4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Pengawet Makanan Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang
mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian yang disebabkan oleh mikroba. Akan tetapi, tidak jarang produsen menggunakannya pada pangan yang relatif awet dengan tujuan untuk memperpanjang masa simpan atau memperbaiki tekstur. Pengawet yang banyak digunakan untuk mengawetkan berbagai bahan pangan adalah benzoat, yang umumnya terdapat dalam bentuk natrium benzoat atau kalium benzoat yang bersifat lebih mudah larut. Pengertian bahan pengawet sangat bervariasi tergantung dari negara yang membuat batasan pengertian tentang bahan pengawet. Meskipun demikian, penggunaan bahan pengawet memiliki tujuan yang sama, yaitu mempertahankan kualitas dan memeperpanjang umur simpan bahan pangan. Bahan pengawet adalah senyawa yang mampu menghambat dan menghenrtikan proses fermentasi, pengasaman, atau bentuk kerusakan lainnya, atau bahan yang dapat memberikan perlindungan bahan pangan dari pembusukan (Margono, 2000). Sedangkan menurut Permenkes No 722/menkes/per/IX/1988 tentang bahan tambahan pangan yang mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme (Cahyadi, 2008).
4
5
2.1.1
Jenis Bahan Pengawet
1.
Zat pengawet anorganik Zat pengawet anorganik yang masih sering dipakai adalah sulfit, hidrogen
peroksida, nitrat, dan nitrit. Sulfit digunakan dalam bentuk gas SO2, garam Na atau K sulfit, bisulfit, dam metabisulfit. Bentuk efektifnya sebagai pengawet adalah asam sulfit yang tidak terdisosiasi dan terutama terbentuk pH di bawah 3. Melekul sulfit lebih mudah menembus dinding sel mikroba bereaksi dengan asetaldehid membentuk senyawa yang tidak dapat difermentasi oleh enzim mikroba, mereduksi ikatan disulfida enzim, dan bereaksi dengan keton membentuk hidroksisulfonat yang dapat menghambat mekanisme pernapasan. Garam nitrat dan nitrit umumnya digunakan pada proses curing daging untuk memperoleh warna yang baik dan mencegah pertumbuhan mikroba seperti Clostridium botulinum, suatu bakteri yang dapat memproduksi racun yang mematikan. Akhirnya, nitrit dan nitrat banyak digunakan sebagai bahan pengawet tidak saja pada produk-produk daging, tetapi pada ikan dan keju (Cahyadi, 2008). 2.
Zat pengawet organik Zat pengawet organik lebih banyak dipakai daripada yang anorganik,
karena bahan ini lebih mudah dibuat. Bahan organik digunakan baik dalam bentuk asam maupun dalam bentuk garamnya. Zat kimia yang sering dipakai sebagai bahan pengawet ialah asam sorbat, asam propionat, asam benzoat, asam asetat, dan epoksida (Winarno, 1982).
6
2.1.2
Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet Bahan pengawet merupakan salah satu bahan tambahan pangan yang
paling tua penggunaannya. Pada permulaan peradaban manusia, asap telah digunakan untuk mengawetkan daging, ikan, dan jagung. Demikian pula pengawetan dengan menggunaka garam, asam, dan gula telah dikenal sejak dulu kala. Kemudian dikenal penggunaan bahan pengawet, untuk mempertahankan pangan dari gangguan mikroba sehingga pangan tetap awet seperti semula. Secara ideal, bahan pengawet akan menghambat atau membunuh mikroba yang penting kemudian memecah senyawa berbahaya menjadi tidak berbahaya dan toksik. Bahan pengawet akan mememngaruhi dan menyeleksi jenis mikroba yang dapat hidup pada kondisi tersebut. Derajat penghambatan terhadap kerusakan bahan pangan oleh mikroba bervariasi dengan jenis bahan pengawet yang digunakan dan besarnya penghambatan ditentukan oleh konsentrasi bahan pengawet yang digunakan.. Secara umum penambahan bahan pengawet pada pangan bertujuan sebagai berikut : 1.
Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang bersifat patogen maupun yang tidak patogen.
2.
Memperpanjang umur simpan pangan.
3.
Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa, dan bau bahan pangan yang diawetkan.
4.
Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah.
7
5.
Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang tidak memenuhi persyaratan.
6.
Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan. Keamanan senyawa-senyawa kimia dalam bahan pangan sangat perlu
diperhatikan, baik senyawa kimia yang ditambahkan dari luar bahan pangan maupun senyawa kimia yang terdapat secara alami dalam bahan pangan itu sendiri. Terdapat beberapa persyaratan untuk bahan pengawet kimiawi lainnya, selain persyaratan yang dituntut untuk semua bahan tambahan pangan, antara lain sebagai berikut : 1.
Memberi arti ekonomis dari pengawetan (secara ekonomis menguntungkan).
2.
Digunakan hanya apabila cara-cara pengawetan yang lain tidak mencukupi atau tidak tersedia.
3.
Memperpanjang umur simpan dalam pangan.
4.
Tidak menurunkan kualitas (warna, cita rasa, dan bau) bahan pangan yang diawetkan.
5.
Mudah dilarutkan.
6.
Menunjukkan sifat-sifat antimikroba pada jenjang pH bahan pangan yang diawetkan.
7.
Aman dalam jumlah yang diperlukan.
8.
Mudah ditentukan dengan analisis kimia.
9.
Tidak menghambat enzim-enzim pencernaan.
8
10. Tidak mengalami dekomposisi atau tidak bereaksi untuk membentuk suatu senyawa kompleks yang bersifat lebih toksik. 11. Mudah dikontrol dan didistribusikan secara merata dalam bahan pangan. 12. Mempunyai spektra antimikroba yang luas, meliputi macam-macam pembusukan oleh mikroba yang berhubungan dengan bahan pangan yang diawetkan. Melihat persyaratan tersebut di atas, dapatlah dikatakan bahwa penambahan bahan pengawet pada bahan pangan adalah untuk memperpanjang umur simpan bahan pangan tanpa menurunkan kualitas dan tanpa mengganggu kesehatan. Penggunaan bahan pengawet untuk mengawetkan bahan pangan ini diharapkan tidak akan menambah atau sangat sedikit menambah biaya produksi, dan tidak akan mempengaruhi harga bahan pangan yang diawetkan, tetapi pengusaha mendapatkan keuntungan yang cukup besar dari lamanya umur simpan sehingga bahan pangan yang diawetkan tersebut dapat terjual cukup banyak dibandingkan tanpa pengawetan (Winarno, 1982). 2.1.3
Persyaratan Bahan Pengawet Pangan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kesehatan
masyarakat. Oleh karena itu, seluruh anggota masyarakat tanpa kecuali, merupakan konsumen pangan. Di Indonesia, sebagian besar dari masyarakatnya masih mempunyai pendapatan dan tingkta pendidikan yang relatif rendah. Oleh karena itu, kesadaran dan kemampuan mereka sebagai konsumen jugah masih
9
sangat kurang, dan dalam memilih pangan, mereka seringkali mengabaikan kualitasnya karena daya beli yang memang masih rendah. Dikarenakan pangan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kesehatan masyarakat maka dalam pengolahan bahan pangan perlu dihindarkan penggunaan bahan tambahan pangan yang dapat merugikan atau membahayakan konsumen. Pemerintah telah memberikan wewenang pengawasan terhadap peredaran dan jual beli pangan dan minuman khususnya untuk pangan dari pengolahan, kepada Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Menurut peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang bahan tambahan pangan. Perihal BAB IV pasal 5 dan 6, yaitu produksi, impor, dan peredarannya bahwa bahan tambahan pangan yang dipergunakan hanya boleh diproduksi, diimpor, atau diedarkan setelah melalui proses penilaian oleh Direktorat Jendral Pengawasan Obatan dan Makanan. Bahan tambahan panagn yang diproduksi, diimpor, atau diedarkan harus memenuhi persyaratan yang tercantum pada Kodeks Pangan Indonesia tentang bahan tambahan pangan atau persyaratan lain yang ditetapkan menteri kesehatan (Winarno, 1982). Bahan pengawet adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Bahan tambahan pangan ini biasanya ditambahkan ke dalam makanan yang mudah rusak, atau makanan yang disukai sebagai media tumbuhnya bakteri atau jamur, misalnya pada produk daging, buah-buahan, dan lain-lain. Definisi lain bahan pengawet adalah senyawa
10
atau bahan yang mampu menghambat, menahan atau menghentikan, dan memberikan perlindungan bahan makanan dari proses pembusukkan (Cahyadi, 2008). Daftar bahan pengawet Organik yang diizinkan pemakaiannya dan dosis maksimum yang diperkenankan oleh Dirjen POM (Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88)
NO
NAMA BTP Asam benzoat
1.
JENIS BAHAN PANGAN Kecap Miniman ringan Acar ketimun botol
Margarin
Pekatan sari nanas
Saus tomat Pangan lain Asam propionat Sediaan keju olahan 2.
Asam sorbat
roti Sediaan keju olahan
Kalium benzoat
Margarin
3.
4.
Pekatan sari nenas
BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN 600 mg/kg 600 mg/kg 1 g/kg, tunggal atau campuran dengan kalium dan natrium benzoate atau dengan kalium benzoat 1 g/kg, tunggal atau campuran dengan garamnya atau dengan asam sorbat dan garamnya 1 g/kg, tunggal atau campuran dengan garamnya atau dengan asam sorbat dan garamnya 1 g/kg 1 g/kg 3 g/kg, tunggal atau campuran dengan asam sorbat dan garamnya 2 g/kg 3 g/kg, tunggal atau campuran dengan garamnya atau dengan asam propionat dan garamnya 1 g/kg, tunggal atau campuran dengan garamnya atau dengan asam sorbat dan garamnya 1 g/kg, tunggal atau campuran dengan asam benzoat atau asam sorbat
11
Apriket yang dikeringkan Jam dan jelli
5.
Kalium propionat
Kalium sorbat
Sirup, saus tomat Anggur; anggur buah dan minuman berakohol lainya Pangan lainya kecuali daging, ikan, unggas Sediaan keju olahan
Sediaan keju olahan
6.
Keju
Margarin
Aprikot yang dikeringkan Acar ketimun dalam botol
Jam dan jelli
Marmalad
Pekatan sari nanas
dan garamnya dan senyawa sulfit, tetapi senyawa sulfit tidak lebih dari 500 mg/kg 500 mg/kg, tunggal atau campuran dengan garamnya 1 g/kg, tunggal atau campuran dengan kalium sorbat atau dengan garam benzoat 1 g/kg 200 mg/kg
1 g/kg 3 g/kg, tunggal atau campuran dengan asam propionat atau dengan asam sorbat dan garamya. 3 g/kg, tunggal atau campuran dengan asam sorbat atau dengan asam propionat dan garamnya 1 g/kg, tunggal atau campuran dengan asam sorbat 1 g/kg, tunggal atau campuran dengan asam sorbat 500 mg/kg, tunggal atau campuran dengan asam sorbat 1 g/kg, tunggal atau campuran dengan asam benzoat, kalium benzoat, dan natrium benzoat 1 g/kg, tunggal atau campuran dengan asam sorbat atau dengan asam benzoat 500 mg/kg, tunggal atau campuran dengan asam sorbat 1 g/kg, tunggal atau campuran dengan asam sorbat atau dengan asam
12
Kalium benzoat
Pekatan sari nanas
8.
Metil-phidroksi benzoat
9.
Natrium benzoat
Pekatan sari nanas Ekstrak kopi cair Pasta tomat, sari buah Pangan lainnya, kecuali daging, ikan, unggas. Lihat kalium benzoat Jem dan jelli
7.
10.
Natrium propionat Nisin
benzoat dan garamnya dan senyawa sulfit, tetapi senyawa sulfit tidak lebih dari 500 mg/kg 1 g/kg, tunggal atau campuran dengan asam sorbat atau dengan asam benzoat dan garamnya dan senyawa sulfit, tetapi senyawa sulfit tidak lebih dari 500 mg/kg. 250 mg/kg 450 mg/kg 1 g/kg 1 g/kg
Kecap Minuman ringan Saus tomat Pangan lain Lihat asam propionat
Lihat kalium benzoat 1 g/kg, tunggal atau campuran dengan asam sorbat dan garam kaliumnya atau dengan ester dari asam para hidroksi benzoat. 600 mg/kg 600 mg/kg 1 kg/mg 1 kg/mg Lihat asam propionat
Sediaan keju olahan
12.5 mg/kg
Lihat metil-p-hidroksi benzoate
Lihat metil-p-hidroksi benzoate
11. 12.
Propil-phidroksi benzoat Peraturan
perundang-undangan
yang
disusun
untuk
pengawasan
pelaksanaan penggunaan bahan tambahan pangan sangat bervariasi antara negara yang satu dengan negara yang lainnya. Masing-masing negara mempunyai suatu lembaga atau badan khusus yang bertugas menyusun peraturan perundangundangan dan mengawasi pelaksanaannya.
13
Untuk melaksanakan pengawasan kualitas bahan pangan pangan agar diperoleh hasil yang baik, diperlukan 3 sarana pokok, yaitu 1) peraturan perundang-undangan, 2) organisasi pelaksana, dan 3) laboratorium pengujian (Cahyadi, 2008). 2.1.4
Efek terhadap Kesehatan Pengujian toksisitas jangka pendek terhadap suatu bahan biasanya
dilakukan dengan tiga macam percobaan pada hewan. Pertama, penentuan LD50, yaitu dosis suatu bahan saat 50% hewan percobaan mati, dan hal ini memberikan indikasi toksisitas relatif senyawa yang diuji. Kedua, penentuan dosis maksimum yang dapat ditolerir, yaitu dosis harian maksimum saat hewan percobaan dapat bertahan hidup untuk periode 21 hari, dimana tujuan pengujian ini adalah untuk menunjukkan bahan organ yang diperiksa memperlihatkan adanya efek keracuna. Ketiga, pengujian pemberian pakan selama 90 hari, dimana setelah 90 hari percobaan maka dapat diketahui gejala tidak normal pada hewan percobaan sehubungan dengan pakan yang diberikan. Hasil ketiga pengujian tersebut dapat menunjukkan atau menetapkan dosis “tidak ada efek” dan dari data percobaan pada hewan dapat dihitung atau ditentukan ADI (Acceptable Daily Intake) untuk manusia. ADI dinyatakan dalam mg/kg berat barat yang didefinisikan sebagai jumlah bahan yang dapat masuk ke tubuh setiap hari, bahkan selama hidupnya tanpa resiko yang berarti bagi konsumen atau pemakainya (Tranggono Dan Sudarmadji, 1988).
14
Tujuan utama dari pengujian jangka panjang terhadap toksisitas bahan tambahan makanan adalah untuk menentukan potensi karsinogenik sauatu bahan atau senyawa, tetapi harus didukung pula dengan pengujian jangka pendek. Konsentrasi bahan pengawet yang diizinkan oleh peraturan bahan pangan sifatnya adalah penghambatan dan bukannya mematikan organisme-organisme pencemar. Oleh karena itu, sangat penting bahwa populasi mikroorganisme dari bahan pangan yang akan diawetkan harus dipertahankan minimum dengan cara penanganan dan pengolahan secara higienis. Jumlah bahan pengawet yang diizinkan akan mengawetkan bahan pangan dengan muatan mikroorganisme yang noemal untuk satu jangka waktu tertentu, tetapi kurang efektif jika dicampurkan ke dalam bahan-bahan pangan membusuk atau terkontaminasi secara berlebihan. 1.
Bahan Pengawet Organik Pemakaian bahan pengawet dari satu sisi menguntungkan karena dengan
bahan pengawet bahan pangan dapat dibebaskan dari kehidupan mikroba, baik yang bersifat patogen yang dapat menyebabkan gangguan keracunan atau gangguan kesehatan lainnya maupun mikroba yang nonpatogen yang dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan. Namun dari sisi lain, bahan pengawet pada dasarnya adalah senyawa kimia yang merupakan bahan asing yang masuk bersama bahan pangan yang dikonsumsi. Apabila penggunaan jenis pengawet dan dosisnya tidak diatur maka menimbulkan kerugian bagi si pemakai. Misalnya, keracuna atau terakumulasinya pengawet dalam organ tubuh dan bersifat karsinogenik.
15
Efek beberapa pengawet pangan terhadap kesehatan : a.
Asam benzoat dan garamnya ( Ca, K, dan Na ) Metabolisme ini meliputi dua tahap reaksi, pertama dikatalisis oleh enzim
syntetase dan pada reaksi kedua dikatalisi oleh enzim acytransferase. Asam hipurat yang disinpengujiana dalam hati ini, kemudian diekskresikan melalui urin. Jadi, di dalam tubuh tidak terjadi penumpukan asam benzoat, sisa asam benzoat yang tidank diekskresi sebagai asam hipurat dihilangkan toksisitasnya berkonjugasi dengan asam glukoronat dan diekskresi melalui urin. Pada penderita asma dan orang yang menderita urticaria sangat sensitif terhadap asam benzoat, jika dikonsumsi dalam jumlah besar akan mengiritasi lambung. b.
Asam sorbat dan garamnya Asam sorbat dalam tubuh dimetabolisme seperti asam lemak biasa, dan
tidak bereaksi sebagai antimetabolit. Rendahnya tingkat toksisitas, memberikan kenyataan bahwa asam sorbat dan sorbat dimetabolisme seperti asam lemak lainnya.pada kondisi yang ekstrem (suhu dan konsentrasi sorbat tinggi) asam sorbat dapat bereaksi dengan nitrit membentuk produk mutagen yang tidak terdeteksi di bawah kondisi normal penggunaan. Asam sorbat jugah kemungkinan memeberikan efek iritasi kulit apabila langsung dipakai pada kulit, sedangkan untuk garam sorbat belum diketahui efeknya terhadap tubuh. c.
Asam propionat dan garamnya Asam propionat dalam tubuh dimetabolisme menjadi senyawa yang lebih
sederhana seperti pada asam lemak menjadi CO2 dan H2O. natrium propionat apabila diberikan dalam dosis per oral sehari 6 gram untuk laki-laki tidak
16
menimbulkan toksik, namun asam propionat dan garamnya memepunyai aktivitas antihistamin lokal. Natrium dan kalium propionat dilaporkan ada hubungan antara pemakaian propionat dengan migrain, sedangkan untuk kalsium propionat tidak diketahui efek pemakainnya terhadap kesehatan. d.
Ester dan asam benzoat ( paraben ) Ester asam benzoat (metil-p-hidroksi benzoat dan propil-p-hidroksi
benzoat) memeberikan gangguan berupa reaksi yang spesifik. Ester asam benzoat (paraben) pada pemakaiannya memberikan efek terhadap kesehatan dengan timbulnya reaksi alergi pada mulut dan kulit. e.
Nisin Pada penelitian yang dilakukan oleh Hara dkk, di jepang tahun 1992,
didapat harga LD50 pada tikus kira-kira 7g/kg berat badan, kemudian dikonfirmasi bahwa nisin tidak menimbulkan efek. Pada tahun 1969, para ahli dari FAO/WHO dapat menerima nisin sebagai bahan tambahan pangan. Namun, perlu jugah diperhatikan timbulnya neprotoksik akhir-akhir ini. 2.
Bahan Pengawet Anorganik Penetapan apakah tambahan yang digunakan untuk bahan pangan pada
batas aman dari segi kesehatan maka diperlukan 2 tahap pengujian toksisitas terhadap bahan tambahan yang dimaksud. Pertama, pengumpulan data yang relevan yang diperoleh dari percobaan laboratorium dengan hewan percobaan, dan apabila mungkin dari hasil pengamatan pada manusia. Kedua, interpretasi dan analisis data untuk memperoleh kesimpulan tentang akseptabilitas atau penolakan bahan yang diuji sebagai bahan tambahan pangan, dengan prosedur pengujian
17
yang telah ditetapkan dan dapat dirumuskan pula konsep jumlah yang diperkenankan untuk dikonsumsi setiap harinya atau dengan istilah Acceptable Daily Intake ( ADI ). Suatu hasil penelitian menyatakan bahwa anak-anak pengidap asma ternyata hipersinsitivitas atau intoleransinya terhadap pengawet lebih kecil dibandingkan dengan orang dewasa. Untuk mengurangi resiko kambuhnya penyakit bagi pengidap asma adalah memilih bahan pangan yang bebas dari belerang dioksida khususnya, dan bahan tambahan pangan lain pada umumnya (Cahyadi, 2008). 2.2
Natrium Benzoat Rumus kimia natrium benzoat yaitu C7H5NaO2, banyak terdapat pada
sayuran dan buah-buahan dan sayuran. Termasuk kedalam zat pengawet organik. Pengawet yang banyak dijual dipasaran dan digunakan untuk mengawetkan bebagai bahan makanan adalah benzoat, yang biasanya terdapat dalam bentuk natrium benzoat dan kalium benzoat karena lebih mudah larut. Benzoat sering digunakan untuk mengawetkan berbagai pangan dan minuman seperti sari buah, minuman ringan, saus tomat, saus sambal, selai, jeli, manisan, kecap, dan lain-lain (Cahyadi, 2008). Garam atau ester dari asam benzoat secara komersil dibuat dengan sintesis kimia. Bentuk aslinya asam benzoat terjadi secara alami dalam bahan gum benzoin. Natrium benzoat berwarna putih, granula tanpa bau, bubuk kristal atau serpihan dan lebih larut dalam air dibandingkan asam benzoat dan jugah dapat larut dalam alkohol.
18
Dalam bahan pangan garam benzoat terurai menjadi lebih efektif dalam bentuk asam benzoatyang tidak terdisosiasi. Memiliki fungsi sebagai anti mikroba yang optimum pada pH 2,5-4,0 untuk menghambat pertumbuhan kapang dan khamir. Asam benzoat sangat sedikit larut dalam air dingin tetapi larut dalam air panas, dimana ia akan mengkristal setelah didinginkan; asam benzoat larut dalam alkohol dan eter dan jika direaksikan dengan larutan besi klorida akan memebentuk endapan besi benzoat basa berwarna jingga kekuningan dan larutanlarutan netral. Selain berfungsi sebagai bahan pengawet, asam benzoat jugah berperan sebagai anti oksidan karena pada umumnya antioksidan mengandung struktur inti yang sama, yaitu mengandung cincin benzena tidak jenuh disertai dengan gugus hidroksik atau gugus amina. Antioksidan dapat menghambat setiap tahap
proses
oksidasi,
dengan
penambahan
antioksidan
maka
energi
persenyawaan aktif ditampung oleh antioksidan sehingga reaksi oksidasi berhenti. Dalam tubuh terdapat mekanisme detoksifikasi terhadap asam benzoat, sehingga tidak terjadi penumpukan asam benzoat. Asam benzoat akan bereaksi dengan glisin menjadi asam hipurat yang akan dibuang oleh tubuh. Asam benzoat secara alami terdapat dalam rempah-rempah seperti cengkeh dan kayu manis (Winarno, 1980). 2.3
Soft Drink Minuman ringan di Indonesia dikenal dengan nama soft drink sejak seabad
yang lalu telah menjadi minuman ringan paling popular di Amerika Serikat mengungguli minuman lainnya seperti kopi, teh, dan jus. Demikian juga di
19
Indonesia, popularitas minuman yang notabene “made in Amerika” ini terus meningkat. Di setiap restoran, depot, warung, bahkan pedagang kaki lima selalu menyediakan minuman ringan baik yang berkabonasi maupun minuman ringan gelas. Banyak merek telah kita kenal salah satunya karena promosinya yang gencar di media massa seperti Coca-Cola, Fanta, Sprite, Pepsi, 7-up, dan sebagainya (Widodo, 2008). Di Amerika Serikat istilah minuman ringan digunakan untuk membedakan minuman tersebut dari minuman beralkohol, sehingga minuman yang tidak beralkohol disebut minuman ringan. Dengan demikian minuman ringan dapat diperjualbelikan secara bebas. Kita bisa mengindonesiakan soft drink sebagai minuman ringan, dengan asumsi bahwa benar minuman ini memang ringan status gizinya. Minuman ini selain kadar gulanya tinggi, tidak memiliki zat gizi lain yang berarti. Komposisi dari sof drink antara lain : Zat utama dari soft drink : 1.
Gula/pemanis Untuk soft drink regular ; sukrosa (gula tebu), sirup fruktosa (HPCS). Dan
untuk soft drink diet ; pemanis sintesis aspartame, sakarin atau siklamat. 2.
CO2 Sama dengan gas buang pernapasan kita. Berguna untuk memperbaiki flavor
minuman. Menghasilkan rasa masam yang enak. 3.
Kafein Kadarnya cukup tinggi, membantu seseorang tetap terjaga atau tidak
mengantuk, jantung dapat berdegup kencang, sehingga tidak direkomendasikan bagi mereka yang hipertensi, berpotensi serangan jantung koroner atau strok.
20
4.
Zat pengawet Umumnya soft drink diawetkan dengan sodium benzoat atau natrium
benzoat, suatu bahan pengawet sintesis. Aman untuk bahan pangan namun ada batas maksimal yang harus diperhatikan. 5.
Zat pewarna Ditemukan pada beberapa jenis soft drink, tidak terdapat pada jenis soft
drink jernih. 6.
Flavor buatan Seperti rasa jeruk, rasa nanas, dan sebagainya. Merupakan flavor sintetik,
bukan hasil ekstrak buah-buahan, jadi jangan harapkan mengandung vitamin dan mineral seperti yang ada pada buah-buahan (Widodo, 2008). 2.4
HPLC HPLC (High Performance Liquid Chromatography) atau biasa juga
disebut dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dikembangkan pada akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. Saat ini, HPLC merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis bahan obat, baik dalam bulk atau dalam sediaan farmasetik (Adnan, 1997). Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan salah satu metode kimia dan fisikokimia. KCKT termasuk metode analisis terbaru yaitu suatu teknik kromatografi dengan fasa gerak cairan dan fasa diam cairan atau padat. Banyak kelebihan metode ini jika dibandingkan dengan metode lainnya yaitu mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran, mudah melaksanakannya, kecepatan analisis dan kepekaan yang tinggi, dapat dihindari terjadinya
21
dekomposisi/kerusakan bahan yang dianalisis, resolusi yang baik, dapat digunakan bermacam-macam detektor, kolom dapat digunakan kembali, dan mudah melakukan “sample recovery” (Effendy, 2004). 2.3.1
SISTEM PERALATAN HPLC Instrumentasi HPLC pada dasarnya terdiri atas: wadah fase gerak, pompa,
alat untuk memasukkan sampel (tempat injeksi), kolom, detektor, wadah penampung buangan fase gerak, dan suatu komputer atau integrator atau perekam. Diagram skematik sistem kromatografi cair seperti ini : Gambar
Keterangan : 1.
Wadah Fase gerak dan Fase gerak Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert). Wadah pelarut kosong
ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Wadah ini biasanya dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut. Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat
22
bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponen-komponen sampel. Untuk fase normal (fase diam lebih polar daripada fase gerak), kemampuan elusi meningkat dengan meningkatnya polaritas pelarut. Sementara untuk fase terbalik (fase diam kurang polar daripada fase gerak), kemampuan elusi menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut ( Settle, 1997). Fase gerak sebelum digunakan harus disaring terlebih dahulu untuk menghindari partikel-partikel kecil ini. Selain itu, adanya gas dalam fase gerak juga harus dihilangkan, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama di pompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis. Elusi dapat dilakukan dengan cara isokratik (komposisi fase gerak tetap selama elusi) atau dengan cara bergradien (komposisi fase gerak berubah-ubah selama elusi) yang analog dengan pemrograman suhu pada kromatografi gas. Elusi bergradien digunakan untuk meningkatkan resolusi campuran yang kompleks terutama jika sampel mempunyai kisaran polaritas yang luas (Kenkel, 2002). Fase gerak yang paling sering digunakan untuk pemisahan dengan fase terbalik adalah campuran larutan bufer dengan metanol atau campuran air dengan asetonitril. Untuk pemisahan dengan fase normal, fase gerak yang paling sering digunakan adalah campuran pelarut-pelarut hidrokarbon dengan pelarut yang terklorisasi atau menggunakan pelarut-pelarut jenis alkohol. Pemisahan dengan fase normal ini kurang umum dibanding dengan fase terbalik (Meyer, 2004).
23
2.
Pompa Pompa yang cocok digunakan untuk HPLC adalah pompa yang
mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yakni: pompa harus inert terhadap fase gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat, Teflon, dan batu nilam. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 3 mL/menit. Untuk tujuan preparatif, pompa yang digunakan harus mampu
mengalirkan
fase
gerak
dengan
kecepatan
20
mL/menit.
Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantaran fase gerak adalah untuk menjamin proses penghantaran fase gerak berlangsung secara tepat, reprodusibel, konstan, dan bebas dari gangguan. Ada 2 jenis pompa dalam HPLC yaitu: pompa dengan tekanan konstan, dan pompa dengan aliran fase gerak yang konstan. Tipe pompa dengan aliran fase gerak yang konstan sejauh ini lebih umum dibandingkan dengan tipe pompa dengan tekanan konstan (Munson, 1981). 3.
Tempat penyuntikan sampel Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fase
gerak yang mengalir di bawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik yang terbuat dari tembaga tahan karat dan katup teflon yang dilengkapi dengan keluk sampel (sample loop) internal atau eksternal.
24
Gambar
(a.)Posisi pada saat memuat sampel 4.
(b).Posisi pada saat menyuntik sampel
Kolom dan fase diam Ada 2 jenis kolom pada HPLC yaitu kolom konvensional dan kolom
mikrobor. Kolom merupakan bagian HPLC yang mana terdapat fase diam untuk berlangsungnya proses pemisahan solut/analit. Kolom mikrobor mempunyai 3 keuntungan yang utama dibanding dengan kolom konvensional, yakni: 1.
Konsumsi fase gerak kolom mikrobor hanya 80% atau lebih kecil
dibanding dengan kolom konvensional karena pada kolom mikrobor kecepatan alir fase gerak lebih lambat (10 -100 μl/menit). 2.
Adanya aliran fase gerak yang lebih lambat membuat kolom mikrobor
lebih ideal jika digabung dengan spektrometer massa. 3.
Sensitivitas kolom mikrobor ditingkatkan karena solut lebih pekat,
karenanya jenis kolom ini sangat bermanfaat jika jumlah sampel terbatas misal sampel klinis. Meskipun demikian dalam prakteknya, kolom mikrobor ini tidak setahan kolom konvesional dan kurang bermanfaa tuntuk analisis rutin. Kebanyakan fase
25
diam dalam HPLC berupa silika yang dimodifikasi secara kimiawi, silika yang tidak dimodifikasi, atau polimer-polimer stiren dan divinil benzen. Permukaan silika adalah polar dan sedikit asam karena adanya residu gugus silanol (Si-OH). Silika dapat dimodifikasi secara kimiawi dengan menggunakan reagen-reagen seperti klorosilan. Reagen-reagen ini akan bereaksi dengan gugus silanol dan menggantinya dengan gugus-gugus fungsional yang lain. Oktadesil silana (ODS atau C18) merupakan fase diam yang paling banyak digunakan karena mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang, maupun tinggi. Oktil atau rantai alkil yang lebih pendek lagi lebih sesuai untuk solut yang polar. Silika-silika aminopropil dan sianopropil (nitril) lebih cocok sebagai pengganti silika yang tidak dimodifikasi. Silika yang tidak dimodifikasi akan memberikan waktu retensi yang bervariasi disebabkan karena adanya kandungan air yang digunakan (Gandjar dan Rohman, 2007). 5.
Detektor HPLC Detektor pada HPLC dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu: detektor
universal (yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik, dan tidak bersifat selektif) seperti detektor indeks bias dan detektor spektrometri massa; dan golongan detektor yang spesifik yang hanya akan mendeteksi analit secara spesifik dan selektif, seperti detektor UV-Vis, detektor fluoresensi, dan elektrokimia. Idealnya, suatu detektor harus mempunyai karakteristik sebagai berikut : 1.
Mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprodusibel.
26
2.
Mempunyai sensitivitas yang tinggi, yakni mampu mendeteksi solut pada kadar yang sangat kecil.
3.
Stabil dalam pengoperasiannya.
4.
Mempunyai sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran pita.
5.
Signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi solut pada kisaran yang luas (kisaran dinamis linier).
6.
Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak (Meyer, 2004)