BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan nmum jamur Aspergillus Jamur adalah
goJongan
organisme
yang tubuh vegetatiihya (struktur
somatisnya) berupa thalus, dan tidak mempunyai klorofil. Jamur memerlukan senyawa organik untuk nutrisinya (Pelczar dan Chan, 2005). Jamur tersusun dari benang-benang sel panjang, benang-benang itu disebut hifa. Banyak jamur mempunyai dinding penyekat (septa) dalam hifanya yang membagi masing-masing hifa menjadi banyak sel dan disebut hifa bersepta. Dalam beberapa kelas jamur, benang-benang itu tidak mempunyai septa sehingga kelihatan sebagai satu sel panjang yang mengandung banyak nukleus, hifa semacam ini disebut hifa senosit (Volk dan Wheeler, 1998). Jamur memerlukan kelembaban yang tinggi, persediaan bahan organik yang mati dan mengalami pembusukan. Jamur tumbuh baik dalam lingkungan yang mengandung banyak gula dan dengan kondisi asam yang tidak menguntungkan bagi bakteri. Mekanisme reproduksi jamur disebut pembentukan spora. Spora dapat bersifat seksual dan aseksual. Pada jamur, spora analog dengan biji yang perbanyak oleh tumbuhan induk dan mampu berkembang menjadi individu baru. Apabila spora melepaskan diri dari tumbuhan induk dalam kondisi yang menguntungkan, benangbenang jamur baru akan tumbuh, spora bersemi dan benang memanjang dengan pembelahan biner (Volk dan Wheeler, 1998). Aspergillus terdapat dimana-mana sebagai saprofit. Koloni yang mudah menghasilkan spora wamanya menjadi cokelat kekuningan, kehijau-hijauan atau kehitam-hitaman dan miselium yang semula bewama putih sudah tidak tampak lagi (Dwidjoseputro, 1998).
4
Aspergillus Aspergillus
sering digunakan
wenti, Aspergillus
dalam
fermentasi
makanan. Kelompok
oryzae termasuk spesies yang penting dalam
fermentasi beberapa makanan tradisional dan untuk memproduksi enzim. Aspergillus oryzae digunakan dalam fermentasi tahap pertama dalam pembuatan kecap dan tauco. Jenis lain adalah Aspergillus niger, yang digunakan dalam produksi asam sitrat, asam glukonat dan enzim. Namun, beberapa Aspergillus juga sering menyebabkan kerusakan makanan, misalnya Aspergillus repens. Jamur ini dapat tumbuh baik pada substrat dengan konsentrasi gula dan garam tinggi (Waluyo, 2004). Klasifikasi taksonomi dari Aspergillus menurut Hardjo dkk ( 1989) adalah sebagai berikut: Kingdom
: Fungi
Filum
: Ascomycota
Kelas
: Eurotiomycetes
Ordo
: Eurotiales
Famili
: Trichocomaceae
Genus
: Aspergillus
2.2. Pertumbuhan jamur Jamur fiJamen atau kapang tumbuh
melaluJ pembentukan miselia.
Pertumbuhan dimulai dari ujung miselium (pertumbuhan apikal) dengan membentuk
5
septa diantara sel-sel. Miselium bisa berbentuk panjang dan menyebar pendek dan bercabang-cabang atau campuran dari keduanya. Pada suatu permukaan, fungi tumbuh membentuk suatu lapisan tebal dengan miselia yang bertumpang tindih. Sedangkan pada mesia cair, miselia akan tersebar atau membentuk pellet dengan diameter 0,1 - 10 mm. Lapisan (mats) dan pellet miselia sangat penting untuk pertumbuhan kapang karena ini akan mempengaruhi lingkungan fisikokimia invidual sel-sel tersebut. Pemantauan pertumbuhan kapang dilakukan dengan menghitung peningkatan jumlah masa sel bukan dengan perhitungan jumlah sel karena sel-sel kapang sangat sulit dipisahkan (Sa'id, 1987). Jenis jamur yang dapat tumbuh di atas suhu
sangat sedikit dan dapat
dibagi ke dalam dua kelompok yaitu termofilik dan termotoleran. Jamur termofilik adalah jamur yang dapat tumbuh pada suhu tinggi, optimum diantara 55-60"C, minimum 40°C dan maksimum 75°C (Suriawiria, 2005). Jamur termotoleran memiliki suhu maksimum mencapai 50°C dan minimum di bawah 20°C (Cooney dan Emerson, 1964).
2.3. Enzim Enzim merupakan unit fungsional dari metabolisme sel. Enzim adalah protein yang mempunyai aktivitas katalitik dan merupakan biokatalisaator dalam reaksireaksi kimia yang bekerja secara selektif dan spesifik baik yang terjadi didalam sel maupun diluar sel (Lehninger, 1997). Enzim sangat penting dalam kehidupan, karena semua reaksi metabolisme dikatalis oleh enzim. Jika tidak ada enzim, atau aktivitas enzim terganggu maka reaksi metabolisme sel akan terhambat hingga pertumbuhan sel juga terganggu. Enzim
dapat
dihasilkan oleh
sel
hewan,
tumbuh-tumbuhan,
maupun
sel
mikroorganisme. Sel mikroba merupakan sumber enzim yang umum untuk digunakan dalam bidang industri. Enzim dari mikroba lebih banyak digunakan dibandingkan enzim dari tanaman atau hewan karena mikroorganisme dapat berkembang biak dengan cepat, pertumbuhan relatif mudah diatur, enzim yang dihasilkan tinggi
6
sehingga ekonomis bila digunakan untuk industri, enzim yang dihasilkan lebih stabil (Yusak, 2004). Berdasarkan tempat kerjanya, enzim dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu enzim ekstraseluler dan enzim intraseluler. Enzim ekstraseluler hasilnya dikeluarkan dari sel sehingga dalam media pertumbuhan sedangkan enzim intraseluler dihasilkan didalam sel. Enzim ekstraseluler mempunyai keuntungan yang lebih besar dari pada enzim intraseluler, karena produksi enzimnya tidak memerlukan teknik penghancuran sel yang mahal. Isolasi enzim ekstraseluler dapat dilakukan dengan cara memisahkan massa sel mikroorganisme penghasil enzim tersebut dengan media pertumbuhannya, karena enzim ekstraseluler berada dalam media pertumbuhan mikroorganisme tersebut. Salah satu contoh enzim yang dihasilkan secara ekstraseluler adalah selulase (Crueger dan Crueger, 1984). Enzim digunakan dalam sebagian besar sektor industri, terutama industri makanan. Selain itu, enzim juga digunakan dalam industri deterjen, farmasi, dan tekstil. Lebih dari 2000 enzim telah diisolasi, tetapi hanya 14 enzim yang diproduksi secara komersial. Kebanyakan dari enzim ini adalah hidrolase, misalnya amilase, protease, pektinase, dan selulase. Enzim penting lainnya adalah glukosa isomerase dan glukosa oksidase (Fowler, 1998). Tabel 1. Beberapa enzim yang dihasilkan mikroba dan aplikasinya (Fowler, 1998)
No 1.
Enzim Amylase
Sumber
Apllkasi
Aspergillus oryzae
tekstil, pelarutan pati, produksi
Aspergillus niger
glukosa Degradasi penisilin
2.
Penicillinase
Bacillus sub tills
3.
Invertase
Aspergillus
oryzae Industri permen
Saccharomyces 4.
5.
Selulase
Pektinase
Aspergillus
niger Membantu sistem pencemajin,
Tricoderma sp.
Pengurang viskositas
Aspergillus niger
Klarifikasi wine dan jus buah
7
6.
Protease
Pelunak,
Clostridium sp.
membantu
sistem
pencemaan
2.4. Selulosa Selulosa senyawa organik yang banyak terdapat di alam, merupakan senyawa karbohidrat jenis polisakarida dengan berat molekul besar dan komponen utama dalam dinding sel tanaman (Valjamae dkk., 2001). Selulosa tersusun dari monomermonomer glukosa yang diikat oleh ikatan 1,4-p-glikosidik membentuk rantai polimer linier yang berstruktur seragam (Hart dkk., 2003). Selulosa dapat diubah menjadi glukosa setelah mengalami hidrolisis sempurna. Hidrolisis dapat dilakukan dengan asam atau selulase.
Gambar 2. Struktur selulosa Selulosa bersifat liat dan tahan air. Pada rantai selulosa antar gugus hidroksil dapat terbentuk ikatan hidrogen. Ikatan antar rantai selulosa ini cukup kuat dan menyebabkan terjadinya struktur kristal dalam selulosa, selain itu terdapat pula bagian yang kurang teratur yang disebut amorf Selulosa yang mempunyai struktur kristal sukar dihidrolisis sedangkan yang amorf mudah dihidrolisis (Lehninger, 1997). Selulosa dihidrolisis oleh selobiohidrolase dan endoglukanase
menjadi
selobiosa dan glukosa. Selobiosa dihidrolisis menjadi glukosa oleh selobiose. Aktifitas yang sinergis dari ketiga enzim ini membantu merusak struktur selulosa dengan cara melemahkan ikatan-ikatan hidrogen sehingga mengakibatkan penguraian sempuma selulosa menjadi glukosa (Pathak dan Ghose, 1973).
8
2.5. Enzim selulase Semua enzim adalah protein yang mempunyai bagian tertentu (active site) yaitu tempat berlangsungnya perubahan reaktan menjadi produk. Enzim yang mampu mempercepat suatu reaksi kimia dan memiliki spesifitas yang sangat tinggi terhadap substratnya (Lehninger, 1988). Enzim dapat dihasilkan oleh mikroorganisme secara ekstraseluler maupun intraseluler. Enzim ekstraseluler hasilnya dapat ditemukan di dalam media pertumbuhan, sedangkan intraseluler dihasilkan di dalam sel. Salah satu enzim yang dihasilkan secara ekstraseluler adalah selulase. Enzim ekstraseluler mempunyai keuntungan yang lebih besar daripada enzim intraseluler, karena produksi enzimnya tidak memerlukan teknik penghancuran sel yang mahal. Isolasi enzim
ekstraseluler
dapat
dilakukan dengan
cara
memisahkan
masa
sel
mikroorgaisme penghasil enzim tersebut dengan media pertumbuhannya, karena enzim ekstraseluler berada dalam media pertumbuhan mikroorganisme tersebut. Enzim selulase adalah enzim komplek yang terdiri dari tiga komponen enzim yaitu enzim selobiohidrolase, endoglukanase dan P-glukosidase. Hidrolisis enzimatik yang sempuma memerlukan aksi sinergis dari tiga tipe enzim ini, yaitu : a) Endo-l,4-p-D-gIucanase
(endoselulase,
carboxymethylcellulase
atau
CMCase), yang mengurai polimer selulosa secara random pada ikatan internal a-l,4-glikosida untuk menghasilkan oligodekstrin dengan panjang rantai yang bervariasi (Ikram dkk., 2005). b) Exo-l,4-P-D-glucanase (cellobiohydrolase), yang mengurai selulosa dari ujung pereduksi dan non pereduksi untuk menghasilkan selobiosa dan glukosa (Ikram dkk., 2005). c) P-glucosidase (cellobiase), yang mengurai selobiosa untuk menghasilkan glukosa (Ikram dkk., 2005). Mekanisme hidrolisis selulosa oleh enzim selulase dapat dilihat dalam gambar berikut:
9
Cellobose or Ceilotetross
Gambar 3. Mekanisme hidrolisis selulosa Kompieks selulase digunakan secara komersial dalam pengolahan kopi. Selulase digunakan secara luas dalam industri tekstil, deterjen, pulp dan kertas bahkan kadang-kadang digunakan dalam industri farmasi. Dalam krisis energi sekarang ini, selulase dapat digunakan dalam fermentasi biomassa menjadi biofiiel, walaupun proses ini sifatnya masih eksperimental (Fowler, 1998).
2.6. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme 2.6.1. Media pertumbuhan Komposisi media merupakan mikroorganisme
sekaligus
produksi
faktor yang penting bagi pertumbuhan enzim.
Kebutuhan
dasar
nutrisi
bagi
mikroorganisme heterotrofik adalah energi atau sumber karbon, suumber nitrogen dan unsur anorganiL Beberapa mikroorganisme, selain membutuhkan ketiga jenis nutrisi, juga membutuhkan zat pertumbuhan (faktor pertumbuhan).
10
2.6.2. Pengaruh kondisi fermentasi A.
Temperatur Pertumbuhan mikroorganisme dan sintesis enzim yang dapat diproduksi oleh
mikroorganisme dipengaruhi oleh temperatur. Temperatur yang terlalu tinggi dapat menyebabkan denaturasi protein (enzim), sedangkan temperatur yang terlalu rendah akan menurunkan aktivitas enzim. Temperatur optimal biasanya temperatur dimana aktivitas metabolisme berjalan dengan baik, akan tetapi hal ini berbeda untuk setiap jenis mikroorganisme dan jenis enzim yang dihasilkannya. Temperatur optimal pertumbuhan mikroorganisme dapat menjadi indikasi temperatur optimal produksi enzim atau aktivitas enzim yang dihasilkan (Darwis dan Sukara,1990). B.
pH pH lingkungan di samplng akan berpengaruh terhadap struktur ion enzim
yang berhubungan dengan efektifitas bagian aktif enzim dalam membentuk kompieks enzim substrat, juga akan berpengaruh
terhadap proses denaturasi sehingga
menurunkan aktivitasnya (Poedjiadi, 1994). Pada keadaan aktivitas enzim yang paling besar pH nya merupakan (Wirahadikusuma,
pH optimum untuk reaksi enzim tersebut
1989). Aktivitas
enzim
akan
meningkat
seiring dengan
meningkatnya harga pH, namun pada suatu titik tertentu (pH optimum) aktivitasnya akan menurun. C.
Agitasi Agitasi kultur mempunyai dua fungsi utama yaitu mempercepat laju pindah
masa antara fase-fase (gas, cairan, dan padat) yang ada dalam kultur pertumbuhan dan menjaga agar kondisi fisik dan kimia di dalam kultur tersebut homogen. Oleh karena itu proses agitasi memegang peranan penting bagi kelangsungan suatu proses fermentasi, termasuk juga proses fermentasi untuk produksi enzim.
2.6.3. Waktu inkubasi Waktu
inkubasi
produksi
suatu
enzim
berhubungan
dengan
siklus
pertumbuhan mikroorganisme dalam media. Pada fase lambat mikroorganisme hanya melakukan kegiatan metabolik untuk mempersiapkan dan adaptasi dengan kondisi
11
pertumbuhan dan lingkungan baru. Setelah mampu beradaptasi maka mikroba akan memasuki fase log, dimana sel-sel tumbuh dan membelah diri secara eksponensial sampai mencapai jumlah maksimum sesuai dengan kondisi lingkungan. Pada fase log eksponensial jarang sekali populasi mikroorganisme dapat tumbuh dengan kecepatan tinggi dalam jangka waktu yang lama. Pertumbuhan populasi mikroorganisme biasanya dibatasi oleh jumlah nutrisi atau komposisi media tertentu, habisnya nutrisi diikuti dengan penimbunan zat racun sebagai hasil akhir metabolisme. Akibatnya pertumbuhan dan kematian berlangsung seimbang sehingga memasuki fase tetap (Darwis dan Sukara, 1990).
2.7. Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim Enzim adalah biokatalisator yang dihasilkan oleh sel dan berfungsi untuk mempercepat reaksi kimia tanpa habis bereaksi. Hampir semua enzim merupakan protein. Enzim tertentu dapat bekerja secara optimal pada kondisi tertentu pula. Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut: 1. Suhu Aktivitas enzim sangat dipengaruhi oleh suhu. Pada awalnya kenaikan suhu akan menyebabkan bertambahnya reaksi kecepatan enzim hingga tercapai suhu optimal, selanjutnyakecepatan reaksi akan menurun (Ja'afaru dkk., 2010). Kenaikan suhu di atas suhu optimal mengakibatkan terjadinya perubahan struktur enzim (denaturasi). Denaturasi menyebabkan bagian aktif enzim terganggu
sehingga
aktivitas enzim pun menurun (Poedjiadi dan Supriyanti, 2007).
S u h u optimum lOO
Suhu
70
Gambar 4. Pengaruh suhu pada aktivitas enzim (Poedjiadi dan Supriyanti, 2007)
12
2. pH atau keasaman Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim bervariasi tergantung jenis enzim. Ada enzim yang bekerja secara optimal pada kondisi asam, ada pula yang bekerja secara optimal pada kondisi basa. Aktivitas enzim paling besar umumnya berada pada pH optimal untuk reaksi enzim tersebut (Wirahadikusumah, 1989). pH optimvim
Gambar 5. Pengaruh pH pada aktivitas enzim ( Girindra, 1993 ) 3. Konsentrasi substrat Pada konsentrasi enzim yang tetap, kecepatan reaksi bertambah dengan bertambahnya konsentrasi substrat (Poedjiadi, 1994). Setelah konsentrasi substrat dinaikkan lebih tinggi akan tercapai suatu laju limit atau laju maksimum dan gejala ini disebut kinetika penjenuhan (Yazid dan Nursanti, 2006). 4. Konsentrasi enzim Aktivitas enzim tergantung pada konsentrasi enzimnya. Aktivitas enzim meningkat dengan bertambahnya konsentrasi enzim selama konsentrasi enzim jauh lebih sedikit dari konsentrasi substrat. 5. Aktivator dan inhibitor Aktivator merupakan zat yang memicu kerja enzim, sedangkan inhibitor merupakan zat yang dapat menghambat kerja enzim (Poedjiadi dan Supriyanti, 2007).
2.8. Penentuan gula pereduksi dengan metode Nelson-Samogyi Reaksi dari gugus karbonil merupakan dasar dari banyak metode untuk mendeteksi karbohidrat. Dalam larutan alkali semua monosakarida dan beberapa disakarida dapat bertuidak sebagai senyawa-senyawa pereduksi dan dengan mudah
13
teroksidasi oleh beberapa reagen misalnya tembaga (Cu^ ). Salah satu metode yang umum digunakan adalah reduksi ion Cupri (Cu*^) menjadi ion Cupro (Cu"^) dalam larutan alkali akan membentuk Cu(OH)2 yang dengan pemanasan akan diubah menjadi endapan merah bata (CU2O). Metode Nelson-Samogyi digunakan untuk penentuan kadar zat-zat pereduksi dalam larutan. Dalam metode ini hasil reduksi ion Cupri oleh glukosa atau gula pereduksi lainnya dalam suasana basa dengan arsenomolibdat memberikan wama biru yang kekuatannya sesuai dengan konsentrasi glukosa. Absorbansi larutan ini diukur pada panjang gelombang 660 nm, karena pada panjang gelombang tersebut diperoleh kurva hubungan yang linier antara absorban dengan konsentrasi glukosa pada rentang 100 sampai 2000 ng/mL (Green III dkk., 1989). Panjang gelombang 660 nm bukan panjang gelombang maksimum untuk keseluruhan
larutan akhir reaksi Nelson-Samogyi, tapi merupakan
panjang
gelombang maksimum dari kompieks Cu(NH4)3H4As(Mo207)6, yang merupakan ukuran CU2O yang terbentuk. CU2O yang terbentuk adalah sebanding dengan jumlah gula pereduksi pada reaksi Nelson-Samogyi (Green I I I dkk, 1989). Reaksi yang terjadi: > (NH4)3H4As(Mo207)6 + 10 H2O
3 N H / + As04"^ + 12 Mo04"^ + 24
Arsenomolibdat RCHO + 2 Cu^^ + 4 OH-
— > RCOOH+ NICU20+2H20
2 CU2O + (NH4)3H4AS(M0207)6
>
CU4(NH4)3H4AS(M0207)6 + O2
Larutan biru
14