BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1
Teori Tekuk
II.1.1 Umum dan Latar Belakang Kolom merupakan batang tekan tegak yang bekerja untuk menahan balokbalok loteng, rangka atap, lintasan crane dalam bangunan pabrik dan sebagainya yang untuk seterusnya akan melimpahkan semua beban tersebut ke pondasi. Dengan berbagai macam sebutan, seperti kolom, tiang, tonggak, dan batang desak, batang ini pada hakekatnya jarang sekali mengalami tekanan aksial saja.Apabila sebuah batang lurus dibebani gaya tekan aksial dengan pemberian beban semakin lama semakin tinggi, maka pada batang tersebut akan mengalami perubahan. Perubahan dari keadaan sumbu batang lurus menjadi sumbu batang melengkung dinamakan Tekuk. Pada hakekatnya batang yang hanya memikul tekan aksial saja jarang dijumpai dalam struktur namun bila pembebanan diatur sedemikian rupa hingga pengekangan ( restrain ) rotasi ujung dapat diabaikan atau beban dari batangbatang yang bertemu diujung kolom bersifat simetris dan pengaruh lentur sangat kecil dibandingkan dengan tekanan langsung maka batang tekan dapat direncanakan dengan aman sebagai kolom yang dibebani secara konsentris. Dari mekanika bahan diketahui bahwa hanya kolom yang sangat pendek dapat dibebani hingga mencapi tegangan lelehnya, sedangkan keadaan yang umum yaitu lenturan mendadak akibat ketidakstabilan terjadi sebelum kekuata
Universitas Sumatera Utara
bahan batang sepenuhnya tercapai. Keadaan demikian yang kita sebut dengan tekuk ( buckling ). Jadi pengetahuan tentang kestabilan batang tekan perlu bagi pembaca yang merencanakan struktur baja.
Gambar II.1.1 Batang yang tertekuk akibat gaya aksial ( sumber : Salmon, 1992 ) Latar belakang tekuk kolom pertama kali dikemukakan oleh Leondharrt Euler pada tahun 1759. Batang dengan beban konsentris yang semula lurus dan semua seratnya tetap elastis hingga tekuk terjadi akan mengalami lengkungan yang kecil pada gambar II.1.1. Walaupun Euler hanya menyelidiki batang yang dijepit disalah satu ujung dan bertumpu sederhana ( simply supported ) di ujung yang lainnya, logika yang sama dapat diterapkan pada kolom yang berperletakan sendi, yang tidak memiliki pengekangan rotasi dan merupakan batang dengan kekuatan tekuk terkecil. Kita akan mendapatkan rumus-rumus gaya kritis yang dapat diterima oleh suatu batang sebelum tekuk terjadi. Pendekatan Euler pada umumnya tidak digunakan untuk perencanaan karena tidak sesuai dengan percobaan, dalam praktek kolom dengan panjang umum tidak sekuat seperti yang dinyatakan oleh rumus-rumus Euler. Considere dan Esengger pada tahun 1889 secara terpisah menemukan bahwa sebagian dari kolom dengan panjang yang umum menjadi inelastic sebelum tekuk terjadi dan harga E yang dipakai harus memperhitungkan adanya jumlah serat yang tertekan dengan regangan diatas batas proporsional. Jadi
Universitas Sumatera Utara
mereka menyadari bahwa sesungguhnya kolom dengan panjang yang umum akan hancur akibat tekuk inelastic dan bukan akibat tekuk elastic. Akan tetapi pengertian yang menyeluruh tentang kolom dengan beban konsentris baru dicapai pada tahun 1946 ketika Shanley menjabarkan teori yang sekarang ternyata benar. Ia mengemukakan bahwa hakekatnya kolom masih mampu memikul beban aksial yang lebih besar walaupun telah melentur, tetapi kolom mulai melentur pada saat mencapai beban yang disebut beban tekuk, yang menyertakan pengaruh inelastisitas pada sejumlah atau semua serat penampang lintang. Untuk menentukan kekuatan kolom dasar, kondisi kolom perlu didealisir dengan beberapa anggapan. Mengenai bahan, kita dapat menganggap :
1. sifat tegangan-regangan tekan sama diseluruh titik pada penampang 2. tidak
ada
tegangan
internal
seperti akibat
pendinginan
setelah
penggilingan (rolling) 3. kolom lurus sempurna dan prismatis 4. resultante beban bekerja melalui sumbu pusat batang sampai batang mulai melentur 5. kondisi ujung harus statis tertentu sehingga panjang antara sendi-sendi ekivalen dapat ditentukan. 6. teori lendutan yang kecil seperti pada lenturan yang umum berlaku dan gaya geser dapat diabaikan. 7. puntiran atau distorsi pada penampang lintang tidak terjadi selama melentur
Universitas Sumatera Utara
Setelah anggapan-anggapan diatas dibuat, sekarang disetujui bahwa kekuatan suatu kolom dapat dinyatakan sebagai:
Dimana :
tegangan rata-rata pada penampang Et
=
modulus tangent pada P/A
KL/r = angka kelangsingan effektif (ujung sendi ekivalen) Tekuk murni akibat beban aksial sesungguhnya hanya terjadi apabila anggapan dari(1) sampai (7) diatas berlaku.Kolom biasanya merupakan satu kesatuan dengan struktur,dan pada hakekatnya tidak dapat berlaku secara independent. Kolom dapat dibedakan menjadi dua kelompok : a. Kolom panjang, biasanya akan rusak akibat tekukan yang terjadi atau kelebihan lentur melintang. b. Kolom sedang, biasanya akan rusak akibat gabungan terjadinya kehancuran material dan tekukan. Tekuk dapat dibedakan atas tekuk elastis dan tekuk inelastis ( inelastic Buckling ). Kolom dengan panjang yang umum
akan hancur akibat tekuk
inelastic dan bukan akibat tekuk elastis. Pada kolom yang mengalami tekuk inelastis, modulus elastisnya pada saat terjadi tekuk lebih kecil dari harga awalnya. Dalam praktek, tekuk diartikan sebagai perbatasan antara lendutan stabil dan tak stabil pada batang tekan jadi bukan kondisi sesaat yang terjadi pada batang langsing elastic yang diisolir. Sering dikatakan bahwa beban tekuk praktis ini disebut beban batas (ultimate ).
Universitas Sumatera Utara
II.1.2 Stabilitas dari Struktur Kolom Analisa stabilitas suatu struktur batang berkaitan erat dengan masalah kesetimbangan. Oleh karena itu pemahaman terhadap masalah kesetimbangan merupakan suatu hal yang penting. Konsep
dari
stabilitas
sering
diterangkan
dengan
menganggap
kesetimbangan dari bola pejal dalam beberapa posisi seperti gambar 2.1.3.
Gambar II.1.2a Stabilitas
Sumber : Alexander Chajes, “ Principles of Stability Theory ” Walaupun bola dalam keadaan setimbang pada posisinya masing-masing, dalam pengamatan memperlihatkan adanya perbedaan dari ketiga keadaan tersebut.
-
Posisi a
Bola berada pada permukaan yang cekung maka bila diberikan gangguan kecil dx, bola akan kembali keposisi semula setelah berisolasi beberapa kali. Keadaan kesetimbangan ini disebut dengan kesetimbangan stabil. -
Posisi b
Apabila bola berada pada permukaan yang datar, bila diberikan gangguan kecil dx maka gangguan kecil ini tidak akan merubah gaya-gaya kesetimbangan maupun energy potensial bola. Keadaan kesetimbangan ini disebut dengan kesetimbangan netral.
Universitas Sumatera Utara
-
Posisi c
Bila bola berada pada permukaan yang cembung, diberikan gangguan kecil dx maka akan terjadi pergeseran mendadak ( progressive movement ). Kese timbangan ini disebut dengan kesetimbangan tidak stabil.
Gambar II.1.2b Tekuk
-
Batang a, diberi muatan
kecil, dari samping dimuati Q yang menekan
batang maka akan terjaid lenturan
. Bila gaya Q dihilangkan,
lenturan hilang dan batang lurus kembali. Peristiwa ini disebut dengan bola dalam tempat yang cekung. -
Batang b, ditekan dengan maka terjadi lenturan
, dimana
>
. Dari samping ditekan Q
, Q dihilangkan tetapi
masih tetap ada. Keadaan
ini disebut “indifferent”. Gaya (ss
disebut gaya
, sedangkan tegangan
) yang timbul dalam luas tampang disebut tegangan kritis (
).
Universitas Sumatera Utara
-
Batang c, ditekan dengan
, dimana
>
tetapi masih dalam batas
batang belum patah. Dari samping ditekan Q bahkan lebih kecil dari pada Q pada keadaan a. lengkung
yang timbul akan menjalar terus sampai
batang itu patah. Peristiwa ini disebut “Labil”
II.1.3 Jenis-jenis Kegagalan Batang Tekan Dari mekanika bahan telah diketahui bahwa batang tekan yang pendek dapat dibebani sampai batang meleleh sedang batang tekan yang panjang akan runtuh akibat tekuk. Pada keadaan yang umum keruntuhan akibat tekan terjadi antara keruntuhan akibat kelelehan bahan dan akibat tekuk elastis, setelah bagian penampang lintang meleleh, keadaan ini disebut tekuk inelastis ( inelastic buckling ).
Ada tiga macam keruntuhan batang yaitu : 1. Keruntuhan akibat tegangan yang terjadi pada penampang yang telah melampaui kekuatan materialnya. 2. Keruntuhan akibat batang tertekuk elastis ( elastic buckling ), ini terjadi pada bagian konstruksi yang langsing. Disini Hukum Hooke masih berlaku bagi serat penampang dan tegangan yang terjadi tidak melebihi batas proporsional. 3. Keruntuhan akibat melelehnya sebagian serat yang disebut tekuk tak elastis. Keruntuhan semacam ini berada diantara kasus ( 1 ) dan ( 2 )
Universitas Sumatera Utara
dimana pada saat menekuk sejumlah serat menjadi inelastis maka modulus elastis ketika tertekuk lebih kecil dari harga awalnya.
II.2
Analisa Kolom
Gambar II.2a Batang lurus yang dibebani gaya aksial
Sebuah batang lurus dengan panjang L yang dibebani oleh gay aksial P seperti yang diperhatikan pada gambar II.2a uraian gaya-gaya yang bekerja pada potongan sejauh x dari tumpuan, diperlihatkan pada gambar II.2b dimana N dan Q adalah komponen gaya longitudinal dan transversal pada potongan itu, dan M adalah momen lentur.
Gambar II.2b Potongan batang sejauh x dari tumpuan
Pengaruh dari adanya rotasi struktur, persamaan kesetimbangan dari elemen kolom ramping yang terdeformasi diperlihatkan pada gambar II.2a.
Universitas Sumatera Utara
Gambar II.2c Kolom Terdeformasi
Untuk deformasi yang kecil, maka dapat diasumsikan bahwa sudut putar β adalahkecil. Dengan demikian sin β dan cos β secara berurutan dapat dianggap β dan l. Persamaan kesetimbangan gaya dapat diperoleh dengan menguraikan masing-masing gaya yang bekerja sesuai dengan subu x dan y. Dari uraian gaya pafa sumbu x diperoleh : -N + ( N + dN ) – Q β + ( Q + dQ ) ( β + dβ ) = 0
+β
+Q
=0
Dimana : = dN/dx = dQ/dx = dβ /dx dari uraian gaya pada sumbu y diperoleh : -Q + ( Q+dQ ) – Nβ – ( N + dN )( β + dβ ) = 0 -N + β
+
=0
Uraian Momen : M – ( M + dM ) + Qdx = 0 Q = Dimana :
Universitas Sumatera Utara
M = dM/dx Untuk batang yang ramping dapat dianggap bahwa tegangan dan gaya geser melintang sangat kecil. Kita biasanya mengambil asumsi bahwa bentuk kuadratik yang menggambarkan interaksi nonlinear antara gaya geser yang kecil dan putaran dapat diabaikan. Dari asumsi yang diambil maka tiga persamaan kesetimbangan disederhanakan menjadi bentuk berikut : =0 - β
( II.2a ) =0
( II.2b )
Q =0 Bentuk dari β
( II.2c ) tidak terdapat ada persamaan II.2b karena telah hilang
akibat persamaan II.2a dengan mengeliminasi Q dari persamaan II.2c sehingga menghasilkan. =0 =-
( II.2d )
Dimana I adalah momen Inersia dari penampang dan E adalah modulus elastis bahan. Persamaan II.2d kita subtitusikan kedalam persamaan II.2c diperoleh : =0 –N
=0
Untuk harga EI yang konstan, persamaan menjadi : =0 –N
=0
Persamaan II.2b merupakan bentuk kuadrik dalam variabel-variabel N dan Y. Oleh karena itu merupakan persamaan differensial non linier. Dari persamaan
Universitas Sumatera Utara
II.2a terlibat bahwa N konstan sepanjang X dan dari kondisi batas x=0 dan x=1, kita lihat bahwa N = -P. Dengan demikian persamaann II.2b dapat disederhanakan menjadi bentuk lazim dikenal : –P
=0
( II.2e )
=0
( II.2f )
Atau EI
+P
Persamaan diatas adalah differensial dari kolom ramping yang mengalami tekukan. Dari persamaan dapat ditentukan besarnya pada saat struktur akan =
runtuh. Misalnya
dan subtitusikan kedalam persamaan sehingga
diperoleh : +K
=0
( II.2g )
Persamaan umum dari persamaan differensial adalah : Y = A sin kx + B cos kx + Cx + D
( II.2h )
Dimana : A, B, C, D adalah tetapan tertentu yang dapat ditentukan dengan menggunakan syarat-syarat batas yaitu kondisi batas ujung-ujung batang ( boundary condition ).
II.2.1 Kolom Euler Rumus kolom Euler diturunkan dengan membuat berbagai anggaan sebagai berikut : -
Bahan elastic sehingga memenuhi Hukum Hooke
-
Material homogen sempurna dan isotropis
-
Batang pada mualnya lurus sempurna, prismatic dan beban terpusat dikerjakan sepanjang sumbu titik berat penampang
Universitas Sumatera Utara
-
Penampang batang tidak terpuntir, elemennya tidak dipengaruhi tekuk setempat dan distorsi lainnya selama melentur
-
Batang bebas dari tegangan residu
-
Ujung-ujung batang ditumpu sederhana. Ujung bawah ditumpu pada sendi yang tidak dapat berpindah, ujung atas ditumpu pada tumpuan yang dapat berotasu dengan bebas dan bergerak vertical tetapi tidak dapat bergerak horizontal.
-
Deformasi dari batang cukup kecil sehingga bentuk ( y’ )² dari persamaan kurva
dapat diabaikan. Dari sini kurva dapat didekati
dengan y”.
Gambar II.2.1a Kolom Euler
Bahwa batang yang ditekan akan mengalami bentuk yang sedikit melengkung seperti pada gambar II.2.1a. Jika sumbu koordinat diambil seperti dalam gambar, momen dalam yang terjadi pada penampang sejauh x dari sumbu asal adalah : Mx = -EIy”
( II.2.1.a)
Dengan menyamakan momen lentur luar P.y, maka diperoleh persamaan : EIy” + P.y = 0
(II.2.1.b)
Universitas Sumatera Utara
Persamaan ( II.2.1.a) adalah persamaan differential linear dengan koefisien konstan dan dapat dirubah menjadi : y” + k².y = 0 dimana, k² =
(II.2.1.b) (II.2.1.c)
Penyelesaian umum persamaan (II.2.1.b) y = A sin kx + B cos kx
(II.2.1.d)
Untuk menentukan besaran konstanta A dan B, maka menggunakan syarat batas : y = 0 dan x = 0 y = 0 dan x = 1 Dengan memasukkan syarat batas pertama kedalam persamaan (II.2.1.d) maka diperoleh : B=0 Sehingga diperoleh : y = A sin kx
(II.2.1.e)
Dari syarat batas kedua diperoleh : A sin kl = 0
(II.2.1.f)
Persamaan (II.2.1.f) dapat dipenuhi oleh tiga keadaan yaitu : a. Konstanta A = 0, yaitu tidak ada lendutan
(II.2.1.g1)
b. kl = 0, yaitu tidak ada beban luar
(II.2.1.g2)
c. kl = nл, yakni syarat terjadi tekuk
(II.2.1.g3)
Universitas Sumatera Utara
Subtitusi persamaan
(II.2.1.g3) kedalam persamaan (II.2.1.c) dan
persamaan (II.2.1.e) diperoleh : (II.2.1.h) (II.2.1.i) Pada beban yang diberikan oleh persamaan (II.2.1.h) kolom berada dalam keadaan kesetimbangan dalam bentuk yang agak bengkok, dimana bentuk deformasinya diberikan oleh persamaan (II.2.1.i). Ragam (mode) tekuk dasar yaitu lendutan dengan lengkungan tunggal akan diperoleh jika nilai n diambil sama dengan 1, dengan demikian beban kritis Euler untuk kolom adalah : =
(II.2.1.j)
Dan persamaan lendutan menjadi : Y = A sin
(II.2.1.k)
Kelakuan kolom Euler dapat digambarkan secara grafik seperti pada gambar:
=
Gambar II.2.1b Grafik kolom Euler
Dari grafik dapat dilihat bahwa sampai beban Euler dicapai, kolom harus tetap lurus. Pada beban Euler ada percabangan kesetimbangan yaitu kolom dapat
Universitas Sumatera Utara
tetap lurus atau dapat dianggap berubah bentuk dengan amplitude tidak tentu. Kelakuan ini menunjukkan bahwa keadaan kesetimbangan pada saat beban Euler merupakan transisi dari kesetimbangan stabil dan tidak stabil.
II.2.2 Rumus Kolom Euler II.2.2.1
Kolom dengan Satu Ujung Terjepit dan yang lainnya Bebas
d
Tinjau suatu sumbu-sumbu pada gambar, d c b koordinat seperti ditunjukkan a dimana kolom dalam kedudukan yang agakII.2.2.1 melengkung, menghasilkan momen Gambar lentur pada suatu penampang melintang sebesar : M=-P(δ–y) Dan persamaan differensial M=-EI EI
( II.2.2.1a) menjadi :
= P (δ – y )
( II.2.2.1b)
Karena ujung atas kolom adalah bebas, maka jelaslah bahwa tekuk pada kolom akan terjadi pada bidang dengan kekakuan lengkungan terkecil, yang dianggap merupakan bidang simetris.
Nilai EI yang terkecil ini digunakan dalam persamaan ( II.2.2.1b ) diatas dan dengan memakai notasi sebelumnya yaitu :
Universitas Sumatera Utara
k² = Kita dapat menuliskan persamaan dalam bentuk : + k²y = k² δ Penyelesaian umum dari persamaan ini adalah : Y = A cos kx + B sin kx + δ Dimana A dan B adalah konstanta integrasi, yang ditentukan dari syaratsyarat ujung jepit kolom yaitu : Y=
=0
pada
x=0
Syarat-syarat ini dipenuhi jika : A=-δ
B=0
Dan persamaan b menjadi : Y = δ ( 1 – cos kx )
( II.2.2.1c)
Sedang syaraat pada ujung bebas kolom menghendaki bahwa Y=δ
pada
x=1
Yang memenuhi jika δ cos kl = 0 Persamaan c menghendaki bahwa salah satu δ dan cos kl harus nol. Bila δ = 0, maka lengkungan tidak ada. Bila cos kl = 0, kita akan memperoleh hubungan Kl = ( 2n – 1 ) /2
( II.2.2.1d)
Dimana n = 1, 2, 3,…… persamaan ini untuk menentukan nilai-nilai k sehubungan dengan bentuk tekukan yang terjadi. Nilai kl terkecil yang memenuhi persamaan ( II.2.2.1d) diperoleh dengan mengambil n = 1, memberikan nilai beban kritis terkecil yaitu :
Universitas Sumatera Utara
Kl = l Atau
= =
( II.2.2.1e)
Besaran kx dalam persamaan ( II.2.2.1c) untuk kasus ini berubah-ubah dari
0 s/d /2, dan bentuk lengkungan seperti ditunjukkan pada gambar diatas. Dengan mensubtitusikan n = 2, 3, . . . . kedalam persamaan ( II.2.2.1d),
kita peroleh hubungannya dengan nilai-nilai beban kritis sebagai berikut : =
= Besaran kx menurut persamaan (II.2.2.1c) dalam hal ini berubah dari 0 s/d
3 /2, dari 0 s/d 5 /2, . . . , dan hubungannya dengan kurva lengkungan pada gambar (II.2.2.1c) dan gambar (II.2.2.1d). Untuk bentuk kurva lengkungan pada gambar (II.2.2.1c) diperlukan suatu gaya sebesar sembilan kali beban kritis terkecil, dan keadaan pada gambar (II.2.2.1d), diperlukan gaya sebesar dua puluh lima kali beban kritis terkecil. Bentuk-bentuk tekukan seperti itu hanya dapat terjadi pada batang yang sangat ramping, dan dengan memasang penyokong pada titik peralihan untuk mencegah lengkungan lateral. Sebaliknya bentuk tekukan ini adalah tidak stabil, dan mempunyai arti praktis yang kecil, sebab struktur telah mengalami suatu lengkungan yang besar pada saat beban mendekati nilai-nilai yang diberikan oleh persamaan (II.2.2.1e).
Universitas Sumatera Utara
II.2.2.2
Kolom dengan Kedua Ujungnya berupa Sendi
d
Gambar II.2.2.2
Pada suatu kasus kolom dengan kedua ujungnya berupa sendi (gambar II.2.2.2), tampak dari kesimetrisannya bahwa tiap setengah panjang batang adalah mirip dengan batang pada gambar II.2.2.2. Karena itu beban kritis pada kasus ini diperoleh dengan mensubtitusikan l/2 untuk besaran l dalam persamaan, yang memberikan =
=
=
( II.2.2.2a)
Kasus suatu batang dengan kedua ujung berupa sendi, mungkin dianggap lebih sering dalam prakteknya dari yang lain. Kasus ini disebut “kasus dasar” ( fundamental case ) dari tekuk batang yang prismatic.
Universitas Sumatera Utara
II.2.2.3
Kolom dengan Kedua Ujungnya Terjepit
Gambar II.2.2.3
Bila kedua ujung kolom berupa jepitan ( gambar II.2.2.3), maka ada momen-momen reaksi yang mencegah ujung-ujung kolom dari perputaran selama tekukan terjadi. Momen-momen ujung dan gaya-gaya tekan aksial adalah ekivalen dengan gaya-gaya P yang bekerja eksentris seperti ditunjukkan pada gambar. Titik-titik peralihan ditempatkan dimana garis kerja gaya P memotong kurva lengkungan, sebab pada titik-titik ini momen lentur adalah nol. Titik-titik peralihan dan titik tengah bentang membagi batang atas empat bagian yang sama, yang masing-masing mirip dengan batang pada gambar . oleh karena itu beban kritis dalam kasus ini diperoleh dengan mensubtitusikan l/4 untuk besaran l, yaitu: ( II.2.2.3a) ( II.2.2.3b)
Universitas Sumatera Utara
dimana, Penyelesaian dari persamaan ini adalah : ( II.2.2.3c) Dari syarat batas : y = 0 pada x = 0 y = 0 pada x = 0 didapat ; , dan Sehingga : ( II.2.2.3d) ( II.2.2.3e)
Maka didapat : =
II.2.2.4
( II.2.2.3f)
Kolom dengan Kedua Uujung Terjepit tetapi salah satu dapat bergeser arah Lateral
(b)
(a)
Gambar II.2.2.4
Universitas Sumatera Utara
Pada gambar II.2.2.4a tampak bahwa kolom bebas gerak arah lateral pada ujung atas tetapi dikendalikan sedemikian rupa, sehingga garis singgung pada kurva elastic tetap tegak. Dengan adanya titik peralihan pada pertengahan bentang (gambar II.2.2.4b), beban kritis didapatkan dengan mensubtitusikan l/2 untuk l dalam persamaan ( II.2.2.1e), dan dengan demikian dalam kasus ini juga berlaku rumus (II.2.2.2a).
II.2.2.5
Kolom dengan ujung-ujung Terjepit dan Sendi
Gambar II.2.2.5
Kita tinjau suatu penampang
mn sejauh x dari sendi, dan dengan
lengkungan sebesar y ( gambar ), memberikan momen lentur sebesar : Mx = P.y + H0.x
( II.2.2.5a)
Dengan demikian persamaan menjadi : EI
= -P.y – H0.x
( II.2.2.5b)
Dan dengan bantuan notasi k² = P/EI, persamaan b dapat dituliskan dalam bentuk : + k²y = -
x
( II.2.2.5c)
Universitas Sumatera Utara
Penyelesaian umum dari persamaan ini adalah : Y = A cos kx + B sin kx -
x
( II.2.2.5d)
Dimana A dan B adalah konstanta integrasi, yang ditentukan dari syaratsyarat ujung kolom yaitu : Y=0
pada
x=0
dy/dx = 0
pada x = l
dan x = l
Dari syarat ujung y = 0 pada x = 0 diperoleh A = 0. Untuk y = 0 pada x = l memerlukan : B=
( II.2.2.5e)
Sedang untuk dy/dx = 0 pada x = l memberikan : Tg kl =kl
( II.2.2.5f)
Untuk memecahkan persamaan dipakai metoda grafis. Kurva-kurva pada \gambar menyatakan tg kl sebagai fungsi kl. Kurva-kurva ini menyinggung garis tegak kl = /2, 3 /2,. . . . pada titik jauh tak terhingga ( secara asimtotis ).
/2
3 /2
2
5 /2
º
Gambar II.2.2.6
Universitas Sumatera Utara
Akar-akar persamaan ditunjukkan oleh titik perpotongan kurva dengan garis lurus y = kl. Akar terkecil adalah absis dari koordinat titik A yaitu sebesar : Kl = 4,493 radian Yang memberikan nilai beban kritis sebesar =
=
( II.2.2.5g)
Dalam setiap kasus yang telah diterangkan diatas, dianggap bahwa kolom bebas tertekuk dalam suatu arah, maka jelaslah bahwa besaran EI menyatakan kekakuan lengkung terkecil. Jika kolom dikekang sedemikian rupa, sehingga tekukan hanya mungkin dalam satu bidang utama saja, maka EI menyatakan kekakuan lengkung dalam bidang itu. Dalam pembicaraan sebelumnya juga dianggap bahwa batang sangat langsing, sehingga tegangan tekan terbesar yang terjadi selama tekukan masih dibawah batas proporsional bahan. Hanya dibawah persyaratan-persyaratan inilah rumus-rumus beban kritis diatas dapat berlaku. Untuk menentukan batas pemakaian rumus-rumus (Gambar III.5) ini, mari kita tinjau kasus dasar seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Dengan membagi beban kritis dari pers. Dengan luas penampang melintang A, dan mengambil r=
( II.2.2.5h)
Dimana r menyatakan jari-jari putaran, besar tegangan tekan kritis adalah =
( II.2.2.5i)
Tegangan ini hanya tergantung pada besaran E dan rasio kelangsingan l/r. Sebagai contoh, pada suatu struktur baja, batas proporsional 2100kg/cm² dan E = 2,1 x
kg/cmkg/cm², maka didapat nilai l/r terkecil dari pers. ( II.2.2.5i) sebesar
Universitas Sumatera Utara
100. Karenanya, beban kritis pada kolom dari bahan ini, yang bersendi pada kedua ujungnya, dapat dihitung dengan pers. ,bila diinginkan rasio l/r lebih besar dari 100. Jika l/r lebih kecil dari 100, tegangan tekan sudah mencapai batas proporsional sebelum terjadi tekukan, sehungga pers ( II.2.2.5) tidak berlaku. Pers. ( II.2.2.5a) dapat dinyatakan secara grafis oleh kurva ACB pada gambar (II.2.7), dimana tegangan kritis digambarkan sebagai fungsi l/r. kurva mendekati sumbu mendatar secara asimtot, dan tegangan kritis mendekati nol dengan bertambahnya rasio kelangsingan. Kurva juga mendekati sumbu tegak secara asimtor tetapi yang berlaku hanya sepanjang tegangan
yang masih
dibawah batas proportiona bahan. Kurva pada gbr digambarkan untuk struktur baja seperti yang disebut diatas, dan titik C berhubungan dengan batas proportiona sebesar 2100kg/cm². jadi hanya bagian BC dari kurva yang memenuhi. Sekarang bandingkan kasus-kasus lain yang dinyatakan pada gambar II.2.2.1a, II.2.2.3, II.2.2.5 , analog didapat rumus tegangan-tegangan kritis sebagai berikut :
Gambar II.2.2.7
Universitas Sumatera Utara
Tampak bahwa ketiga persamaan analog dengan pers.( II.2.2.5i), dimana panjang l sebenarnya digantikan dengan panjang reduksi L. Dengan demikian dapat dituliskan secara umum rumus tegangan sebagai berikut : ( II.2.2.5i) Dimana besaran L = 2l, l/2, atau 0,6991.
II.3
Panjang Efektif Sejauh ini pembahasan mengenai kekuatan kolom mengasumsikan sendi
dimana tidak ada kekangan rotasional momen. Kekangan momen nol pada ujung merupakan situasi paling lemah untuk batang tekan yang salah-satu ujungnya tidak dapat bergerak transversal relative terhadap ujung yang lainya. Untuk kolom berujung sendi semacam ini, panjang ekivalen ujung sedu kL merupakan panjang L sebenarnya, dengan demikian k = 1,0 seperti pada Gambar II.3. Panjang L ekivalen berujung sendi disebut panjang efektif. Untuk kebanyakan situasi nyata,kekangan momen pada ujung-ujung yang ditahan seperti pada Gamabr II.3.Dimana panjang efektif tereduksi. Dalam banyak situasi, sangat sulit, atau bahkan tidak mungkin, untuk menilai secara tepat derajat kekangan momen yang disumbangkan oleh batang-batang berdekatan yang mengikat ke kolom, oleh pondasi setempat dan lapisan tanah daibawahnya dan interaksi penuh semua batang dalam struktur rangka baja. Baik apakah derajat ujung ditentukan dengan tepat atau tidak,desainer harus memahami konsep tentang braced frame (goyangan dicegah dengan sabuk penyokong ) dan unbraced frame ( tanpa sabuk penyokong,goyangan tidak dicegah).
Universitas Sumatera Utara
Panjang efektif batang kolom pada suatu portal, bergantung pada jenis portal yang ditinjau, yaitu portal bergoyang dan portal tidak bergoyang. Portal tak bergoyang (yang disokong) adalah portal yang kestabilan lateralnya diberikan oleh penyambung yang memadai ke penopang diagonal ke dinding geser, ke struktur di dekatnya yang memiliki stabilitas lateral yang memadai, atau ke plat lantai atau penutup atap yang diikat secara horizontal terhadap dinding atau dengan system penopang yang sejajar dengan bidang portal. Atau dengan kaya lain portal tak bergoyang didefenisikan sebagai portal yang tekuk bergoyangnya dicegah oleh elemen penopang yang tidak termasuk rangka struktural itu sendiri. Faktor K untuk portal bergoyang adalah 0
1. Untuk kolom ideal dengan perletakan yang berbeda dapat dilihat pada gambar II.3 besarnya beban
[ Alexander Chajes, 1970 ].
Universitas Sumatera Utara
Gambar II.3 Tekuk dengan nilai
II.4
untuk kolom ideaL
Tekuk Torsi Dalam merencanakan struktur, tegangan torsi atau sering juga disebut
tegangan puntir, kadang-kadang merupakan tegangan yang sangat berpengaruh sehingga beberapa persyaratan harus ditetapkan. Profil yang paling efisien untuk memikul torsi ( puntir ) adalah profil bundar berongga cincin. Torsi adalah puntir yang terjadi pada batang lurus aabila batang tersebut dibebani momen yang cenderung menghasilkan rotasi terhadap sumbu longitudinal batang sehingga tegangan geser yang terjadi pada penampang akibat torsi akan mempengaruhi perencanaan struktur baja. Pengaruh puntir umumnya bersifat sekunder, walaupun tidak selalu merupakan pengaruh minor yang harus ditinjau secara gabungan dengan jenis pengaruh lainnya. Profil yang baik bagi kolom dan balok, yaitu profil yang bahannya jauh tersebar dari titik berat penampang, tetapi tidak efisien untuk menahan torsi. Penampang lingkaran berdinding tipis dan boks lebih kuat untuk memikul torsi daripada penampang dengan luas sama yang berbentuk kanal, I, T, siku, atau Z. Torsi timbul karena adanya gaya-gaya yang membentuk Koppel yang cenderung memuntir batang terhadap sumbu longitudinalnya. Seperti yang diketahui dari statika, momen kopel merupakan hasil dari gaya dan jarak tegak lurus antara garis kerja gaya. Satuan untuk momen pada USCS adalah ( lb-ft ) dan ( lb-in ), sedangkan untuk satuan SI adalah ( Nm ). Pemberian beban pada bidang yang tidak melalui pusat geser akan mengakibatkan batang terpuntir jika tidak dicegah oleh pengekang eksternal. Pusat geser adalah suatu titik pada penampang yang jika dilalui oleh gaya geser,
Universitas Sumatera Utara
maka hanya mengalami lentur ditambah dengan geser tanpa adanya torsi. Pusat geser tidak selalu berimpit dengan titik berat penampang. Pada profil I simetris pusat geser berada pada titik berat penampangnya. Tegangan puntir akibat torsi terdiridari tegangan geser dan lentur. Tegangan harus digabungkan dengan tegangan geser dan lentur yang bukan akibat torsi. Tegangan puntir dapat dibedakan atas dua jenis yaitu puntir murni atau istilah umumnya puntir Saint-Venant dan puntir terpilin ( warping torsion ). Puntir murni terjadi bila penampang lintang yang datar sebelum torsi bekerja tetap datar dan elemen penampang hanya mengalami rotasi selama terpuntir. Batang bulat yang memikul torsi adalah satu-satunya keadaan puntir murni. Puntir terpilin adalah pengaruh keluar bidang yang timbul bila sayap-sayap berpindah secara lateral selama terpuntir, yang analog dengan lentur akibat beban luar lateral. 1. Puntir murni ( Torsi Saint- Venant ). Seperti lengkungan lentur ( perubahan kemiringan per satuan luas panjang ) yang dapat dinyatakan sebagai M/EI = d y/ dx² ( yakni momen dibagi kekakuan lentur samadengan lengkungan lentur ). Pada puntir murni momen torsi dibagi kekakuan puntir GJ sama dengan lengkungan puntir ( perubahan sudut per satuan panjang ). Dimana : = GJ = Momen puntir murni ( Puntir Saint-Venant ) = Modulus elastis geser = E/ [2(1+µ)], yang merupakan fungsi dari modulus elasitisitas tarik-tekan E dimana µ = poisson ratio = 0,3
Universitas Sumatera Utara
= Konstanta puntir Dari persamaan diatas, tegangan akibat
sebanding dengan jarak dari
pusat puntir. 2. Puntir terpilin ( Warping Torsion ). Jika suatu balok memikul torsi
seperti pada gambar maka sayap tekan
balok akan melengkung ke salah satu arah lateral dan sayap tariknya melengkung ke arah lateral lainnya. Bila penampang lintang berbentuk sedemikian rupa hingga dapat terpilin ( penampang menjadi tidak datar lagi ) jika tidak dikekang, maka system yang dikekang akan mengalami tegangan. Keadaan terpuntir menunjukkan balok yang puntirannya dicegah diujung-ujung tetapi sayap atasnya melendut kea rah samping( lateral ) sebesar
. Lenturan sayap ke
samping ini menimbulkan tegangan normal lentur ( tarik dan tekan ) serta tegangan geser sepanjang lebar sayap. Dengan demikian energy regangan akibat torsi juga terdiri dari dua bagian dan dapat ditulis sebagai : UT = UTSV + UTW Dimana indeks TSV dan TW masing-masing menunjukkan kedua bagian tersebut diatas.
II.4.1 Energi Regangan akibat Torsi Saint-Venant
Universitas Sumatera Utara
Tinjaulah momen torsi yang bekerja pada tampang bulat tertutup dalam gambar III.2.1 dibawah ini.
dØ
Ø
Ø+dØ
Kita anggap pemilinan keluar bidang tidak terjadi atau dapat diabaikan pengaruhnya pada sudut puntir . Anggapan ini mendekati kenyataan bila ukuran Gambar II.4.1 Torsi pada batang prismatik
penampang lintang sangat kecil dibanding panjang batang dan sudut lekukan penampang tidak besar. Juga, pada saat terpuntir penampang lintang dianggap tidak mengalami distorsi. Jadi, laju punter ( punter persatuan panjang ) dapat dinyatakan sebagai : (II.4.1a)
Yang dapat dipandang sebagai lengkungan torsi ( laju perubahan sudut punter). Karena regangan diakibatkan oleh relative antara penampang lintang di z dan ( z + dz ), maka besarnya perpindahan di suatu titik sebangding dengan Sudut regangan perpindahan di suatu titik sebanding dengan jarak r dari pusat punter. Sudut regangan ( regangan geser )
disuatu elemen sejarak r dari
pusat adalah :
Universitas Sumatera Utara
(II.4.1b)
Bila G adalah modulus geser, maka berdasarkan hokum Hooke tegangan geser v menjadi : (II.4.1c) Jadi seperti yang ditunjukkan pada gambar II.1.6b, torsi elementer adalah :
(II.4.1d) Momen penahan keseimbangan total adalah ; (II.4.1e)
Serta karena
dan G konstan disebatang penampang, maka : (II.4.1f)
Dengan : Persamaan ini dianggap sebagai analog dengan tekukan yakni momen lentur M sama dengan kekakuan EI kali lengkungan Disini momen torsi ( lengkungan punter
.
) sama dengan kekakuan punter GJ kali
( laju perubahan sudut punter ).
Energy regangan torsi : dimana (II.4.1e)
Universitas Sumatera Utara
Sehingga energy regangan total ( torsi murni ) untuk sepanjang bentang yang ditinjau adalah: (II.4.1f)
Dengan :
II.4.2 Energi Regangan akibat Torsi Warping Apabila sebuah balok I memikul momen torsi maka sayap tekan balok akan melengkung kesalah satu arah lateralnya dan sayap tariknya melengkung kearah lateral lainnya.
Gambar II.4.2a Torsi terpilin pada profil I
Disini penampang terpilin tidak rata lagi jika dikekang.
Ø
Puntir dicegah di ujung ini
Puntir sayap atas setelah terpuntir Puntir dicegah di ujung ini
Irisan A-A
Gambar II.4.2b Puntiran pada penampang berprofil I
Ø Universitas Sumatera Utara
Jadi puntir terpilin ( warping ) terdiri atas dua bagian : a. Rotasi elemen ( Ø ), yakni akibat punitr murni b. Translasi yang balok melentur secara lateral, yakni akibat pemilinan.
Untuk sudut Ø yang kecil maka berlaku : (II.4.2a) (II.4.2b)
Untuk satu sayap : (II.4.2c)
Dimana : = Momen lentur lateral pada satu sayap = Momen inersia sayap terhadap sumbu y Sehingga persamaan (II.4.2c) menjadi :
Karena :
(II.4.2d)
Universitas Sumatera Utara
Maka :
(II.4.2e)
Dari persamaan (II.4.2b) didapat : (II.4.2f)
(II.4.2g) Dimana : yang disebut dengan konstanta warping.
Jadi momen punter total merupakan jumlah dari bagian rotasi bagian lentur latar
. Sehingga momen punter total (
dan
):
(II.4.2h)
Untuk selanjutnya persamaan ini analog dengan persamaan lentur, yakni momen lentur M sama dengan kekakuan EI kali lengkungan
. Disini momen
torsi akibat warping sama dengan kekakuan punter ECw kali lengkungan punter pada sayap. Dimana persamaan variasi energy lentur adalah : (II.4.2i)
Subtitusikan persamaan (II.4.2a) ke persamaan (II.4.2i) didapat : (II.4.2j)
Universitas Sumatera Utara
Subtitusikan dengan konstanta warping menjadi : (II.4.2k)
Maka persamaan energy regangan warping sepanjang bentang yang ditinjau adalah : (II.4.2l)
Dengan demikian energy regangan total pada balok berpenampang I yang mengalami tekuk torsi diperoleh dengan menjumlahkan persamaan (II.4.2m)
Dari persamaan regangan akibat lentur dan energy regangan akibat torsi sehingga didapat persamaan energy regangan total yang merupakan penjumlahan dari kedua energy regangan tersebut. Karena energy regangan akibat lentur pada saat terjadinya tekuk lentur dan tekuk torsi sekaligus sehingga dalam hal ini penampang berpindah sejauh U dan V yang menyebabkan energy regangan lentur menjadi dua, yaitu terhadap sumbu x dan sumbu y.
II.4.3 Kombinasi Tekuk Lentur dan Tekuk Torsi
Universitas Sumatera Utara
Pada kombinasi yang titik beratnya tidak berimpit dengan titik pusat geser, maka tekuk yang terjadi dapat berupa kmbinasi tekuk lentur dan tekuk torsi.
y y x'
C' C yo
O
v
o xo Akibat tekuk u lentur dan tekuk torsi pusat geser berpindah sejauh U dan V
dan berotasi dengan sudut Gambar II.4.3 Defleksi dan Rotasi akibat Tekuk Lentur dan Tekuk Torsi
Dari syarat batas yang ada maka U=V=0
pada saat z = 0 dan l. pada saat z = 0 dan l. pada saat z = 0 dan l.
Persamaan U, V, dan
yang memenuhi syarat-syarat batas yang ada : ( II.4.3a ) ( II.4.3b ) ( II.4.3c )
Dari persamaan energy regangan akibat lentur dan energy regangan akibat torsi sehingga didapat persamaan energy regangan total yang merupakan penjumlahan dari kedua energy regangan tersebut. Karena energy regangan akibat
Universitas Sumatera Utara
lentur pada saat terjadinya lentur dan tekuk torsi sekaligus sehingga dalam hal ini penampang berpindah sejauh U dan V yang menyebabkan energy regangan lentur menjadi dua, yaitu terhadap sumbu x dan sumbu y. Energy regangan total ( U ) = Energi Regangan Lentur + Energi Regangan Torsi.
( II.4.3d ) Persamaan :
Dimasukkan kedalam persamaan energy regangan total sehingga persamaannya menjadi :
( II.4.3e ) Dari identitas trigonometri didapat :
Universitas Sumatera Utara
Dari persamaan di atas dicari nilai integral dari :
Persamaan energy regangan total menjadi : ( II.4.3f ) Dalam penyelesaian dengan metode energy didasarkan pada konsep kesamaan antara energy regangan dengan kerja gaya luar untuk seluruh struktur yang ditinjau. Oleh karena itu didalam penyelesaian persoalan, dibutuhkan penyamaan antara energy regangan dengan kerja luar maka perlu diperhatikan apakah struktur tersebut konservatif atau tidak. Suatu system dikatakan konservatif apabila system berdeformasi akibat pembebanan ditiadakan, system akan kembali ke posisi semula. Suatu system dikatakan non-konservatif bila terdapat kehilangan energy misalnya dalam bentuk gesekan, deformasi inelastic, dan lain-lain. Sehingga suatu system yang non-konservatif memiliki energy potensial system yang didefinisikan sebagai kemampuan gaya-gaya luar untuk melakukan kerja yang direpresentasikan sebagai pengurangan energy dari system. Besar energy potensial ( v ) terdiri dari 2 komponen yaitu gaya tekan aksial ( ∆a )dan akibat lentur (∆b ).
Universitas Sumatera Utara
Akibat gaya tekan aksial ( ∆a ) : ( II.4.3g ) Karena harganya kecil sehingga dapat diabaikan. Jadi pengaruh energy potensial ( v ) yang diperhitungkan hanya akibat lenturan saja. Akibat lenturan (∆b ) :
y z
u + du
A
v + dv
b dz
ds u
L
v
S x y
x x
B
( II.4.3h )
y Gambar II.4.3a Akibat Lenturan
Dari teori phytagoras :
Gambar II.4.3b Deformasi Lateral selama Lenturan
( II.4.3i ) Dari teori binomial
Dengan anggapan deformasi kecil maka persamaan diatas menjadi : ( II.4.3j ) ( II.4.3k )
Universitas Sumatera Utara
Sehingga didapat besar : ( II.4.3l ) Perpindahan u dan v pada koordinat x dan y terjadi dari translasi pada pusat geser sebesar u dan v perpindahan rotasi Ѳ dari pusat geser seperti pada gambar dibawah ini :
Y
P' b
r
P y
a X
0 x
shear center Gambar II.4.3c
Perpindahan Akhir akibat Defleksi dan Rotasi
Dari gambar didapat :
Karena
Sehingga :
Maka perpindahan akhir dari penampang menjadi :
Universitas Sumatera Utara
Sehingga persamaan ∆b menjadi :
( II.4.3m )
Dari persamaan energy potensial sebelumnya, sehingga persamaan energy potensial menjadi :
( II.4.3n ) Dari ekspresi di bawah ini didapat hubungan :
Dari hubungan diatas maka :
Dengan memasukkan :
Universitas Sumatera Utara
Maka ( II.4.3o ) Jumlah energy regangan ditambah energy potensial menjadi :
( II.4.3p ) Dari ekspressi yang sudah begitu familiar bagi kita:
Persamaan energy total menjadi :
( II.4.3q ) dimana
( II.4.3r ) Karena
maka persamaannya menjadi :
Universitas Sumatera Utara
Nilai determinan persamaan diatas adalah
Rumus diatas didapat dari Principles of Structural Stability Theory oleh Alexander Chajes, yang juga digunakan pada buku peraturan baja Indonesia metode Load and Resistance Factor Design ( LRFD ) dengan mengadopsi persamaan diatas dengan tegangan kritis. Jika penampang memiliki dua sumbu simetris dimana pusat geser dan titik beratnya berhimpitan dan ( II.4.3s) Sehingga akar persamaan diatas menjadi :
Persamaan diatas menghasilkan tekuk lentur
menunjukkan
bahwa akibat
pembebanan akan
atau tekuk torsi
Seandainya penampang hanya memiliki satu sumbu simetris katakanlah terhadap sumbu x sehingga ( II.4.3t )
Universitas Sumatera Utara
Didapat dan Ekspresi
menyatakan tekuk lentur terhadap sumbu y sedangkan
persamaan kedua jika diselesaikan menyatakan kombinasi tekuk lentur dan tekuk torsi. Penyelesainnya adalah : ( II.4.3u ) Dimana
Dari penjelasan diatas terlihat pada persamaan
Jika penampang memiliki dua sumbu simetris dimana pusat geser dan titik beratnya berimpitan maka penampang akan mengalami tekuk lentur atau tekuk torsi. Jika penampang memiliki satu sumbu simetris maka penampang akan mengalami tekuk lentur atau kombinasi tekuk lentur dan tekuk torsi. Jika penampang tidak memiliki sumbu simetris maka penampang akan mengalami tekuk dimana pembebanannya persamaan pangkat tiga yang pemecahannya dapat diselesaikan dengan kerja numeric. Bagaimanapun penampang yang tidak memiliki sumbu simetris jarang digunakan sehingga bukan merupakan masalah yang cukup serius. Jika penampang tidak memiliki sumbu simetris sehingga persamaan
Universitas Sumatera Utara
Tidak dapat disederhanakan lagi. Persamaan diatas jika diselesaikan menjadi
( II.4.3v )
Universitas Sumatera Utara