118 18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka dalam penelitian ini berisi uraian tentang
pelayanan
Mendirikan
publik,
Bangunan,
pelayanan
teori
penegakan
perizinan,
Izin
hukum,
dan
efektivitas pelayanan publik. A. Pelayanan Publik Pelayanan pelayanan
Umum
umum
adalah
yang
segala
dilaksanakan
bentuk
kegiatan
oleh
instansi
pemerintah di pusat, di daerah, dan lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dalam bentuk barang dan jasa baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan perundang-undangan. Moenir berpendapat bahwa pelayanan adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor material melalui sistem, prosedur dan
metode
tertentu
dalam
rangka
usaha
memenuhi
kepentingan orang lain sesuai dengan haknya7. Pendapat lain menyebutkan bahwa pelayanan adalah suatu perbuatan (deed), suatu kinerja (Performance) atau suatu usaha (Effort), jadi menunjukkan secara inhern pentingnya penerimaan jasa pelayanan terlibat secara aktif di dalam produksi atau penyamapain proses pelayanan itu sendiri
7
Moenir, 2007, Manajemen Pelayanan Umum, Jakarta: Bumi Aksara, hal 26-27
19
Inu
Kencana
dalam
Sinambela
mendefenisikan
Pelayanan Umum adalah sejumlah manusia yang memiliki kebersamaan
berpikir,
perasaan,
harapan,
sikap
dan
tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma yang merasa memiliki8. Oleh karena itu, pelayanan umum diartikan sebagai setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidana alokasi Khusus terikat pada suatu produk secara fisik9. Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003, definisi dari pelayanan umum adalah segala bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara dalam bentuk barang dan atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan10. Menurut ketentuan dalam Bab I pasal 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009, yang dimaksud pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan penduduk
atas
bagi
barang,
setiap jasa,
warga dan
negara
atau
dan
pelayanan
administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. 8
Sinambela, 2004, Standar Pelayanan Publik, Jakarta: Bumi Aksara, hal. 42 Ibid, hlm. 48 10 Achmad Nurmandi, 2010, Manajemen Pelayanan Publik, Yogyakarta: Sinergi Publishing, hal. 14 9
20
Berdasar beberapa pengertian di atas pelayanan publik atau pelayanan umum merupakan segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pada hakekatnya pembangunan nasional suatu bangsa dilaksanakan
oleh
masyarakat
bersama
pemerintah,
masyarakat adalah pelaku utama pembangunan, sedangkan pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan, membina serta
menciptakan
suasana
kondusif
yang
menunjang
kegiatan rakyatnya. Kegiatan masyarakat dan pemerintah tersebut harus saling mengisi, saling menunjang, dan saling melengkapi
dalam
suatu
kesatuan
langkah
menuju
tercapainya suatu tujuan pembangunan nasional suatu bangsa. Pemberian pelayanan umum oleh aparatur pemerintah kepada masyarakat adalah merupakan perwujudan dari fungsi aparat negara, agar terciptanya suatu keseragaman pola
dan
langkah
pelayanan
umum
oleh
aparatur
pemerintah perlu adanya suatu landasan yang bersifat umum dalam bentuk pedoman tata laksana pelayanan umum. Pedoman ini merupakan penjabaran dari hal-hal yang
perlu
mendapatkan
operasionalisasi
pelayanan
perhatian
dalam
prosedur
umum yang diberikan oleh
instansi pemerintah baik di pusat maupun di daerah secara terbuka dan transparan.
21
1. Hakikat Pelayanan Umum a. Meningkatkan
mutu
dan
produktivitas
pelaksanaan
tugas dan fungsi pemerintah di bidang pelayanan Umum. b. Mendorong
upaya
mengefektifkan
sistem
dan
tata
laksana pelayanan, sehingga pelayanan Umum dapat diselenggarakan lebih berdaya guna dan berhasil guna c. Mendorong tumbuhnya kreativitas, prakasa, dan peran serta masyarakat dalam derap langkah pembangunan serta
dalam
upaya
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat luas. 2. Asas Pelayanan Umum Pelayanan Umum dilaksanakan dalam suatu rangkaian kegiatan terpadu yang bersifat sederhana, terbuka, lancar, tepat, lengkap, wajar dan terjangkau. Karena itu harus mengandung unsur-unsur dasar sebagai berikut : a. Hak dan kewajiban bagi pemberi maupun penerima
pelayanan Umum harus jelas dan diketahui secara pasti oleh masing-masing pihak. b. Pengaturan
setiap
bentuk
pelayanan
Umum
harus
disesuaikan dengan kondisi kebutuhan dan kemampuan masyarakat untuk membayar berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan tetap berpegang pada efisiensi dan efektifitas. c. Mutu
proses
diupayakan
dan agar
hasil
pelayanan
dapat
memberi
Umum
harus
keamanan,
kenyamanan, kelancaran dan kepastian hokum yang dapat dipertanggung jawabkan.
22 d. Apabila pelayanan Umum yang diselenggarakan oleh
Instansi
Pemerintah
terpaksa
harus
mahal,
maka
Instansi Pemerintah yang bersangkutan berkewajiban memberi
peluang
kepada
masyarakat
untuk
ikut
menyelenggarakannya sesuai perundang-undangan yang berlaku. Alasan mendasar mengapa pelayanan Umum harus diberikan adalah adanya public interest atau kepentingan Umum
yang
pemerintahlah
harus
dipenuhi
oleh
pemerintah
yang
memiliki
“tanggung
karena
jawab”
atau
responsibility. Dalam memberikan pelayanan ini pemerintah diharapkan secara profesional melaksanakannya, dan harus mengambil keputusan politik secara tepat mengenai siapa mendapat apa,berapa banyak, dimana, kapan, dsb. Padahal, kenyataan
menunjukkan
bahwa
pemerintah
memiliki
tuntunan atau pegangan kode etik atau moral secara memadai. Asumsi bahwa semua aparat pemerintah adalah pihak yang telah teruji pasti selalu membela kepentingan Umum atau masyarakatnya, Banyak kasus membuktikan bahwa kepentingan pribadi, keluarga, kelompok, partai dan bahkan struktur yang lebih tinggi justru mendikte perilaku seorang birokrat atau aparat pemerintahan. Menurut Keputusan Menpan Nomor 63/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, asasasas pelayanan publik adalah: a. Transparansi. Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti. b. Akuntabilitas. Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentutan peraturan perundang-undangan.
23
c. Kondisional. Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi
dan
penerima
pelayanan
dengan
tetap
berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas. d. Partisipatif. Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan
pelayanan
publik
dengan
memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat. e. Kesamaan hak. Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender dan status ekonomi. f. Keseimbangan hak dan kewajiban. Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak. Sedangkan menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 25
Tahun
2009,
penyelenggaraan
pelayanan
publik
berasaskan: a. Kepentingan umum b. Kepastian hukum c. Kesamaan hak d. Keseimbangan hak dan kewajiban e. Keprofesionalan f. Partifipatif g. Persamaan hak/ tidak diskriminatif h. Keterbukaan i.
Akuntabilitas
j.
Fasilitas dan perlakukan khusus bagi kelompok rentan
k. Ketepatan waktu l.
Kecepatan, kemudahan dan keterjangkauan
24
3.
Prinsip-prinsip Penyelenggaraan Pelayanan Publik Sepuluh
prinsip
pelayanan
umum
diatur
dalam
Keputusan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, yaitu: a. Kesederhanaan; prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit,
mudah
dipahami
dan
mudah
dilaksanakan b. Kejelasan; 1) persyaratan teknis dan administratif pelayanan
publik,
2)
unit
kerja/
pejabat
yang
berwenang dan bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan,
persoalan/
sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik, 3) rincian
biaya
pelayanan
publik
dan
tatacara
pembayaran c. Kepastian
waktu,
pelaksanaan
pelayanan
publik
dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan. d. Akurasi, produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah e. Keamanan, proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum. f. Tanggung jawab, pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/ persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik. g. Kelengkapan sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja
dan
pendukung
lainnya
yang
memadai
25
termasuk
penyediaan
sarana
teknologi,
telekomunikasi dan informatika h. Kemudahan prasarana
akses,
tempat
pelayanan
dan
yang
lokasi
memadai,
sarana mudah
dijangkau oleh masyarakat dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informasi i.
Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan. Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah serta memberikan pelayanan dengan ikhlas
j.
Kenyamanan. Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat, serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan seperti parkir, toilet, tempat ibadah dan lainnya Pasal 34 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
disebutkan
bahwa
pelaksana
dalam
menyelenggarakan
pelayanan publik harus berperilaku sebagai berikut: a. Adil dan tidak diskriminatif b. Cermat c. Santun dan ramah d. Tegas, andal dan tidak memberikan putusan yang berlarut-larut e. Profesional f. Tidak mempersulit g. Patuh pada perintah atasan yang sah dan wajar h. Menjunjung
tinggi
nilai-nilai
akuntabiltas
dan
integritas institusi penyelenggara i.
Tidak membocorkan informasi atau dokumen yang wajib
dirahasiakan
perundang-undangan
sesuai
dengan
peraturan
26
j.
Terbuka dan mengambil langkah yang tepat untuk menghindari benturan kepentingan
k. Tidak menyalahgunakan sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan publik l.
Tidak memberikan informasi menyesatkan informasi
dalam
serta
yang
salah
menanggapi
proaktif
atau
permintaan
dalam
memenuhi
kepentingan masyarakat m. Tidak menyalahgunakan informasi, jabatan dan atau kewenangan yang dimiliki n. Sesuai dengan kepantasan o. Tidak menyimpang dari prosedur 4.
Standar Pelayanan Umum di Daerah Dalam konteks pelayanan Umum di daerah, kebijakan
desentralisasi meningkatkan daerah,
dan
otonomi
kualitas
daerah
ditujukan
penyelenggaraan
kesejahteraan
rakyat
masyarakat.
Karena
itu
menyediakan
pelayanan
dan
pemerintah Umum
yang
untuk
pemerintahan pemberdayaan daerah sesuai
harus dengan
kebutuhan masyarakat. Sesuai dengan pasal 10 ayat (3) UU No.
32
Tahun
2004
tentang
Pemerintahan
Daerah,
pemerintah menyelenggarakan urusan pemerintahanan yang meliputi politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama. Pada ayat (5) dinyatakan pula bahwa pemerintah juga menyelenggarakan urusan pemerintahan di luar enam urusan pemerintahan tersebut. Pada pasal 11 dinyatakan bahwa penyelenggaraan urusan
pemerintahan
eksternalitas,
dibagi
akuntabilitas
berdasarkan dan
efisiensi
kriteria dengan
27
memperhatikan
keserasian
hubungan
antar
susunan
pemerintahan. Eksternalitas adalah dampak yang timbul sebagai
akibat
dari
pemerintahan.
penyelenggaraan
Penyelenggaraan
suatu
urusan
urusan
pemerintahan
berdasarkan kriteria eksternalitas ditentukan berdasarkan luas, besaran, dan jangkauan dampak yang timbul akibat penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan. Berdasarkan kriteria eksternalitas maka semakin penyelenggaraan
suatu
urusan
langsung
dampak
pemerintahan
kepada
masyarakat, maka urusan tersebut paling tepat untuk diselenggarakan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota. Hal ini berarti pemerintah menetapkan urusan mana yang merupakan urusan dasar yang menjadi prioritas penyelenggaraan dan mana yang merupakan urusan pilihan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah propinsi merupakan urusan dalam skala propinsi, sedangkan
urusan
wajib
yang
menjadi
kewenangan
pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib, baik untuk pemerintahan
propinsi
maupun
untuk
pemerintahan
kabupaten dan kota sebagaimana disebutkan di atas harus berpedoman pada Standar Pelayanan Minimal (SPM). Urusan yang bersifat pilihan adalah urusan-urusan yang dapat dipilih untuk diselenggarakan oleh pemerintahan daerah berdasarkan
kriteria
pembagian
urusan
pemerintahan
sebagaimana disebutkan di atas. Urusan yang bersifat pilihan tersebut meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata
ada
dan
berpotensi
untuk
meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan,
28
dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Dalam penyelenggaraan urusan pilihan tersebut, pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota dapat memilih bagian urusan pemerintahan pada bidangbidang tertentu seperti pertanian, kelautan, pertambangan dan energi, kebutanan dan perkebunan, perindustrian dan perdagangan,
perkoperasian,
kesehatan,
pendidikan,
ketenagakerjaan, dan berbagai bidang lainnya. Setiap memiliki
penyelenggaraan
standar
pelayanan,
pelayanan sebagai
publik jaminan
harus adanya
kepastian bagi pemberi di dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya dan bagi penerima pelayanan dalam proses pengajuan permohonannya. Standar pelayanan merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik sebagai pedoman yang wajib ditaati dan dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan, dan menjadi pedoman bagi penerima pelayanan dalam proses pengajuan permohonan setya sebagai alat kontrol masyarakat dan atau penerima layanan atas kinerja penyelenggara pelayanan. Standar pelayanan publik menurut Keputusan Menpan 63/2003 sekurang-kurangnya meliputi: a. Prosedur pelayanan b. Waktu Penyelesaian c. Biaya Pelayanan d. Produk Pelayanan e. Sarana dan Prasarana f. Kompetensi petugas pelayanan Adanya pembagian
urusan
pemerintahan
petunjuk bahwa terdapat urusan-urusan tertentu
yang
penyelenggaraannya
memberi
pemerintahan
dibagi-bagi
antara
29
pemerintah,
pemerintahan
daerah
propinsi,
dan
pemerintahan daerah kabupaten/kota. Dengan demikian penyelenggaraan urusan pemerintahan tersebut melibatkan pemerintah,
pemerintahan
pemerintahan
daerah
sama.
Pembagian
daerah
propinsi
kabupaten/kota dalam
secara
dan
bersama-
penyelenggaraan
urusan
pemerintahan tersebut merupakan pelaksanaan hubungan kewenangan antara pemerintah dan pemerintahan daerah propinsi, kabupaten dan kota atau antar pemerintahan daerah yang saling terkait, tergantung dan sinergis sebagai satu sistem pemerintahan. Sesuai dengan deskripsi di atas, UU
No.
32
Tahun
2004
mengamanatkan
bahwa
penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib dilaksanakan dengan berpedoman pada Standar Pelayanan Minimal yang dilaksanakan secara bertahap. Hingga saat ini pemerintah
sedang
menyusun
RPP
tentang
Pedoman
Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal. Bila sudah diterapkan, maka SPM akan dijabarkan oleh masing-masing
kementrian/lembaga
terkait
untuk
menyusun spm masing-masing. Standar pelayanan minimal didefinisikan sebagai tolok ukur untuk mengukur kinerja penyelenggaraan dengan
urusan
pelayanan
dasar
wajib
daerah
kepada
yang
berkaitan
masyarakat.
Dalam
pelaksanaannya, SPM menganut beberapa prinsip, yakni: 1. SPM merupakan standar yang dikenakan pada urusan wajib, sedangkan untuk urusan lainnya pemerintah daerah boleh menetapkan standar sendiri sesuai dengan kondisi daerah masing-masing.
30
2. SPM
berlaku
secara
nasional,
yang
berarti
harus
diberlakukan di seluruh daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota di seluruh Indonesia. 3. SPM harus dapat menjamin akses masyarakat terhadap pelayanan
tertentu
yang
pemerintah
daerah
dalam
harus
disediakan
rangka
oleh
penyelenggaraan
urusan wajibnya. 4. SPM bersifat dinamis
dan
perlu
dikaji ulang dan
diperbaiki sesuai dengan perubahan kebutuhan nasional dan perkembangan kapasitas daerah secara merata. 5. SPM ditetapkan pada tingkat minimal yang diharapkan secara nasional untuk pelayanan jenis tertentu. Yang dianggap minimal dapat merupakan rata-rata kondisi daerah-daerah, merupakan konsensus nasional, dan lain-lain. 6. SPM
harus
penganggaran
diacu daerah,
dalam
perencanaan
pengawasan,
daerah,
pelaporan,
dan
merupakan salah satu alat untuk menilai Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Kepala Daerah serta menilai kapasitas daerah. Sesuai dengan PP No. 108 Tahun 2000 tentang Tatacara
Pertanggungjawaban
Kepala
Daerah,
yang
mengarut mengenai evaluasi kinerja pemerintah daerah, secara
spesifik
menetapkan
kriteria
SPM
harus
memperhatikan unsur input (tingkat atau besaran sumber daya yang digunakan), output (keluaran), outcome (hasil atau wujud pencapaian kinerja), benefit (tingkat manfaat yang dirasakan sebagai nilai tambah), dan impact (dampak atau pengaruh pelayanan terhadap kondisi secara makro berdasarkan manfaat yang dihasilkan). Kriteria penentuan
31
biaya dengan metode SPM sangat mendukung konsep anggaran berbasis kinerja yang juga mengacu kepada input, output, outcome, benefit dan impact. SPM merupakan alat untuk
mengukur
kinerja
pemerintahan
daerah
dalam
penyelenggaraan pelayanan dasar. Tingkat kesejahteraan masyarakat akan sangat tergantung pada tingkat pelayanan Umum yang disediakan oleh pemerintah daerah. SPM sangat diperlukan oleh pemerintah daerah dan masyarakat sebagai konsumen pelayanan itu sendiri. Bagi pemerintah daerah suatu SPM dapat dijadikan sebagai tolok ukur (benchmark) dalam penentuan biaya yang diperlukan untuk menyediakan pelayanan tertentu. Sedangkan bagi masyarakat SPM akan menjadi acuan dalam menilai kinerja pelayanan Umum, yakni kualitas dan kuantitas suatu pelayanan Umum yang disediakan oleh pemerintah daerah. Penerapan SPM akan memiliki manfaat sebagai berikut: 1. Dengan SPM akan lebih terjamin penyediaan pelayanan Umum yang disediakan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat. 2. SPM
akan
bermanfaat
untuk
menentukan
Standar
Analisis Biaya (SAB) yang sangat dibutuhkan pemerintah daerah
untuk
menentukan
jumlah
anggaran
yang
dibutuhkan untuk menyediakan suatu pelayanan Umum. 3. SPM
akan
menjadi
landasan
dalam
penentuan
perimbangan keuangan yang lebih adil dan transparan. 4. SPM akan dapat dijadikan dasar dalam menentukan anggaran kinerja dan membantu pemerintah daerah dalam
melakukan
berimbang.
alokasi
anggaran
yang
lebih
32
5. SPM akan dapat membantu penilaian kinerja (LPJ) Kepala Daerah secara lebih akurat dan terukur sehingga mengurangi kesewenang-wenangan dalam menilai kinerja pemerintah daerah. 6. SPM
akan dapat menjadi alat untuk meningkatkan
akuntabilitas pemerintah daerah kepada masyarakat, karena masyarakat akan dapat melihat keterkaitan antara pembiayaan dengan pelayanan Umum yang dapat disediakan pemerintah daerah. 7. SPM
akan
menjadi
rasionalisasai
argumen
kelembagaan
dalam
melakukan
pemerintah
daerah,
kualifikasi pegawai, serta korelasinya dengan pelayanan masyarakat. Dalam penyelenggaraannya, SPM dibuat berdasarkan sejumlah peraturan perundang-undangan, yakni: 1. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 2. UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah; 3. PP No. 65 Tahun 2005 mengenai Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal. 4. PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; 5. Keputusan
Menpan
Nomor
63/KEP/M.PAN/7/2003
tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.
33
B. Pelayanan Perizinan Secara teori verguning/ ijin didefinisikan sebagai suatu perbuatan administrasi negara yang memperkenankan perbuatan
yang
secara
umum
tidak
dilarang
dalam
peraturan perundang-undangan asalkan dilakukan sesuai dengan
syarat-syarat
tertentu
yang
ditentukan
dalam
peraturan hukum yang berlaku.11 Sedangkan perbuatan hukum
publik
itu
sendiri
memiliki
pengertian
suatu
perbuatan yang dilakukan oleh Pejabat Administrasi Negara yang tindakannya tersebut didasarkan pada peraturan perundang-undangan dan hukum publik. Bangunan yang didirikan tanpa adanya perhitungan mengenai kekuatan struktur dan bahan maka akan mudah roboh dan menimbulkan bahaya bagi orang banyak. Dalam rangka melindungi keselamatan masyarakat banyak dari bahaya
roboh/
rusaknya
bangunan
maka
kegiatan
pembangunan harus diawasi, boleh dibangun tetapi dengan syarat tertentu. Diantara syarat itu salah satunya adalah harus kuat dari segi skruktur konstruksi dan bahan yang digunakan,
apabila
tidak
dipenuhi
maka
kegiatan
mendirikan bangunan itu termasuk kategori membahayakan keselamatan masyarakat sehingga ijin mendirikan bangunan tidak diberikan. Pengawasan Pemerintah daerah terhadap kegiatan membangun bangunan dilaksanakan melalui pemberian ijin mendirikan
bangunan
yang
dimohonkan
oleh
anggota
masyarakat yang memberikan gambaran bangunan yang
11
SF Marbun dan Mahfud MD, 2006, Pokok-pokok Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta : Liberty, hal 95
34
akan didirikan lengkap dengan gambar dan perhitungan struktur
konstruksi.
Kemudian
setelah
diteliti
dan
dipertimbangkan dengan cermat, apabila memenuhi syarat maka ijin tersebut dikeluarkan dan pemohon diwajibkan membayar retribusi guna pemasukan keuangan daerah. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 81 Tahun 1993 kemudian disempurnakan dengan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63 Tahun 2003 mendefinisikan pelayanan umum sebagai segala bentuk
pelayanan
yang
dilaksanakan
oleh
Instansi
Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan BUMN atau BUMD dalam bentuk barang dan jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundangundangan. Sedangkan pelayanan administrasi pemerintahan atau pelayanan perizinan dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan BUMN atau BUMD, baik
dalam
rangka
upaya
pemenuhan
kebutuhan
masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan,
yang
bentuk
produk
segala
bentuk
pelayanannya adalah izin atau warkat12. Jadi, tindakan masyarakat
pelayanan yang yang
perizinan
dilakukan bersifat
oleh
adalah
pemerintah
legalitas
atau
kepada
melegalkan
kepemilikan, hak, keberadaan, dan kegiatan individu atau organisasi. 12
Poltak Lijan Sinambela, dkk, 2006, Reformasi Pelayanan Publik, Jakarta: Bumi Aksara, hal. 25.
35
Asep Warlan Yusuf mengatakan bahwa izin adalah instrumen pemerintah yang bersifat yuridis preventif, yang digunakan
sebagai
sarana
hukum
administrasi
untuk
mengendalikan perilaku masyarakat. Sedangkan menurut Sjachran Bash, izin adalah perbuatan hukum administrasi negara
yang
menghasilkan
peraturan
berdasarkan
persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku13. Pelayanan pemenuhan instansi
perizinan
kebutuhan
yang
dilakukan
masyarakat,
berwenang
dalam
sebagai
upaya
misalnya
upaya
memberikan
jaminan
kepastian hukum atas kepemilikan tanah maupun Izin Mendirikan Bangunan misalnya sehingga dapat menjamin segala aktivitas. IMB diperlukan dengan maksud untuk mendirikan bangunan yang aman tanpa gangguan yang berarti. Menurut
Ratminto
kualitas
pelayanan
perizinan
sangat dipengaruhi oleh lima hal yaitu14: 1. Kuatnya Posisi Tawar Pengguna Jasa Pelayan Adanya kesetaraan hubungan atau kesetaraan posisi tawar
antara
pelayanan
pemberi
yang
memberitahukan
pelayanan
dilakukan dan
dan
antara
mensosialisasikan
pengguna lain
jasa
dengan
hak-hak
dan
kewajiban-kewajiban baik pemberi maupun pengguna jasa pelayanan. Sehingga posisi tawar masyarakat seimbang dengan posisi tawar pemberi jasa pelayanan. 2. Berfungsinya Mekanisme ’Voice’
13
14
Ibid, hal. 32 Ibid, hal. 39
36
Pengguna jasa pelayanan harus diberi kesempatan untuk mengungkapkan ekspresi ketidakpuasannya atas pelayanan yang diterimanya. Apabila saluran ini dapat berfungsi secara efektif, maka posisi tawar pengguna jasa akan menjadi sama dengan posisi tawar penyelenggara jasa pelayanan sehingga kualitas pelayanan dapat ditingkatkan. 3. Pembentukan Birokrat Yang Berorientasi Pelayanan Faktor utama dalam manajemen pelayanan perizinan adalah sumber daya manusia atau birokrat yang bertugas memberi
pelayanan.
pengembangan
Oleh
sumber
sebab
daya
itu
pembinaan
manusia
dan
penyelenggara
pelayanan (birokrat) harus ditingkatkan baik secara kualitas maupun kuantitas. 4. Pengembangan Kultur Pelayanan Hal lain yang juga sangat krusial dalam peningkatan kualitas pelayanan perizinan adalah berkembangnya kultur pelayanan dalam diri birokrat. Penyelenggara pelayanan harus memiliki kultur pelayanan yang berorientasi pada kepentingan masyarakat. 5. Pembangunan Sistem Pelayanan Yang Mengutamakan Kepentingan Masyarakat Faktor terakhir yang juga sangat penting dalam manajemen
pelayanan
perizinan
adalah
beroperasinya
pelayanan yang mengutamakan kepentingan masyarakat. Pelayanan yang berkualitas harus memberikan kejelasan sistem dan prosedur sehingga ada kepastian yang diperoleh masyarakat pengguna layanan. Menurut Ahmad Sobana mekanisme perizinan dan izin yang diterbitkan untuk pengendalian dan pengawasan administratif
bisa
dipergunakan
sebagai
alat
untuk
37
mengevaluasi keadaan dan tahapan perkembangan yang ingin
dicapai, di
perubahan
dan
samping untuk mengendalikan mengevaluasi
keadaan,
potensi,
arah serta
kendala. Menurut Ridwan lebih jauh lagi melalui sistem perizinan diharapkan dapat tercapainya tujuan tertentu diantaranya15 : 1. Adanya suatu kepastian hukum. 2. Perlindungan kepentingan umum. 3. Pencegahan kerusakan atau pencemaran lingkungan 4. Penataan distribusi barang tertentu. Perizinan
sebagai instrumen usaha implementasi
program pemerintah daerah yang menjadi bagian integral dari
penyelenggaraan
pemerintahan,
maka
pemerintah
daerah bisa lebih leluasa untuk menggunakannya sesuai dengan rambu peraturan perundangan yang berlaku dengan tetap menjunjung tinggi azas umum pemerintahan yang layak. C. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Menurut penjelasan Peraturan Pemerintah RI No. 45 tahun
1998,
yang
dimaksud
dengan
Izin
Mendirikan
Bangunan termasuk dalam pemberian izin ini adalah kegiatan peninjauan desain dan pemantapan pelaksanaan pembangunan agar tetap sesuai dengan rencana teknis bangunan dan rencana tata ruang yang berlaku, dengan tetap memperhatikan koefisisen dasar bangunan (KDB), koefisien
luas
bangunan
(KLB),
koefisien
ketinggian
bangunan (KKB), dan pengawasan penggunaan bangunan
15
Ibid, hal. 42
38
yang meliputi pemeriksaan dalam rangka memenuhi syaratsyarat
keselamatan
bagi
yang
menempati
bangunan
tersebut16. Peraturan Daerah Kabupaten Semarang No. 16 Tahun 2006 tentang Izin Bangunan menyatakan bahwa mendirikan bangunan
adalah
pekerjaan
mengadakan
bangunan
seluruhnya atau sebagian baik membangun baru maupun menambah,
merubah,
merehabilitasi
dan/
atau
memperbaiki bangunan yang ada, termasuk pekerjaan menggali,
menimbun
berhubungan
dengan
atau
meratakan
pekerjaan
tanah
mengganti
yang bagian
bangunan. Sedangkan Izin Mendirikan Bangunan yang selanjutnya disingkat IMB adalah izin yang diberikan untuk mendirikan/merubah bangunan. Jadi, Izin Mendirikan Bangunan (IMB) adalah izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan membangun yang dapat diterbitkan apabila rencana bangunan dinilai telah sesuai dengan ketentuan yang meliputi aspek pertanahan, aspek
planalogis
(perencanaan),
aspek
teknis,
aspek
kesehatan, aspek kenyamanan, dan aspek lingkungan. Salah satu dasar pertimbangan penetapan peraturan izin mendirikan bangunan adalah agar setiap bangunan memenuhi teknik konstruksi, estetika serta persyaratan lainnya sehingga tercipta suatu rangkaian bangunan yang layak
dari
segi
keselamatan,
kesehatan,
kenyamanan,
keindahan dan interaksi sosial. Tujuan dari penerbitan IMB adalah
untuk
mengarahkan
pembangunan
yang
dilaksanakan oleh masyarakat, swasta maupun bangunan
16
Bintoro Tjokroamidjojo, 2006, Reformasi Administrasi Publik, Jakarta: Rajawali, hal. 81
39
pemerintah
dengan
pengendalian
melalui
prosedur
perizinan, kelayakan lokasi mendirikan, peruntukan dan penggunaan bangunan yang sehat, kuat, indah, aman dan nyaman. IMB berlaku pula untuk bangunan rumah tinggal lama yaitu bangunan rumah yang keberadaannya secara fisik telah lama berdiri tanpa atau belum ber-IMB. Selain untuk rumah tinggal IMB juga berlaku untuk bangunanbangunan
dengan
perkantoran,
fungsi
gedung
yang
industri,
lain
dan
seperti
gedung
bangunan
fasilitas
umum. IMB memiliki dasar hukum yang harus dipatuhi sehingga mutlak harus dimiliki setiap orang yang berniat mendirikan sebuah bangunan. Selain itu, adanya IMB berfungsi supaya pemerintah daerah dapat mengontrol dalam rangka pendataan fisik kota sebagai dasar yang sangat penting bagi perencanaan, pengawasan
dan
penertiban
pembangunan
kota
yang
terarah dan sangat bermanfaat pula bagi pemilik bangunan karena
memberikan
kepastian
hukum
atas
berdirinya
bangunan yang bersangkutan dan akan memudahkan bagi pemilik bangunan untuk suatu keperluan, antara lain dalam hal pemindahan hak bangunan yang dimaksud sehingga jika tidak
adanya
IMB
maka
akan
dikenakan
tindakan
penertiban sesuai dengan peraturan yang berlaku. Menurut ketentuan dalam pasal 4 Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2006 Kabupaten Semarang, obyek IMB adalah merubah bangunan, merobohkan bangunan dan izin penggunaan bangunan. Sedangkan subyek izin bangunan meliputi orang atau badan yang akan mendirikan bangunan,
40
merubah
atau
merobohkan
bangunan
dan/
atau
bangunan
dan
menggunakan bangunan. Tatacara
permohonan
izin
persyaratannya, sebagaimana ketentuan dalam pasal 5 Peraturan
Daerah
Nomor
16
Tahun
2006
Kabupaten
Semarang dapat dijelaskan sebagai berikut: 1.
Permohonan izin bangunan diajukan secara tertulis kepada Bupati atau pejabat yang ditunjuk
2.
Permohonan
izin
sebagaimana
dimaksud
dilampiri
dengan: a. Fotocopy Kartu Tanda Penduduk b. Fotocopy Hak Atas Tanah c. Fotocopy Tanda Pelunasan PBB tahun terakhir bagi tanah-tanah yang telah mendapatkan penetapan PBB d. Surat Keterangan dari Kepala Desa/Lurah e. Surat pernyataan penggunaan tanah apabila bukan milik sendiri f. Fotocopy akta pendirian perusahaan yang telah disahkan yang berwenang g. Fotocopy izin lokasi h. Surat pernyataan teknis i.
Gambar situasi lokasi bangunan
j.
Site plant
k. Rekaman gambar bangunan yaitu denah, tampak dan potongan dengan skala 1: 100 l.
Izin
pendirian
tempat
ibadah
untuk
bangunan
keagamaan m. Surat pernyataan penggunaan bangunan n. Kesanggupan menyusun UPL atau UKL atau AMDAL
41
3.
Permohonan izin sebagaimana dimaksud ayat (1) untuk orang/ pribadi tidak dilampiri dengan: a. Rekaman akte pendirian perusahaan b. Izin lokasi c. Kesanggupan menyusun UPL atau UKL d. Site plant e. Izin gangguan
D. Teori Penegakan Hukum Kenyataan
saat
ini,
sering
dipisahkan
antara
masalah penegakan hukum (law enforcement) dan masalah pembaharuan/pembangunan development). merupakan
Padahal, bagian
hukum
(law
penegakan
reform
hukum
(subsistem)
dari
and
pidana
keseluruhan
sistem/kebijakan penegakan hukum nasional yang pada dasarnya juga merupakan bagian dari sistem/ kebijakan pembangunan nasional, dikatakan demikian karena pada hakikatnya kebijakan hukum pidana (penal policy), baik dalam arti penegakan in abstracto maupun in concreto merupakan
bagian
dari
keseluruhan
kebijakan
sistem
penegakan hukum nasional dan merupakan bagian dari upaya menunjang pembangunan nasional17. Penegakan Hukum (law enforcement) dalam arti luas mencakup kegiatan untuk melaksanakan dan menerapkan hukum serta melakukan tindakan hukum terhadap setiap pelanggaran atau penyimpangan hukum yang dilakukan oleh
subjek
ataupun 17
hukum,
melalui
baik
prosedur
melalui
prosedur
arbitrase
dan
peradilan mekanisme
Barda Nawawi Arief, 2010, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung: Citra Aditya Bakti, hal. 316-317
42
penyelesaian
sengketa
lainnya
(alternative
desputes
or
conflicts resolution)18. Bahkan, dalam pengertian yang lebih luas lagi, kegiatan penegakan hukum mencakup pula segala aktifitas yang dimaksudkan agar hukum sebagai perangkat kaedah normatif yang mengatur dan mengikat para subjek hukum dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara
benar-benar
ditaati
dan
dijalankan
sebagaimana
mestinya.
sungguh-sungguh
Dalam
arti
sempit,
penegakan hukum itu menyangkut kegiatan penindakan terhadap setiap pelanggaran atau penyimpangan terhadap peraturan
perundang-undangan,
khususnya
yang
lebih
sempit lagi melalui proses peradilan pidana yang melibatkan peran aparat kepolisian, kejaksaan, advokat atau pengacara, dan badan-badan peradilan. Walaupun hukum pidana positif di Indonesia saat ini bersumber dari Wetboek van Strafrecht (WvS) atau KUHP Belanda,
dalam penegakan
hukum
seharusnya berbeda
dengan penegakan hukum pidana seperti pada zaman Belanda, dengan kata lain,
penegakan
hukum
pidana
positif harus berada dalam konteks ke-Indonesia-an dan bahkan
dalam
pembangunan dikatakan kesimpulan
konteks hukum
pembangunan nasional.
Inilah
nasional baru
dan dapat
penegakan
hukum
Indonesia.
Salah
satu
Konvensi
Hukum
Nasional
menyatakan:
“Penegakan hukum dan sikap masyarakat terhadap hukum tidak boleh mengabaikan keadaan dan dimensi waktu saat hukum
itu
ditetapkan/berlaku ”
Apabila hukum pidana
suatu bangsa merupakan indikasi dari peradaban bangsa
18
Chainur Arrasjid, 2000, Dasar-dasar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 62
43
itu.
Maka penegakan hukum pidana seyogyanya tidak
semata-mata didasarkan pada legalitas formal tetapi harus melihat
hukum
yang
hidup
di
dalam
masyarakat.
Mohammad Hatta menjelaskan bahwa hukum merupakan panglima dan urat nadi pada segala aspek kehidupan bernegara maupun bermasyarakat. Hukum sebagai suatu sistem mempunyai peran yang strategis dalam penegakan hukum dan dominan dalam menciptakan masyarakat yang adil dan makmur19. Penegakan hukum pada hakikatnya mengandung supremasi nilai substansial, yaitu keadilan. Nilai keadilan yang didambakan ialah nilai yang sesuai dengan Pancasila sebagai falsafah bangsa Indonesia merupakan nilai yang dapat memelihara dan mempertahankan keseimbangan, keserasian dan keselarasan antara kepentingan individu di satu pihak, dan kepentingan masyarakat lain di lain pihak. Nilai keadilan inilah yang merupakan nilai yang terpenting dari setiap peraturan perundang- perundangan, dengan kata lain, kaidah-kaidah hukum itu tidak hanya merupakan kaidah yang sah (yang mempunyai validity saja), akan tetapi juga merupakan kaidah yang adil (harus mempunyai value)20. Penegakan
hukum
selalu
melibatkan
manusia
didalamnya dan melibatkan juga tingkah laku manusia. Hukum tidak
dapat
tegak
dengan
sendirinya,
artinya
hukum tidak mampu mewujudkan sendiri janji-janji serta kehendak-kehendak 19 20
yang
tercantum
dalam
(peraturan-
Moh. Hatta, 2009, Beberapa Masalah Penegakan Hukum Pidana Umum dan Pidana Khusus, Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, hal. 1 Romli Atmasasmita, 2010, Sistem Peradilan Pidana Kontemporer, Jakarta: Kencana, hal.67-68
44
peraturan) hukum. Janji dan kehendak tersebut, misalnya untuk memberikan hak kepada seseorang, mengenakan pidana
terhadap
seorang
yang
memenuhi
persyaratan
tertentu dan sebagainya21. Terjadinya musibah dalam kehidupan hukum di Indonesia pada akhir-akhir ini, seperti peradilan terhadap para hakim dan peyalahgunaan kekuasaan dalam hukum oleh aparat penegak hukum serta friksi yang timbul dalam masyarakat sebagai akibat pelaksanaan penegakan hukum, tampaknya tidak harus dikembalikan kepada masalah mentalitas para pelaksana penegakan hukum, sebagaimana lazimnya dilontarkan kemungkinan
masyarakat, melainkan
disebabkan
oleh
karena
juga
memang
ada nilai
(keadilan) yang terkandung dalam peraturan perundangundangan yang berlaku
dewasa
ini
sudah
jauh
dari
memadai, bahkan bertentangan dengan pendapat dan rasa keadilan masyarakat kita22. E. Efektivitas Pelayanan Publik Menurut sebagai
suatu
Cristhoper sistem
pelayanan
manajemen,
dapat
diartikan
diorganisir
untuk
menyediakan hubungan pelayanan yang berkesinambungan antara waktu pemesanan dan waktu barang atau jasa itu diterima dan digunakan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan/harapan pelanggan dalam jangka panjang23. Menurut Ivancevich, Lorenzi, Skinner dan Crosby pelayanan adalah produk-produk yang tidak kasat mata
21
Satjipto Rahardjo, 2006, Membedah Hukum Progresif, Jakarta: Kompas, hal. 173-174 Ibid, hal. 69 23 Fandi Tjiptono, 2005, Total Quality Management, Yogyakarta: BPFE, hal. 3 22
45
(tidak dapat diraba) yang melibatkan usaha-usaha manusia dan menggunakan peralatan24.Sedangkan definisi yang lebih rinci diberikan oleh Gronroos yaitu pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata yang terjadi akibat adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-hak lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan konsumen/pelanggan25. Efektivitas pelayanan publik merupakan pengukuran dalam arti tercapainya sasaran dan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya, sehingga yang dimaksud efektif adalah keadaan di mana program yang telah dilaksanakan dalam bidang tertentu terdapat kesesuaian dengan tujuan dan sasaran yang telah disepakati bersama. Tingkat pelayanan dan derajat kepuasan masyarakat merupakan salah satu ukuran efektivitas. Ukuran ini tidak mempertimbangkan berapa biaya, tenaga, dan waktu yang digunakan menitik
dalam
beratkan
memberikan pada
pelayanan,
tercapainya
tetapi
tujuan
lebih
organisasi
pelayanan publik. Sesuai dengan pendapat tersebut Steers dan Etzioni mengatakan bahwa efektivitas suatu organisasi tergantung pada seberapa jauh organisasi tersebut berhasil dalam pencapaian tujuannya26. Dalam praktik penyelenggaraan hukum di lapangan ada kalanya terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hal ini disebabkan oleh konsepsi keadilan 24
Sudarsono, 2004, Manajemen Pelayanan Publik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hal.14 25 Sedarmayanti. 2004. Good Governance (Kepemerintahan yang Baik). Bandung: CV. Mandar Maju, hal. 23 26 Agung Kurniawan, 2005. Transformasi Pelayanan Publik, Yogyakarta: Pembaruan, hal 4.
46
merupakan
suatu
rumusan
yang
bersifat
abstrak,
sedangkan kepastian hukum merupakan suatu prosedur yang telah ditentukan secara normatif. Justru itu, suatu kebijakan atau tindakan yang tidak sepenuhnya berdasar hukum
merupakan
sesuatu
yang
dapat
dibenarkan
sepanjang kebijakan atau tindakan itu tidak bertentangan dengan hukum. Maka pada hakikatnya penyelenggaraan hukum bukan hanya mencakup law enforcement saja, namun juga peace maintenance, karena penyelenggaraan hukum
sesungguhnya
merupakan
proses
penyerasian
antara nilai kaedah dan pola perilaku nyata yang bertujuan untuk mencapai kedamaian27. Dengan demikian, tidak berarti setiap permasalahan sosial hanya dapat diselesaikan dengan hukum yang tertulis, karena tidak mungkin ada peraturan perundang-undangan yang dapat mengatur seluruh tingkah laku manusia, yang isinya jelas bagi setiap warga masyarakat yang diaturnya dan serasi antara kebutuhan untuk menerapkan peraturan dengan
fasilitas
yang
mendukungnya.
Pada hakikatnya, hukum itu mempunyai unsur-unsur antara lain hukum perundang-undangan, hukum traktat, hukum yuridis, hukum adat, dan hukum ilmuwan atau doktrin. Secara ideal unsur-unsur itu harus harmonis, artinya tidak saling bertentangan baik secara vertikal maupun secara horizontal antara perundang-undangan yang satu dengan yang lainnya, bahasa yang dipergunakan harus jelas, sederhana, dan tepat karena isinya merupakan pesan kepada
warga
masyarakat
yang
terkena
perundang-
undangan itu. 27
Soerjono Soekanto, 2003. Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: UI Press, hal. 62
47
Moenir mengatakan bahwa pelayanan adalah kunci keberhasilan dalam berbagai usaha atau kegiatan yang bersifat jasa. Jadi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat
harus
seefektif
mungkin.
Secara
umum
pelayanan yang efektif dapat berarti tercapainya tujuan pelayanan yang telah ditetapkan organisasi dan masyarakat merasa
puas
dengan
pelayanan
Pengembangan
strategi
pelayanan
yang
didapatnya.
menekankan
pada
tindakan-tindakan seperti yang dikemukakan oleh De Vreye ke dalam 7 simple strategis for succes yang kemudian disebut service model:28 1. Self-esteem (harga diri) a. Pelayanan bukan berartu ”tunduk” b. Dinilai dari kepemimpinan, keteladanan c. Menempatkan seseorang menurut keahliannya d. Menetapkan tugas pelayanan yang futuris e. Berpedoman pada kesuksesan hari esok lebih baik dari hari ini 2. Exceed Expectation (memenuhi harapan) a. Penyesuaian standar pelayanan b. Pemahaman terhadap keinginan pelanggan c. Pelayanan sesuai harapan pelanggan 3. Recovery (pembenahan) a. Keluhan, sesungguhnya bukan merupakan masalah, akan
tetapi
merupakan
peluang
untuk maju,
dan
tantangan untuk melaju b. Mengatasi keluhan pelanggan c. Mengumpulkan informasi tentang keinginan pelanggan
28
Fandi Tjiptono, Op.Cit, hal. 16
48
d. Uji coba standar pelayanan e. Mendengarkan keluhan pelanggan 4. Vision (pandangan ke depan) a. Perencanaan ideal di masa depan b. Memanfaatkan teknologi semaksimal mungkin c. Memberikan pelayanan yang sesuai kebutuhan pelanggan 5. Improve (perbaikan) a. Perbaikan secara terus menerus b. Menyesuaikan dengan perubahan c. Mengikut sertakan bawahan dalam penyusunan rencana d. Investasi yang berupa non material (training) e. Penciptaan lingkungan yang kondusif f. Penciptaan standar yang responsive 6. Care (perhatian) a. Sistem yang memuaskan pelanggan b. Menjaga kualitas c. Menerapkan ukuran yang tepat 7. Empower (pemberdayaan) a. Memberdayakan karyawan b. Belajar dari pengalaman c. Memberikan rangsangan, pengukuran, dan penghargaan. Keberhasilan tantangan
bagi
kebijakan
aparatur
pelayanan
pemerintah
dalam
merupakan menyikapi
gejolak, keinginan maupun kebutuhan masyarakat yang pada
dasarnya
ingin
dihargai
sebagai
manusia
yang
mempunyai martabat dan harga diri. Tuntutan yang selalu muncul dari masyarakat yang ingin dilayani membuat dewasa kinerja aparatur dalam menghadapinya, dan hal ini membutuhkan energi dan atensi kompetisi kerja. Untuk itu diperlukan komitmen, kompetensi dan konsep yang cepat,
49
tepat, akurat, ramah dan murah dari aparatur dalam mengimplementasikan kebijakan pelayanan publik yang prima, serta sinkronisasi yang sinergi antara aparatur yang memberikan
pelayanan
dengan
masyarakat
yang
memerlukan pelayanan. Standar pelayanan publik yang prima pada organisasi pemerintah menjadi penting dihayati dalam pelaksanaannya, karena pada dasarnya merupakan hal yang melekat dalam tugas pokok dan fungsi aparatur dalam organisasi pemerintah. Terdapat beberapa indikator yang harus dipenuhi untuk melihat efektivitas suatu organisasi atau lembaga, yaitu: 1. Input Input
merupakan
dasar
dari
sesuatu
yang
akan
diwujudkan atau dilaksanakan berdasarkan apa yang direncanakan yang berpengaruh pada hasil. 2. Proses Efektivitas dapat diwujudkan apabila memperlihatkan proses produksi yang mempunyai kualitas karena dapat berpengaruh pada kualitas hasil yang akan dicapai secara keseluruhan. Proses produksi menggambarkan bagaimana proses pengembangan suatu hal yang dapat berpengaruh terhadap hasil. 3. Hasil Hasil berupa kuantitas atau bentuk fisik dari kerja kelompok atau organisasi.
Hasil yang dimaksud dapat
dilihat dari perbandingan antara masukan (input) dan keluaran usaha dengan hasil persentase pencapaian program kerja dan sebagainya. 4. Produktivitas
50
Produktivitas
adalah
bagaimana
menghasilkan
atau
meningkatkan hasil barang dan jasa setinggi mungkin dengan memanfaatkan sumber daya secara efisien. Produktivitas
berpengaruh
pada
efektivitas
yang
berorientasi kepada keluaran atau hasil produktivitas mencakup pendidikan, motivasi dan pendapatan29. Dapat dilihat di atas bahwa untuk mengetahui efektivitas suatu lembaga atau organisasi maka harus memenuhi beberapa kriteria antara lain input, proses produksi, hasil dan produktivitas dengan baik karena dapat mempengaruhi hasil yang akan dicapai secara keseluruhan. Bila hal tersebut dapat dipenuhi dengan baik maka efisiensi Pelayanan
Perijinan
meningkatkan
Terpadu
pelayanan
izin
Satu
bangunan
Pintu di
dalam
Kabupaten
Semarang telah terlaksana dengan baik pula. Secara skematis gambaran efektivitas pengurusan izin bangunan dapat terlihat pada bagan di bawah ini: Gambar 1.1 Gambaran Efektivitas Input
29
Sedarmayanti, Op.Cit, hal. 61
Proses
Output
51
Perda No 16 Th 2006
Hasil Utama
Proses pengurusan izin
Hasil Sampingan Penegakan Hukum
Kualitas Pelayanan
Kualitas Pelayanan
Produktivitas
Penjelasan dari bagan di atas terlihat bahwa kualitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh telah dipenuhi berbagai persyaratan, spesifikasi dan harapan. Konsep ini berorientasi kepada input dan keluaran dan hasil yang dicapai. Input merupakan dasar dari sesuatu yang akan diwujudkan atau dilaksanakan yang mempengaruhi hasil. Efektivitas mempunyai hubungan dengan efisiensi namun tidak berpengaruh terhadap hasil efektivitas. Hal ini sesuai dengan pendapat Sedamaryanti yang menyatakan apabila
efisiensi
walaupun
terjadi
dikaitkan
dengan
peningkatan
efektivitas
efektivitas
belum
maka tentu
efisiensi meningkat. Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat disimpulkan efisiensi bukan merupkan syarat yang mutlak bagi tercapainya efektivitas. Efektivitas dapat diwujudkan apabila memperlihatkan proses produksi yang mempunyai kualitas karena akan berpengaruh terhadap kualitas hasil yang akan dicapai secara
keseluruhan.
Proses
produksi
menggambarkan
52
bagaimana proses pengembangan suatu hal yang dapat berpengaruh terhadap hasil. Bagan tersebut juga dapat memperlihatkan bahwa produktivitas berpengaruh pada efektivitas yang berorientasi kepada
keluaran
atau
hasil.
Produktivitas
mencakup
pendapatan, pendidikan dan motivasi. Di
tingkat
daerah
khususnya
pada
pemerintah
kabupaten, desa/ kelurahan sebagai bagian dari kecamatan merupakan instansi terkecil yang berada di garda terdepan dalam
rangka
masyarakat.
Tak
pemberian
pelayanan
berlebihan,
umum
pelayanan
pada
Umum
yang
diberikan di tingkat kelurahan serta kecamatan merupakan potret dari pelayanan Umum suatu daerah. Jadi bila baik pelayanan Umum di kelurahan dan kecamatan itu baik, maka itu merupakan cerminan pelayanan di tingkat daerah itu baik dan sebaliknya. Kelurahan dan kecamatan itu potret pelayanan. Kalau baik di kelurahan atau kecamatan, itu berarti baik pula di di pelayanan pemerintahan di atasnya. Diakui
selama
beberapa
tahun
terakhir,
perhatian
pemerintah daerah terhadap kecamatan dan kelurahan belum maksimal. Ini dikarenakan adanya tarik ulur berbagai kepentingan di tingkat eksekutif maupun legislatif. Namun ke depan, ia meyakinkan bahwa perhatian ini akan semakin ditingkatkan. Pemerintah
Kecamatan
menjadi
ujung
tombak
pelayanan Umum di daerah. Terdapat cukup banyak jenis pelayanan yang dibutuhkan masyarakat dan harus diurus atau
diselesaikan
di
tingkat
kecamatan.
Urusan
KTP
misalnya, walaupun di beberapa daerah sudah dipusatkan di kabupaten, di banyak daerah lain di seluruh Indonesia
53
masih harus ditangani oleh pemerintah kecamatan. Juga pengurusan berbagai perijinan. Selain melayani berbagai urusan
pelayanan
administratif
kependudukan
dan
perijinan, pemerintah kecamatan juga mengemban tugas melaksanakan pelayanan dasar sektoral, mulai dari urusan ketertiban
dan
kemanan,
pendidikan,
kesehatan,
pengentasan kemiskinan, pemberdayaan masyarakat, dan upaya-upaya konkrit mensejahterakan masyarakat. Kecamatan merupakan Perangkat Daerah sebagai pelaksana teknis kewilayahan yang mempunyai wilayah kerja
tertentu
dan
dipimpin
oleh
seorang
Camat
berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. Tugas umum camat dalam pemerintahan yang meliputi
30:
1. Mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat; 2. Mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum; 3. Mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan; 4. Mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum; 5. Mengkoordinasikan
penyelenggaraan
kegiatan
pemerintahan di tingkat kecamatan; 6. Membina penyelenggaraan pemerintahan kelurahan; dan 7. Melaksanakan
pelayanan
masyarakat
yang
menjadi
ruang lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan kelurahan. Selain itu, camat mempunyai tugas sebagai berikut :
30
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan
54
1. Membantu Kepala Daerah dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan
administrasi
pemerintahan,
pembangunan, pemberdayaan masyarakat, ketenteraman dan
ketertiban,
pelayanan
umum,
dan
pemberian
pelayanan administrasi di tingkat Kecamatan; 2. Mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat, upaya
penyelenggaraan
ketentraman
dan
ketertiban
umum, penerapan dan penegakan peraturan perundangundangan,
pemeliharaan
pelayanan
umum,
prasarana
dan
fasilitas
penyelenggaraan
kegiatan
pemerintahan di tingkat kecamatan; 3. Membina
penyelenggaraan
pemerintahan
di
tingkat
Kelurahan yang ada di wilayahnya; 4. Mengkoordinasikan program
kerja
penyusunan
dalam
pemerintahan,
dan
pembuatan
penyelenggaraan
administrasi
pembangunan,
pemberdayaan
masyarakat, ketenteraman dan ketertiban, pelayanan umum, dan pemberian pelayanan administrasi; 5. Mengadana
alokasi
Khususan
hubungan
kerjasama
dengan semua instansi baik pemerintah maupun swasta serta Cabang Dinas/Instansi Vertikal yang ada di wilayah Kecamatan untuk kepentingan pelaksanaan tugasnya; 6. Membina menerus
dan
memotivasi
kemampuan
serta
prestasi
memelihara para
terus
pegawai
di
lingkungan Kecamatan guna meningkatkan produktivitas kerja; 7. Mengkaji,
mengoreksi,
dan
memberikan
perizinan/rekomendasi dan keterangan lainnya sesuai dengan pendelegasian wewenang Kepala Daerah;
yang diberikan oleh
55
8. Memberikan saran dan pertimbangan kepada Kepala Daerah dalam pelaksanaan tugasnya; 9. Mempertanggungjawabkan Kecamatan
secara
teknis
pelaksanaan operasional
dan
tugas teknis
administratif kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah; 10. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Daerah.