, misalnya bahan lantai bertingkat, dinding ruang eksterior maupun interior, bahan bukaan (pintu dan jendela), maupun plafond. Untuk menghindari penyimpangan yang sangat menyesatkan dalam pengujian atau pengukuran untuk mengetahui harga rata-rata dari sound transmission loss tersebut, maka sebaiknya mengacu pada
pengukuran standar yang telah ditetapkan. Pengukuran standar untuk
mengetahui transmission loss sangat banyak, diantaranya adalah ASTM E-90, ASTM E-1050, ISO DIS 140-1, ISO 354 dan lainnya. Pengukuran dengan ASTM E-1050 adalah metode pengukuran dengan tabung impedansi untuk mendapatkan nilai transmission loss sebagaimana seperti gambar 2.21 berikut.
50
Receiving tube Test Sample Gambar 2.21 Sound Transmission Loss Measurement System [15] Rugi transmisi ini berhubungan erat dengan reduksi bising (noise reduction) yang terjadi antara ruang sumber bunyi dengan ruang penerima bunyi. Reduksi bising merupakan selisih tingkat tekanan bunyi rata-rata dalam ruang sumber bunyi dengan tingkat tekanan bunyi rata-rata dalam ruang penerima. Secara matematis reduksi bising dinyatakan dalam persamaan berikut: NR = L1 – L2
(2.27)
dimana : NR = Reduksi bising (dB) L1 = Tingkat tekanan bunyi dalam ruang sumber bunyi (dB) L2 = Tingkat tekanan bunyi dalam ruang penerima (dB) Sedangkan hubungan antara rugi transmisi (TL) dengan reduksi bising (NR) dinyatakan dalam persamaan 2.28 berikut: TL = NR + 10 log
(2.28)
dimana : TL = Transmission Loss (dB) NR = Noise Reduction ( dB) S = Luas permukaan antara ruang sumber bunyi dengan ruang penerima (m2) A2 = Penyerapan total ruang penerima (sabin.m2) = S1.α1 + S2.α2 . . . + Sn.αn
51
Ada suatu pengklasifikasian nilai transmission loss ke dalam standar tertentu, yaitu STC (Sound Transmission Class). Semakin tinggi nilai STC suatu material maka semakin baik kemampuan kontruksi material tersebut dalam mereduksi kebisingan. Sound Transmission Class (STC) adalah bilangan tunggal yang digunakan untuk menilai suatu sistem akustik yaitu dengan menyatakan kemampuan mereduksi bising dari suatu kontruksi struktur material pada nilai frekuensi yang berbeda-beda. Penentuan nilai STC ini telah ditetapkan dalam suatu harga standar yang mengacu pada standar ASTM E-413 “ Classification for Rating Sound Insulation“. Nilai STC suatu material ditentukan dengan membandingkan grafik TL pengukuran dengan kontur acuan standar STC yaitu dengan menggeser kontur STC secara vertikal relatif terhadap kurva TL hingga didapat posisi kontur STC paling tinggi yang dapat dicapai terhadap kurva TL dengan mengikuti ketentuan berikut: 1. Jumlah penyimpangan dibawah kontur STC tidak melebihi atau sama dengan 32 dB. 2. Penyimpangan maksimum pada tiap frekuensi percobaan tunggal tidak melebihi 8 dB. 3. Nilai STC dibaca pada frekuensi kontur STC 500 Hz. Penentuan nilai STC tersebut sebagaimana pada gambar grafik 2.22 standar kontur STC yang mengacu pada standar ASTM E-413 berikut ini.
Gambar 2.22 Penentuan nilai sound transmission class dengan kurva TL tertentu
52
Pada gambar grafik 2.22, kontur yang menunjukkan standar kontur STC adalah kurva yang berwarna hitam. Sedangkan kurva berwarna biru adalah plot dari STL (sound transmission loss) tertentu. Dari grafik tersebut maka diperoleh nilai STC-nya adalah 50. Kontur STC ini terbagi menjadi tiga bagian yaitu bagian frekuensi rendah (125 Hz – 400 Hz) dengan kenaikan TL sebesar 15 dB, bagian frekuensi menengah (400 Hz – 1250 Hz) dengan kenaikan TL sebesar 5 dB dan bagian frekuensi tinggi ( > 1250 Hz ) tanpa kenaikan dan penurunan TL. Nilai sound transmission class sangat tergantung kepada keseluruhan sistem kontruksi yang dipakai oleh suatu bahan. Kemampuan penghalangan bunyi pada suatu dinding sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu massa dinding, kekakuan bahan dinding, redaman internal serta cara pemasangan dinding atau kontruksi dinding. Pada tabel 2.7 dan 2.8 menunjukkan nilai dari sound transmission loss dan nilai STC-nya dari beberapa jenis material akustik. Tabel 2.7 Nilai Transmission Loss dan STC dari material akustik Material Akustik Papan gypsum 9 mm, steel chanel studs , Ketebalan konst: 60 mm Papan gypsum 12 mm, steel chanel studs , Ketebalan konst: 60 mm Papan gypsum 9 mm, Insulasi sabut kelapa steel chanel studs , Ketebalan konst: 60 mm Papan gypsum 12 mm, Insulasi sabut kelapa steel chanel studs , Ketebalan konst: 60 mm Papan gypsum 9 mm, Insulasi sabut glasswool steel chanel studs , Ketebalan konst: 60 mm Papan gypsum 9 mm, Insulasi glasswool dan sabut kelapa, steel chanel studs , Ketebalan konst: 60 mm Papan gypsum 9 mm, Insulasi glasswool dan sabut kelapa (50 : 50 ), steel chanel studs , Ketebalan konst: 60 mm
Sumber: Riset Romi Hidayat, 2001.
250 Hz
Transmission Loss (dB) 500 1000 2000 Hz Hz Hz
25
33
27
31
34
33
4000 Hz
STC
31
37
31
30
38
41
35
35
32
37
40
35
39
40
35
41
48
41
34
36
33
40
42
37
35
41
36
40
44
39
37
41
35
41
43
39
53
Tabel 2.8 Nilai STC dari berbagai material akustik
Sumber: Kinsler, 2000.