BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Media Online
2.1.1 Pengertian Media Online Media online merupakan media internet, seperti website, blog, dan lainnya yang terbit atau tayang di dunia maya, dapat dibaca dan dilihat di internet.1 Media online kini menjadi alternatif media yang paling mudah medapat informasi atau berita. Karena media online adalah sarana mendapatkan informasi paling efektif yang ada di era lebih maju yaitu era teknilogi informasi2. 2.1.2 Karateristik Media Online Karateristik dan keunggulan media online dibandingkan “media konveksional” (cetak atau elektronik) antara lain :
1 2
1.
Kapasitas luas - halaman web bisa menampung naskah sangat panjang.
2.
Pemuatan dan editing naskah bisa kapan saja dan di mana saja.
3.
Jadwal terbit bisa kapan saja, setiap saat.
4.
Cepat, begitu di upload langsung bisa diakses semua orang.
5.
Menjangkau seluruh dunia yang memiliki akses internet.
6.
Aktual, berisi info aktual karena kemudahan dan kecepatan penyajian.
7.
Update, pembaruan informasi terus dan dapat dilakukan kapan saja.
Syarifudin Yunus, jurnalistik terapan, Ghalia Indonesi, Bogor, 2010, hal 27 Syarifudin Yunus, jurnalistik terapan, Ghalia Indonesi, Bogor, 2010, hal 33
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
8.
Interaktif, dua arah, dengan adanya fasilitas kolom komentar, chat room, polling.
9.
Terdokumentasi, informasi tersimpan di “bank data” (arsip) dan dapat ditemukan melalui “link”, “artikel terkait”, dan fasilitas “cari” (search).
10.
Terhubung dengan sumber lain (hyperlink) yang berkaitan dengan informasi tersaji.
2.2
Kepemimpinan
2.2.1
Pengertian Kepemimpinan Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai suatu tujuan organisasi. Kepemimpinan berasal dari kata pimpin pengertian pimpin adalah suatu peran atau ketua dalam sistem di suatu organisasi atau kelompok sedangkan kepemimpinan merupakan kemapuan yang dimiliki sesorang untuk mempengaruhi orang-orang untuk bekerja mencapai tujuan dan sasaran. kebanyakan pengertian kepemimpinan mencerminkan asumsi bahwa kepemimpinan menyakut sebuah proses pengaruh sosisal yang dalam hal ini pengaruh yang disengajai untuk dijalankan oleh seseorang terhadap organisasi atau kelompok. Berbagai pengertian kepemimpinan yang sudah ditawarkan tapi kelihatannya tidak berisi hal-hal selain itu. Pengertian tersebut berbeda dalam berbagai aspek, termasuk didalamnya siapa yang menggunakan pengaruh tersebut, cara bagaimana pengaruh tersebut digunakan, serta hasil dari usaha menggunakan pengaruh tersebut. Ini mencerminkan adanya ketidaksesuaian yang mendalam mengenai identifikasi
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
dari para pemimpin serta proses kepemimpinan. Perbedaan-perbedaan didalam pemilihan fenomena
untuk melakukan penyelidikan dan kemudian
menimbulkan perbedaan-perbedaan dalam menginterpretasikan hasilnya. 2.2.2
Peran Kepemimpinan Perkembangan dari kepemimpinan pra ilmiah kepada kepemimpinan yang ilmiah. Dalam tingkatan ilmiah kepemimpinan itu di sandarkan kepada pengalaman intuisi, dan kecakapan praktis. Kepemimpinan itu dipandang sebagai pembawaan seseorang sebagai anugerah tuhan. Karena itu dicarilah orang yang mempunyai sifat-sifat istimewa yang dipandang sebagai syarat suksenya seorang pemimpin. Dalam tingkat ilmiah kepemimpinan dipandang sebagai suatu fungsi, bukan sebagai kedudukan atau pembawaan pribadi seseorang. Maka diadakan suatu analisa tentang unsur-unsur dan fungsi yang dapat menjelaskan, syaratsyarat apa yang diperlukan agar pemimpin dapat bekerja secara efektif dalam situasi yang berbeda-beda. Konsepsi baru tentang kepemimpinan melahirkan peranan baru yang harus dimainkan oleh seorang pemimpin.
2.2.3
Gaya kepemimpinan Pemimpin memiliki sifat, kebiasaan dan watak serta kepribadian yang khas. Gaya tentunya akan selalu dapat mewarnai perilaku dan tipe seorang dalam pemimpin dan gaya kepemimpinan sebagai berikut : 1)
Gaya kepemimpinan otokratis Kepemimpinan otokratis
ini
adalah suatu kemampuan dalam
mempengaruhi orang lain yang ada disekitar agar mau bersedia
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
bekerjasama dalam mencapai tujuan yang sudah ditentukan dengan ditempuh atas segala cara kegiatan yang akan dijalankan atas dasar putusan dari pemimpin. Ciri-cirinya adalah wewenang mutlak itu berpusat dari pemimpin, keputusan dibuat oleh pemimpin, dan komunikasi berlangsung satu arah. 2)
Gaya kepemimpinan demokratis Gaya kepemimpinan demokratis adalah suatu kemampuan dalam mempengaruhi orang lain agar dapat bersedia untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan yang sudah ditetapkan dengan berbagai cara atau kegiatan yang dapat dilakukan dimana ditentukan bersama antara bawahan dan pemimpin.
3)
Gaya kepemimpinan delegatif Kepemimpinan delegatif ini merupakan sebuah gaya kepemimpinan yang dijalankan oleh pemimpin untuk bawahannyayang mempunyai kemampuan, untuk menjalankan aktivitas sementara waktu yang tak bisa dilakukan oleh pemimpin dengan berbagai macam sebab. Gaya kepemimpinan delegatif ini memiliki ciri-ciri yaitu pemimpin akan jarang dalam memberikan arahan, pembuat keputusan diserahkan kepada bawahan, dan anggota organisasi tersebut diharapkan bisa menyelesaikan segala permasalahannya sendiri
. 4)
Gaya kepemimpinan birokratis
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Kepemimpinan birokratis ini adalah pimpinan akan menentukan segala keputusan yang berhubungan dengan seluruh pekerjaan dan akan memerintah
semua
bawahan
untuk
bisa
melaksanakannya.
Kepemimpinan birokratis ini dilukiskan dengan pernyataan “Memimpin berdasarkan adanya peraturan”. 5)
Gaya kepemimpinan laissez faire Gaya kepemimpinan ini adalah bawahan akan diberikan kelonggaran atau fleksibelitas dalam menjalankan tugas-tugasnya, tetapi dengan hatihati diberikan batasan serta berbagai macam prosedur. Dalam gaya kepemimpinan ini, pemimpin sedikit sekali dalam menggunakan kekuasaannya atau sama sekali telah membiarkan anak buahnya untuk berbuat dalam sesuka hatinya.
6)
Gaya kepemimpinan otoriter/ authoritarian Gaya pemimpin yang telah memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang ingin diambil dari dirinya sendiri dengan sacara penuh. Segala pembagian tugas dan tanggung jawab akan dipegang oleh si pemimpin yang bergaya otoriter, sedangkan bawahanhanya sekedar melaksanakan tugas yang sudah diberikan.
7)
Gaya kepemimpinan karismatis Gaya kepemimpinan ini adalah mampu menarik orang. Mereka akan terpesona dengan cara bicaranya yang akan membangkitkan semngat. Biasanya pemimpin dengan memiliki gaya kepribadian ini akan
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
visionaris. Mereka sangat menyenangi akan perubahan dan adanya tantangan. 8)
Gaya kepemimpinan diplomatis Kelebihan kepemimpina ini terdapat di penempatan perspektifnya. Kesabaran dan kepasifan merupakan kelemahan pemimpin dengan menggunakan gaya diplomatis ini. Mereka sangat sabar dan sanggup dalam menerima tekanan. Mereka dapat menerima perlakuan yang tak menyenangkan tersebut, namun bawahannya tidak menerimanya.
9)
Gaya kepemimpinan moralis Gaya kepemimpinan moralis ialah pada umumnya mereka hangat dan sopan untuk semua orang. Mereka mempunyai empati yang tinggi terhadap segala permasalahan dari para bawahannya, sabar, murah hati segala bentuk kebijakan-kebijakan ada dalam diri pemimpin tersebut. Kelemahan dari pemimpin seperti ini adalah emosinya.
10)
Gaya kepemimpinan administratif Gaya kepeimpinan ini akan terkesan kurang inovatif dan terlalu kaku dalam memandang aturan. Sikapnya sangat konservatif serta kelihatan sekali takut dalam mengambil resiko dan mereka cendrung akan mencari aman.
11)
Gaya kepemimpinan analistis (analytical) Gaya kepemimpinan ini biasanya untuk pembuat keputusan didasarkan pada suatu proses analisis, terutama analisis logika dari setiap informasi
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
yang didapatkan. Gaya ini akan berorientasi pada hasil dan akan lebih menekankan pada rencana-rencana rinci serta berdimensi jangka panjang. 12)
Gaya kepemimpinan asertif (assertive) Gaya kepemimpinan ini bersifat lebih agresif dan memiliki perhatian yang sangat begitu besar pada suatu pengendalian personal dibandingkan dengan aya kepemimpinan yang lainnya. Pemimpin tipe asertif ini lebih terbuka didalam konflik dan kritik.
13)
Gaya kepemimpinan enterpreneur Gaya kepemimpinan ini sangatlah menaruh perhatian pada kekuasaan dan hasil akhir serta kurang mengutamakan untuk kebutuhan akan kerjasama. Gaya kepemimpinan ini biasanya akan selalu mencari pesaing dan akan menargetkan standar yang tinngi.
14)
Gaya kepemimpinan visioner Merupakan pola kepemimpinan yang ditujukan untuk bisa memberi arti pada kerja dan usaha yang perlu dijalankan secara bersama-sama oleh para anggota perusahaan dengan cara memberi arahan dan makna pada suatu kerja dan usaha yang dilakukan berdasarkan dengan visi yang jelas.
15)
Gaya kepemimpinan situasional Merupakan seorang pemimpin akan dapat berbeda-beda, tergantung dari seperti apa tingkat kesiapan para pengikutnya. Kepemimpinan
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
situasional akan bertumpu pada dua konsep fundamental yaitu tingkat kesiapan/ kematangan individu dan gaya kepemimpinan. 16)
Gaya kepemimpinan militeristik Tipe pemimpin seperti ini mirip dengan tipe pemimpin otoriter yang merupakan tipe pemimpin yang senantiasa bertindak sebagai ditaktor terhadap para anggota kelompoknya. Tipe kepemimpinan ini memiliki beberapa sifat yaitu : a) Lebih banyak menggunakan sistem perintah atau komando, keras dan sangat begitu otoriter, kaku dan sering kali untuk kurang bijaksana. b) Menghendaki adanya kepatuhan yang mutlak dari bawahan. c) Sangat menyenangi suatu formalitas, upacara-upacara ritual dan tanda-tanda kebesaran yang terlalu berlebihan. d) Menuntut adanya sebuah disiplin yang keras dan kaku dari para bawahannya. e) Tidak menghendaki adanya saran, usul, sugesti, dan kritikankritikan dari bawahannya. f) Komunikasi hanya dapat berlangsung satu arah
2.3
Hirarki Media Teori hirarki pengaruh isi media diperkenalkan oleh Pamela J Shoemaker dan Stephen D. Reese. Teori ini menjelaskan tentang pengaruh terhadap isi dari suatu pemberitaan media oleh pengaruh internal maupun
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
eksternal. Shoemaker dan Reese membagi kepada beberapa level pengaruh isi media. Yaitu pengaruh dari pekerja individu media (Individual Level), pengaruh dan rutinitas media (media routines level), pengaruh dari organisasi media (organizational level), pengaruh dari luar media (outside media level), dan pengaruh ideologi (ideology level).3 Asumsi dari teori ini adalah bagaimana isi pesan media yang disampaikan kepada khalayak adalah hasil pengaruh dari kebijakan internal organisasi media dan pengaruh dari eksternal media itu sendiri. Pengaruh internal pada konten media sebenarnya berhubungan dengan kepentingan dari pemilik media, individu wartawan sebagai pencari berita, rutinitas organisasi media. Sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh pada konten media berhubungan dengan para pengiklan, pemerintah masyarakat dan faktor eksternal lainnya. Stephen D. Reese mengemukakan bahwa isi pesan media atau agenda media merupakan hasil tekanan yang berasal dari dalam dan luar organisasi media4. Dengan kata lain, isi atau konten media merupakan kombinasi dari program internal, keputusan manajerial dan editorial, serta pengaruh eksternal yang berasal dari sumber-sumber nonmedia, seperti individu-individu berpengaruh secara sosial, pejabat pemerintah, pemasang iklan dan sebagainya.5
3
Pamela J Shoemaker dan Stephen D. Reese, Mediating The Message (New York ,Longman Publisher : 1996) hlm. 60 4 Stephen D. Reese, Setting the media’s Agenda: A power balance perspective (Beverly Hills: Sage, 1991), hlm. 324 5 Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss,Theories of Human Communication,8th ed. (Belmont: Thomson Wadsworth, 2005) hlm. 281
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
A. Level pengaruh pekerja individu Faktor latar belakang dan karakteristik dari seorang pekerja media menurut Shoemaker dan Reese dibentuk oleh beberapa faktor yaitu masalah gender atau jenis kelamin dari jurnalis, etnis, orientasi seksual,faktor pendidikan dari sang jurnalis dan dari golongan manakah jurnalis tersebut, orang kebanyakan atau golongan elit.6 Faktor-faktor latar belakang dan karakteristik dari seorang pekerja media tersebut sedikit banyak dapat mempengaruhi individu seorang jurnalis. Banyak perdebatan mengenai kompetensi seorang jurnalis dilihat dari segi pendidikan. Ini dikarenakan tingkat intelektualitas atau disiplin ilmu yang diambil seorang jurnalis ketika di bangku kuliah dapat mempengaruhi pemberitaan sebuah media. Faktor pendidikan ini mempengaruhi individu seorang jurnalis kepada sebuah penulisan berita karena kedalaman ilmu yang didapatkan oleh seorang jurnalis. Ilmu yang didapatkan seorang jurnalis dapat menetukan hasil penulisan sebuah berita yang disajikan seorang jurnalis. Karena dapat menentukan kualitas sebuah pemberitaan. Dalam atau tidaknya sebuah pemberitaan ditentukan oleh sang jurnalis. B. Level rutinitas media Pada level ini mempelajari tentang efek pada pemberitaan dilihat dari sisi rutinitas media. Rutinitas media adalah kebiasaan sebuah media dalam pengemasan dan sebuah berita. Media rutin terbentuk oleh tiga unsur yang saling berkaitan yaitu sumber berita ( suppliers ), organisasi
6
Shoemaker dan Reese,Mediating The Message, hlm. 64
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
media ( processor ), dan audiens ( consumers ). Ketiga unsur ini saling berhubungan dan berkaitan dan pada akhirnya membentuk rutinitas media yang membentuk pemberitaan pada sebuah media. Sumber berita atau suppliers adalah sumber berita yang didapatkan oleh media untuk sebuah pemberitaan. Organisasi media atau processor adalah bisa dikatakan redaksi sebuah media yang mengemas pemberitaan dan selanjutnya dikirim kepada audiens. Dan yang terakhir adalah audiens atau consumer adalah konsumen sebuah berita di media yaitu bisa jadi pendengar, pembaca atau penonton.7 C. Level pengaruh organisasi Pada level ini membahas pengaruh organisasi pada sebuah media kepada sebuah pemberitaan, dan membahas seberapa kuat pengaruh pada level organisasi ini pada sebuah pemberitaan. Level organisasi ini berkaitan dengan struktur manajemen oraganisasi pada sebuah media, kebijakan sebuah media dan tujuan sebuah media. Berkaitan dengan level sebelumnya pada teori hirarki pengaruh yaitu level individu dan level media rutin, level organisasi lebih berpengaruh dibanding kedua level sebelumnya. Ini dikarenakan kebijakan terbesar dipegang oleh pemilik media melalui editor pada sebuah media. Jadi penentu kebijakan pada sebuah media dalam menentukan sebuah pemberitaan tetap dipegang oleh pemilik media. Ketika tekanan datang untuk mendorong,
7
Shoemaker dan Reese,Mediating The Message, hlm. 109
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
pekerja secara individu dan rutinitas mereka harus tunduk pada organisasi yang lebih besar dan tujuannya8. D. Level pengaruh luar organisasi media Level keempat dalam Teori Hirarki Pengaruh Media adalah level pengaruh dari luar organisasi media atau yang biasa disebut extra media level. Extra media level sendiri adalah pengaruh-pengaruh pada isi media yang berasal dari luar organisasi media itu sendiri. Pengaruhpengaruh dari media itu berasal dari sumber berita, pengiklan dan penonton, kontrol dari pemerintah, pangsa pasar dan teknologi. Unsur dari level extra media adalah unsur pengiklan dan pembaca. Unsur ini sangat berpengaruh dalam level ekstra media karena iklan dan pembaca adalah penentu kelangsungan sebuah media, kedua unsure inilah yang membiayai jalannya produksi dan sumber keuntungan dari sebuah media. Pengaruh pemasangan iklan juga terlihat pada isi media yang dirancang sedemikian rupa sehingga memiliki pola-pola yang sama dengan pola konsumsi target konsumen9. Penguasa atau pemerintah memberikan pengaruh besar kepada isi pesan media. Kekuatan media dalam membentuk agenda publik sebagian tergantung pada hubungan media bersangkutan dengan pusat kekuasaan. Jika media memiliki hubungan yang dekat dengan kelompok elit di pemerintahan, maka kelompok tersebut akan mempengaruhi apa yang harus disampaikan oleh media10.
8
Shoemaker dan Reese,Mediating The Message, hlm. 140 Morisan, dkk., Teori Komunikasi Massa (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010),hlm. 55 10 Morisan, Teori Komunikasi Massa, hlm. 48 9
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
E. Level pengaruh ideologi Pada level ini membahas ideologi yang diartikan sebagai kerangka berpikir tertentu yang dipakai oleh individu untuk melihat realitas dan bagaimana mereka menghadapinya. Berbeda dengan level pengaruh media sebelumnya yang tampak konkret, level ideologi ini abstrak. Level ini berhubungan dengan konsepsi atau posisi seseorang dalam menafsirkan realitas dalam sebuah media. Ideologi menurut pandangan teori kritis adalah sekumpulan ide-ide yang menyusun sebuah kelompok nyata, sebuah representasi dari sistem atau sebuah makna dari kode yang memerintah bagaimana individu dan kelompok melihat dunia. Dalam Marxisme klasik, sebuah ideologi adalah sekumpulan ide-ide keliru yang diabadikan oleh ide yang dominan11. Pada level ideologi ini kita melihat lebih dekat pada kekuatan di masyarakat dan mempelajari bagaimana kekuatan yang bermain di luar media. Kita berasumsi bahwa ide memiliki hubungan dengan kepentingan dan kekuasaan, dan kekuasaan yang menciptakan simbol adalah kekuasaan yang tidak netral. Tidak hanya berita tentang kelas yang berkuasa tetapi struktur berita agar kejadian-kejadian diinterpretasi dari perspektif kepentingan yang berkuasa12. 2.4
Penistaan Agama
2.4.1
Pengertian Penistaan Agama
11
Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss,Theories of Human Communication,9th ed. (Belmont: Thomson Wadsworth, 2005; reprint, Jakarta: Salemba Humanika, 2009) hlm. 469 12 Shoemaker dan Reese,Mediating The Message hlm. 224
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Perkataan “menista” berasal dari kata “nista”. Sebagian pakar mempergunakan kata celaan. perbedaan istilah tersebut disebabkan penggunaan kata-kata dalam menerjemahkan kata smaad dari bahasa Belanda. “Nista” berarti hina, rendah, celah, noda13. Dalam bahasa Sansekerta istilah agama berasal dari “a” artinya kesini dan “gam” artinya berjalan-jalan. Sehingga dapat berarti peraturanperaturan tradisional, ajaran, kumpulan bahan-bahan hukum. Pendeknya apa saja yang turun temurun dan ditentukan oleh adaptaasi kebiasaan14. Menurut M. Taib Thahir Abdul Muin, agama adalah suatu peraturan yang mendorong jiwa seseorang yang mempunyai akal, memegang peraturan Tuhan dengan kehendaknya sendiri untuk mencapai kebaikan hidup di dunia dan kebahagiaan kelak di akherat.15 Dalam hukum islam penistaan agama merupakan perbuatan yang dapat dikategorikan perbuatan yang merusak akidah, yang diancam berdosa besar (bagi pelakuanya), karena hal tersebut bertentanga dengan norma agama islam yang telah diturunkan melalui al-Quran dan nabi Muhammad SAW sebagai rasul terakhir.
2.5
Analisis Framing
2.5.1
Pengertian Analisis Framing
13
Leden marpaung SH, tindak pidana terhadap kehormatan, Jakarta, PT. Raja GrafindoPersada, 1997, cet. Ke1, hal 11 14 Mujahid abdul manaf, sejarah agama-agama, Jakarta, PT. Raja GrafindoPersada, 1997, cet. Ke-2, hal 1 15 Ibid., hal 3
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Analisis framing (pembingkaian) adalah suatu metode umtuk melihat cara bercerita (story telling) media atas peristiwa. Cara bercerita itu tergambar pada “cara melihat” terhadap realitas yang dujadikan berita. “cara melihat” ini berpengaruh pada hasil akhir dari konstruksi realitas. Analisis framing adalah analisis yang dipakai untuk melihat bagaimana media mengkonstruksi realitas. Analisis framing juga dipakai untuk melihat bagaimana peristiwa dipahami dan dibingkai oleh media16. Elemen-elemen tersebut bukan hanya bagian dari teknis jurnalistik, melainkan menandakan bagaimana peristiwa dimaknai dan ditampilkan. Melalui analisis framing akan dapat diketahui siapa mengendalikan siapa, siapa lawan siapa, mana kawan dan mana lawan, siapa yang di untungkan dan siapa yang dirugikan siapa yang menindas dan siapa yang tertindas. Kesimpulan-kesimpulan seperti ini sangat mungkin diperoleh karena analisis framing merupakan suatu seni-kreativitas yang memiliki kebebasan dalam menafsirkan realitas dengan menggunakan teori dan metodologi tertentu. Ada dua esensi utama dari analisis framing yaitu, pertama, bagaimana peristiwa dimaknai. Ini berhubungan dengan bagian mana yang akan diliput dan mana yang tidak diliput. Kedua, bagaimana fakta ditulis. Aspek ini berhubungan dengan pemakaian kata, kalimat, dan gambar untuk mendukung gagasan. 2.5.2 Konsep Analisis Framing Framing adalah pendekatan untuk melihat bagaimana realitas itu di bentuk dan dikonstruksikan oleh media. Proses pembentukan dan konstruksi
16
Eriyanto, Analisis framing : Konstruksi, ideologi, dan politik media. Lkis yogyakarta, Yogyakarta
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
realitas itu, hasil akhirnya adalah adanya bagian tertentu dari realitas yang lebih menonjol dan lebih mudah dikenal. Akibatnya, khalayak lebih mudah mengingat aspek-aspek tertentu yang disajikan secara menonjol oleh media. Penyajian tersebut dilakukan dengan menekankan bagian tertentu, menonjolkan aspek tertentu, dan membesarkan cara bercerita tertentu dari suatu realitas atau peristiwa. Di sini media menyeleksi, menghubungkan, dan menonjolkan peristiwa sehingga makna dari peristiwa lebih mudah menyentuh dan diingat oleh khalayak17. Karenanya, framing membuat dunia lebih diketahui dan lebih di mengerti. Realitas yang kompleks dipahami dan disederhanakan dalam kategori tertentu. Bagi khalayak, penyajian realitas yang demikian, membuat realitas lebih bermakna dan dimengerti18. 2.5.3 Model-model Analisis Framing Menurut Eriyanto, Analisis framing memiliki banyak model, antara lain model Murray Edelman, Robert N. Etman, Zhongdang Pan, Gerald M. Kosicki, dan William A. Gamson. 1. Murray Edelman Murray Edelman adalah ahli komunikasi yang banyak menulis mengenai bahasa dan simbol politik dalam komunikasi. Edelman mensejajarkan framing sebagai kategorisasi : pemakaian perspektif tertentu dengan pemakaian kata-kata yang tertentu pula dapat menandakan bagaimana
17
Aria S. Soesilo and Philo C. Wasburn “constructing a political spectacle : american and indonesia media accounts of the crisis in the gulf”, dalam the sociological quarterly, vol 35, no. 2, hlm 368. 18 Frank D. Durham, “news frames as social narratives...”, hlm 101.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
fakta atau realitas dipahami. Kategorisasi itu merupakan kekuatan yang besar dalam mempengaruhi pikirana dan kesadaran publik. Dalam mempengaruhi kesadaran publik, kategorisasi lebih halus dibanding propaganda. Kategorisasi merupakan salah satu gagasan utama dari edelman yang dapat mengarahkan pandangan khalayak akan suatu isu dan membentuk pengertian mereka akan suatu isu. Untuk itu, dalam melihat suatau peristiwa, elemen paling penting adalah bagaimana orang membuat kategorisasi atas peristiwa. 2. Robert N. Entman Robert N. Entman adalah salah seorang ahli yang meletakan dasar-dasar bagi analisis framing untuk studi isi media. Konsep framing oleh entman digunakan untuk menggambarkan proses seleksi dan menonjolkan aspek tertentu dari realitas dibangun oleh media massa. Framing dapat dipandang sebagai penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khasa, sehingga isu tertentu mendapatkan alokasi lebih besar dari pada isu yang lain. Selain itu, framing juga memberi tekanan lebih pada bagaimana teks komunikasi ditampilkan dan bagaian mana yang ditonjolkan atau dianggap penting oleh pembuat teks. Dengan bentuk seperti itu, sebuah gagasan atau informasi lebih mudah terlihat, lebih mudah diperhatikan, diingat, dan ditafsirkan karena berhubungan dengan skema pandangan khalayak. 3. Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki Model framing yang dikenalkan oleh Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki ini adalah model yang paling populer dan banyak dipakai. Bagi
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Pan Kosicki, analisis framing ini dapat menjadi salah satu alternatif dalam menganalisis teks media di samping analisis isi kuantitatif. Framing didefinisikan sebagai proses membuat suatu pesan lebih menonjol, menempatkan informasi lebih dari pada yang lain sehingga khalayak lebih tertuju pada pesan tersebut. Menurut Pan dan Kosicki, ada dua konsepsi dari framing yang saling berkaitan, pertama adalah konsepsi psikologi, dan kedua adalah konsepsi sosiologi. Framing dalam konsepsi psikologi lebih menekankan bagaimana seseorang memproses informasi dalam dirinya, atau berkaitan dengan struktur dan proses kognitif seseorang dalam mengolah sejumlah informasi dan ditunjukan dalam skema tertentu. Sedangkan framing dalam konsepsi sosiologi lebih melihat pada proses internal seseorang, bagaimana individu secara kognitif menafsirkan suatu peristiwa dalam cara pandang tertentu, maka pandangan sosiologi lebih melihat konstruksi sosial atas realitas. Frame
disini
dipahami
sebagai
proses
bagaimana
seseorang
mengklarifikasikan, mengorganisasikan, dan menafsirkan pengalaman sosialnya untuk mengerti dirinya dan realitas luar dirinya. Frame disini berfungsi membuat suatu realitas menjadi teridentifikasi karena sudah ditandai dengan label tertentu. Dalam analisis framing model ini memiliki 7 perangkat utama, yaitu : a) Skema berita b) Kelengkapan berita c) Detail
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
d) Koherensi e) Bentuk kalimat f) Kata ganti g) Leksikon h) Grafis i) Metafora 4. William A. Gamson Model keempat ini sekaligus menjadi model framing yang digunakan dalam penelitian ini, model William A. Gamson. William A. Gamson adalah seseorang sosiolog yang menaruh minat besar pada studi media, dan salah satu ahli yang paling banyak menulis tentang framing. Gagasan Gamson terutama menghubungkan wacana media di satu sisi dengan pendapat umum di sisi lain. Menurut Gamson, wacana media adalah elemen yang penting untuk memahami dan mengerti pandapat umum yang berkembang atas suatu isu atau peristiwa. Sebagai sosiolog, titik perhatian Gamson terutama pada studi mengenai gerakan sosial, perhatiannya pada studi gerakan sosial mau tidak mau menyinggung studi mereka, karena media merupakan elemen penting dari gerakan sosial. Jika dikaitkan dengan framing, Gamson berpendapat bahwa dalam suatu peristiwa, framing berperan dalam mengorganisasi pengalaman dan petunjuk tindakan, baik secara individu maupun kolektif19. Dalam pemahaman ini, frame tentu saja berperan dan menjadi aspek yang menentukan dalam partisipasi gerakan sosial. Misalnya media
19
Eriyanto, Analisis Framing : Kosntruksi, Ideologi, dan media politik, Yogyakarta, Lkis Yogyakarta, 2002
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
massa membingkai sebuah peristiwa, sehingga khalayak mempunyai pandangan yang sama atas suatu isu dan memiliki tujuan bersama. Frame dianggap sebagai cara bercerita atau gugusan ide-ide yang tersusun sedemikian rupa dan menghindarkan konstruksi makna dari peristiwa yang berkaitan dengan suatu wacana20. Gamson melihat wacana media terdiri atas sejumlah kemasan (package) melalui mana konstruksi atas suatu peristiwa dibentuk. Kemasan itu merupakan skema atau struktur pemahaman yang dipakai oleh seseorang ketika mengkonstruksi pesan-pesan yang dia sampaikan, dan menafsirkan pesan yang dia terima21. Tabel 2.1 Perangkat Framing Yang Dikemukakan Oleh William A. Gamson Framing Devices (Perangkat
Reasoning Devices (Perangkap
Framing)
Penalaran)
Methapors
Roots
Perumpamaan atau pengandaian
Analisis kausal atau sebab akibat
Catchpharases
Appeals to principle
Frase yang menarik, kontras,
Premis dasar, klai-klaim moral.
menonjol dalam suatu wacana. Ini
20
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, Jakarta :Kencana Media Group, 2012 hal. 259 M. P. McCauley and Edward R. Frederick, “the war on drugs: A Contructionist View”, Konvensi Tahunan Association for Education in Journalisme and mass Communication, 1996, hlm 2. 21
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
umumnya berupa jarogan atau slogan. Exemplaar
Consequences
Mengaitkan bingkai dengan contoh,
Efek atau konsekuensi yang didapat
uraian (bisa teori perbandingan)
dari bingkai.
yang memperjelas bingkai. Depiction Penggambaran atau pelukisan suatu isu yang bersifat konotatif. Depiction ini umumnya berupa kosakata, leksikon untuk melabeli sesuatu. Visual Images Gambar, grafik, citra yang mendukung bingkai secara keseluruhan. Bisa berupa foto, kartun ataupun grafik unutk menekankan dan mendukung pesan yang ingin disampaikan. Sumber Eriyanto, Analisis Framing konstruksi, ideologi, dan politik media,Yogyakarta : LkiS Group, 2012, hal. 165
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Gamson titik perhatiannya pada studi mengenai gerakan sosial (social movement). menurut gamson dalam gerakan sosial membutuhkan tiga frame atau bingkai22. yaitu : 1) Aggregate Frame proses pendefinisian isu sebagai masalah sosial. Bagaiana individu yang mendengar frame atas peristiwa tersebut sadar bahwa isu tersebut adalah masalah bersama yang berpengaruh bagi setiap individu. 2) Consensus Frame proses pendefinisian yang berkaitan dengan masalah sosial hanya dapat diselesaikan dengan kolektif. Frame konsensus ini mengkonstruksikan perasaan dan identifikasi dari individu untuk bertindak secara kolektif. 3) Collective Action Frame proses pendefinisian yang berkaitan dengan kenapa dibutuhkan tindakan kolektif, dan tindakan kolektif apa yang harus dilakukan. Frame ini mengikat perasaan kolektif khalayak agar bisa terlibat secara bersama-sama dalam proses atau gerakan sosial23. Ada dua perangkat bagaimana ide sentral ini di terjemahkan dalam teks berita. Pertama, Framing device (perangkat framing). Perangkat ini berhubungan dan berkaitan langsung dengan ide sentral atau bingkai yang ditekankan dalam teks berita. Perangkat framing ini ditandai dengan pemakaian kata, kalimat, grafik atau gambar, dan metafora tertentu24.
22
William A. Gamson, talking politics, (Cambridge : Cambridge University Press, 1992), hlm 1-8 Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, Yogyakarta : LKiS Group, 2012, hal.76-79 24 William A. Gamson, “Media Discourse as a Framing Resource” dalam Ann N. Crigler (ed.), The Psychology of Political Communication, (Ann Arbor. The University of Michigan Press, 1996) hlm 120-121. 23
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Kedua, reasoning device (perangkat penalaran). Kalau yang pertama berhubungan dengan pemakaian kata, kalimat, atau metafora tertentu menunjuk pada gagasan tertentu maka perangkat penalaran berhubungan dengan kohensi dan koherensi dari teks tersebut yang merujuk pada gagasan tertentu. Sebuah gagasan tidak hanya berisi kata atau kalimat, gagasan itu juga selalu ditandai oleh dasar pembenar tertentu, alasan tertentu dan sebagainya. 2.6
New Media Istilah media baru ‘Media Baru’ telah digunakan sejak tahun 1960-an dan telah mencakup seperangkat teknologi komunikasi terapan yang semakin berkembang dan beragam. Editor dari buku handbook of new media (lievroum dan livingstone,2006) menunjuk pada kesulitan untuk menyebutkan apa saja yang termasuk dalam ‘media baru’25. Mereka memilih untuk mendefinisikannya dengan cara berbeda, menghubungkan antara teknologi informasi dan komunikasi (ICT) dengan konteks sosial yang berhubungan yang menyatukan tiga elemen: alat dan artefak teknologi; aktivitas, prakti, dan penggunaan; dan tatanan serta organisasi sosial terbentuk di sekeliling alat dan praktik tersebut26. Secara jauh ciri umum media baru yang paling utama adalah kesalingterhubungan, aksesnya terhadap khalayak individu sebagai penerima maupun pengirim pesan, interaktivitasnya, kegunaannya yang beragam sebagai karakter yang terbuka, dan sifatnya ada di mana-mana27.
25
Mc Quails’s, Dennis. Mass Communication Theory, salemba humanika,hlm 42 Mc Quails’s, Dennis. Mass Communication Theory, salemba humanika,hlm 42-43 27 Mc Quails’s, Dennis. Mass Communication Theory, salemba humanika,hlm 43 26
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Media massa telah berubah begitu banyak, dimulai dari awal abad ke-20 yang bersifat satu arah, arus yang serupa kepada massa yang seragam. Terdapat alasan sosial, ekonomi, dan teknologi atas pergeseran ini yang cukup nyata. Media baru yang dibahas disini adalah berbagai perangkat teknologi komunikasi yang berbagi ciri yang sama yang mana selain baru dimungkinkan dengn digitalisasi dan ketersediannya yang luas untuk penggunaan pribadi sebagai alat komunikasi. Sebagaimana yang kita lihat ‘media baru’ sangat beragam dan tidak mudah didefinisikan, tetapi kita tertarik media baru dan penerapannya yang dalam berbagai wilayah memasuki ranah komunikasi massa atau secara langsung/ tidak langsung memiliki dampak terhadap media ‘tradisional’. Fokus perhatian terutama pada aktivitas kolektif bersama yang berjudul ‘internet’, terutama pada penggunaan publik, seperti berita daring, iklan, aplikasi penyiaran (termasuk mengunduh musik, dan lain-lain), forum dan aktivitas diskusi, World Wide Web (WWW), pencarian informasi, dan potensi pembentukan komunitas tertentu. Kita tidak terlalu berfokus dengan e-mail pribadi, permainan game, dan beberapa layanan pribadi lainnya di internet28.
28
Mc Quails’s, Dennis. Mass Communication Theory, salemba humanika,hlm 148
http://digilib.mercubuana.ac.id/z