BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengendalian Internal
Salah satu fungsi dalam manajemen adalah pengendalian atau pengawasan
(controlling), di samping planning dan organizing. Para manajer harus melakukan
pengendalian
terhadap
aktivitas-aktivitas
bisnisnya.
Pengendalian
adalah
usaha-usaha untuk meyakinkan bahwa tujuan-tujuan (sasaran-sasaran) yang telah ditetapkan dapat dicapai. Agar manajer dapat melaksanakan pengawasan secara menyeluruh dan informasi yang dihasilkan untuk pengambilan keputusan itu dapat dipercaya maka dibutuhkan alat berupa pengendalian internal.
2.1.1 Pengertian Pengendalian Internal Secara umum pengendalian internal mencakup struktur organisasi, prosedur, metode, dan kebijakan-kebijakan. Mulyadi (2008:163) mengatakan bahwa, “sistem pengendalian intern meliputi struktur organisasi, metode, dan ukuranukuran yang dikordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efesiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen.” Selain itu, Krismiaji (2010:218) memberikan konsep bahwa “pengendalian internal (internal control) adalah rencana organisasi dan metoda yang digunakan untuk menjaga atau melindungi aktiva, menghasilkan informasi yang akurat dan
13
14
dapat dipercaya, memperbaiki efisiensi, dan untuk mendorong ditaatinya kebijakan manajemen.”
Selain itu juga Krismiaji (2010:222) mengutip definisi pengendalian intern
yang dikeluarkan oleh Committe of Sponsoring Organization (COSO) yaitu Pengendalian intern adalah proses yang diterapkan oleh dewan direktur, manajemen, dan untuk memberikan jaminan yang cukup bahwa tujuan pengendalian berikut dapat dicapai, yaitu: 1. Efektivitas dan efisiensi operasi 2. Daya andal pelaporan keuangan 3. Kesesuaian dengan hukum dan peraturan yang berlaku. Gellinas, Sutton, dan Hunton (2005:237) berpendapat bahwa “Internal control is system of integrated element-people, structure, processes and procedures-acting together to provide reasonable assurance that an organization achives its business process goals.” Dari beberapa pengertian di atas, dapat diketahui bahwa pengendalian internal merupakan struktur organisasi, prosedur, kebijakan, dan metode-metode yang dijalankan oleh seluruh pihak perusahaan untuk menjamin efektivitas dan efisiensi operasi, keandalan pelaporan keuangan, kekayaan dan catatan organisasi, dan kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku. Pengendalian internal sangat penting peranannya untuk membantu manajemen dalam pengawasan seluruh aktivitas bisnis untuk mencapai tujuan organisasi.
2.1.2 Tujuan Pengendalian Internal Tujuan pengendalian internal yang dikemukakan oleh Mulyadi (2008:163) adalah ”(1) Menjaga kekayaan organisasi, (2) Menguji ketelitian dan keandalan
15
data akuntansi, (3) Mendorong efisiensi, dan (4) Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen.”
Adapun A. Hall (2004:143) menyatakan bahwa
The internal control system comprises policies, practices, and procedures employed by the organization to achieve four broad objectives: 1. To safeguard assets of the firm. 2. To ensure the accuracy and reability of accounting records and information. 3. To promote efficiency in the firm’s operations. 4. To measure compliance with management’s prescribed policies and procedures.. Lebih tegas dikatakan oleh Krismiaji (2002:215) bahwa “tujuan dilakukannya pengendalian adalah untuk mencegah timbulnya kerugian bagi sebuah organisasi, yang timbul antara lain karena sebab-sebab sebagai berikut: 1. Penggunaan sumber daya yang tidak efisien dan boros. 2. Keputusan manajemen yang tidak baik. 3. Kehilangan atau kerusakan catatan yang secara tidak sengaja. 4. Kehilangan aktiva karena kecerobohan karyawan. 5. Tidak ditaatinya kebijakan manajeman dan peraturan lainnya oleh para karyawan. 6. Perubahan secara tidak sah terhadap Sistem Informasi Akuntansi atau komponen-komponennya.” Selain itu, Gelinas, Sutton, dan Hunton memberikan penjelasan mengenai
tujuan pengendalian internal dalam tabel berikut ini: Control Goal Definitions Control goals of operations processes Ensure effectiveness of operations by Effectiveness: A measure of success in achieving the following operationa meeting one or more operations process goals: (itemize the specific process goals, which reflect the goals for the process being analyzed) criteria used to judge the effectiveness of various business process. Ensure efficient employment of Efficiency: A measure of he resources productivity of the resources applied to achieve a set goals. Ensure security of resources Security of resources: Protecting an organization’s resources from loss, destruction, disclosure, copyin, sale, or
16
othe misuse. Control goals of information processes Ensure input validity (IV) Input validity: A control goal that requires that input data be appropriately approved and represent actual economic events and objects. Ensure input completeness (IC) Input completeness: A control that requires that all valid events or objects be captured and entered into a system. Ensure input accuracy (IA) Input accuracy: A control that requires that events be correctly captured and entered into a system. Ensure update completeness (UC) Update completeness: A control that requires that all events entered into a computer are reflected in their respective master data. Ensure update accuracy (UA) Update accuracy: A control that requires that data entered into a computer are reflected correctly in their respective master data. Dari beberapa uraian diatas, maka dapat diketahui bahwa pengendalian internal bertujuan untuk menjaga kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan, menjamin ketelitian dan keandalan data akuntansi meliputi input validity, input completeness, input accuracy, update completeness, dan update accuracy, meningkatkan efektivitas dan efisiensi operasi serta terciptanya ketaatan terhadap kebijakan dan peraturan yang telah ditetapkan oleh manajemen.
2.1.3 Unsur-Unsur Pengendalian Internal Untuk mencapai tujuan dari pengendalian internal, maka diperlukan unsurunsur yang mendukung pencapain tujuan tersebut. Mulyadi (2008:164) mengemukakan bahwa unsur pokok sistem pengendalian intern adalah:
17
1. Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tegas, 2. Sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan perlindungan yang cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan dan biaya, 3. Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit organisasi, 4. Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawabnya.
Penjelasan lebih lengkap mengenai unsur pokok sistem pengendalian
internal yang dikatakan oleh Mulyadi (2008:165) yaitu sebagai berikut:
1. Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tegas. Struktur organisasi merupakan rerangka (framework) pembagian tanggung jawab
fungsional
kepada
unit-unit
organisasi
yang
dibentuk
untuk
melaksanakan kegiatan-kegiatan pokok perusahaan. Pembagian tanggung jawab fungsional dalam organisasi ini didasarkan pada prinsip-prinsip berikut ini: a. Harus dipisahkan fungsi-fungsi operasi dan penyimpanan dari fungsi akuntansi. b. Suatu fungsi tidak boleh diberi tanggung jawab penuh untuk melaksanakan semua tahap suatu transaksi. 2. Sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan perlindungan yang cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan dan biaya. Dalam organisasi, setiap transaksi hanya terjadi atas dasar otorisasi dari pejabat yang memiliki wewenang untuk menyetujui terjadinya transaksi tersebut. Oleh karena itu, dalam organisasi harus dibuat sistem yang mengatur pembagian wewenang untuk otorisasi atas terlaksananya setiap transaksi. Prosedur pencatatan yang baik akan menjamin data yang direkam dalam formulir dicatat
18
dalam catatan akuntansi dengan tingkat ketelitian dan keandalan yang tinggi. Dengan demikian sistem otorisasi akan menjamin dihasilkannya dokumen
pembukuan yang dapat dipercaya bagi proses akuntansi. Selanjutnya, prosedur
pencatatan yang baik akan menghasilkan informasi yang teliti dan dapat
dipercaya mengenai kekayaan, utang, pendapatan, dan biaya. 3. Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit organisasi. Pembagian tanggung jawab fungsional dan sistem wewenang dan prosedur
pencatatan yang telah ditetapkan tidak akan terlaksana dengan baik jika tidak diciptakan
cara-cara
untuk
menjamin
praktik
yang
sehat
dalam
pelaksanaannya. Adapun cara-cara yang umumnya ditempuh oleh perusahaan dalam menciptakan praktik yang sehat adalah: a. Penggunaan formulir bernomor urut tercetak. b. Pemeriksaan mendadak. c. Setiap transaksi tidak boleh dilaksanakan dari awal sampai akhir oleh satu orang atau satu unit organisasi tanpa campur tangan dari orang atau unit lain. d. Perputaran jabatan (Job Rotation). e. Keharusan pengambilan cuti bagi karyawan yang berhak. f. Secara periodik diadakan pencocokkan fisik kekayaan dengan catatannya. g. Pembentukan unit organisasi yang bertugas untuk mengecek efektivitas unsur-unsur sistem pengendalian intern yang lain. 4. Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawabnya.
19
Jika perusahaan memiliki karyawan yang kompeten dan jujur, unsur pengendalian yang lain dapat dikurangi sampai batas yang minimum, dan
perusahaan tetap mampu menghasilkan pertanggung jawaban keuangan yang
dapat diandalkan. Karyawan yang jujur dan ahli dalam bidang yang menjadi
tanggung jawabnya akan dapat melaksanakan pekerjaannya dengan efisien dan efektif, meskipun hanya sedikit unsur sistem pengendalian intern yang mendukungnya. Untuk mendapatkan karyawan yang kompeten dan dapat
dipercaya, berbagai cara berikut ini dapat ditempuh: a. Seleksi calon karyawan berdasarkan persyaratan yang dituntut oleh pekerjaannya. b. Pengembangan pendidikan karyawan selama menjadi karyawan perusahaan, sesuai dengan tuntutan perkembangan pekerjaannya” Adapun Krismiaji (2010:223) mengutip komponen model pengendalian intern yang dikeluarkan oleh Committe of Sponsoring Organization (COSO) yaitu 1. Lingkungan Pengendalian Tulang punggung sebuah perusahaan adalah karyawan-meliputi atribut individu, seperti integritas, nilai etika, dan kompetensi-dan lingkungan tempat karyawan tersebut bekerja. Mereka merupakan mesin penggerak organisasi dan merupakan fondasi untuk komponen lainnya. 2. Aktivitas Pengendalian Perusahaan harus menetapkan prosedur dan kebijakan pengendalian dan melaksanakannya, untuk membantu menjamin bahwa manajemen dapat menetapkan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk menghadapi ancaman-ancaman yang muncul, sehingga tujuan organisasi dapat dicapai secara efektif. 3. Pengukuran risiko Organisasi harus menyadari dan waspada terhadap berbagai risiko yang dihadapinya. Oleh karena itu, perusahaan harus menetapkan serangkaian tujuan, yang terintegrasi dengan kegiatan penjualan, produksi, pemasaran, keuangan, dan kegiatan lainnya sehingga organisasi dapat beroperasi sebagaimaa mestinya. Organisasi harus pula menetapkan mekanisme untuk mengindentifikasi, menganalisis, dan mengelola risiko-risiko tersebut.
20
4. Informasi dan Komunikasi Sistem informasi dan komunikasi mengitari kegiatan pengawasan. Sistim tersebut memungkinkan karyawan organisasi untuk memperoleh dan menukar informasi yang dibutuhkan untuk melaksanakan, mengelola, dan mengendalikan kegiatan organisasi. 5. Pemantauan Seluruh proses bisnis harus dipantau dan dilakukan modifikasi sepenuhnya. Dengan cara ini, sistem akan bereaksi secara dinamis, yaitu berubah jika kondisinya menghendaki perubahan.
Komponen – komponen di atas dijelaskan lagi oleh Romney dan Steinbart
(2006:231) yaitu sebagai berikut: a. Lingkungan Pengendalian Lingkungan pengendalian perusahaan mencakup sikap para
manajemen dan
karyawan terhadap pentingnya pengendalian yang ada di organisasi tersebut. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap lingkungan pengendalian adalah filosofi manajemen (manajemen tunggal dalam persekutuan atau manajemen bersama dalam perseroan) dan gaya operasi manajemen (manajemen yang progresif atau yang konservatif), struktur organisasi (terpusat atau ter desentralisasi) serta praktik kepersonaliaan. Lingkungan pengendalian ini amat penting karena menjadi dasar keefektifan unsur-unsur pengendalian intern yang lain. b. Aktivitas Pengendalian Komponen kedua dari model pengendalian COSO adalah kegiatan-kegiatan pengendalian yang merupakan kebijakan dan peraturan yang menyediakan jaminan yang wajar bahwa tujuan pengendalian pihak manajemen dapat dicapai. Secara umum, prosedur pengendalian termasuk dalam lima kategori berikut yaitu: 1) Otorisasi transaksi dan kegiatan memadai
21
2) Pemisahan tugas 3) Desain dan penggunaan dokumen serta catatan yang memadai
4) Penjagaan aset dan catatan yang memadai
5) Pemeriksaan independen atas kinerja
c. Penilaian Resiko Komponen ketiga adalah penilaian resiko. Akuntan memainkan peranan yang penting dalam membatu manajemen mengontrol bisnis dengan mendesain sistem
pengendalian yang efektif dan mengevaluasi sistem yang ada untuk memastikan bahwa sistem tersebut berjalan dengan efektif. Adapun strategi dalam penilaian resiko adalah identifikasi masalah, perkirakan resiko, identifikasi pengendalian, perkirakan biaya dan manfaat, dan menetapkan efektivitas biaya dan manfaat d. Informasi dan Komunikasi Informasi dan komunikasi merupakan elemen-elemen yang penting dari pengendalian intern perusahaan. Informasi tentang lingkungan pengendalian, penilaian risiko, prosedur pengendalian dan monitoring diperlukan oleh manajemen
sebagai pedoman operasional dan menjamin ketaatan dengan
pelaporan hukum dan peraturan-peraturan yang berlaku pada perusahaan. Informasi juga diperlukan dari pihak luar perusahaan. Manajemen dapat menggunakan informasi jenis ini untuk menilai standar eksternal. Hukum, peristiwa dan kondisi yang berpengaruh pada pengambilan keputusan dan pelaporan eksternal. e. Pengawasan
22
Metode utama untuk mengawasi kinerja mencakup supervise yang efektif, pelaporan yang bertanggung jawab dan audit internal. Pengawasan terhadap
sistem pengendalian intern akan menemukan kekurangan serta meningkatkan
efektivitas pengendalian. Pengendalian intern dapat dimonitor dengan baik dengan
cara penilaian khusus atau sejalan dengan usaha manajemen. Usaha pengawasan terakhir dapat dilakukan dengan cara mengamati perilaku karyawan atau yang tanda-tanda peringatan yang diberikan oleh sistem akuntansi. Penilaian secara
khusus biasanya dilakukan secara berkala saat terjadi perubahan pokok dalam strategi manajemen senior, struktur korporasi atau kegiatan usaha. Pada perusahaan besar, auditor internal adalah pihak yang bertanggung jawab atas pengawasan sistem pengendalian intern. Auditor independen juga sering melakukan penilaian atas pengendalian intern sebagai bagian dari audit atas laporan keuangan. Dari pendapat diatas dapat diketahui bahwa unsur-unsur (komponenkomponen) suatu pengendalian internal adalah lingkungan pengendalian, aktivitas pengendalian, penilaian resiko, informasi dan komunikasi dan pemantauan.
2.1.4 Keterbatasan Pengendalian Internal Suatu pengendalian intern dibutuhkan untuk mengurangi kelemahan yang akan meningkatkan risiko perusahaan dari kerugian. Dalam tujuannya, pengendalian internal hanya memberikan keyakinan yang memadai atau wajar, bukan mutlak, tentang pencapaian tujuan perusahaan. Hal itu disebabkan karena
23
pengendalian internal memiliki keterbatasan. Adapun Susanto (2007:117) dalam bukunya Sistem Informasi Akuntansi mengemukakan bahwa
Ada beberapa keterbatasan dari pengendalian intern, sehingga pengendalian
intern tidak dapat berfungsi. a. Kesalahan (error) Kesalahan dapat muncul ketika karyawan melakukan pertimbangan yang salah atau perhatiannya selama bekerja terpecah. b. Kolusi Kolusi terjadi ketika dua atau lebih karyawan berkonspirasi untuk melakukan pencurian (korupsi) ditempat mereka bekerja. Meskipun dimungkinkan menerapkan kebijakan prosedur untuk mendeteksi pencurian dimana kolusi terjadi, kebanyakan manajer lebih mempertimbangkan upaya menggunakan karyawan yang baik dan membuatnya puas terhadap pekerjaannya. Hal ini dianggap mengurangi keinginan untuk mencuri dan kolusi. Umumnya akuntan dan para manjer mengakui bahwa bila kolusi terjadi maka pengendalian yang ada tidak akan efektif dalam menghindarinya. c. Penyimpangan manajemen Karena manajemen suatu organisasi memiliki lebih banyak otoritas dibandingkan dengan karyawan biasa, proses pengendalian efektif pada tingkat manajemen bawah dan tidak efektif pada tingkat atas. Penyimpangan yang dilakukan oleh manajer seperti kolusi sulit untuk dicegah dengan berbagai alasan. Langkah yang dilakukan adalah dengan mengerjakan manajer yang baik dan memberikan kompensasi yang layak agar memberikan kinerja yang baik. Kemungkinan terjadinya penyimpangan yang dilakukan oleh para manajer adalah rendahnya kualitas pengendalian intern. d. Manfaat dan biaya Konsep jaminan yang meyakinkan atau masuk akal mengandung arti bahwa biaya pengendalian intern tidak melebihi manfaat yang dihasilkannya. Pengendalian yang masuk akal adalah pengendalian yang memberikan manfaat lebih tinggi dari biaya yang dikeluarkannya untuk melakukan pengendalian tersebut. Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa kekuatan dari pengendalian internal terletak pada orang yang menjalankannya. Betapa pun baiknya penyusunan pengendalian internal, namun pada pelaksanaannya tidak akan berjalan dengan baik apabila tidak didukung oleh personil yang jujur dan kompeten.
24
2.2
Sistem Pembelian
2.2.1 Pengertian Sistem Pembelian
Kegiatan pembelian merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk
membeli barang atau jasa dalam rangka memenuhi pengadaan barang. Kegiatan
pembelian memegang peranan penting dalam menjaga kelangsungan perusahaan karena kegiatan pembelian merupakan aktivitas awal yang menunjang proses produksi, penjualan, dan mempengaruhi laba yang diinginkan perusahaan.
Mulyadi (2008: 299) mengatakan bahwa “Sistem akuntansi pembelian digunakan dalam perusahaan untuk pengadaan barang yang diperlukan oleh perusahaan.” Adapun Bodnar dan Hopwood (2003:417) mengatakan bahwa “pengadaan (procurement) adalah proses bisnis memilih sumber, pemesanan, dan memperoleh barang atau jasa.” Selain itu, Romney dan Steinbart (2005:74) menjelaskan bahwa “pembelian barang berupa pembelian bahan baku, peralatan, dan perlengkapan yang berkaitan dengan kegiatan penjualan. Apabila transaksi pembelian tersebut dilakukan secara kredit, maka transaksi tersebut termasuk kedalam utang dagang.” Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa sistem pembelian adalah struktur interaksi antara orang–orang, peralatan, metode–metode dan pengendalian untuk tujuan memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam kegiatan operasional perusahaan dimana pembelian tersebut dapat berupa bahan baku, peralatan, dan perlengkapan yang dapat dilakukan secara tunai maupun kredit.
25
2.2.2 Klasifikasi dari Sistem Transaksi Pembelian Adapun jenis-jenis pembelian menurut La Midjan dan Susanto (2001:126)
dalam buku Sistem Informasi Akuntansi I adalah sebagai berikut: 1. Pembelian secara kontan
2. Pembelian secara kredit 3. Pembelian secara tender 4. Pembelian dengan cara import 5. Pembelian di pasar berjangka atau future trading 6. Pembelian secara komisi 7. Pembelian secara cicilan pada sewa guna usaha 8. Pembelian kontrak 9. Pembelian melalui pelantara 10. Pembelian secara remburs
Uraian dari kutipan klasifikasi dari sistem transaksi pembelian adalah sebagai berikut: 1.
Pembelian secara kontan, yaitu pembelian yang dilaksanakan secara cash and carry.
2.
Pembelian secara kredit, yaitu pembelian yang mendapat fasilitas pembayaran lebih dari satu bulan.
3.
Pembelian secara tender, yaitu pembelian yang dilaksanakan apabila menyangkut nilai cukup besar.
4.
Pembelian dengan cara import, yaitu pembelian yang menggunakan prosedur impor dengan memanfaatkan letter of credit (L/C)
5.
Pembelian di pasar berjangka atau future trading, yaitu pembelian atas barang-barang yang telah dimiliki standar kualitas yang ditawarkan di pasar berjangka.
6.
Pembelian secara komisi, yaitu pembelian barang bersifat titipan atas barangbarang yang terjual yang kemudian dibayar.
7.
Pembelian secara cicilan pada sewa guna usaha, yaitu suatu cara pembelian dimana harga atas barang dibayar secara mencicil setelah diperhitungkan bunga bank.
8.
Pembelian kontrak, yaitu pembelian dengan menggunakan prosedur kontrak yang memuat hak-hak dan kewajiban masing-masing pihak.
26
9.
Pembelian melalui perantara, yaitu pembelian yang menggunakan jasa komisioner atau makelar sebagai perantara dalam pembelian dan untuk jasa
yang mereka berikan.
10. Pembelian secara remburs, adalah pembelian yang bersifat pembayaran, yaitu pembayaran dilakukan kepada pembawa atau yang menyangkut barang.
Adapun menurut Mulyadi (2008:299) mengatakan bahwa “transaksi
pembelian dapat digolongkan menjadi dua: pembelian lokal dan impor. Pembelian
lokal adalah pembelian dari pemasok dalam negeri, sedangkan impor adalah pembelian dari pemasok luar negeri.”
2.2.3 Tujuan Sistem Pembelian Adapun Krismiaji (2010:363) menjelaskan bahwa Tujuan utama diselenggarakannya aplikasi pembelian ini adalah : (1) Untuk mengidentifikasi pembelian yang diperlukan baik untuk bahan baku, perlengkapan dan aktiva lain, (2) Untuk memilih pemasok yang cocok, dan (3) Untuk menjamin bahwa barang-barang yang dibeli memang dibutuhkan dan dapat diperoleh. Selanjutnya La Midjan dan Susanto (2001:128) menjelaskan bahwa tujuan pembelian adalah sebagai berikut: 1) Agar dapat mempertahankan kontinuitas perusahaan, karena pembelian merupakan bagian dari siklus aktifitas perusahaan 2) Transaksi pembelian akan mengakibatkan perubahan posisi harta dan utang dalam perusahaan. Ini berarti dengan adanya pembelian khususnya pembelian kredit akan menambah harta dan hutang. 3) Pembelian menentukkan kekayaan dan hasil usaha perusahaan. a. Apabila kuantum barang yang dibeli terlalu banyak dapat berakibat penumpukan persediaan yang mungkin banyak menanggung beban bunga bank kalau dananya bersumber dari bank. Hal lainnya terlalu banyak persediaan menanggung resiko rusak, hilang, susut, beban sewa gudang, dan lain-lain, jika persediaan terlampau sedikit mengganggu kontinuitas usaha.
27
b. Apabila kualitas bahan baku yang menyimpang atau kurang, akan mempengaruhi kualitas atas hasil produksi yang menggunakan bahan baku tersebut. c. Apabila harga perolehan atas barang terlalu tinggi dikarenakan adanya pemborosan manipulasi, dan lain-lain, akan menaikan harga pokok atau barang yang dijual mengakibatkan pula akan sulit bersaing di pasaran. 4) Untuk mendapatkan kualitas dan kuantitas barang dengan harga yang sesuai.
Berdasarkan uraian diatas, dapat dilihat bahwa sistem pembelian bertujuan
untuk mempertahankan kontinuitas perusahaan dan menyediakan barang-barang sesuai kebutuhan dengan pemasok yang kompeten.
2.2.4 Fungsi yang Terkait dalam Sistem Pembelian Dalam bukunya Sistem Akuntansi, Mulyadi (2008:209) mengatakan bahwa “Fungsi yang terkait dalam sistem akuntansi pembelian adalah : 1. Fungsi gudang, 2. Fungsi pembelian, 3. Fungsi penerimaan, 4. Fungsi akuntansi.” Mulyadi (2008:300) juga menjelaskan lebih lengkap lagi mengenai fungsi yang terkait dalam sistem akuntansi pembelian, yaitu sebagai berikut: 1. Fungsi Gudang. Dalam sistem akuntansi pembelian, fungsi gudang bertanggung jawab untuk mengajukan permintaan pembelian sesuai dengan posisi persediaan yang ada di gudang dan untuk menyimpan barang yang telah diterima oleh fungsi penerimaan. Untuk barang-barang yang langsung dipakai (tidak diselenggarakan persediaan barang di gudang), permintaan pembelian diajukan langsung oleh pemakai barang. 2. Fungsi Pembelian. Fungsi pembelian bertanggung jawab untuk memperoleh informasi mengenai harga barang, menentukan pemasok yang dipilih dalam
28
pengadaan barang, dan mengeluarkan order pembelian kepada pemasok yang
dipilih.
3. Fungsi Penerimaan. Dalam sistem akuntansi pembelian, fungsi ini
bertanggung jawab untuk melakukan pemeriksaan terhadap jenis, mutu, dan
kuantitas barang yang diterima dari pemasok guna menentukan dapat atau tidaknya barang tersebut diterima oleh perusahaan. Fungsi ini juga bertanggung jawab untuk menerima barang dari pembeli yang berasal dari
transaksi retur penjualan. 4. Fungsi Akuntansi. Fungsi akuntansi yang terkait dalam transaksi pembelian adalah fungsi pencatat utang dan fungsi pencatat persediaan. Dalam sistem akuntansi pembelian, fungsi pencatat utang bertanggung jawab untuk mencatat transaksi pembelian ke dalam register bukti kas keluar dan untuk menyelenggarakan arsip dokumen sumber (bukti kas keluar) yang berfungsi sebagai catatan utang atau menyelenggarakan kartu utang sebagai buku pembantu utang. Dalam sistem akuntansi pembelian, fungsi pencatat persediaan bertanggung jawab untuk mencatat harga pokok persediaan barang yang dibeli ke dalam kartu persediaan.
2.2.5 Dokumen yang Digunakan dalam Sistem Pembelian Menurut Mulyadi (2008:303) “Dokumen yang digunakan dalam sistem akuntansi pembelian adalah: 1. Surat permintaan pembelian, 2. Surat permintaan penawaran harga, 3. Surat order pembelian, 4. Laporan penerimaan barang, 5. Surat perubahan order, 6. Bukti kas keluar.”
29
Mulyadi (2008:303) juga menjelaskan lebih lengkap lagi mengenai
dokumen yang digunakan dalam sistem akuntansi pembelian, yaitu:
1. Surat Permintaan Pembelian. Dokumen ini merupakan formulir yang diisi
oleh fungsi gudang atau fungsi pemakaian barang untuk meminta fungsi
pembelian melakukan pembelian barang dengan jenis, jumlah, dan mutu
seperti yang tersebut dalam surat tersebut. Surat permintaan pembelian ini
biasanya dibuat dua lembar untuk setiap permintaan, satu lembar untuk fungsi
pembelian, dan tembusannya untuk arsip fungsi yang meminta barang. 2. Surat Permintaan Penawaran Harga. Dokumen ini digunakan untuk meminta penawaran harga bagi barang yang pengadaannya tidak bersifat berulang kali terjadi (tidak repetitif), yang menyangkut jumlah rupiah pembelian yang besar. 3. Surat Order Pembelian. Dokumen ini digunakan untuk memesan barang kepada pemasok yang telah dipilih. Dokumen terdiri dari berbagai tembusan dengan fungsi sebagai berikut : 1. Surat Order Pembelian Dokumen ini merupakan lembar pertama surat order pembelian yang dikirimkan kepada pemasok sebagai order resmi yang dikeluarkan oleh perusahaan. 2. Tembusan Pengakuan Oleh Pemasok Tembusan surat order pembelian ini dikirimkan kepada pemasok, dimintakan tandatangan dari pemasok tersebut dan dikirimkan kembali ke perusahaan sebagai bukti telah diterima dan disetujuinya order pembelian,
30
serta kesanggupan pemasok memenuhi janji pengiriman barang seperti
tersebut dalam dokumen tersebut.
3. Tembusan Bagi Unit Peminta Barang
Tembusan ini dikirim kepada fungsi yang meminta pembelian bahwa
barang yang diterimanya telah dipesan. 4. Arsip Tanggal Penerimaan
Tembusan surat order pembelian ini disimpan oleh fungsi pembelian menurut tanggal penerimaan barang yang diharapkan, sebagai dasar untuk mengadakan tindakan penyelidikan jika barang tidak datang pada waktu yang telah ditetapkan.
5. Arsip Pemasok Tembusan surat order penerimaan barang ini disimpan oleh fungsi pembelian menurut nama pemasok, sebagai dasar untuk mencari informasi mengenai pemasok. 6. Tembusan Fungsi Penerimaan Tembusan surat order pembelian ini dikirim ke fungsi penerimaan sebagai otorisasi untuk menerima barang yang jenis, spesifikasi, mutu, kuantitas dan pemasoknya seperti tercantum di dalam dokumen tersebut. Dalam sistem penerimaan buta (blind receiving system), kolom kuantitas dalam tembusan ini diblok hitam agar kuantitas yang dipesan yang dicantumkan dalam surat order pembelian tidak terekam dalam tembusan yang dikirimkan ke fungsi penerimaan. Hal ini dimaksudkan agar fungsi
31
penerimaan dapat benar-benar melakukan perhitungan dan pengecekan
barang yang diterima dari pemasok.
7. Tembusan Fungsi Akuntansi
Tembusan surat order pembelian ini dikirim ke fungsi akuntansi sebagai
salah satu dasar untuk mencatat kewajiban yang timbul dari transaksi
pembelian.
4. Laporan Penerimaan Barang. Dokumen ini dibuat oleh fungsi penerimaan
untuk menunjukkan semua barang yang diterima dari pemasok telah memenuhi jenis, spesifikasi, mutu, kuantitas seperti yang tercantum dalam surat order pembelian. 5. Surat Perubahan Order Pembelian. Kadangkala diperlukan perubahan terhadap isi surat order pembelian yang sebelumnya telah diterbitkan. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan kuantitas, jadwal penyerahan barang, spesifikasi, penggantian (substitusi) atau hal lain yang bersangkutan dengan perubahan desain atau bisnis. 6. Bukti Kas Keluar. Dokumen ini dibuat oleh fungsi akuntasi untuk dasar pencatatan transaksi pembelian. Dokumen ini juga berfungsi sebagai perintah pengeluaran kas untuk pembayaran utang kepada pemasok dan sekaligus berfungsi sebagai surat pemberitahuan kepada kreditur mengenai maksud pembayaran (berfungsi sebagai remittance advice).
2.2.6 Catatan yang Digunakan dalam Sistem Pembelian
32
Mulyadi (2008:308) mengatakan bahwa “Catatan akuntasi yang digunakan
untuk mencatat transaksi pembelian adalah: 1. Register bukti kas keluar (voucher
register), 2. Jurnal pembelian, 3. Kartu utang, 4. Kartu persediaan.” Mulyadi (2008:308) juga menjelaskan lebih lengkap lagi mengenai catatan
yang digunakan dalam sistem akuntansi pembelian, yaitu sebagai berikut:
1. Register Bukti Kas Keluar (Voucher Register). Jika dalam pencatatan utang
perusahaan menggunakan voucher payable prosedur, jurnal yang digunakan
untuk mencatat transaksi pembelian adalah register bukti kas keluar. 2. Jurnal Pembelian. Jika dalam pencatatan utang perusahaan menggunakan account payable procedure, jurnal yang digunakan untuk mencatat transaksi pembelian adalah jurnal pembelian. 3. Kartu Utang. Jika dalam pencatatan utang, perusahaan menggunakan account payable procedure, buku pembantu yang digunakan untuk mencatat utang kepada pemasok adalah kartu utang. Jika dalam pencatatan utang, perusahaan menggunakan voucher payable procedure, yang berfungsi sebagai catatan utang adalah arsip bukti kas keluar yang belum dibayar. 4. Kartu Persediaan. Dalam sistem akuntasi pembelian, kartu persediaan ini digunakan untuk mencatat harga pokok persediaan yang dibeli.
2.2.7 Laporan yang Dihasilkan dalam Sistem Pembelian Laporan-laporan mengandung informasi yang kaitannya dengan pembelian diperlukan oleh manajer secara terus menerus untuk memonitor aktivitas pembelian. Informasi yang terdapat dalam laporan tersebut selain dapat menjadi
33
dasar bagi pengambilan keputusan mengenai pembelian juga dapat menjadi dasar pengambilan tindak lanjut penyimpangan yang terjadi. Adapun La Midjan dan
Susanto (2001:135) mengemukakan bahwa:
Laporan yang dihasilkan dari sistem pembelian diantaranya: 1. Laporan perkembangan harga atas barang-barang penting, 2. Laporan analisa bonafiditas supplier, 3. Laporan barang-barang yang dibutuhkan berikut posisi persediaannya, 4. Laporan atas order pembelian yang telah dibuat tetapi barang belum diterima, 5. Laporan analisa atas kualitas barang yang dibeli, dan 6. Laporan atas kontrak-kontrak pembelian yang dibuat berikut penerimaan barang. Midjan dan Susanto (2001:135) juga menjelaskan lebih lengkap lagi mengenai laporan yang dihasilkan dari sistem pembelian yaitu sebagai berikut: 1. Laporan Perkembangan Harga Atas Barang-Barang Penting. Laporan ini memuat berbagai laporan barang atau persediaan yang penting dan menentukan beserta harganya, misalnya laporan perkembangan dengan harga berbagai tepung terigu. 2. Laporan Analisis Bonafiditas Supplier Laporan ini berisi berbagai pemasok berikut prestasinya, misalnya apakah pemasok pernah lalai akan kewajibannya. 3. Laporan Barang-Barang yang Dibutuhkan Berikut Posisi Persediaannya Dalam hal ini laporan berisi mengenai posisi persediaan atas barang-barang yang diperlukan pada setiap periode tertentu dengan menyebut jenis, tipe, jumlah barang serta mutasi keluar masuk barang. 4. Laporan Atas Order Pembelian yang Telah Dibuat Tetapi Barang Belum Diterima
34
Laporan ini berisi mengenai operasional yang telah dibuat dan diberikan kepada pemasok, tetapi barang belum diterima. Laporan ini menunjukan
tanggal pengiriman operasional dan tanggal barang harus diterima.
5. Laporan Analisa Atas Kualitas Barang yang Dibeli Laporan ini berisi informasi mengenai barang-barang yang dibeli dan telah diterima berikut analisis barang penerimaan barang atas kualitas barang tersebut.
6. Laporan Atas Kontrak-Kontrak Pembelian yang Dibuat Berikut Penerimaan Barang Laporan ini berisi informasi tentang kontrak-kontrak pembelian yang telah dibuat serta nomor kontraknya dan jumlah barang yang diterima. Dengan adanya laporan-laporan tersebut diharapkan pimpinan perusahaan dapat mengambil tindakan-tindakan yang dianggap perlu dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas perusahaan dalam sistem pembelian.
2.2.8 Prosedur yang Membentuk Sistem Pembelian Krismiaji (2010:363) mengatakan bahwa : “Prosedur yang membentuk sistem pembelian adalah: (1) Prosedur Permintaan Barang, (2) Prosedur Pemesanan Barang, (3) Prosedur Penerimaan dan Penyimpanan Barang, dan (4) Prosedur Persetujuan Faktur Pembelian (Pencatatan Utang).” Adapun menurut Mulyadi (2008:301) “jaringan prosedur yang membentuk sistem akuntansi pembelian adalah: a) Prosedur permintaan barang, b) Prosedur permintaan penawaran harga dan pemilihan pemasok, c) Prosedur order
35
pembelian, d) Prosedur penerimaan barang, e) prosedur pencatatan utang, f) prosedur distribusi pembelian.”
Mulyadi (2008:300) juga mengemukakan lebih rinci mengenai prosedur
transaksi pembelian yaitu: Secara garis besar transaksi pembelian mencakup prosedur berikut ini : a. Fungsi gudang mengajukan permintaan pembelian ke fungsi pembelian, b. Fungsi pembelian meminta penawaran harga dari berbagai pemasok, c. Fungsi pembelian menerima penawaran harga dari berbagai pemasok dan melakukan pemilihan pemasok, d. Fungsi pembelian membuat order pembelian kepada pemasok pilihan, e. Fungsi penerimaan memeriksa dab menerima barang yang dikirim oleh pemasok, f. fungsi penerimaan menyerahkan barang yang diterima kepada fungsi gudang untuk disimpan, g. Fungsi penerimaan melaporkan penerimaan barang kepada fungsi akuntansi. h. Fungsi akuntansi menerima faktur dari pemasok dan atas dasar faktur dari pemasok tersebut, fungsi akuntansi mencatat kewajiban yang timbul dari transaksi pembelian. Berikut ini penjelasan lebih lengkap mengenai prosedur dalam sistem akuntansi pembelian menurut Mulyadi (2008:301) yaitu sebagai berikut: a. Prosedur Permintaan Pembelian Dalam prosedur ini fungsi gudang mengajukan permintaan pembelian dalam formulir surat permintaan pembelian kepada fungsi pembelian. Jika barang tidak disimpan di gudang, misalnya untuk barang-barang yang langsung pakai, fungsi yang memakai barang mengajukan permintaan pembelian langsung ke fungsi pembelian dengan menggunakan surat permintaan pembelian. b. Prosedur Permintaan Penawaran Harga dan Pemilihan Pemasok Dalam prosedur ini, fungsi pembelian meengirimkan surat permintaan penawaran harga kepada para pemasok untuk memperoleh informasi mengenai
36
harga barang dan berbagai syarat pembelian yang lain, untuk memungkinkan pemilihan pemasok yang akan ditunjukan sebagai pemasok barang yang
diperlukan oleh perusahaan.
Perusahaan seringkali
menentukan jenjang
wewenang dalam pemilihan pemasok sehingga sistem akuntansi pembelian dibagi
berdasarkan prosedur pemilihan pemasok menjadi sebagai berikut: 1. Sistem Akuntansi Pembelian dengan Pengadaan Langsung Dalam sistem akuntansi pembelian ini, pemasok dipilih langsung oleh fungsi
pembelian, tanpa melalui penawaran harga. Biasanya pembelian dengan pengadaan langsung ini meliputi jumlah rupiah yang kecil dalam sekali pembelian. 2. Sistem Akuntansi Pembelian dengan Penunjukan Langsung Dalam sistem akuntansi pembelian ini, pemilihan pemasok dilakukan oleh fungsi pembelian, dengan terlebih dahulu dilakukan pengiriman permintaan penawaran harga kepada paling sedikit tiga pemasok dan didasarkan pada pertimbangan harga penawaran dari pemasok tersebut. 3. Sistem Akuntansi Pembelian dengan Lelang Dalam sistem akuntansi pembelian ini, pemilihan pemasok dilakukan oleh panitia lelang yang dibentuk, melalui lelang yang diikuti oleh pemasok yang jumlahnya terbatas. c. Prosedur Order Pembelian Dalam prosedur ini fungsi pembelian mengirim surat order pembelian kepada pemasok yang dipilih dan memberitahukan kepada unit-unit organisasi lain dalam perusahaan (misalnya fungsi penerimaan, fungsi yang meminta barang
37
dan fungsi pencatat utang) mengenai order pembelian yang sudah dikeluarkan oleh perusahaan.
d. Prosedur penerimaan barang.
Dalam prosedur ini fungsi penerimaan melakukan pemeriksaan mengenai
jenis, kuantitas, dan mutu barang yang diterima dari pemasok, dan kemudian membuat laporan penerimaan barang untuk menyatakan penerimaan barang dari pemasok tersebut.
e. Prosedur Pencatatan Hutang Dalam prosedur ini fungsi akuntansi memeriksa dokumen-dokumen yang berhubungan dengan pembelian (surat order pembelian, laporan penerimaan barang, dan faktur dari pemasok) dan menyelenggarakan pencatatan utang atau mengarsipkan dokumen sumber sebagai catatan utang. f. Prosedur Distribusi Pembelian Prosedur ini meliputi distribusi rekening yang didebit dari transaksi pembelian untuk kepentingan pembuatan laporan manajemen. 2.3
Pengendalian Internal Sistem Pembelian Pengendalian internal yang memadai sangat perlu diterapkan dalam sistem
pembelian yang dilakukan oleh perusahaan agar aktivitas pembelian dapat berjalan secara efektif dan efisien, dapat mencegah dan meminimalisir hal – hal yang akan merugikan perusahaan. 2.3.1 Tujuan Pengendalian Internal Sistem Pembelian Dalam bukunya Sistem Informasi Akuntansi, Krismiaji (2010:383) menjelaskan bahwa
38
fungsi kedua dari sistem informasi akuntansi yang dirancang dengan baik adalah untuk memberikan pengawasan dan pengendalian yang memadai untuk menjamin bahwa tujuan berikut ini tercapai, yaitu: a. Semua transaksi telah diotorisasi secara tepat, b. Semua transaksi yang dicatat adalah valid (benar-benar terjadi), c. semua transaksi yang valid dan telah diotorisasi telah dicatat, d. Semua transaksi telah dicatat secara akurat, e. Semua aktiva (kas, persediaan, data) dilindungi dari kemungkinan hilang atau dicuri, f. Aktivitas bisnis dilaksanakan secara efisien dan efektif.
Adapun Mulyadi (2008:311) mengatakan bahwa “unsur pengendalian intern yang seharusnya ada dalam sistem akuntansi pembelian dirancang untuk mencapai tujuan pokok pengendalian intern akuntansi berikut ini: menjaga kekayaan (persediaan) dan kewajiban perusahaan (utang dagang atau bukti kas keluar yang akan dibayar), menjamin ketelitian dan keandalan data akuntansi (utang dan persediaan).” Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa secara umum tujuan
pengendalian internal sistem pembelian adalah untuk menjamin ketelitian dan keandalan data akuntansi, melindungi semua aktiva perusahaan, mencegah dan meminimalisir hal – hal yang akan merugikan perusahaan serta meningkatkan efektifitas dan efesiensi pembelian.
2.3.2 Unsur Pengendalian Internal Sistem Pembelian Mulyadi (2008:311) mengemukakan bahwa “untuk merancang unsur-unsur pengendalian intern akuntansi yang diterapkan dalam sistem akuntansi pembelian, unsur pokok sistem pengendalian intern terdiri dari organisasi, sistem otorisasi dan prosedur pencatatan, dan praktek yang sehat.” Adapun penjelasan dari unsur tersebut di dalam sistem pembelian adalah sebagai berikut: a. Organisasi
39
1. Fungsi pembelian harus terpisah dari fungsi penerimaan. 2. Fungsi pembelian harus terpisah dari fungsi akuntansi
3. Fungsi penerimaan harus terpisah dari fungsi penyimpanan barang.
4. Transaksi pembelian harus dilaksanakan oleh fungsi gudang, fungsi
pembelian, fungsi penerimaan dan fungsi akuntansi. Tidak ada transaksi
pembelian yang dilaksanakan secara lengkap oleh hanya satu fungsi
tersebut.
b. Sistem Otorisasi dan Prosedur Pencatatan 5. Surat permintaan pembelian diotorisasi oleh fungsi gudang, untuk barang yang disimpan dalam gudang, atau oleh fungsi pemakai barang untuk barang yang langsung pakai. 6. Surat order pembelian diotorisasi oleh fungsi pembelian atau pejabat yang lebih tinggi. 7. Laporan penerimaan barang diotorisasi oleh fungsi penerimaan barang. 8. Bukti kas keluar diotorisasi oleh fungsi akuntansi atau pejabat yang lebih tinggi 9. Pencatatan terjadinya hutang didasarkan pada bukti kas keluar yang didukung oleh surat order pembelian, laporan penerimaan barang dan faktur dari pemasok. 10. Pencatatan ke dalam kartu hutang dan register bukti kas keluar (voucher register) diotorisasi oleh fungsi akuntansi. c. Praktik yang Sehat
40
11. Surat permintaan pembelian bernomor urut tercetak dan pemakainnya
dipertanggung jawabkan oleh fungsi gudang
12. Surat order pembelian bernomor urut tercetak dan pemakainnya
dipertanggungjawabkan oleh fungsi gudang.
13. Laporan penerimaan barang bernomor urut tercetak dan pemakainnya
dipertanggungjawabkan oleh fungsi penerimaan.
14. Pemasok dipilih berdasarkan jawaban penawaran harga bersaing dan
berbagi pemasok. 15. Barang hanya diperiksa dan diterima oleh fungsi penerimaan jika fungsi ini telah menerima tembusan surat order pembelian dari fungsi pembelian. 16. Fungsi penerimaan melakukan pemeriksaan barang yang diterima dari pemasok
dengan
cara
menghitung
atau
menimbang
dan
membandingkannya dengan tembusan surat order pembelian. 17. Terdapat pengecekan terhadap harga, syarat pembelian dan ketelitian perkalian dalam faktur dari pemasok sebelum faktur tersebut diproses untuk dibayar. 18. Catatan yang berfungsi sebagai buku pembantu hutang secara periodik direkonsiliasi dengan rekening kontrol hutang dalam buku besar. 19. Pembayaran faktur dari pemasok dilakukan dengan syarat pembayaran guna mencegah hilangnya kesempatan untuk memperoleh potongan tunai. 20. Bukti kas keluar beserta dokumen pendukungnya dicap “lunas” oleh fungsi pengeluaran kas setelah cek dikirimkan kepada pemasok.