BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Bank Bank berasal dari kata Italia yaitu banco yang artinya bangku. Bangku inilah yang dipergunakan oleh banker untuk melayani kegiatan operasionalnya kepada para nasabah. Istilah bangku secara resmi dan popular menjadi Bank (Rivai dan Veithzal, 2008). Menurut UU Nomor 10 tahun 1998, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam
bentuk
simpanan,
dan
menyalurkannya
kepada
masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk - bentuk lainnya, dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak. Dari penjelasan tersebut menekankan bahwa usaha utama bank adalah menghimpun dana dalam bentuk simpanan yang merupakan sumber dana bank. Demikian pula dari segi penyalurannya, Bank tidak semata-mata bertujuan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya, tetapi juga kegiatan itu harus pula diarahkan pada peningkatan taraf hidup masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan, bank berdasarkan sistem operasionalnya dibedakan atas dua jenis, antara lain: A.
Bank Konvensional Bank Konvensional adalah Bank yang menjalankan kegiatan
usahanya secara konvensional dan berdasarkan jenisnya terdiri atas Bank
14 Universitas Sumatera Utara
Umum Konvensional dan Bank Perkreditan Rakyat. Menurut UU Nomor 10 Tahun 1998, Bank Konvensional adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Martono (2002) menjelaskan prinsip konvensional yang digunakan bank konvensional menggunakan dua metode, yaitu: 1. Menetapkan bunga sebagai harga, baik untuk produk simpanan seperti tabungan, deposito berjangka, maupun produk pinjaman (kredit) yang diberikan berdasarkan tingkat bunga tertentu. 2. Untuk jasa-jasa bank lainnya, pihak bank menggunakan atau menerapkan berbagai biaya dalam nominal atau presentase tertentu. B.
Bank Syariah Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya
berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Dalam khasanah internasional bank syariah sering disebut juga dengan Islamic Banking. Islamic Banking menurut Rivai dan Veithzal (2008) adalah “bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada dalam ajaran Islam, berfungsi sebagai badan usaha yang menyalurkan dana dari dan kepada masyarakat, atau sebagai perantara keuangan. Prinsip Islam yang dimaksud adalah perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank, pihak lain untuk penyimpan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha”. Menurut Undang-undang Nomor 21 tahun 2008, bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank
15 Universitas Sumatera Utara
Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Bank Umum Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiataannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Selain Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, dalam perbankan syariah juga dikenal Unit Usaha Syariah (UUS). Unit Usaha Syariah adalah unit kerja dari kantor Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Dalam mekanisme operasional pada bank syariah dengan terhadap nasabah/peminjam dana, bank syariah akan bertindak sebagai shahibul maal (penyandang dana, baik yang berasal dari deposito/giro maupun dana bank sendiri berupa modal pemegang saham). Sementara itu, nasabah/peminjam akan berfungsi sebagai mudharib (pengelola) karena melakukan usaha dengan cara memutar dan mengelola dana bank. Operasional bank syariah dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
16 Universitas Sumatera Utara
4. Menyalurkan pendapatan
3. Menerima pendapatan
Bagi hasi/bonus
Bagi hasi, margin, fee BANK SYARIAH
Nasabah mitra, pengelola investasi, pembeli, penyewa.
1
Sebagai pengelola dana/penerima dana titipan.
Nasabah pemilik dan penitip dana
2
Sebagai pemilik dana / penjual / pemberi sewa
Sebagai penyedia jasa keuangan
Ket : (1) Penghimpunan dana (2) Penyaluran dana (5) Penyedia dana
5
Instrumen penyaluran dana lain yang dibolehkan
Jasa Administras i tabungan, ATM, transfer, kliring, letter of credit, Bank Garansi, Transaksi valuta asing dsb.
Sumber: Abdurahim, 2009 :57 Gambar 2.1 Operasional Bank Syariah
17 Universitas Sumatera Utara
Penjelasan gambar di atas adalah sebagai berikut: 1. Sistem operasional bank syariah dimulai dari kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat. Penghimpunan dapat dilakukan dengan skema investasi maupun skema titipan. Dalam penghimpunan dana dengan skema investasi dari nasabah pemilik dana (shahibul maal), bank syariah berperan sebagai pengelola dana atau bisa disebut dengan mudharib. Adapun pada penghimpunan dengan skema penitipan, bank syariah berperan sebagai penerima titipan. 2. Dana yang diperoleh oleh bank syariah selanjutnya disalurkan kepada berbagai pihak, antara lain: mitra investasi, pengelola investasi, pembeli barang, dan penyewa barang atau jasa yang disediakan oleh bank syariah. Pada saat dana disalurkan dalam bentuk investasi, bank syariah berperan sebagai pemilik dana. Pada saat dana disalurkan dalam kegiatan jual beli, bank syariah berperan sebagai penjual dan pada saat disalurkan dalam kegiatan pengadaan objek sewa, berperan sebagai pemberi sewa. 3. Dari penyaluran dana kepada berbagai pihak, bank syariah selanjutnya menerima pendapatan berupa bagi hasil dari investasi, margin dari jual beli dan fee dari sewa dan berbagai jenis pendapatan yang diperoleh dari instrument dana lain yang dibolehkan. 4. Pendapatan yang diterima dari kegiatan penyaluran selanjutnya dibagikan kepada nasabah pemilik dana atau penitip dana. Penyaluran dana kepada pemilik dana bersifat wajib sesuai dengan porsi bagi hasil yang disepakati. Adapun penyaluran kepada nasabah penitip dana bersifat
18 Universitas Sumatera Utara
sukarela tanpa ditetapkan di muka sebelumnya dan biasa disebut dengan istilah bonus. 5. Selain melaksanakan aktivitas penghimpunan dan penyaluran, bank syariah dalam sistem operasionalnya juga memberikan layanan jasa keuangan seperti jasa ATM, transfer, letter of credit, bank garansi, dan sebagainya. Oleh karena jasa tersebut dilakukan tanpa menggunakan dana dari pemilik dana maupun penitip dana, maka pendapatan yang diperoleh dari jasa tersebut dapat dimiliki sepenuhnya oleh bank syariah tanpa dibagi. 2.1.2 Pembiayaan Pada Bank Syariah Menurut Karim dalam Antonio (2001), “pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan deficit unit. Istilah pembiayaan pada intinya berarti I Believe, I trust, „saya percaya‟ atau „saya menaruh kepercayaan”. sementara menurut Rivai dan Veithzal (2008), ”Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara lembaga keuangan dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu, dengan imbalan atau bagi hasil”.
19 Universitas Sumatera Utara
Menurut Antonio (2001 : 160) Menurut sifat penggunaanya, pembiayaan dapat menjadi dua hal, yaitu: 1. Pembiayaan Produktif Pembiayaan produktif yaitu pembiayaan yang ditujukan memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu peningkatan usaha produksi, perdagangan maupun investasi. 2. Pembiayaan Konsumtif Pembiayaan konsumtif yaitu pembiayaan yang digunakan memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan memenuhi kebutuhan.
untuk untuk
untuk untuk
2.1.2.1 Pembiayaan Mudharabah Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua pihak atau lebih di mana pemilik modal (shahibul maal) mempercayakan sejumlah modal
kepada
pengelola
(mudharib)
dengan
suatu
perjanjian
keuntungan. Bentuk ini menegaskan paduan kontribusi 100% modal kas dari shahib al-mal dan keahlian dari mudharib. Menurut (wasilah, 2013 : 132) Ketentuan dalam pembiayaan mudharabah adalah di antaranya sebagai berikut: 1. Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal harus diserahkan tunai, dan dapat berupa uang atau barang yang dinyatakan nilainya dalam satuan uang. 2. Nisbah adalah besaran yang digunakan untuk pembagian keuntungan, mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh kedua pihak yang bermudharabah atas keuntungan yang diperoleh. Pengelola dana mendapatkan imbalan atas kerjanya, sedangkan pemilik dana mendapat imbalan atas penyertaan modalnya. NIisbah keuntungan harus diketahui dengan jelas oleh kedua pihak, inilah yang akan mencegah terjadinya perselisihan anata kedua belah pilah mengenai cara pembagian keuntungan.
20 Universitas Sumatera Utara
Bank Syariah (Shahibul Maal)
1.Menegosiasi dan Akad Mudharabah
4. a) Menerima Posi Laba
2. Pelaksanaan Usaha Produktif
5. Menerima Kembalian Modal
Nasabah (Mudharib)
4. b) Menerima Posi Laba
1. Membagi Hasil Usaha Kuntungan dibagi sesuai nisbah Kerugian tanpa kelalaian nasabah ditanggung oleh bank syariah Sumber: Abdurahim, 2009 : 128 Gambar 2.2 Alur Transaksi Mudharabah Penjelasan gambar di atas adalah sebagai berikut: 1. Dimulai dari pengajuan permohonan pembiayaan oleh nasabah dengan mengisi formulir permohonan pembiayaan. Formulir tersebut diserahkan kepada bank syariah beserta dokumen pendukung. Pihak bank selanjutnya melakukan evaluasi kelayakan investasi mudharabah yang diajukan nasabah dengan menggunakan analisis 5 C ( Character, Capacity, Capital, Cimmitment, dan Collateral). Kemudian analisis diikuti dengan verifikasi. Bila nasabah dan usaha
21 Universitas Sumatera Utara
dianggap layak, selanjutnya diadakan perikatan dalam bentuk penandatanganan kontrak mudharabah dengan mudharib di hadapan notaris. Kontrak yang dibuat setidaknya memuat berbagai hal untuk memastikan terpenuhinya rukun mudharabah. 2. Bank mengontribusikan modalnya dan nasabah mulai mengelola usaha yang disepakati berdasarkan kesepakatan dan kemampuan terbaiknya. 3. Hasil usaha dievaluasi pada waktu yang ditentukan berdasarkan kesepakatan. Keuntungan yang diperoleh akan dibagi antara bank sebagai shahibul maal dengan nasabah sebagai mudharib sesuai dengan porsi yang telah disepakati. Seandainya terjadi kerugian yang tidak disebabkan oleh kelalaian nasabah sebagai mudharib, maka kerugian ditanggumg oleh bank. Adapun kerugian yang disebabkan oleh kelalaian nasabah sepenuhnya menjadi tanggung jawab nasabah. 4. Bank dan Nasabah menerima porsi bagi hasil masing-masing berdasarkan metode perhitungan yang disepakati. 5. Bank menerima pengembalian modalnya dari nasabah. Jika nasabah telah mengembalikan semua modal milik bank, selanjutnya usaha menjadi milik nasabah sepenuhnya. 2.1.2.2 Pembiayaan Musyarakah Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi modal (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa
22 Universitas Sumatera Utara
keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Menurut (Wasilah, 2013 : 156) Ketentuan pembiayaan musyarakah adalah di antaranya sebagai berikut: 1. Modal yang diserahkan harus tunai yang dapat berupa uang, emas, perak, aset perdagangan, aset yang tidak berwujud seperti lisensi, hak paten, dan sebagainya. 2. Modal yang diserahkan oleh setiap mitra harus dicampur. Tidak dibolehkan pemisahan modal dari masing-masing pihak untuk kepentingan khusus. Misalnya, yang satu khusus membiayai pembelian bangunan, dan yang lain untuk membiayai pembelian perlengkapan kantor. 3. Mitra tidak boleh meminjam uang atas nama usaha musyarakah, demikian juga meminjamkan uang kepada pihak ketiga dari modal musyarakah, menyumbang atau menghadiahkan uang tersebut. Kecuali, mitra lain telah menyepakatinya. 4. Nisbah diperlukan untuk pembagian keuntungan dan harus disepakati oleh para mitra di awal akad sehingga risiko perselisihan di antara para mitra dapat dihilangkan. 5. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
23 Universitas Sumatera Utara
Bank Syariah (Mitra Pasif)
2.Menegosiasi dan Akad Musyarakah
4. a) Menerima Posi Laba
2. Pelaksanaan Usaha Produktif
5. Menerima Kembalian Modal
Nasabah (Mitra Akrif)
4. b) Menerima Posi Laba
2. Membagi Hasil Usaha Kuntungan dibagi sesuai nisbah Kerugian tanpa kelalaian nasabah ditanggung sesuai modal Sumber: Abdurahim, 2009 : 154) Gambar 2.3 Alur Transaksi Musyarakah
Penjelasan gambar di atas adalah sebagai berikut: 1. Dimulai dari pengajuan permohonan pembiayaan oleh nasabah dengan mengisi formulir permohonan pembiayaan. Formulir tersebut diserahkan kepada bank syariah beserta dokumen pendukung. Selanjutnya, pihak bank melakukan evaluasi kelayakan investasi musyarakah dengan menggunakan analisis 5 C ( Character, Capacity, Capital, Cimmitment, dan Collateral). Kemudian, analisis diikuti dengan verifikasi. Bila nasabah dan usaha dianggap layak, selanjutnya 24 Universitas Sumatera Utara
diadakan
perikatan
dalam
bentuk
penandatanganan
kontrak
musyarakah dengan nasabah sebagai mitra di hadapan notaris. Kontrak yang dibuat setidaknya memuat berbagai hal untuk memastikan terpenuhinya rukun musyarakah. 2. Bank dan Nasabah mengontribusikan modalnya dan nasabah sebagai mitra aktif mulai mengelola usaha yang disepakati berdasarkan kesepakatan dan kemampuan terbaiknya. 3. Hasil usaha dievaluasi pada waktu yang ditentukan berdasarkan kesepakatan. Keuntungan yang diperoleh akan dibagi antara bank dengan nasabah sesuai dengan porsi yang telah disepakati. Seandainya terjadi kerugian yang tidak disebabkan oleh kelalaian nasabah sebagai mitra aktif, maka kerugian ditanggumg proporsional terhadap modal masing-masing mitra. Adapun kerugian yang disebabkan oleh kelalaian nasabah sepenuhnya menjadi tanggung jawab nasabah. 4. Bank dan Nasabah menerima porsi bagi hasil masing-masing berdasarkan metode perhitungan yang disepakati. 5. Bank menerima pengembalian modalnya dari nasabah. Jika nasabah telah mengembalikan semua modal milik bank, selanjutnya usaha menjadi milik nasabah sepenuhnya.
25 Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Jual Beli Syariah A.
Murabahah Murabahah adalah transaksi jual beli dimana bank menyebut
jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah bertindak sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan (margin). Dalam perbankan, Murabahah selalu dilakukan dengan cara pembayaran cicilan. Menurut (yusuf, 2005 : 93), murabahah sesuai dengan jenis dan pesanannya: Murabahah sesuai dengan jenisnya: 1. Murabahah tanpa pesanan, artinya ada yang beli dan tidak, bank syariah menyediakan barang. 2. Murabahah berdasarkan pesanan, artinya bank syariah baru melakukan transaksi jual beli apabila ada yang pesan. Murabahah berdasarkan pesanan dapat dikategorikan dalam: a) Sifatnya mengikat, artinya murabahah berdasarkan pesanan tersebut mengikat untuk dibeli oleh nasabah sebagai pemesan. b) Sifatnya tidak mengikat, artinya walaupun nasabah telah melakukan pemesanan barang, namun nasabah tidak terikat untuk membeli barang tersebut.
26 Universitas Sumatera Utara
1. Negosiasi
2. Akad Murabahah Nasabah (Pembeli)
Bank Syariah (Penjual) 5. Kirim Dokumen
PEMASOK
4. Kirim Barang
3. Beli Barang
Sumber: Abdurahim, 2009 :185 Gambar 2.4 Alur Transaksi Murabahah (dengan pesanan) Penjelasan gambar di atas adalah sebagai berikut: 1. Dimulai dari pengajuan pembelian barang oleh nasabah. Pada saat itu, nasabah menegosiasikan harga barang, margin, jangka waktu pembayaran, dan besar angsuran per bulan. 2. Bank sebagai penjual selanjutnya mempelajari kemampuan nasabah dalam membayar piutang murabahah. Apabila rencana pembelian barang tersebut disepakati oleh kedua belah pihak, maka dibuatlah akad murabahah. Isi akad murabahah setidaknya mencakup berbagai hal agar rukun murabahah dipenuhi dalam transaksi jual beli yang dilakukan.
27 Universitas Sumatera Utara
3. Setelah akad disepakati pada murabahah dengan pesanan, bank selanjutnya melakukan pembelian barang kepada pemasok. Akan tetapi, pada murabahah tanpa pesanan, bank dapat langsung menyerahkan barang kepada nasabah karena telah memilikinya terlebih dahulu. Pembelian barang kepada pemasok dalam murabahah dengan pesanan dapat diwakilkan kepada nasabah atas nama bank. Dokumen pembelian barang tersebut diserahkan oleh pemasok kepada bank. 4. Barang yang diinginkan oleh pembeli selanjutnya diantar oleh pemasok kepada nasabah pembeli. 5. Setelah menerima barang, nasabah pembeli selanjutnya membayar kepada bank. Pembayaran kepada bank biasanya dilakukan dengan cara mencicil sejumlah uang tertentu selama jangka waktu yang disepakati. B.
Salam Salam adalah jual beli yang pelunasannya dilakukan terlebih
dahulu oleh pembeli sebelum barang pesanan diterima (Abdurahim, 2009 : 62). Salam dapat dilakukan dengan secara langsung antara pembeli dan penjual, dan dapat juga dilakukan oleh pihak ketiga secara paralel: pembeli – penjual – pemasok yang disebut sebagai salam paralel (Wasilah, 2013 : 203).
28 Universitas Sumatera Utara
Bank Syariah sebagai Penjual (muslam illaihi) pada salam 1 dan Pembeli (al muslam) pada Salam 2
Nasabah sebagai Pembeli (al muslam)
3. Negosiasi dan Akad Salam 2. Bayar
6. Kirim Dokumen 4. Bayar 5. Kirim Barang PEMASOK
3. Negosiasi dan Akad Salam
Sumber: Abdurahim, 2009 : 236 Gambar 2.5 Alur Transaksi Salam dan Salam Paralel Penjelasan gambar di atas adalah sebagai berikut: 1. Negosiasi dalam persetujuan kesepakatan antara penjual dengan pembeli terkait transaksi salam yang akan dilaksanakan. 2. Setelah akad disepakati, pembeli melakukan pembayaran terhadap barang yang diinginkan sesuai dengan kesepakatan yang sudah dibuat. 3. Pada
transaksi
salam,
penjual
mulai
memproduksi
atau
menyelesaikan tahapan penanaman produk yang diinginkan pembeli. Setelah produk dihasilkan, pada saat atau sebelum
29 Universitas Sumatera Utara
tanggal penyerahan, penjual mengirim barang sesuai dengan spesifikasi kualitas dan kuantitas yang telah disepakati kepada pembeli. Adapun transaksi salam paralel, yang biasanya digunakan oleh penjual (bank syariah) yang tidak memproduksi sendiri produk salam, setelah menyepakati kontrak salam dan menerima dana dari nasabah salam, selanjutnya secara terpisah membuat akad salam dengan produsen produk salam. 4. Setelah menyepakati transaksi salam kedua tersebut, bank langsung melakukan pembayaran kepada petani. 5. Dalam jangka waktu tertentu, berdasarkan kesepakatan dengan bank, petani mengirim produk salam kepada petani sesuai sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan. 6. Bank menerima dokumen penyerahan produk salam kepada nasabah dari petani. C.
Istishna’ Istishna’
adalah
jual
beli
dalam
bentuk
pemesanan
pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesanan (pembeli/mustashni’) dan penjual (pembuat/shani’) (Fatwa DSN No: 06/DSN-MUI/IV). Shani’ akan menyiapkan barang yang dipesan sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakati dimana ia dapat menyiapkan sendiri atau melalui pihak lain (Ishtisna’ paralel).
30 Universitas Sumatera Utara
Dalam PSAK 104 par 8 dijelaskan barang pesanan harus memenuhi kriteria: 1. Memerlukan proses pembuatan setelah akad disepakati. 2. Sesuai dengan spesifikasi pemesanan (customized), bukan produk massal. 3. Harus diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi jenis, spesifikasi teknis, kualitas, dan kuantitasnya. Bank Syariah sebagai Penjual (shan’i) pada istishna’ 1 dan Pembeli (mustashn) pada istishna’ 2
1. Negosiasi, pesan barang dan akad istishna‟
9. Pelunasan pembayaran
Nasabah sebagai Pembeli ( mustashni’)
4. kirim tagihan penyelasian barang 6. Kirim Dokumen pengirim 4. Bayar
PEMASOK
Buat Barang
(Shani’) 3. Negosiasi, pesanan barang dan Akad Ishtisna‟
Sumber: Abdurahim, 2009 : 257 Gambar 2.6 Alur Transaksi Istishna’ dan Istishna’ Paralel
31 Universitas Sumatera Utara
Penjelasan gambar di atas adalah sebagai berikut: 1. Nasabah memesan barang yang dikehendaki dan melakukan negosiasi kesepakatan antara penjual dengan pembeli terkait transaksi istishna‟ yang dilaksanakan. 2. Pada transaksi istishna‟ setelah akad disepakati, penjual mulai membuat atau menyelesaikan tahapan pembuatan barang yang diinginkan pembeli. Setelah barang dihasilkan, pada saat atau sebelum tanggal penyerahan, penjual mengirim barang sesuai dengan spesifikasi kualitas dan kuantitas yang telah disepakati kepada pembeli. Adapun transaksi istishna‟ paralel yang biasanya digunakan oleh penjual (bank syariah) yang tidak membayar sendiri barang istishna‟, setelah meyepakati kontrak istishna‟ dan menerima dana dari nasabah istishna‟, selanjutnya secara terpisah membuat akad istishna‟ dengan produsen barang istishna‟. 3. Setelah menyepakati transaksi ishtisna‟ dalam jangka waktu tertentu, pemasok kemudian mulai melakukan pengerjaan barang yang dipesan. 4. Selama mengerjakan barang yang dipesan, pemasok melakukan tagihan kepada bank syariah senilai tingkat penyelesaian barang pesanan. 5. Bank syariah melakukan pembayaran kepada pembuat barang sebesar nilai yang ditagihkan.
32 Universitas Sumatera Utara
6. Bank syariah melakukan tagihan kepada nasabah pembeli berdasarkan tingkat penyelesaian barang. 7. Pemasok menyerahkan barang kepada nasabah kembali. 8. Pemasok mengirimkan bukti pengiriman barang kepada bank syariah. 9. Nasabah melunasi pembayaran barang istishna‟ sesuai dengan akad yang telah disepakati. 2.1.4. Non Performing Financing (NPF) Non Performing Financing (NPF) menunjukkan kemampuan bank dalam mengelola pembiayaan bermasalah yang diberikan oleh bank. Sehingga semakin tinggi rasio ini, maka akan semakin buruk kualitas kredit bank yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar, maka kemungkinan bank akan bermasalah dalam tingkat pengembalian asetnya. Kredit dalam hal ini adalah kredit yang diberikan kapada pihak ketiga tidak termasuk kredit pada bank lain. Kredit bermasalah adalah kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet (Amalia, 2005). Total Pembiayaan adalah keseluruhan pembiayaan (kredit) yang diberikan kepada pihak ketiga yang berupa pembiayaan murabahah, mudharabah, dan musyarakah. Pembiayaan berdasarkan kualitasnya, pada hakikatnya didasarkan atas risiko kemungkinan terhadap kondisi dan kepatuhan nasabah pembiayaan dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya untuk membayar bagi hasil, serta melunasi pembiayaannya. Jadi unsur utama dalam menentukan kualitas
33 Universitas Sumatera Utara
tersebut adalah waktu pembayaran bagi hasil, pembayaran angsuran maupun pelunasan pokok pembiayaan. Berikut ini tabel yang menjelaskan indikator kualitas pembiayaan : Tabel 2.1 Indikator Kualitas Pembiayaan No Kualitas Kriteria Pembiayaan 1 Pembiayaan a. Pembayaran angsuran pokok dan/atau bagi Lancar hasil tepat waktu; dan b. Memiliki rekening yang aktif 2 Perhatian a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau Khusus bagi hasil yang belum melampui Sembilan puluh hari: atau b. Kadang-kadang terjadi cerukan; atau c. Mutasi rekening relative aktif; atau d. Jarang terjadi pelanggaran terhadap e. kontrak yang diperjanjikan; atau f. Didukung oleh pinjaman baru 3 Kurang Lancar a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bagi hasil; atau b. Sering terjadi cerukan; atau c. Frekuensi mutasi rekening relatif rendah d. Terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan lebih dari sembilan puluh hari; atau e. Terdapat indikasi masala keuangan yang dihadapi debitur; atau f. Dokumentasi pinjaman yang lemah 4 Diragukan a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bagi hasil; atau b. Terdapat cerukan yang bersifat permanen c. Terdapat wanprestasi lebih dari 180 hari d. Terdapat kapitalisasi bunga e. Dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian pembiayaan maupun pengikatan jaminan. 5 Macet a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bagi hasil; atau b. Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru; atau c. Dari segi hukum maupun kondisi pasar,jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar Sumber : Rivai dan Veithzal, 2008 34 Universitas Sumatera Utara
2.1.5 Return On Assets (ROA) Return On Asset (ROA) adalah salah satu rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. Rasio profitabilitas ini sekaligus menggambarkan efisiensi kinerja bank yang bersangkutan. Return On Asset (ROA) sangat penting, karena rasio ini mengutamakan nilai profitabilitas suatu bank yang diukur dengan aset produktif yang dananya sebagian besar berasal dari Dana Pihak Ketiga (DPK). Semakin besar Return On Asset (ROA) suatu bank maka semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut, dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan aset. ROA menunjukkan kemampuan bank dalam mengelola aset yang tersedia untuk mendapatkan net income. Semakin tinggi return semakin baik, berarti dividen yang
dibagikan atau ditanamkan kembali sebagai
retained earning juga semakin besar (Kuncoro, 2002 : 551) . Suatu bank dapat dimasukkan ke dalam klasifikasi sehat apabila: 1. Rasio tingkat pengembalian atau Return On Asset (ROA) mencapai sekurang-kurangnya 1,2%. 2. Rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional tidak melebihi 93,5%.
35 Universitas Sumatera Utara
2.2. Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai faktor yang mempengaruhi profitabilitas yang diproksikan ke Return On Asset (ROA) bank di Indonesia telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Adapun penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini dapat di lihat pada tabel berikut ini: Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu Nama Peneliti Judul Penelitian Rahman dan Pengaruh Ridha (2012) Pembiayaan Jual Beli,Pembiayaan Bagi Hasil, dan Rasio Non Performing Financing terhadap Profitabilitas Bank Umum Syariah di Indonesia
Variabel Dependen: ROA Independen: Pembiayaan Jual Beli, Pembiayaan Bagi Hasil, dan Rasio Non Performing Financing
Hasil Pembiayaan jual beli dan NPF secara parsial berpengaruh signifikan positif terhadap profitabilitas yang diproksikan dengan ROA (Return On Asset) dan Pembiayaan bagi hasil berpengaruh signifikan negatif terhadap profitabilitas yang diproksikan dengan ROA (Return On Asset). Sedangkan secara simultan pembiayaan jual beli, pembiayaan bagi hasil dan rasio NPF berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas yang diproksikan dengan ROA (Return On Asset).
Ali dan Habbe (2012)
Dependen: ROA Independen: BOPO, NOM, NPF, FDR, NIM, NPL dan LDR
Rasio CAR, NOM dan FDR berpengaruh positif signifikan terhadap ROA sedangkan NPF tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA dan BOPO berpengaruh negative
Pengaruh Rasio Kesehatan Bank TerhadapKinerja Keuangan Bank Umum Syariah dan Bank Konvensional di Indonesia
36 Universitas Sumatera Utara
terhadap ROA pada Bank Umum Syariah di Indonesia. Oktariani Pengaruh Independent: Pembiayaan Musyaraka (2012) Pembiayaan Pembiayaan h terhadap profitabilitas Musyarakah, Musyarakah, secara parsial tidak Mudharabah, Mudharabah, berpengaruh signifikan, dan Murabahah dan Murabahah pembiayaan MudharabTerhadap Dependent: ah terhadap profitabiliProfitabilitas Profitabilitas tas secara parsial tidak (studi kasus yang berpengaruh signifikan, pada PT Bank diproksikan dan pembiayaan Muamalat dengan ROA Murabahah terhadap Indonesia,Tbk) profitabilitas secara parsial berpengaruh signifikan, sedangkan pembiayaan Musyaraka h, Mudharabah dan Murabahah terhadap profitabilitas secara simultan berpengaruh signifikan. Wicaksana Pengaruh Dependen: pembiayaan Mudharaa(2011) Pembiayaan ROA h, Musyarakah,murabah Mudharabah, Independen: berpengaruh secara Musyarakah dan Pembiayaan signifikan terhadap Murabahah Mudharabah, profitabilitas. Secara Terhadap Musyarakah simultan variabel Profitabilitas dan Murabahah pembiayaan Mudharah, Bank Umum Musyarakah, Murabaha Syariah di h berpengaruh secara Indonesia signifikan terhadap profitabilitas. Taupiq Pengaruh Dependen: Hasil dari penelitian (2010) pembiayaan ROA menunjukkan bahwa, Murabahah Independen: Pembiayaan Murabahaterhadap Pembiayaan h berpengaruh rendah profitabilitas Murabahah terhadap return on asset (ROA) (ROA). Berarti bahwa Pembiayaan Murabahah tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA. Sumber : Berbagai Peneliti
37 Universitas Sumatera Utara
2.3. Pengaruh Variabel Independen Terhadap Variabel Dependen 2.3.1. Pengaruh Piutang Murabahah dengan Return On Asset
Pada
Bank Umum Syariah Muhammad (2005 : 201) menyatakan bahwa salah satu akad dari pembiayaan jual beli yaitu akad murabahah merupakan produk yang paling populer dalam industri perbankan syariah. Hal tersebut dikarenakan beberapa alasan antara lain murabahah adalah suatu mekanisme investasi jangka pendek dan cukup memudahkan dibandingkan dengan sistem profit and loss sharing (PLS); mark up dalam murabahah dapat ditetapkan sedemikian rupa sehingga memastikan bahwa bank dapat memperoleh keuntungan yang sebanding dengan keuntungan bank-bank berbasis bunga yang menjadi saingan bank-bank Islam; murabahah menjauhkan ketidakpastian yang ada pada pendapatan dari bisnis-bisnis dengan sistem PLS; dan murabahah tidak memungkinkan bank-bank Islam untuk mencampuri manajemen bisnis karena bank bukanlah mitra nasabah, sebab hubungan mereka dalam murabahah adalah hubungan antara kreditur dan debitur. Pengelolaan murabahah yang merupakan salah satu komponen penyusun aset terbesar pada perbankan syariah akan menghasilkan pendapatan berupa margin/mark up. Dengan diperolehnya pendapatan mark up tersebut, maka akan mempengaruhi besarnya laba yang diperoleh bank syariah.
Serta
pada
akhirnya
mampu
mempengaruhi
peningkatan
profitabilitas yang tercermin dari ROA (Return On Asset). Maka semakin tinggi piutang murabahah, maka semakin tinggi pula ROA Bank Umum
38 Universitas Sumatera Utara
Syariah. Hal ini didukung oleh bukti empiris dari Yesi Oktariani (2012) menunjukkan bahwa semakin tinggi pembiayaan murabahah, maka semakin tinggi profitabilitas bank umum syariah yang diproksikan dengan Return On Asset. Berdasarkan kajian teori dan hasil penelitian terdahulu, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H1: Piutang murabahah berpengaruh terhadap Return On Asset (ROA) pada Bank Umum Syariah di Indonesia”. 2.3.2. Pengaruh Pembiayaan Mudharabah dengan Return On Asset Pada Bank Umum Syariah Pembiayaan mudharabah merupakan salah satu komponen penyusun aset pada perbankan syariah. Dari pengelolaan pembiayaan mudharabah, bank syariah memperoleh pendapatan bagi hasil sesuai dengan nisbah yang telah disepakati dengan nasabah (Muhammad, 2005 : 201). Pendapatan yang diperoleh akan mempengaruhi besarnya laba yang diperoleh bank (Firdaus, 2009). Besarnya laba yang diperoleh bank syariah akan
mampu
mempengaruhi ROA yang dicapai. Maka semakin tinggi pembiayaan mudharabah yang merupakan komponen dari pembiayaan bagi hasil, maka semakin tinggi pula ROA Bank Umum Syariah. Hal ini didukung oleh bukti empiris dari Wicaksana (2011) menunjukkan bahwa semakin tinggi pembiayaan mudharabah, maka semakin tinggi profitabilitas bank umum syariah yang diproksikan dengan Return On Asset (ROA). Berdasarkan kajian teori dan hasil penelitian terdahulu, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
39 Universitas Sumatera Utara
H2: Pembiayaan mudharabah berpengaruh terhadap Return
On Asset
(ROA) pada Bank Umum Syariah di Indonesia”. 2.3.3. Pengaruh Pembiayaan Musyarakah dengan Return On Asset Bank Pada Umum Syariah Pembiayaan musyarakah merupakan salah satu komponen penyusun aset pada perbankan syariah. Dari pengelolaan pembiayaan musyarakah, bank syariah memperoleh pendapatan bagi hasil sesuai dengan nisbah yang telah disepakati dengan nasabah (Muhammad, 2005 : 201). Pendapatan yang diperoleh akan mempengaruhi besarnya laba yang diperoleh bank (Firdaus, 2009). Besarnya laba yang diperoleh bank syariah akan
mampu
mempengaruhi ROA yang dicapai. Maka semakin tinggi pembiayaan musyarakah, maka semakin tinggi pula ROA Bank Umum Syariah. Hal ini didukung oleh bukti empiris dari Wicaksana (2011) menunjukkan bahwa semakin tinggi pembiayaan musyarakah, maka semakin tinggi profitabilitas bank umum syariah yang diproksikan dengan Return On Asset (ROA). Berdasarkan kajian teori dan hasil penelitian terdahulu, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H3:
Pembiayaan musyarakah berpengaruh terhadap Return
On Asset
(ROA) pada Bank Umum Syariah di Indonesia”. 2.3.4. Pengaruh Non Performing Financing dengan Return On Asset Pada Bank Umum Syariah Non Performing Financing (NPF) adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola pembiayaan
40 Universitas Sumatera Utara
bermasalah yang dapat dipenuhi dengan aset produktif yang dimiliki oleh suatu bank (Teguh Pudjo Mulyono, 1995). Ali (2004) menyatakan bahwa apabila porsi pembiayaan bermasalah membesar, maka hal tersebut pada akhirnya berpengaruh pula pada kemungkinan terjadinya penurunan besarnya keuntungan/pendapatan yang diperoleh bank. Penurunan pendapatan ini akan mampu mempengaruhi besarnya perolehan laba bank syariah. Dan pada akhirnya, akan mempengaruhi besarnya profitabilitas yang tercermin dengan Return On Asset (ROA) yang diperoleh bank syariah. Berdasarkan teori, semakin tinggi rasio Non Performing Financing (NPF), maka semakin buruk kualitas kredit bank yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar. Sehingga semakin tinggi rasio ini akan berpengaruh negatif terhadap profitabilitas Return On Asset (ROA) pada bank. Hal ini didukung dengan bukti empiris dari Adyani (2011) menunjukkan bahwa semakin tinggi rasio Non Performing Financing (NPF), maka akan semakin rendah profitabilitas bank umum syariah yang diproksikan dengan Return On Asset (ROA). Berdasarkan kajian teori dan hasil penelitian terdahulu, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H4:
Non Performing Financing (NPF) berpengaruh tehadap
Return On
Asset (ROA) Bank Umum Syariah di Indonesia”.
41 Universitas Sumatera Utara
2.4. Kerangka Konseptual Penelitian ini mengenai pengaruh piutang murabahah, mudharabah, musyarakah dan non performing financing (NPF) terhadap return on asset (ROA). Dimana hasil penelitian terdahulu yang sudah dijelaskan sebelumnya masih terdapat perbedaan. Dengan demikian, penelitian ini menguji kembali pengaruh piutang murabahah, mudharabah, musyarakah dan Non Performing Financing (NPF) terhadap Return On Asset (ROA) pada bank umum syariah di Indonesia selama periode 2010 - 2013. Kerangka konseptual dapat dilihat pada Gambar berikut ini:
Pembiayaan Murabahah (X1)
H1
Pembiayaan Mudharabah (X2)
H2
Pembiayaan Musyarakah (X3)
H3
Non Performing Financing (X4)
H4
Return On Asset (ROA)
(Y) H5 Gambar 2.7 Kerangka Konseptual
42 Universitas Sumatera Utara
2.5. Perumusan Hipotesis Kerangka konseptual merupakan pedoman dalam melakukan penelitian, dimana dengan berpedoman pada kerangka konseptual diharapkan penelitian ini sesuai dengan tujuannya serta memberikan hasil yang tidak bias. Berdasarkan tujuan penelitian, landasan teori, penelitian sebelumnya dan kerangka konseptual, maka dapat diperoleh hipotesisnya yaitu: H1: Piutang murabahah berpengaruh terhadap Return On Asset (ROA) pada bank umum syariah di Indonesia. H2: Pembiayaan mudharabah berpengaruh terhadap Return On Asset (ROA) pada bank umum syariah di Indonesia. H3: Pembiayaan musyarakah berpengaruh terhadap Return On Asset (ROA) pada bank umum syariah di Indonesia. H4: Non Performing Financing (NPF) berpengaruh terhadap Return On Asset (ROA) pada bank umum syariah di Indonesia. H5: Piutang Murabahah, Mudharabah, Musyarakah dan Non Performing Financing (NPF) berpengaruh secara simultan terhadap Return On Asset (ROA) pada Bank Umum Syariah di Indonesia.
43 Universitas Sumatera Utara