BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan dijabarkan mengenai penukar kalor, mekanisme
perpindahan kalor pada penukar kalor, konfigurasi aliran fluida, shell and tube
heat exchanger, bagian-bagian shell and tube heat exchanger, perpindahan kalor pada penukar kalor, pengukuran kinerja penukar kalor, dan pedoman desain penukar kalor.
2.1
Penukar Kalor Secara umum pengertian penukar kalor (heat exchanger) adalah suatu alat
yang digunakan untuk perpindahan kalor dari suatu fluida yang suhunya lebih tinggi kepada fluida lain yang suhunya lebih rendah (Tertius, 2008). Biasanya, medium pemanas menggunakan uap kalor (steam), sedangkan pendingin menggunakan air pendingin (cooling water) dan refrigerant. Pertukaran kalor terjadi karena adanya kontak, baik antara fluida terdapat dinding yang memisahkannya (indirect contact) maupun kedua fluida bercampur langsung (direct contact). Penukar kalor sangat luas dipakai di industri seperti kilang minyak, petrokimia, industri gas alam, refrigerasi, dan pembangkit listrik. 2.2
Mekanisme Perpindahan Kalor pada Penukar Kalor Ada dua jenis mekanisme perpindahan kalor yang terjadi dalam penukar
kalor, yaitu konduksi dan konveksi. Pada penukar kalor, perpindahan kalor yang terjadi pada fluida adalah proses konveksi yaitu kalor mengalir dari fluida yang bersuhu tinggi ke fluida yang bersuhu rendah, sedangkan proses konduksi terjadi pada dinding pipa (Geankoplis, 1993). Mekanisme tersebut dalam dilihat pada Gambar 2.1.
6
Bab II Tinjauan Pustaka│7
Gambar 2.1 Perpindahan Kalor pada Penukar Kalor
(Sumber: http://beck-fk.blogspot.com/2012/05/alat-heat-exchanger.html)
2.3
Konfigurasi Aliran Fluida Berdasarkan arah aliran fluida, penukar kalor dapat digolongkan menjadi
dua, yaitu penukar kalor dengan aliran searah dan penukar kalor dengan aliran berlawanan arah. 2.3.1 Penukar Kalor dengan Aliran Searah (Co-Current Flow) Pada penukar kalor jenis ini, fluida dingin dan panas masuk pada sisi yang sama, mengalir dengan arah yang sama, dan keluar pada sisi yang sama (McCabe, 1993). Suhu fluida dingin yang keluar (Tcb) tidak dapat melebihi suhu fluida panas yang keluar (Thb), sehingga diperlukan media pendingin atau media pemanas yang banyak. Profil suhu pada aliran co-current flow dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Profil Suhu pada Aliran Searah
(Sumber: McCabe, 1993)
Desain Ulang Penukar-penukar Kalor untuk Menaikkan Kapasitas ke Beban 110% di Departemen VCM-2 Seksi 4 dan 5 PT Asahimas Chemical
Bab II Tinjauan Pustaka│8
2.3.2 Penukar Kalor dengan Aliran Berlawanan Arah (Counter-Current
Flow) Pada penukar kalor jenis ini, fluida panas dan dingin masuk ke dalam
penukar kalor dengan arah berlawanan, mengalir dengan arah berlawanan, dan
keluar pada sisi yang berlawanan (McCabe, 1993). Suhu fluida dingin yang keluar
(Tcb) lebih tinggi dibandingkan dengan suhu fluida panas yang keluar (Thb), sehingga dianggap lebih baik dari alat penukar kalor aliran searah (co-current
flow).
Gambar 2.3 Profil Suhu pada Aliran Berlawanan Arah
(Sumber: McCabe, 1993) 2.4
Shell and Tube Heat Exchanger Menurut Rudi (2008), shell and tube heat exchanger terdiri atas suatu
bundel pipa yang dihubungkan secara paralel dan ditempatkan dalam sebuah pipa mantel (cangkang). Fluida yang satu mengalir di dalam bundel pipa, sedangkan fluida yang lain dengan suhu berbeda mengalir di luar pipa pada arah yang sama, berlawanan, atau bersilangan. Kedua ujung pipa tersebut dilas pada penunjang pipa yang menempel pada mantel. Efisiensi pertukaran kalor dapat ditingkatkan dengan cara pemasangan sekat (baffle) untuk menghasilkan turbulensi pada aliran fluida dan menambah waktu tinggal (residence time), namun pemasangan sekat akan memperbesar penurunan tekanan (pressure drop) dan menambah beban kerja pada pompa, sehingga laju alir fluida pada proses perpindahan kalor harus diatur. Shell and tube heat exchanger dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Desain Ulang Penukar-penukar Kalor untuk Menaikkan Kapasitas ke Beban 110% di Departemen VCM-2 Seksi 4 dan 5 PT Asahimas Chemical
Bab II Tinjauan Pustaka│9
Gambar 2.4 Konstruksi Penukar Kalor Jenis Shell and Tube Heat Exchanger
(Sumber: http://korogroup.darkbb.com/t4-shell-and-tube-heat-exchanger-typeand-caracteristic) Menurut Sinnott (2005), kelebihan shell and tube heat exchanger, yaitu: a.
memiliki permukaan perpindahan kalor per satuan volume yang lebih besar
b.
mempunyai susunan mekanik yang baik dengan bentuk yang cukup baik
c.
tersedia dalam berbagai bahan konstruksi
d.
prosedur pengoperasian lebih mudah
e.
metode perancangan yang lebih baik telah tersedia
f.
pembersihan dapat dilakukan dengan mudah
Berdasarkan kondisi kerja, penukar kalor distandarkan untuk melindungi para pemakai dari bahaya kerusakan atau kegagalan alat akibat beroperasi pada suhu dan tekanan yang tinggi. Standarisasi ini dikeluarkan oleh asosiasi pembuat penukar kalor yang dikenal dengan Tubular Exchanger Manufactures Association (TEMA). TEMA telah menetapkan standar penukar kalor jenis shell and tube dalam tiga klasifikasi (Perry, 1997): a.
Kelas R, yaitu kelas untuk alat yang dioperasikan pada kondisi berat, biasanya digunakan pada industri petroleum
b.
Kelas C, yaitu alat yang dirancang untuk beban dan persyaratan yang sedang serta didasarkan pada segi ekonomis, biasanya digunakan untuk proses umum di industri
Desain Ulang Penukar-penukar Kalor untuk Menaikkan Kapasitas ke Beban 110% di Departemen VCM-2 Seksi 4 dan 5 PT Asahimas Chemical
Bab II Tinjauan Pustaka│10
c.
Kelas B, yaitu kelas untuk alat yang dioperasikan pada kondisi ringan,
biasanya dirancang untuk jasa pelayanan umum Bagian-bagian shell and tube heat exchanger diantaranya adalah shell,
tube, tube sheet, baffle, dan tie rods.
2.4.1 Shell
Kontruksi shell sangat ditentukan oleh keadaan tubes yang akan
ditempatkan di dalamnya. Shell ini dapat dibuat dari pipa yang berukuran besar
atau pelat logam yang dirol. Shell merupakan badan dari penukar kalor yang di
dalamnya terdapat tube bundle (John, 2008). Tipe-tipe shell dapat dilihat pada Gambar 2.5. One-pass shell (Gambar 2.5a) adalah shell yang paling umum digunakan. Solid longitudinal baffle (Gambar 2.5b) disediakan untuk membentuk two-pass shell. Two-pass shell dapat meningkatkan efektifitas kalor. Divided flow digunakan untuk memenuhi kebutuhan penurunan tekanan yang kecil (Perry, 1997).
(a)
(b)
(d)
(e)
(g)
(c)
(f)
(h) Gambar 2.5 Tipe-tipe Shell
(Sumber: Perry, 1997)
Desain Ulang Penukar-penukar Kalor untuk Menaikkan Kapasitas ke Beban 110% di Departemen VCM-2 Seksi 4 dan 5 PT Asahimas Chemical
Bab II Tinjauan Pustaka│11
2.4.2 Tube (pipa)
Tube atau pipa merupakan bidang pemisah antara kedua jenis fluida yang
mengalir di dalamnya dan sekaligus sebagai bidang perpindahan kalor (Wiwin,
2012). Ketebalan dan bahan pipa harus dipilih pada tekanan operasi fluida
kerjanya. Bahan pipa harus tidak mudah terkorosi oleh fluida kerja. Adapun
beberapa tipe susunan tube dapat dilihat pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Tipe Susunan Tube
(Sumber: Kern, 1965) Menurut Kern (1965) susunan segitiga (triangular) memberikan nilai perpindahan kalor yang lebih baik bila dibandingkan dengan susunan persegi putar (rotate square) dan persegi (square) karena dengan susunan segitiga dapat menghasilkan turbulensi yang tinggi, namun tube yang disusun secara segitiga akan menghasilkan penurunan tekanan yang lebih tinggi daripada susunan persegi putar dan persegi. Tube pitch dapat diartikan sebagai jarak terdekat antara dua tube yang diukur dari masing-masing titik tengah kedua tube tersebut. Bentuk persegi memiliki kelebihan lebih mudah dibersihkan dan memiliki penurunan tekanan yang lebih kecil di bagian shell. 2.4.3 Tube Sheet Tube sheet adalah tempat untuk merangkai ujung-ujung tube sehingga menjadi satu yang disebut tube bundle (Kern, 1965). Penukar kalor dengan tube lurus pada umumnya menggunakan 2 buah tube sheet. Sedangkan pada tube tipe U menggunakan satu buah tube sheet yang berfungsi untuk menyatukan tube-tube menjadi tube bundle dan sebagai pemisah antara bagian tube dengan shell.
Desain Ulang Penukar-penukar Kalor untuk Menaikkan Kapasitas ke Beban 110% di Departemen VCM-2 Seksi 4 dan 5 PT Asahimas Chemical
Bab II Tinjauan Pustaka│12
2.4.4 Sekat (Baffle)
Adapun fungsi dari pemasangan sekat pada penukar kalor antara lain
adalah sebagai penahan dari tube bundle, meningkatkan turbulensi, dan sebagai
alat untuk mengarahkan aliran fluida yang berada di dalam tubes.
2.4.5 Tie Rods
Tie rods adalah batangan besi yang dipasang sejajar dengan tube dan
ditempatkan di bagian paling luar dari sekat yang berfungsi sebagai penyangga
agar jarak antara sekat yang satu dengan lainnya tetap (Dimas, 2012).
2.5
Perpindahan Kalor pada Penukar Kalor Jumlah kalor yang dipindahkan fluida pada penukar kalor dapat diketahui
dari persamaan berikut (Kern, 1965): 𝑄 = 𝑈𝐴 ∆Tlmtd = w Cp(t) ∆T1= W Cp s ∆T2 dengan :
Persamaan 2.1
Q
= kalor yang dipindahkan per satuan waktu (kCal/h)
U
= koefisien perpindahan kalor overall (kCal/m2hoC)
A
= luas permukaan perpindahan kalor overall (m2)
∆Tlmtd= beda suhu rata-rata (oC) Cp(t) = kalor jenis liquid pada bagian tube (kCal/kgºC) Cp(s) = kalor jenis liquid pada bagian shell (kCal/kgºC) w
= laju alir fluida pada bagian tube (kg/h)
W
= laju alir fluida pada bagian shell (kg/h)
Menurut Geankoplis (1993), perbedaan suhu rata-rata (∆Tlmtd) dapat diketahui dari:
△ 𝑇𝑙𝑚𝑡𝑑 =
△𝑇1 −△𝑇2 △𝑇
𝑙𝑛 △𝑇 1
Persamaan 2.2
2
Untuk aliran berlawanan arah: △T1 = Thi – Tco △T2 = Tho – Tci Untuk aliran searah: Desain Ulang Penukar-penukar Kalor untuk Menaikkan Kapasitas ke Beban 110% di Departemen VCM-2 Seksi 4 dan 5 PT Asahimas Chemical
Bab II Tinjauan Pustaka│13
△T1 = Tho – Tco △T2 = Thi – Tci
dengan:
Thi
= suhu fluida panas yang masuk (oC)
Tho
= suhu fluida panas yang keluar (oC)
Tci
= suhu fluida dingin yang masuk ( oC)
Tco
= suhu fluida dingin yang keluar (oC)
Tujuan utama dalam mendesain penukar kalor adalah menentukan luas
yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan kalor dengan perbedaan suhu yang
ada. Koefisien keseluruhan berbanding terbalik dengan resistansi keseluruhan
perpindahan kalor, yang merupakan jumlah dari masing-masing resistansi. Hubungan antara koefisien keseluruhan dan masing-masing koefisien, yang berbanding terbalik dengan masing-masing resistansi diberikan oleh persamaan 2.3 (Sinnot, 2005). Persamaan 2.3
dengan: Uo hi, ho
= koefisien perpindahan kalor keseluruhan (W/m2.K) = koefisien pindah kalor konveksi inside dan outside (W/m2.K)
hid, hod = faktor pengotor inside dan outside kw
= koefisien konduksi dinding pipa (W/m.K)
di, do
= diameter inside dan outside pipa (m)
Menurut Eka (2011), kinerja dari suatu penukar kalor dapat dilihat dari faktor pengotor, koefisien perpindahan kalor, konduktifitas termal, dan aliran fluida yang bertukar kalor. 2.5.1 Faktor Pengotor (Fouling Factor) Faktor pengotor ini sangat mempengaruhi perpindahan kalor pada penukar kalor. Pengotoran ini dapat terjadi karena endapan dari fluida yang mengalir, atau disebabkan oleh korosi pada komponen dari penukar kalor akibat pengaruh dari jenis fluida yang dialirinya. Fouling dapat menganggu atau mempengaruhi suhu
Desain Ulang Penukar-penukar Kalor untuk Menaikkan Kapasitas ke Beban 110% di Departemen VCM-2 Seksi 4 dan 5 PT Asahimas Chemical
Bab II Tinjauan Pustaka│14
fluida yang mengalir dan dapat menurunkan atau mempengaruhi koefisien perpindahan kalor menyeluruh dari fluida tersebut.
Faktor pengotoran (fouling factor, Rf) dapat dicari dari persamaan 2.4
(Eka, 2011):
Persamaan 2.4
2.5.2 Koefisien Perpindahan Kalor
Semakin baik sistem maka semakin tinggi pula koefisien kalor (U) yang dimilikinya. Koefisien perpindahan kalor (U) terdiri dari: a.
UC (UClean) adalah koefisien perpindahan kalor keseluruhan pada saat alat penukar kalor masih baru, masih dalam kondisi bersih.
b.
UD (UDirty) adalah koefisien perpindahan kalor keseluruhan pada saat alat penukar kalor sudah kotor atau dapat dikatakan pula sebagai Uactual. Nilai dari koefisien perpindahan kalor ini dapat digunakan untuk melihat
kinerja atau performansi dari suatu penukar kalor, yang dinyatakan dengan persamaan 2.5 (Eka,2011). 𝑈𝑎𝑐𝑡𝑢𝑎𝑙
𝑃𝑒𝑟𝑓𝑜𝑟𝑚𝑎𝑛𝑐𝑒 = 𝑈 𝑠𝑒𝑟𝑣𝑖𝑐𝑒 𝑥 100%
Persamaan 2.5
dengan: Uactual
= koefisien perpindahan kalor overall nyata (available)
Uservice
= koefisien perpindahan kalor overall yang dibutuhkan
2.5.3 Penurunan Tekanan (Pressure Drop) Pada setiap aliran dalam penukar kalor akan terjadi penurunan tekanan karena adanya gaya gesek yang terjadi antara fluida dan dinding pipa. Hal ini dapat terjadi pada sambungan pipa, fitting, atau pada penukar kalor itu sendiri. Penurunan tekanan dapat mengakibatkan kehilangan energi sehingga perubahan suhu tidak konstan.
Desain Ulang Penukar-penukar Kalor untuk Menaikkan Kapasitas ke Beban 110% di Departemen VCM-2 Seksi 4 dan 5 PT Asahimas Chemical
Bab II Tinjauan Pustaka│15
2.5.4 Konduktivitas Termal
Konduktivitas termal (k) adalah sifat bahan yang menunjukkan seberapa
cepat bahan itu dapat menghantarkan kalor konduksi. Jadi, semakin besar nilai k
maka semakin besar kalor yang dipindahkan per satuan waktunya seperti terlihat
pada persamaan 2.6 (Geankoplis, 1993). Q = -k.A.
dengan: k
A
∆𝑇 ∆𝑋
Persamaan 2.6
= konduktivitas termal (W/m.K) = luas permukaan (m2)
∆T = beda suhu (K)
∆x = tebal dinding (m) Q 2.5.5
= laju perpindahan kalor (J/s)
Aliran Fluida yang Bertukar Kalor Aliran berlawanan arah lebih efektif dalam perpindahan kalor karena kalor
yang ditransfer lebih besar dibandingkan dengan aliran searah. 2.6
Aturan Pedoman Desain Penukar Kalor Konfigurasi penukar kalor didefinisikan oleh angka dan huruf yang
dikeluarkan oleh Tubular Exchanger Manufactures Association (TEMA). Sebagai contoh, sebuah penukar kalor dengan single shell pass dan multi-pass tube didefinisikan sebagai penukar kalor 1-2. 2.6.1 Diameter Tube Diameter tube yang umum digunakan adalah ¾ inchi OD (outside diameter) dan 1 inchi OD (Kern, 1965). Untuk mendapatkan luas perpindahan yang lebih besar maka menggunakan diameter yang lebih kecil dengan normal minimum ¾ inchi OD. Tube dengan diameter ½ inchi OD dapat digunakan untuk panjang tube yang lebih pendek, kurang dari 4 feet. Ketebalan dinding (wall thickness) ditentukan oleh Birmingham wire gage (BWG), rinciannya dapat dilihat pada Tabel 2.1. Desain Ulang Penukar-penukar Kalor untuk Menaikkan Kapasitas ke Beban 110% di Departemen VCM-2 Seksi 4 dan 5 PT Asahimas Chemical
Bab II Tinjauan Pustaka│16
Tabel 2.1 Dimensi Tube pada Heat Exchanger
Tube OD (in)
BWG
Thickness
Tube ID (in)
0,5
12
0,109
0,282
14
0,083
0,334
16
0,065
0,370
18
0,049
0,402
20
0,035
0,430
10
0,134
0,482
11
0,120
0,510
12
0,109
0,532
13
0,095
0,560
14
0,083
0,584
15
0,072
0,606
16
0,065
0,620
17
0,058
0,634
18
0,049
0,652
8
0,165
0,670
0,75
1
1,25
9
0,148
0,704
10
0,134
0,732
11
0,120
0,760
12
0,109
0,782
13
0,095
0,810
14
0,083
0,834
15
0,072
0,856
16
0,065
0,870
17
0,058
0,884
18
0,049
0,902
8
0,165
0,920
9
0,148
0,954
10
0,134
0,982
11
0,120
1,010
12
0,109
1,032
13
0,095
1,060
14
0,083
1,084
15
0,072
1,106
16
0,065
1,120
17
0,058
1,134
18
0,049
1,152
(Sumber: John, 2008) Desain Ulang Penukar-penukar Kalor untuk Menaikkan Kapasitas ke Beban 110% di Departemen VCM-2 Seksi 4 dan 5 PT Asahimas Chemical
Bab II Tinjauan Pustaka│17
2.6.2 Tube Number dan Panjang Tube
Ada hal yang harus diperhatikan dalam menentukan tube number, number
of tube per tube side yang dipilih harus dapat memberikan kecepatan optimum 3
5 ft/s (0,9 – 1,52 m/s) untuk liquids dan 50 – 100 ft/s (15 – 30 m/s) untuk gas. Jika
kecepatan
mempertimbangkan untuk menambah jumlah passes (John, 2008).
tersebut
tidak
dapat
dicapai
di
single
pass
maka
dapat
Panjang tube ditentukan oleh kebutuhan kalor sesuai dengan susunan tube
dan batasan penurunan tekanan. Untuk memenuhi batasan penurunan tekanan
dapat dilakukan dengan menambah jumlah tubes atau mengurangi panjang tube.
Tube yang terlalu panjang dengan sedikit tube dapat menyebabkan masalah distribusi fluida di bagian shell. 2.6.3 Tube Layout, Pitch, dan Clearance Tube pitch adalah jarak terdekat antara pusat ke pusat dua tube yang berdekatan (Kern, 1965). Clearance adalah jarak terdekat antara dua tube yang berdekatan. PT
= tube pitch
C
= clearance
do
= tube outside diameter
do
Tube pitch didefinisikan sebagai (John, 2008): PT = do + C
Pola segitiga dapat memberikan konstruksi tube sheet yang lebih kuat. Pola persegi mempunyai kelebihan mudah dibersihkan dan mempunyai penurunan tekanan di bagian shell yang lebih kecil.
Desain Ulang Penukar-penukar Kalor untuk Menaikkan Kapasitas ke Beban 110% di Departemen VCM-2 Seksi 4 dan 5 PT Asahimas Chemical
Bab II Tinjauan Pustaka│18
2.6.4 Diameter Shell
Proses desain adalah untuk menyesuaikan jumlah tubes dalam shell yang
cocok untuk mencapai kecepatan yang diinginkan di bagian shell yaitu sekitar 4
ft/s (1,219 m/s) sesuai dengan batasan penurunan tekanan (John, 2008). Kondisi
yang paling efisien untuk perpindahan kalor adalah memiliki jumlah tubes
semaksimal mungkin dalam shell untuk meningkatkan turbulensi. Umumnya, perbandingan antara panjang tube dengan diameter shell sekitar 5 – 10 (Sinnott,
2005).
2.6.5 Sekat (Baffle) Baffle segmental biasanya tidak boleh lebih dekat dari 1/5 kali dari diameter shell (Kern, 1965). Diameter sekat harus lebih kecil dari diameter shell, sehingga memudahkan sekat masuk ke dalam shell. Menurut Perry (1997), jarak maksimum spasi sekat dapat diketahui dari persamaan 2.7. B = 74 do0,75
Persamaan 2.7
Menurut Sinnott (2005), besarnya pemotongan sekat (baffle cut) berkisar antara 15% - 45% diameter dalam shell, namun yang umum digunakan adalah 20 – 25% diameter dalam shell, sebab pada kondisi ini akan terjadi perpindahan kalor yang baik, serta penurunan tekanan yang tidak terlalu besar. 2.6.6 Tube Count Bundle diameter dapat dihitung dengan Persamaan 2.8 (Sinnott, 2005): Db = do(Nt/K1)1/n
Persamaan 2.8
dengan: do = diameter luar tube Nt = jumlah tube Untuk nilai K1 dan n dapat dilihat pada tabel 2.2. Tabel 2.2 Nilai K1 dan n untuk Setiap Jumlah passes Triangular pitch Pt = 1,25 do Number passes K1 n
1
2
4
6
8
0,139 2,142
0,249 2,207
0,175 2,285
0,0743 2,499
0,0365 2,675
Desain Ulang Penukar-penukar Kalor untuk Menaikkan Kapasitas ke Beban 110% di Departemen VCM-2 Seksi 4 dan 5 PT Asahimas Chemical
Bab II Tinjauan Pustaka│19
Square pitch Pt = 1,25 do Number passes K1
n
1
2
4
6
8
0,215
0,156
0,158
0,0402
0,0331
2,207
2,291
2,263
2,617
2,643
(Sumber: John, 2008)
2.6.7 Pertimbangan terhadap Fouling
Korosi dapat mengurangi performansi dan kinerja dari sebuah penukar
kalor. Korosi yang diakibatkan fouling bergantung pada pemilihan material
konstruksi. Umumnya dilakukan penambahan desain marjin sebesar 15% pada desain penukar kalor sebagai safety factor (John, 2008).
Desain Ulang Penukar-penukar Kalor untuk Menaikkan Kapasitas ke Beban 110% di Departemen VCM-2 Seksi 4 dan 5 PT Asahimas Chemical