BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Sistem Produksi Produksi merupakan bidang yang terus berkembang selaras dengan
perkembangan teknologi, di mana produksi memiliki suatu jalinan hubungan timbal-balik (feedback) yang erat dengan teknologi (Magfuri, 1987). Proses inti dalam kegiatan industri adalah produksi dan juga menjadi salah satu sistem yang penting dalam kegiatan industri. Sistem Produksi adalah suatu sistem integral yang terdiri dari komponen struktural (manusia, material, mesin, modal, metode, dan lain-lain)
dan
komponen
fungsional
(supervisi,
perencanaan,
kordinasi,
pengendalian, dan lain-lain) yang terlibat dalam proses transformasi nilai tambah yang mengubah input menjadi output yang bernilai ekonomi (Gaspersz, 2009). Sistem produksi memiliki beberapa ciri-ciri sebagai berikut : 1.
Memiliki komponen fungsional dan struktural.
2.
Memiliki tujuan memproduksi barang bermutu bernilai ekonomi.
3.
Ada proses transformasi input menjadi output yang efektif dan efisien.
4.
Ada mekanisme pengendalian berupa optimalisasi alokasi sumber daya.
7 http://digilib.mercubuana.ac.id/
8
2.1.1 Sistem IPO Industri sebagai suatu lokasi atau tempat di mana sekumpulan aktifitas yang diperlukan untuk mengubah sekumpulan masukan (input) seperti sumber daya, manusia, material, energi, dan informasi menjadi produk keluaran (output) berupa produk atau jasa yang memiliki nilai tambah , maka industri adalah sebuah sistem. Salah satu subsistem dari sistem industri adalah sistem input-process-output (IPO).
2.1.2 Sistem Produksi Menurut Proses Menghasilkan Output Proses Produksi merupakan cara, metode, dan teknik untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu produk dengan mengoptimalkan sumberdaya produksi (tenaga kerja, mesin, bahan baku, dan dana) yang ada. Pada umumnya proses produksi dibagi menjadi dua yaitu : 1.
Proses Produksi Berkelanjutan (continous) Pada proses ini sejak pabrik berdiri selalu mengerjakan jenis produk yang
sama sehingga prosesnya tidak pernah terputus dengan mengerjakan barang lain. Persiapan (setup) fasilitas produksi yang lain disesuaikan dengan urutan proses produksinya agar produksi berjalan lancar dan efisien. 2.
Proses Produksi Intermittent Proses ini adalah keterbalikan dari proses continous karena proses ini
dilakukan untuk pabrik yang memproduksi produk dengan berbagai macam jenis produk, dengan jumlah dari setiap jenis hanya sedikit. Jenis dari produk selalu berganti sehingga selalu dilakukan persiapan produksi dan penyetelan mesin kembali setiap macam barang yang dibuat berganti. Perubahan proses produksi setiap saat terputus apabila terjadi perubahan macam barang yang dikerjakan. Oleh
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
karena itu, tidak mungkin mengurutkan letak mesin sesuai dengan urutan proses pembuatan produk. Kegiatan perencanaan dan pengendalian produksi dapat dikategorikan menjadi tiga macam yaitu mengurutkan (routing), perbaikan (follow up), dan penjadwalan (scheduling).
2.1.3
Sistem Produksi Menurut Tujuan Operasinya Sistem produksi dilihat dari tujuan operasinya mendefinisikan bagaimana
suatu perusahaan industri manufaktur akan memberikan tanggapan terhadap permintaan konsumen dan dapat dibedakan menjadi lima jenis, sebagai berikut : 1.
Design to Order Dalam strategi ini perusahaan tidak memiliki inventori di mana bila ada
pesanan dari pelanggan, perusahaan baru akan mengembangkan desain untuk produk yang diminta. Selanjutnya apabila pelanggan dan produsen telah mencapai kesepakatan mengenai desain produk maka perusahaan akan memesan bahan baku yang dibutuhkan, dan melakukan proses produksi. Dalam strategi ini perusahaan tidak memiliki resiko pada investasi inventori, strategi tersebut sangat cocok untuk produk-produk yang baru atau unik secara total. 2.
Assemble to Order Perusahaan yang menerapkan strategi ini akan memiliki inventori dalam
bentuk subassembly atau modul. Pesanan dari pelanggan akan segera diproduksi dengan merakit modul-modul yang telah tersedia. Industri ini membutuhkan peramalan yang efektif dan penyimpanan modul dalam inventori dibandingkan peramalan untuk produk akhir. Strategi ini memiliki resiko pada investasi inventori.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
3.
Make to Stock Perusahaan dengan strategi ini memiliki inventori yang besar pada produk
akhir. Dalam strategi ini siklus waktu dimulai ketika pihak produsen memberi spesifikasi produknya, memperoleh bahan baku, dan memulai proses produksi hingga akhir untuk disimpan sebagai stock. Pesanan pelanggan akan segera diambil dari stock yang ada dan dapat segera dikirimkan. Perusahaan dengan strategi ini memiliki resiko tinggi pada investasi inventori yang besar. Pesanan dari pelanggan tidak dapat diramalkan dan diidentifikasi secara akurat. 4.
Make to Demand Dalam strategi ini memiliki fleksibilitas yang tinggi terhadap keinginan
pelanggan dan penyerahan produk yang cepat seperti make to stock. Strategi ini dapat diterapkan pada produk-produk industri yang telah berada pada tahap menurun (declining stage) dari sikluas pasar, karena produk-produk tersebut membutuhkan tambahan dari tampilan ataupun kualitas yang lebih banyak disertai dengan harga yang lebih rendah serta waktu penyerahan lebih cepat agar dapat bertahan di pasar yang sangat kompetitif. 5.
Make to Order Perusahaan dengan strategi ini hanya mempunyai desain produk dan beberapa
bahan baku standar dalam inventori, dari produk yang telah diproduksi sebelumnya. Perusahaan akan menyiapkan spesifikasi produk setelah menerima pesanan dari pelanggan. Perusahaan menawarkan harga dan waktu penyerahan kepada pelanggan, selanjutnya bila terjadi kesepakatan produksi akan dilakukan dengan menggunakan strategi ini. Perusahaan akan memiliki resiko yang kecil berkaitan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
dengan investasi inventori, fokus operasional dari strategi ini adalah pesanan yang spesifik dari pelanggan bukan dari bagian (part).
2.1.4 Sistem Produksi Menurut Aliran Operasi Dan Variasi Produk Kriteria dalam mengkalsifikasi proses produksi adalah jenis aliran operasi dari unit-unit produk yang melalui tahapan konversi. Ada tiga jenis operasi, yaitu Flow Shop, Job Shop, dan Proyek (Kostas, 1982). Ketiga jenis dasar aliran operasi ini berkembang menjadi aliran modifikasi dari ketiganya, yaitu : Batch dan Continous. Adapun karakteristik dari masing-masing aliran operasi tersebut adalah sebagai berikut : 1.
Flow Shop Proses jenis ini biasanya digunakan untuk produk yang mempunyai desain
dasar yang tetap sepanjang waktu yang lama dan ditunjukan untuk pasar yang luas, sehingga diperlukan penyusunan bentuk proses produksi yang bersifat MTS (Make To Stock). Proses ini merupakan proses konversi dimana unit-unit secara berurutan melalui urutan operasi yang sama pada mesin-mesin khusus yang ditempatkan pada sepanjang lintasan produksi. Pabrik yang menerapkan sistem ini adalah pabrik rokok Gudang Garam, pabrik Semen Padang, dan pabrik Aqua.
2.
Job Shop Sistem produksi ini merupakan proses konversi dimana setiap unit
dikelompokkan berdasarkan fungsinya. Pabrik yang menerapkan sistem ini adalah TOYOTA, NIKE, dan HONDA.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
3.
Proyek Sistem ini merupakan proses yang menciptakan satu jenis produk yang rumit
dengan suatu definisi dari urutan tugas yang teratur berdasarkan kebutuhan sumber daya dan dibatasi oleh waktu dalam penyelesaiannya. Sistem proyek dapat dicontohkan seperti proyek penggalian PDAM dan proyek monorail PT. Bukaka. 4. Batch Sistem Batch merupakan suatu kemajuan dari sistem Job Shop yang merupakan kombinasi dari Job Shop dengan Flow Shop. Pada sistem ini memproduksi banyaknya variasi produk dan jumlah, lama proses produksi untuk setiap produksi cukup pendek, dan lintasan produksi dapat dipakai untuk beberapa jenis produk. Pada sistem ini sering terjadi pembuatan produk yang berebeda sehingga akan mengakibatkan pergantian peralatan produksi. Contoh pabrik yang menerapkan sistem ini adalah DyStar Group. 5. Continous Sistem ini merupakan bentuk ekstrim dari Flow Shop dimana aliran material bersifat konstan. Contoh pabrik yang menerapkan sistem ini adalah pabrik penyulingan minyak, pabrik kimia, dan pabrik lain yang tidak dapat mengidentifikasi unit output urutan prosesnya secara tepat.
2.2
Six Sigma Six Sigma adalah suatu alat manajemen baru yang digunakan untuk
mengganti Total Quality Management (TQM), Six Sigma sangat fokus terhadap pengendalian kualitas dengan mendalami sistem produksi perusahaan secara
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
keseluruhan. Memiliki tujuan untuk menghilangkan cacat produksi, memangkas waktu pembuatan produk, dan menghilangkan biaya. Six sigma juga disebut sistem komprehensif - maksudnya adalah strategi, disiplin ilmu, dan alat - untuk mencapai dan mendukung kesuksesan bisnis. Six Sigma disebut strategi karena terfokus pada peningkatan kepuasan pelanggan, disebut disiplin ilmu karena mengikuti model formal, yaitu DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control. Kesuksesan peningkatan kualitas dan kinerja bisnis, tergantung dari kemampuan untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah. Kemampuan ini adalah hal fundamental dalam filosofi six sigma. (R.James dan M.Lindsay, 2008) Secara harfiah, Six Sigma (6σ) adalah suatu besaran yang dapat diterjemahkan secara gampang sebagai sebuah proses yang memiliki kemungkinan cacat (defect opportunity) sebanyak 3.4 buah dalam satu juta produk / jasa. Six Sigma sebagai metrik merupakan sebuah referensi untuk mencapai suatu keadaan yang nyaris tanpa cacat. Dalam perkembangannya Six Sigma bukan hanya sekedar metrik, namun telah berkembang menjadi sebuah metodologi dan bahkan strategi bisnis. Ada enam komponen utama konsep Six Sigma sebagai strategi bisnis (Pande, dkk. 2002) : 1.
Fokus pada kepentingan pelanggan : pelanggan bukan berarti hanya pembeli, namun termasuk rekan kerja, team yang menerima hasil kerja, pemerintah, masyarakat umum, pengguna jasa, dan lain-lain.
2.
Manajemen yang berdasarkan data dan fakta, bukan berdasarkan opini, atau pendapat tanpa dasar.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
3.
Fokus pada proses, manajemen, dan perbaikan : Six Sigma sangat tergantung kemampuan untuk mengerti proses yang dipadu dengan manajemen yang baik untuk melakukan perbaikan.
4.
Manajemen yang proaktif : peran pemimpin dan manajer sangat penting dalam mengarahkan keberhasilan melakukan perubahan.
5.
Kolaborasi tanpa batas : kerjasama antar tim yang harus berjalan mulus
6.
Selalu mengejar kesempurnaan. Sigma dalam statistik dikenal sebagai standar deviasi yang menyatakan nilai
simpangan terhadap nilai tengah. Suatu proses dikatakan baik apabila berjalan pada suatu rentang yang disepakati. Rentang tersebut memiliki batas, batas atas atau USL (Upper Specification Limit) dan batas bawah atau LSL (Lower Specification Limit) proses yang terjadi di luar rentang disebut cacat. Proses Six Sigma adalah proses yang hanya menghasilkan 3.4 DPMO (Defect Per Million Opportunity).
Tabel 2. 1 Tabel DPMO Six Sigma
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
Sumber : Six Sigma Handbook Pyzdek T. (2001)
Six Sigma merupakan pendekatan menyeluruh untuk menyelesaikan masalah dan peningkatan proses melalui fase DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control). DMAIC merupakan jantung analisis six sigma yang menjamin voice of costumer berjalan dalam keseluruhan proses sehingga produk yang dihasilkan memuaskan pelanggan. 1)
Define adalah fase menentukan masalah, menetapkan persyaratanpersyaratan pelanggan, mengetahui CTQ (Critical to Quality).
2)
Measure adalah fase mengukur tingkat kecacatan pelanggan.
3)
Analyze adalah fase menganalisis faktor-faktor penyebab masalah/cacat.
4)
Improve adalah fase meningkatkan proses dan menghilangkan faktor-faktor penyebab cacat.
5)
Control adalah fase mengontrol kinerja proses dan menjamin cacat tidak muncul.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
Gambar 2. 1 Roda DMAIC Sumber : Six Sigma Handbook Pyzdek T. (2001)
Six Sigma dengan DMAIC sistem diyakini dapat mengidentifikasi jumlah limbah zat pewarna cair yang dihasilkan departemen Finishing, mencari akar permasalahan munculnya limbah zat pewarna cair yang paling dominan, serta menemukan upaya pemecahan masalah dan cara mengantisipasi munculnya kembali masalah yang sama.
2.2.1 Diagram Pareto Konsep Pareto diagram diambil dari Alfredo Pareto (1848 – 1923), yang telah mengumpulkan dan menganalisis banyak data, menyimpulkan bahwa di dunia ini hanya 20% penduduk yang menikmati 80% kekayaan, sedangkan 80% penduduk hanya menikmati 20% kekayaan yang ada. Konsep ini kemudian diambil oleh Joseph Juran dalam upaya pengembangan kualitas. Banyaknya kegagalan pencapaian kualitas yang diharapkan disebabkan oleh kemampuan SDM yang kurang, metode yang salah, cara kerja yang salah,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
lingkungan kerja yang tidak nyaman dan lain sebagainya. Namun dalam tiap kasus, sebagian besar kegagalan hanya disebabkan oleh satu atau dua variable saja. Juran menamakan pembagian ’80-20’ tersebut menjadi “vital few – useful many”. Pareto chart adalah grafik yang mengurutkan data dari yang terbesar sampai yang terkecil, dengan yang terbesar ada di paling kiri, kemudian berurutan sampai yang terkecil terus ke kanan. Manfaat utama Pareto Chart adalah kemampuan diagram ini mengidentifikasi satu atau dua penyebab utama (vital few) kegagalan kualitas, dan memberi pesan kepada pengguna untuk berkonsentrasi menangani beberapa penyebab utama daripada melihat semua variabel yang ada.
Gambar 2. 2 Gambar Diagram Pareto Sumber : statitical concept and analytics explained. (2010). Retrieved from http://statisticalconcepts.blogspot.com/2010/03/pareto-analysis.html
2.2.2 Diagram Tulang Ikan Dr. Kaoru Ishikawa, pengendalian kualitas statistik Jepang, menemukan diagram tulang ikan. Oleh karena itu, diagram ini sering disebut sebagai diagram Ishikawa. Fishbone diagram merupakan alat analisis yang menyediakan cara
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
sistematis untuk melihat efek dan sebab-sebab yang membuat atau berkontribusi pada efek-efek. Karena fungsi diagram tulang ikan, mungkin disebut sebagai efekdan-diagram penyebab. Desain diagram terlihat dari jauh seperti kerangka ikan, oleh karena itu, sering disebut sebagai diagram tulang ikan. Diagram tulang ikan dibentuk berdasarkan beberapa kriteria sebagai berikut :
Man (Manusia) : setiap orang yang terlibat dalam proses.
Method (Metode) : bagaimana proses dilakukan dengan standar operasional prosedur yang baku.
Machine (Mesin) : semua peralatan dan mesin yang dipakai untuk menyelesaikan pekerjaan.
Material (Bahan Baku) : semua bahan yang digunakan untuk membuat produk menjadi siap jual.
Process (Proses produksi) : semua data yang dihasilkan selama proses produksi untuk kemudian digunakan sebagai bahan menganalisa kualitas produk.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
Gambar 2. 3 Gambar Diagram Tulang Ikan (Fishbone Diagram) Sumber : blank fishbone diagram template. (2013). Retrieved from http://timvandevall.com/fishbone-diagram-template/
2.2.3 FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) FMEA adalah sekumpulan petunjuk, sebuah proses, dan form untuk mengidentifikasikan dan mendahulukan masalah-masalah potensial (kegagalan). Dengan berdasarkan aktivitas tim pada FMEA maka seorang manajer, tim perbaikan atau penanggung jawab proses dapat memfokuskan energi dan sumber daya pada pencegahan, monitoring, dan rencana-rencana tanggapan yang paling mungkin untuk memberikan hasil. FMEA (failure mode and effect analysis) adalah suatu prosedur terstruktur untuk mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode kegagalan (failure mode). FMEA digunakan untuk mengidentifikasi sumbersumber dan akar penyebab dari suatu masalah kualitas. Suatu mode kegagalan adalah apa saja yang termasuk dalam kecacatan/kegagalan dalam desain, kondisi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
diluar batas spesifikasi yang telah ditetapkan, atau perubahan dalam produk yang menyebabkan terganggunya fungsi dari produk itu. Terdapat dua penggunaan FMEA yaitu dalam bidang desain (FMEA Desain) dan dalam proses (FMEA Proses). FMEA Desain akan membantu menghilangkan kegagalan-kegagalanyang terkait dengan desain, misalnya kegagalan karena kekuatan yang tidak tepat, material yang tidak sesuai, dan lain-lain. FMEA Proses akan menghilangkan kegagalan yang disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam variabel proses, misal kondisi diluar batas-batas spesifikasi yang ditetapkan seperti ukuran yang tidak tepat, tekstur dan warna yang tidak sesuai, ketebalan yang tidak tepat, dan lain-lain. Penelitian tugas akhir ini menggunakan metode FMEA Proses. FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) digunakan untuk mengidentifikasi sumber-sumber dan akar penyebab dari suatu masalah kualitas. FMEA adalah suatu prosedur terstruktur untuk mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode kegagalan (failure mode). Suatu mode kegagalan adalah apa saja yang termasuk dalam kecacatan, kondisi diluar spesifikasi yang ditetapkan, atau perubahan produk yang menyebabkan terganggunya fungsi dari produk (Gaspers, 2002). Tahapan FMEA sendiri adalah sebagai berikut : a)
Menentukan komponen dari sistem atau alat yang akan dianalisis.
b)
Mengidentifikasi
mode kegagalan (potential failure) dari proses yang
diamati. c)
Mengidentifikasi akibat (potential effect) yang ditimbulkan potential failure mode.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
d)
Mengidentifikasi penyebab (potential cause) dari failure mode yang terjadi pada proses yang berlangsung.
e)
Menetapkan nilai-nilai (dengan jalan observasi lapangan dan brainstorming ) dalam poin :
Keseriusan akibat kesalahan terhadap proses lokal, lanjutan dan terhadap konsumen (severity).
Frekuensi terjadinya kesalahan (occurrence).
Alat kontrol akibat potential cause (detection).
Nilai RPN (Risk Potential Number) menunjukkan keseriusan dari potential failure, semakin tinggi nilai RPN maka menunjukkan semakin besar masalah tersebut. RPN didapatkan dengan jalan mengalikan nilai SOD (Severity, Occurrence, Detection).
Gambar 2. 4 Gambar Tabel Analisis FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) Sumber : failure mode and effect analysis. (2014). Retrieved from https://goleansixsigma.com/failure-modes-effects-analysis-fmea/
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
Bagian FMEA dibangun berdasarkan informasi yang mendukung analisa. Beberapa elemen-elemen FMEA adalah sebagai berikut: 1.
Nomer FMEA (FMEA Number) Berisi nomer dokumentasi FMEA yang berguna untuk identifikasi dokumen.
2.
Jenis (item) Berisi nama dan kode nomer sistem, subsistem atau komponen dimana akan dilakukan analisa FMEA.
3.
Penanggung Jawab Proses (Process Responsibility) Adalah nama departemen/bagian yang bertanggung jawab terhadap berlangsungnya proses item diatas.
4.
Disiapkan Oleh (Prepared by) Berisi nama, nomer telpon, dan perusahaandari personal yang bertanggung jawab terhadap pembuatan FMEA ini.
5.
Tahun Model (Model Year(s)) Adalah kode tahun pembuatan item, bentuk ini yang dapat berguna terhadap analisa sistem ini.
6.
Tanggal Berlaku (Key Date) Adalah FMEA due date dimana harus sesuai dengan jadwal.
7.
Tanggal FMEA (FMEA Date) Tanggal dimana FMEA ini selesai dibuat dengan tanggal revisi terkini.
8.
Tim Inti (Core Team) Berisi daftar nama anggota tim FMEA serta departemennya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
9.
Fungsi Proses (Process Function) Adalah deskripsi singkat mengenai proses pembuatan item dimana sistem akan dianalisa.
10.
Bentuk Kegagalan Potensial (Potential Failure Mode) Merupakan suatu kejadian dimana proses dapat dikatakan secara potensial gagal untuk memenuhi kebutuhan proses atau tujuan akhir produk.
11.
Efek Potensial dari Kegagalan (Potential Effect (s) of Failure) Merupakan suatu efek dari bentuk kegagalan terhadap pelanggan. Dimana setiap perubahan dalam variabel yang mempengaruhi proses akan menyebabkan proses itu menghasilkan produk diluar batas-batas spesifikasi.
12.
Tingkat Keparahan (Severity (S)) Penilaian keseriusan efek dari bentuk kegagalan potensial.
13.
Klasifikasi (Classification) Merupakan dokumentasi terhadap klasifikasi karakter khusus dari subproses untuk menghasilkan komponen, sistem atau subsistem tersebut.
14.
Penyebab Potensial (Potential Cause (s)) Adalah bagaimana kegagalan tersebut bisa terjadi. Dideskripsikan sebagai sesuatu yang dapat diperbaiki.
15.
Keterjadian (Occurrence (O)) Adalah sesering apa penyebab kegagalan spesifik dari suatu proyek tersebut terjadi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
16.
Pengendali Proses saat ini (Current Process Control) Merupakan deskripsi dari alat pengendali yang dapat mencegah atau memperbesar kemungkinan bentuk kegagalan terjadi atau mendeteksi terjadinya bentuk kegagalan tersebut.
17.
Deteksi (Detection (D)) Merupakan penilaian dari kemungkinan alat tersebut dapat mendeteksi penyebab potensial terjadinya suatu bentuk kegagalan.
18.
Nomor Prioritas Resiko (Risk Priority Number (RPN)) Merupakan angka prioritas resiko yang didapatkan dari perkalian Severity, Occurrence, dan Detection RPN = S * O * D
19.
Tindakan yang direkomendasikan (Recommended Action) Setelah bentuk kegagalan diatur sesuai peringkat RPNnya, maka tindakan perbaukan harus segera dilakukan terhadap bentuk kegagalan dengan nilai RPN tertinggi.
20.
Penanggung jawab Tindakan yang Direkomendasikan (Responsibility (for the Recommended Action)) Mendokumentasikan nama dan departemen penanggung jawab tindakan perbaikan tersebut serta target waktu penyelesaian.
21.
Tindakan yang Diambil (Action Taken) Setelah tindakan diimplementasikan, dokumentasikan secara singkat uraian tindakan tersebut serta tanggal effektifnya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
22.
Hasil RPN (Resulting RPN) Setelah tindakan perbaikkan diidentifikasi, perkiraan dan rekam Occurrence, Severity, dan Detection baru yang dihasilkan serta hitung RPN yang baru. Jika tidak ada tindakan lebih lanjut diambil maka beri catatan mengenai hal tersebut.
23.
Tindak Lanjut (Follow Up) Dokumentasi proses FMEA ini akan menjadi dokumen hidup dimana akan dilakukan perbaikan terus menerus sesuai kebutuhan perusahaan.
2.2.4 Peta Kendali (Control Chart) Peta Kontrol pertama diperkenalkan oleh Dr. Walter Andrew Shewhart dari Bell Telephone Laboratories, Amerika Serikat, pada tahun 1924 dengan maksud untuk menghilangkan variasi tidak normal melalui pemisahan variasi yang disebabkan oleh penyebab khusus (special causes variation), dari variasi yang disebabkan oleh penyebab umum (common causes variation). Pada dasarnya semua proses menampilkan variasi, namun manajemen harus mampu mengendalikan proses dengan cara menghilangkan variasi penyebab khusus dari proses itu, sehingga variasi yang melekat pada proses hanya disebabkan oleh variasi penyebab umum. Peta-peta kontrol merupakan alat ampuh dalam mengendalikan proses, asalkan penggunaannya dipahami dengan benar. Pada dasarnya peta-peta kontrol dipergunakan untuk: 1.
Menentukan apakah suatu proses berada dalam pengendalian statistikal?, dengan demikian peta-peta kontrol digunakan untuk mencapai suatu keadaan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
terkendali secara statistikal, dimana semua nilai rata-rata dan range dari subgrup contoh berada dalam batas-batas pengendalian (Control Limits), oleh karena itu variasi penyebab khusus menjadi tidak ada lagi di dalam proses. 2.
Memantau proses terus-menerus sepanjang waktu agar proses tetap stabil secara statistikal dan hanya mengandung variasi penyebab umum.
3.
Menentukan kemampuan proses (prosess capability). Setelah proses berada dalam batas pengendalian statistikal, batas-batas dari variasi proses dapat ditentukan. Pengelompokan jenis-jenis peta kendali tergantung pada tipe datanya.
Gaspersz (1998) menjelaskan bahwa dalam konteks pengendalian proses statistikan dikenal dua jenis data, yaitu: 1.
Data Variabel (Variabel data), merupakan data kuantitatif yang diukur untuk keperluan analisis. Contoh dari data variabel karakteristik kualitas adalah: diameter pipa, ketebalan produk kayu lapis, berat semen dalam kantong, dll. Ukuran-ukuran berat, panjang, lebar, tinggi, diameter, volume biasanya data variabel.
2.
Data Atribut (Attributes Data), merupakan data kualitatif yang dapat dihitung untuk pencatatan dan analisis. Contoh dari data atribut karakteristik kualitas adalah ketiadaan label pada kemasan produk, kesalahan proses administrasi, banyaknya jenis cacat pada produk, banyaknya produk kayu lapis yang cacat karena corelap, dll. Data atribut biasanya diperoleh dalam bentuk unit-unit non-conforms atau ketidaksesuaian dengan spesifikasi atribut yang ditetapkan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
Berdasarkan kedua tipe data tersebut, maka jenis-jenis peta kendali terbagi atas peta kendali untuk data variabel dan data atribut. Beberapa peta kendali yang termasuk dalam peta kendali untuk data variabel adalah peta kendali X dan R, serta peta kendali individual X dan MR. Sedangkan peta kendali yang termasuk dalam peta kendali untuk data atribut adalah peta kendali p, peta kendali np, peta kendali c dan peta kendali u. Dan menurut Gasperz (1998) juga, pada prinsipnya setiap peta kendali mempunyai: 1.
Garis Tengah (Central Line), yang biasanya dinotasikan CL.
2.
Sepasang batas kendali atas (Upper Control Limit), biasanya dinotasikan sebagai UCL, dan yang satu lagi ditempatkan di bawah garis tengah yang dikenal sebagai batas kendali bawah (Lower Control Limit), biasanya di notasikan sebagai LCL.
3.
Tebaran nilai-nilai karakteristik kualitas yang menggambarkan keadaan dari proses. Jika semua nilai ditebarkan (diplot) pada peta itu berada di dalam batas-batas kendali tanpa memperlihatkan kecenderungan tertentu, maka proses yang berlangsung dianggap berada dalam kendali atau terkendali secara statistikal. Namun jika nilai-nilai yang ditebarkan pada peta itu jatuh atau berada di luar batas-batas kendali atau memperlihatkan kecenderungan tertentu atau memiliki bentuk yang aneh, maka proses yang berlangsung dianggap berada di luar kendali (tidak terkendali) sehingga perlu diambil tindakan korektif untuk memperbaiki proses yang ada. Peta kendali yang digunakan adalah Peta Kendali P karena jenis data yang
diambil adalah jenis data atribut yang digunakan untuk mengendalikan proporsi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
dari item-item yang tidak memenuhi syarat spesifikasi yang ditetapkan yang berarti dikategorikan cacat. Untuk itu definisi operasional secara tepat tentang apa yang dimaksud ketidaksesuaian atau apa yang dimaksud cacat sangatlah penting dan harus dipahami oleh setiap pengguna peta kendali P.
Gambar 2. 5 Gambar Diagram Peta Kendali (Control Chart) Sumber : control chart. (2012). Retrieved from http://www.minitabknowledge.com/2012/11/control-chart.html#.VYeVLP7zbRk
2.3
Zat Pewarna Sintetis Zat pewarna (dyes) secara sederhana dapat didefinisikan sebagai suatu benda
berwarna yang memiliki afinitas kimia terhadap benda yang diwarnainya. Zat pewarna terlihat berwarna karena mereka menyerap panjang gelombang tertentu dari cahaya. Molekul zat pewarna merupakan gabungan dari zat organic tak jenuh dengan kromofor sebagai pembawa warna dan auksokrom sebagai pengikat warna dengan serat. Zat organic tak jenuh yang dijumpai dalam pembentukan zat pewarna adalah senyawa aromatik antara lain senyawa hidrokarbon aromatik dan turunannya, fenol
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
dan turunannya, serta senyawa-senyawa hidrokarbon yang mengandung nitrogen. Gugus kromofor adalah gugus yang menyebabkan molekul menjadi berwarna. (Ingamells, 1993) Awal mula ditemukannya zat pewarna sintetis (synthetic colorant) adalah pada tahun 1856 oleh seorang mahasiswa berkebangsaan Inggris, William Henry Perkins. Pada usia 31 tahun William melakukan percobaan proses kimia melalui proses oksidasi senyawa anilin yang tidak murni, dengan zat pengoksidasi kalium bikromat dalam suasana asam sulfat menghasilkan zat pewarna sintetis yang kemudian diberi nama Mauveine . Mauveine dalam larutan panas dapat digunakan untuk mencelup serat-serat protein seperti sutera dan wool. Mauveine merupakan zat pewarna basa atau kation, sedangkan zat pewarna asam diperoleh dari proses sulfonasi zat warna basa. Pada tahun 1863 Lightfoot mencelup serat kapas dengan senyawa anilin yang dioksidasi sewaktu senyawa tersebut masih dalam serat, yang kemudian dikenal dengan zat warna anilin hitam. Pada tahun 1865 Bismarck Brown mereaksikan senyawa antara metafenilina diamida dengan cara reaksi diazotasi dan kopling (penggandengan). Tahun 1884 dibuat zat pewarna direct yang disebut Congo Red. Zat pewarna ini dapat langsung mencelup kapas tanpa ada proses finishing terlebih dahulu. (Ingamells, 1993) Pada tahun 1893, Raymond Vidal menemukan zat pewarna belerang dari proses pemanasan langsung suatu senyawa natrium paranitrofenol. Pada tahun 1901 Rene Bohn mensintesis zat warna bejana yang pertama kali yaitu zat pewarna
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
Indrantren Blue. BASF memproduksi zat pewarna Ergan yakni suatu zat kompleks dan zat pewarna krom asam salisilat. Pada tahun 1912 Grisheim Elektron memproduksi Naftol AS, kemudian tahun 1915 Society of Chemical Industry mengeluarkan zat pewarna Naolan yang baik untuk mewarnai warna Rapid Fast merupakan campuran senyawa naftol dan garam diazo yang distabilkan, ditemukan pada tahun 1920. Perkembangan zat pewarna bejana larut muncul pada akhir tahun 1912 setelah ditemukan oleh Bader dan Sunder yaitu suatu senyawa indigosol berupa ester asam sulfat dari leuko zat pewarna bejana. Untuk serat sintetik yang hidrofob ICI memproduksi zat pewarna Solacet pada tahun 1936. Pada tahun 1956, Imperial Chemical Industry menemukan zat pewarna reaktif yang lebih menonjol untuk serat selulosa dengan nama dagang Procion. Pewarna sintetis secara cepat menggantikan peran dari pewarna alami sebagai bahan pewarna. Hal ini disebabkan karena biaya produksinya yang lebih murah, jenis warna yang lebih banyak, dan kemampuan pewarnaan yang lebih baik dibandingkan pewarna alami. Pewarna sintetik diklasifikasikan berdasarkan cara penggunaan pada proses pewarnaan. (Rangnekar dan Singh, 1980). Menurut Hunger (2003), secara umum zat pewarna sintetis digolongkan sesuai dengan proses pemakaiannya, misalnya zat pewarna yang langsung dapat mewarnai serat disebut zat pewarna substantif, sedangkan zat pewarna yang memerlukan zat-zat pembantu supaya dapat mewarnai serat disebut zat pewarna reaktif. Klasifikasi zat pewarna yang lebih umum dikenal adalah berdasarkan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
konstitusi (struktur molekul) dan berdasarkan aplikasi (cara pewarnaan) pada bahan, misalnya dalam pencelupan bahan tekstil, kulit, kertas, dan lain-lain.
2.4
Sumber Limbah dan Karakteristiknya
2.4.1 Polusi Udara Secara umum, industri zat pewarna akan menghasilkan polusi udara berupa organic compounds (VOCs), Nitrogen oxides (NOx), hydrogen chloride (HCl), dan sulfur oxides (SOx). Selanjutnya, polusi udara yang timbul berasal dari emisi partikel, misalnya debu zat pewarna pada waktu memasukkan material ke dalam mixer, proses pengeringan produk, pengepakan, dan lain-lain.
2.4.2 Limbah Cair Limbah zat pewarna cair dihasilkan dari proses pencucian peralatan dan mesin produksi serta kebersihan lingkungan kerja setelah proses batch selesai. Limbah zat pewarna cair memiliki kekuatan pencemaran yang sangat kuat, karena sifatnya yang mudah terlarut dan atau terdispersi dalam air. Limbah zat pewarna cair tergolong limbah berbahaya karena mengandung bermacam-macam komponen yang berasal dari bahan baku zat pewarna. Komponen yang dimaksud dapat berupa COD (Chemical Oxygen Demands), BOD (Biochemical Oxygen Demands), pH asam, total solid yang rendah, dan lain-lain.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
2.4.3 Limbah Padat Limbah padat berupa residu dari sisa proses produksi, baik berupa zat pewarna, garam, intermediates, dan lain-lain. Terdapat limbah padat yang dapat dijual karena masih memiliki nilai bakar (heating value), biasanya dipergunakan sebagai bahan pembakaran dan pengolahan industri semen. Namun sebagian besar limbah padat dibuang ke pembuangan limbah akhir (landfill) untuk dimusnahkan.
2.5 Metode Pengolahan Limbah Beberapa metode pengolahan limbah cair telah banyak dipelajari baik dengan metode pengolahan proses fisik, kimia, dan biologi. Proses pengolahan tersebut terkadang tidak dapat dijalankan secara sendiri-sendiri, tetapi ada kalanya harus dilaksanakan secara kombinatif. 2.5.1 Proses Fisika (Physical Treatment) Proses pengolahan limbah cair secara fisika, yaitu pengolahan secara mekanis dengan atau tanpa penambahan bahan kimia. Proses pengolahan fisika yang sering dipergunakan antara lain : penyaringan, penghancuran, perataan air, penggumpalan, sedimentasi, pengapungan, filtrasi, dan lain-lain.
2.5.2 Proses Kimia (Chemical Treatment) Proses pengolahan limbah cair secara kimiawi, yaitu pengolahan menggunakan bahan kimia untuk mengurangi zat pencemar yang terkandung dalam limbah. Proses pengolahan secara kimia yang sering digunakan antara lain :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
klorinasi, oksidasi dan reduksi, netralisasi, ion exchanger, desinfektansia, flokulasi, koagulasi dan lain-lain.
2.5.3 Proses Biologi (Biological Treatment) Proses
pengolahan
limbah cair
secara
biologi,
yaitu
pengolahan
memanfaatkan mikroorganisme (ganggang, bakteri, protozoa) yang bertujuan untuk mengurangi senyawa organik dalam air limbah menjadi senyawa yang sederhana sehingga mudah untuk memisahkan dan mengambil padatannya. Proses biologi memerlukan zat organik sehingga kadar oksigen semakin lama semakin sedikit. Penggunaan mikroorganisme untuk menguraikan atau mengubah senyawa organik, maka dibutuhkan suatu kondisi lingkungan yang baik. Pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme harus memenuhi persyaratan hidup, misalnya suhu, pH, penyebaran, dan lain-lain.
http://digilib.mercubuana.ac.id/