BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Sari buah Sari buah adalah salah satu produk olahan buah-buahan yang telah lama dikenal. Kandungan gizinya yang tinggi, rasanya yang menyegarkan serta timbulnya kesadaran masyarakat akan arti pentingnya kesehatan mendorong berkembangnya industri sari buah buah-buahan sebagai pengganti minuman bersoda, kopi, atau teh. Industri sari buah buah-buahan tropis termasuk berkembang pesat beberapa tahun terakhir dengan laju mencapai 20% per tahun (Iriani, 2005). Sari buah merupakan hasil pengepresan atau ekstraksi buah yang sudah disaring. Pembuatan sari buah terutama ditujukan untuk meningkatkan ketahanan simpan serta daya guna buah-buahan. Pembuatan sari buah dari tiap-tiap jenis buah meskipun ada sedikit perbedaan, tetapi prinsipnya sama (Kemenristek RI 2010). Sari buah dibuat dengan cara menghancurkan daging buah dan kemudian ditekan agar diperoleh sarinya. Gula ditambahkan untuk mendapatkan rasa manis. Pengawet dapat ditambahkan untuk memperpanjang daya simpan. Selanjutnya cairan disaring, dibotolkan, kemudian di pasteurisasi agar tahan lama. Pemurnian sari buah bertujuan untuk menghilangkan sisa serat-serat dari buah dengan cara penyaringan, pengendapan atau sentrifugasi dengan kecepatan tinggi yang dapat memisahkan sari buahdari serat-serat berdasarkan perbedaan kerapatannya. Sari buah yang tidak dimurnikan akan berakibat terjadinya pengendapan di dasar botol. Hal tersebut tidak diinginkan karena akan menurunkan penerimaan konsumen (Muchtadi, 1977). Sari buah yaitu suatu cairan yang merupakan hasil dari pengepresan buah atau penyaringan bubur buah dan bisa langsung diminum. Tahapan proses pengolahannya adalah daging buah, gula, dan asam sitrat, dihancurkan
5
dengan penambahan air. Konsentrasi gula dan asam sitrat yang ditambahkan masing-masing 30% dan 0,25%. Sari buah dalam kemasan merupakan produk minuman yang saat ini sangat populer karena praktis dengan penampilan menarik (Cruess, 1958). Menurut SNI 01-3719-1995, sari buah adalah minuman ringan yang dibuat dari sari buah dan air minum dengan atau tanpa penambahan gula dan bahan tambahan makanan yang diizinkan. Keuntungan yang dapat diperoleh dari konsumsi minuman sari buah atau jus yaitu kemudahan dalam menghabiskannya. Selain itu, konsistensi yang cair dari jus memungkinkan zat-zat terlarutnya mudah diserap oleh tubuh. Dengan dibuat jus, dinding sel selulosa dari buah akan hancur dan larut sehingga lebih mudah untuk dicerna oleh lambung dan saluran pencernaan (Wirakusumah, 2013). Tabel 2.1 Syarat Mutu Sari Buah No 1
2 3 4 5
6
7
Jenis Uji Keadaan 1.1 Warna 1.2 Bau 1.3 Rasa pH Padatan terlarut Gula (Sukrosa) Bahan tambahan makanan 5.1 Pengawet 5.2 Pewarna makanan 5.3 Pemanis buatan 5.4 Asam Malat 5.5 Asam sitrat Cemaran logam 6.1 Timbal (Pb) 6.2 Tembaga 6.3 Seng (Zn) 6.4 Timah (Sn)
Satuan
Persyaratan
b/b % b/b %
Normal Normal khas buah Normal khas buah Maksimal 4 Minimal 10.0/11.0 Aksimal 5
Mg/kg Mg/kg
Maksimal 600 Maksimal 300
Gram/kg
Maksimal 3
-
Secukupnya Secukupnya
Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg
Maksimal 0,3 Maksimal 5.0 Maksimal 5.0 Maksimal 40.0/250 Maksimal 15.0 Maksimal 15.0
6.5 Besi (Fe) Mg/kg 6.6 Jumlah Cu, Zn Mg/kg dan Fe Cemaran Arsen Mg/kg 6
Maksimal 0.2
No 8
Jenis Uji Cemaran mikroba ALT (30°C, 72 jam) Koliform APM Eschericia coli Salmonella sp. Staphylococcus aureus Kapang dan khamir
Satuan
Persyaratan
Koloni/ml
Maksimal 1 x 104
Koloni/ml Per ml
Maksimal 2 x 101 Maksimal <3/ml
Per 25 ml Per ml
Negatif Negatif
Koloni/ml
Maksimal 1 x 102
(Sumber : Sudaryatmo, 2009) B. Bahan Baku Pembuatan Sari Buah Naga Merah 1. Buah naga merah Menurut Pratomo (2008), jenis buah naga merah dapat menunjang industri hilir yang menyediakan berupa bahan produk makanan dan minuman. Rasanya lebih manis, beraroma dan lebih berair, sehingga buah naga jenis merah sangat baik dipakai sebagai bahan olahan. Warna hasil olahan sangat menarik asli berwarna merah terang, tanpa harus diberi tambahan pewarna, sehingga menghilangkan keraguan akan berakibat buruk pada kesehatan. Semakin merah warnanya semakin banyak pula unsur beta karoten yang ada didalamnya, olehsebabitu orang lebih suka memilih jenis buah naga berjenis merah.
Gambar 2.1 Buah Naga Merah Sumber : (Cahyono, 2009)
7
Buah naga merah selain dikonsumsi dalam bentuk segar juga diolah menjadi beberapa produk olahan untuk mempermudah mengkonsumsi. Produk olahan yang paling diminati adalah sari buah naga merah. Buah naga atau dragon fruit mempunyai kandungan zat bioaktif yang bermanfaat bagi tubuh diantaranya antioksidan (dalam asam askorbat, betakaroten, dan anthosianin), serta mengandung serat pangan dalam bentuk pektin. Selain itu, dalam buah naga terkandung beberapa mineral seperti kalsium, phosfor, besi, dan lain-lain. Vitamin yang terdapat di dalam buah naga antara lain vitamin B1, vitamin B2, vitamin B3, dan vitamin C (Pratomo, 2008). Klasifikasi buah naga sebagai berikut : Kingdom Divisi Sub divisi Kelas Ordo Suku Genus Spesies
: Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledonae : Cactales : Cactaceae : Hylocereus : Hylocereus undatus (buah naga daging putih), Hylocereus costaricensis (buah naga daging super merah), Hylocereus polyrhizus (buah naga daging merah), Seleniceraus megalanthus (buah naga kulit kuning daging putih) (Cahyono, 2009). Kandungan gizi pada buah naga per 100 gr dapat dilihat pada Tabel 2.2 : Table 2.2 Kandungan Buah Naga Gizi per 100 gr bahan Komposisi gizi per 100 gram daging buah naga Air (g) Protein (g) Lemak (g) Serat/dietary fiber (g) Betakaroten (mg) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin B1 (mg) Vitamin B2 (mg) Vitamin C (mg) Niasin (mg)
Kadar 82,5 - 83,0 0,16 - 0,23 0,21 - 0,61 0,7 - 0,9 0,005 - 0,012 6,3 - 8,8 30,2 - 36,1 0,55 - 0,65 0,28 - 0,30 0,043 - 0,045 8–9 1,297 - 1,300
Sumber: Taiwan Food IndustryDevelop & Reearch Authorities (2005) 8
Table 2.3 Kandungan Nutrisi Lengkap Buah Naga : Komponen Gizi Jumlah Kadar Gula 13-18 briks Air 90 % Karbohidrat 11,5 g Asam 0,139 g Protein 0,53 g Serat 0,71 g Kalsium 134,5 mg Fosfor 8,7 mg Magnesium 60,4 mg Vitamin C 9,4 mg Sumber : Taiwan Food IndustryDevelop & Reearch Authorities (2005) 2. Gula Pasir
Gambar 2.2 gula pasir (Sugiyono, 2002).
Gula pasir adalah butiran kecil seperti kristal yang terbuat dari proses penggilingan tebu. Gula termasuk ke dalam golongan senyawa yang disebut karbohidrat yang terdiri dari tiga golongan yaitu monosakarida, disakarida, dan polisakarida. Monosakarida adalah contoh gula sederhana yang merupakan turunan disakarida. Apabila sukrosa dihidrolisis akan dihasilkan dua molekul gula sederhana yaitu satu molekul glukosa dan satu molekul fruktosa. Gula dalam bentuk glukosa, fruktosa, sukrosa, maltosa dan laktosa adalah suatu bahan yang umum digunakan sebagai pemanis (Sugiyono, 2002).
9
Gula terlibat dalam pengawetan dan pembuatan aneka produk makanan. Apabila gula ditambahkan kedalam bahan pangan dalam konsentrasi yang tinggi sebagian dari air yang ada tidak tersedia untuk pertumbuhan mikroba dan aktivitas air (Aw) dari bahan pangan berkurang. Daya larut yang tinggi dari gula, mengurangi kemampuan keseimbangan relatif dan mengikat air, itulah sifat yang menyebabkan gula dipakai dalam pengawetan bahan pangan. Selain kegunaan tersebut, gula juga berfungsi sebagai penambah cita rasa dan pemanis, sumber kalori dan dapat memperbaiki tekstur makanan (Purnomo, 1987). Dalam pembuatan sari buah naga penambahan gula diberikan untuk memberikan rasa manis pada sari buah naga, gula yang dipilih untuk pembuatan sari buah naga bukan gula biasa yang terlalu manis dan berwarna coklat tetapi gula pasir yang berwarna putih, halus dan juga tingkat kemanisanya rendah. Mengapa memilih gula dengan ciri-ciri tersebut karena dalam pembuatan sari buah naga tidak menonjolkan kemanisan yang tinggi tetapi kemanisan yang sedang. Produk gula yang dipilih untuk pembuatan sari buah naga ini bermerk gulaku. Syarat mutu SNI 03-3140-2010 gula pasir dapat dilihat pada Tabel 2.4 Tabel 2.4 Syarat Mutu Gula Pasir (Sukrosa) No 1
2 3 4 5 6 7 8 9
Kriteria Uji
Satuan
Keadaan: 1.1 Bau 1.2 Rasa 1.3 Bentuk butiran
GKP (SHS)
GKM (HS)
% b/b
Normal Normal Tidak menggumpal Min. 53
Normal Normal Tidak menggumpal Min. 53
Mm % b/b % b/b % b/b % b/b Derajat
0,8 – 1,2 Maks. 0,1 Min. 99,3 Mmaks. 0,1 Maks. 0,1 Maks. 5
0,8 – 1,2 Maks. 0,1 Min. 99,0 Maks. 0,2 Maks. 0,2 -
mg/kg
Maks. 20
Maks. 70
-
Warna (nilai remisi yang direduksi) Besar jenis butir Air Sakarosa Gula pereduksi Abu Bahan asing tidak terlarut Bahan tambahan makanan Belerang dioksida (SO2) 10
Persyaratan
10
Cemaran logam : 10.1. Timbal (Pb) mg/kg 10.2. Tembaga (Cu) mg/kg 10.3. Raksa (Hg) mg/kg 10.4. Seng (Zn) mg/kg 10.5. Timah (Sn) mg/kg 11 Arsen (As) mg/kg Sumber: SNI 03-3140-2010 Keterangan: GKP = Gula Kristal Putih GKM = Gula Kristal Merah
Maks. 2,0 Maks. 2,0 Maks. 0,03 Maks. 40,0 Maks. 40,0 Maks. 0,1
Maks. 2,0 Maks. 2,0 Maks. 0,03 Maks. 40,0 Maks. 40,0 Maks. 1,1
3. Karboksimetil selulose (CMC)
Gambar 2.3 Karboksimetil Selulose (CMC) (Maesyaroh,2009) Karboksimetil
selulose
merupakan
zat
yang
sekarang
telah
dimanfaatkan dalam berbagai bidang. Karboksimetil selulose digunakan telah lama digunakan dalam industri pangan yakni sebagai bahan pengental dan penstabil makanan atau minuman kemasan. Berbagai hal harus di perhatikan untuk pemakaian CMC pada makanan, karena sangat berkaitan erat dengan dampak bagi kesehatan konsumen. Karakteristikkarakterisktik yang dapat diamati dari CMC yakni pH, kadar NaCl, kadar air, derajat sbustitusi dan viskositas. PH yang paling baik untuk makanan atau minuman olahan yakni pada rentang 7,0 – 8,5 karena apabila pH CMC teralalu asam makan larutan akan tidak homogen tetapi terbentuk endapan (Kamal, 2000). CMC sebagai bahan pengental yang akan menyebabkan bobot molekul yang terdapat dalam sari buah naga semakin bertambah, sehingga
11
dapat meningkatkan nilai viskositas sari buah. Hal ini sependapat dengan Rini dkk (2012), yang menyatakan bahwa kenaikan pemberian konsentrasi CMC dalam larutan dapat mengakibatkan banyaknya air yang terikat, dengan meningkatnya air yang terikat, maka semakin besar kenaikan viskositas. CMC juga dapat memperbaiki citarasa, warna, dan konsistensi sari buah (Kamal, 2000). 4. Air
Gambar 2.4 Air mineral Aqua (Danone,2007)
Air yang digunakan harus memenuhi persyaratan tidak berwarna, tidak berbau, jernih dan tidak mempunyai rasa. Air yang digunakan dalam pembuatan sari buah naga berfungsi sebagai pengencer dan penambahan volume sari buah agar tidak terlalu sedikit. Pengenceran pada pembuatan sari buah dilakukan dengan menambahkan air matang kedalam bubur buah. Produk sari buah naga ini menggunakan air mineral jenis aqua karena kualitas dari produk air mineral yang ber merk aqua ini berkualitas tinggi.
12
5. Asam sitrat
Gambar 2.5 Asam Sitrat (Siregar, 2007) Asam sitrat adalah asam makanan yang paling umum digunakan. Disamping kelemahannya yang bersifat higroskopik, asam sitrat memiliki keunggulan yaitu mudah didapat, melimpah, relatif tidak mahal, sangat mudah larut, memiliki kekuatan asam yang tinggi. Natrium bikarbonat merupakan sumber utama karbondioksida dalam sistem effervescent. Keunggulannya adalah larut sempurna dalam air, tidak higroskopis, tidak mahal, banyak tersedia dipasaran dan dapat dimakan (Siregar, 2007). Menurut Munaro (2002), asam sitrat berfungsi untuk memberikan cita rasa asam, menurunkan pH bahan, dan berperan sebagai chelating dan sequestering agent. Pada pembuatan sari buah naga ini asam sitrat berfungsi untuk memberikan sedikit cita rasa asam dan menurunkan pH sehingga dapat meningkatkan daya awet produk. Hal ini dikarenakan pada pH rendah, beberapa mikroba perusak tidak dapat bertahan hidup. Menurut Wong (1989), asam sitrat biasanya ditambahkan pada bahan makanan
yang kandungan asamnya rendah. Penurunan pH akan
mempengaruhi suhu dan waktu pemasakan sehingga menjadi lebih rendah. Asam sitrat dapat berfungsi sebagai pengawet karena pada pH rendah (kurang dari 4.6) mikroorganisme berbahaya seperti Clostridium botulinum akan sulit untuk tumbuh dan berkembang (Wong, 1989). Menurut Winarno
13
(1997), asam sitrat juga dapat bertindak sebagai penegas rasa dan warna atau menyelubungi after taste yang tidak disukai. Hal ini menyebabkan asam sitrat banyak digunakan dalam industri minuman. Asam sitrat merupakan asam organik lemah yang ditemukan pada daun dan buah tumbuhan genus Citrus (jeruk-jerukan). Senyawa ini merupakan bahan pengawet yang baik dan alami, selain digunakan sebagai penambah rasa masam pada makanan dan minuman ringan. Dalam biokimia, asam sitrat dikenal sebagai senyawa antara dalam siklus asam sitrat yang terjadi di dalam mitokondria, yang penting dalam metabolisme makhluk hidup
dan
sebagai
antioksidan.
Keamanan Asam
sitrat
dikategorikan aman digunakan pada makanan oleh semua badan pengawasan makanan nasional dan internasional utama. Senyawa ini secara alami terdapat pada semua jenis makhluk hidup, dan kelebihan asam sitrat dengan mudah dimetabolisme dan dihilangkan dari tubuh. C. Proses Pengolahan Sari Buah Naga Prosedur pembuatan sari buah naga adalah dengan dua tahap yaitu tahap pertama dengan pemilihan buah naga merah yang dibeli dari pasar palur, kemudian di kupas dan ditimbang daging buahnya. Pada tahapan penimbangan, bahan harus ditimbang sesuai formula agar sari buah yang dihasilkan berkualitas baik. Menurut Muchtadi (2008), bahan-bahan untuk membuat sari buah harus ditimbang dengan tepat sesuai dengan formula untuk mencapai mutu produk yang diharapkan. Setelah penimbangan daging buah kemudian dilakukan proses pengambilan sari buah dengan diekstraksi menggunakan mesin juicer. Ekstraksi dengan mesin juicer menghasilkan sari buah lebih banyak daripada menggunakan blender. Setelah mendapatkan hasil ekstraksi sari buah naga, kemudian dilakukan penyaringan untuk pengambilan sari buah naga yang jernih. Penyaringan sari buah dilakukan untuk mendapatkan sari buah yang jernih dan menghilankan kandungan substrat pada produk sari buah naga merah. Jenis saringan untuk menyaring menggunakan kain dan
14
saringan biasa hal ini bertujuan untuk mendapatkan hasil produk akhir yang maksimal sehingga produk sari buah naga merah tidak keruh dan banyak endapan saat dibotolkan. Kemudian penyiapan air mineral yang akan dilakukan perebusan, kemudia setelah perebusan air didinginkan setelah air didinginkan kemudian diambil air 40 ml untuk pengenceran karboksimetil selulosa (CMC). Untuk pelarutan gula pasir dibutuhkan air sebanyak 60 ml selanjutnya gula direbus dan menjadi larutan gula panas. Tahap yang kedua adalah tahap dimana larutan gula yang diperoleh kemudian dipanaskan kembali setelah itu ditambahakan larutan CMC, asam sitrat dan sari buah naga merah yang telah disaring. Kemudian dilakukan pasteurisasi selama 15 menit dengan suhu 85oC, pasteurisasi dilakukan selama 15 menit dengan suhu 85oC supaya flavour sari buah tidak hilang. Perebusan bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam sari buah selain itu juga bertujuan untuk mematikan mikroba yang tidak diinginkan. Setelah itu sari buah dimasukan dalam botol dalam keadaan panas, sebelumnya botol kaca sudah dilakukan sterilisasi dengan cara pengukusan botol kaca kosong selama 30 menit dengan suhu 100oC. Pengukukusan botol dilakukan untuk memastikan bahwa botol benar-benar steril untuk wadah sari buah. Kemudian proses penutupan botol dan perebusan botol yang sudah berisi sari buah dengan air mendidih selama 5 menit dengan suhu 85oC bertujuan untuk merapatkan tutup botol dan juga membunih mikroba yang mungkin masih ada dalam minuman sari buah naga. Proses akhir minuman sari buah naga yaitu pelabelan, pelabelan bertujuan untuk menginformasikan kandungan atau produk sari buah kepada konsumen. Untuk kalimat pada saran penyajian tertulis bahwa sebelum meminum sari buah naga dilakukan pengkocokan tertebih dahulu karena pada sari buah naga merah terdapat endapan dibawah botol sehingga pada saat pengkonsumsian terlebih dahulu dikocok supaya sari buah kembali tercampur dan tidak mengendap. Label merupakan identitas suatu produk
15
dengan mencantumkan nama produk, komposisi, label halal, tanggal produksi dan saran penyajian. D. Analisis Kimia 1. Analisis Antioksidan Menurut Suhartatik dkk. (2012) bahwa komponen antioksidan yang berada bersamaan dalam satu sistem dapat bersifat sinergik dan senyawa antioksidan primer buah naga dalam kondisi asam dapat meningkatkan aktivitas antioksidan. Metode yang paling sering digunakan untuk menguji aktivitas antioksidan sari buah adalah metode uji dengan menggunakan radikal bebas DPPH. Tujuan metode ini adalah mengetahui parameter konsentrasi yang ekuivalen memberikan 50% efek aktivitas antioksidan. DPPH merupakan radikal bebas yang dapat bereaksi dengan senyawa yang dapat mendonorkan atom hidrogen, dapat berguna untuk pengujian aktivitas antioksidan komponen tertentu dalam suatu ekstrak. Metode DPPH merupakan metode yang mudah, cepat, dan sensitif untuk pengujian aktivitas antioksidan senyawa tertentu atau ekstrak tanaman (Koleva, 2010). Karena adanya elektron yang tidak berpasangan, DPPH memberikan serapan kuat pada 517 nm. Ketika elektronnya menjadi berpasangan oleh keberadaan penangkap radikal bebas, maka absorbansinya menurun secara stokiometri sesuai jumlah elektron yang diambil. Keberadaan senyawa antioksidan dapat mengubah warna larutan DPPH dari ungu menjadi kuning (Dehpour, 2009). Perubahan absorbansi akibat reaksi ini telah digunakan secara luas untuk menguji kemampuan beberapa molekul sebagai penangkap radikal bebas. Radikal bebas yang merusak tubuh dapat dinetralisir oleh senyawa antioksidan. Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat oksigen reaktif dan radikal bebas dalam tubuh. Senyawa antioksidan ini akan menyerahkan satu atau lebih elektron kepada radikal bebas sehingga
16
menjadi bentuk molekul yang normal kembali dan menghentikan berbagai kerusakan yang ditimbulkan (Sashikumar, 2000). 2. Kadar Vitamin C Untuk menganalisa kadar vitamin C pada suatu bahan hasil pertanian dapat dilakukan dengan metode titrasi iod. Prinsip analisa kadar vitamin C dengan metode titrasi iod adalah vitamin C dapat bereaksi dengan iodin membentuk ikatan dengan atom C nomor 2 dan 3 sehingga ikatan rangkapnya hilang dan terbentuk kompleks iod-amilum berwarna biru gelap. Asam askorbat Kompleks amilum-iod (biru tua) . ( Sudarmadji, 2007). Menurut Sudarmadji (2007), titrasi iodin berdasarkan sifat bahwa vitamin C dapat bereaksi dengan iodin. Indikator yang dipakai adalah amilum. Akhir titrasi ditandai dengan terjadinya warna biru dari iodamilum. Perhitungan kadar vitamin C dengan standarisasi larutan iodin yaitu tiap 1 ml 0,01 N iodin ekuivalen dengan 0,88 mg asam askorbat. Prinsip bahwa atom H yang dilepaskan vitamin C (sebanyak 2 atom tiap molekul vitamin C) akan ditangkap oleh larutan standar iodium sehingga ikatan rangkap pada atom C nomor 2 dan 3 akan menjadi ikatan tunggal karena sudah berikatan dengan iodium. Sedangkan menurut Sugiarti (2008), titrasi iodimetri adalah salah satu metode titrasi yang didasarkan pada reaksi oksidasi reduksi. Iodimetri merupakan titrasi terhadap zat-zat reduktor yang dilakukan secara langsung. Titrasi iodimetri ini dapat dilakukan untuk menentukan kadar zat-zat oksidator secara langsung, seperti kadar yang terdapat dalam serbuk vitamin C. Bahan hasil pertanian banyak mengandung berbagai macam vitamin dan mineral yang sangat diperlukan oleh tubuh. Salah satu jenis vitamin yang diperlukan tubuh adalah vitamin C. Vitamin C mempunyai peranan yang cukup penting dalam memperlancar sistem metabolisme tubuh. Vitamin C juga berperan untuk menjaga daya tahan tubuh, sebagai antioksidan atau penghalang terbentuknya zat radikal bebas yang dapat
17
mengoksidasikan sel-sel tubuh serta sering digunakan untuk menghambat terjadinya reaksi pencoklatan pada bahan (Winarno, 1997)
E. Analisis Sensori Analisis sensori atau dikenal dengan pengujian organoleptik telah ada sejak manusia mulai menggunakan indra untuk menilai kualitas dan keamanan produk pangan. Pengujian sensori berbeda dengan pengujian menggunakan instrumen atau analisis kimia karena melibatkan manusia tidak hanya sebagai obyek analisis, tetapi sebagai alat penentu data yang diperoleh. Analisis sensori merupakan disiplin ilmu yang membutuhkan standarisasi dan pengendalian yang tepat, metode analisis ini dilaksanakan oleh beberapa panelis terlatih yang memiliki kepekaan indrawi yang sangat tinggi sehingga mampu mendeteksi perbedaan intensitas yang kecil antar sampel yang diuji (Setyaningsih, 2010). Pada analisis sensori sari buah naga merah menggunakan uji skoring dengan menilai sifat sensoris yang spesifik. Pemberian skor didasarkan pada atribut warna, aroma, rasa, kekentalan dan overall sari buah naga merah., dengan skala nilai/skor dari 1 hingga 5 dimana nilai 1 menunjukkan sifat yang sangat tidak suka, nilai 2 menunjukan sifat tidak suka, nilai 3 menunjukkan sifat yang netral, nilai 4 menunjukkan sifat yang suka dan nilai 5 menunjukkan sifat yang sangat suka. Setelah semua panelis selesai memberikan nilai/skor pada sampel sari buah naga merah, kemudian akan direkap dengan seluruh panelis untuk mengetahui apakah perlakuan berbeda nyata atau tidak berbeda nyata. Uji skoring dilakukan dengan menggunakan pendekatan skala atau skor yang dihubungkan dengan deskripsi tertentu dari atribut mutu produk. Pada sistem skoring, angka digunakan untuk menilai intensitas produk dengan susunan meningkat atau menurun. Uji skoring merupakan uji yang menggunakan panelis terlatih dan benar-benar tahu mengenai atribut yang dinilai. Tipe uji skoring sering digunakan untuk menilai mutu bahan dan
18
identitas sifat tertentu misalnya kemanisan, kekerasan dan warna. Selain itu, digunakan untuk mencari korelasi pengukuran subyektif dan obyektif dalam rangka pengukuran obyektif (presisi alat) (kartika, 1988). Beberapa metode telah dikembangkan untuk mendeskripsikan dan kuantifikasi aroma. Analisis sensori deskriptif merupakan metode yang sangat komprehensif, fleksibel, dan mudah digunakan. Analisis sensori deskriptif adalah suatu metode analisis sensori di mana atribut sensori diidentifikasi, dideskripsikan dan dikuantifikasi oleh panelis terlatih dengan menggunakan referensi standar. Metode ini melibatkan karakterisasi atribut dan intensitas masing-masing atribut (Lawless dan Heymann, 2010). Intensitas yang merupakan aspek kuantifikasi dari analisis deskriptif menunjukkan tingkatan dari tiap karakteristik dengan skala kuat, sedang dan lemah, yang selanjutnya dikonversi ke dalam skala angka, dihitung nilai rata-rata dari seluruh panelis dan ditransformasi menjadi grafik jaringan laba-laba (spiderweb) (Koswara, 2006). F. Kemasan Pengemasan merupakan suatu cara dalam memberikan kondisi sekeliling yang tepat bagi bahan pangan (Buckle 1985). Bahan kemas yang dipergunakan untuk mengemas makanan harus mempunyai fungsi sebagai berikut: dapat membantu mencegah atau mengurangi kerusakan fisik, oksigen dan cahaya; melindungi produk dari pencemaran dan kotoran dari luar; mempermudah penyimpanan, pengangkutan dan distribusi produk serta berfungsi sebagai daya tarik konsumen. Berdasarkan sifat kekakuan bahan kemas, kemasan dibagi menjadi: 1. Kemasan fleksibel, yaitu bila bahan kemas mudah dilenturkan tanpa adanya retak dan patah. Contohnya: aluminium foil dan plastik. 2. Kemasan kaku, yaitu bila bahan kemas bersifat keras, kaku dan tidak tahan lenturan dan mudah patah bila dibengkokkan. Contohnya: kayu, gelas dan logam. 3. Kemasan semi kaku, yaitu bila bahan kemas memiliki sifat-sifat kemasan fleksibel dan kemasan kaku. 19
G. Pelabelan Pangan Label pada kemasan pangan mempunyai fungsi untuk menjamin kesehatan dan keselamatan konsumen serta menciptakan perdagangan pangan yang adil dan jujur. Label pangan adalah keterangan mengenai pangan yang berbentuk tulisan, gambar, maupun kombinasi keduanya yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam , ditempelkan, dicetak atau merupakan bagian dari kemasan (PP Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan) (Codex, 1985). Label adalah tulisan, tag, gambar,atau deskripsi lain yang tertulis, dicetak, distensil, diukir, dihias, atau dicantumkan dengan jalan apapun sehingga memberi kesan melekat pada kemasan atau wadah . Selain itu label juga berfungsi untuk memberikan informasi tentang identitas produk sehingga konsumen dapat mengetahui isi produk tanpa harus membuka kemasan terlebih dahulu, untuk menarik minat konsumen dan sebagai sarana promosi, serta sebagai sarana komunikasi antara produsen dan konsumen (Wijaya, 1997). Label pangan merupakan bagian penting perdagangan pangan. Tanggung jawab mengenai label pangan melibatkan beberapa pihak, antara lain konsumen, produsen, serta pemerintah sebagai badan pembuat peraturan yang mengatur tata cara pelabelan. Menurut Blanchfield (2000), mayoritas konsumen tidak mempunyai tuntutan khusus pada label pangan, tetapi konsumen mengharapkan label pangan dapat menyediakan informasi yang menjadi bahan pertimbangan konsumen dalam memilih produk. Produsen bertanggung jawab dalam menentukan desain dan isi label, dalam hal ini
produsen berupaya untuk membuat label yang dapat
memberikan informasi kepada konsumen sekaligus sebagai media iklan sehingga produknya dapat bersaing dengan kompetitornya dan pada akhirnya memenangkan kompetisi tersebut saat konsumen memutuskan untuk membeli
20
produk tersebut. Di sisi lain, produsen tidak luput dari kewajiban dan tanggung jawabnya untuk memenuhi
peraturan pelabelan yang telah
ditetapkan oleh pemerintah. Dalam hal ini, pihak yang berwajib menentukan keterangan minimum label, serta keterangan lain yang boleh dan tidak boleh dicantumkan pada label. Persyaratan label berhubungan dengan aspek produk dan bagaimana produk dapat memenuhi kepuasan konsumen. Syarat ini dapat dipenuhi dengan cara memberikan informasi yang tepat dengan kebutuhan konsumen dan membuat label sedemikian rupa sehingga jelas dan mudah dibaca (Blanchfield, 2000). H. Analisa Ekonomi 1. Biaya Produksi Biaya produksi yakni biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan produksi dari suatu produk dan akan dipertemukan dengan penghasilan (revenue) di periode mana produk itu di jual (Halim, 1988). a. Biaya Tetap Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap konstan, tidak dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan atau aktivitas sampai dengan tingkatan tertentu. Biaya tetap per unit berbanding terbalik secara proporsional dengan perubahan volume kegiatan atau kapasitas. Semakin tinggi tingkat kegiatan, maka semakin rendah biaya tetap per unit. Semakin rendah tingkat kegiatan, maka semakin tinggi biaya tetap per unit (Mulyadi, 1984). b. Biaya Tidak Tetap Biaya tidak tetap (variable cost) adalah biaya yang besar kecilnya tergantung dari sedikit atau banyaknya produk dan jasa yang akan dihasilkan. Semakin besar produk yang ingin dihasilkan, biaya tidak tetap akan semakin tinggi dan sebaliknya. 2. Kriteria Kelayakan Ekonomi Analisis kelayakan usaha penting dilakukan oleh seorang produsen guna menghindari kerugian dan untuk pengembangan serta kelangsungan usaha. Secara finansial kelayakan usaha dapat dianalisis dengan 21
menggunakan beberapa indikator pendekatan atau alat analisis, seperti menggunakan Titik Pulang Pokok (Break Event Point/ BEP), RevenueCost ratio (R/C ratio), Benefit-Cost ratio (B/C ratio), Payback Period, Retur of Investment, dll. a. Analisa Rugi Laba Analisa laba rugi adalah suatu analisa keuangan yang meringkas penerimaan dan pengeluaran suatu perusahaan selama periode akutansi. Jadi merupakan suatu analisa yang mennjukan hasil-hasil operasi perusahaan selain periode tersebut. Pendapatan, netto atau laba adalah apa yang tersisa setelah dikurangkan dengan pengurangan-pengurangan yang timbul didalam memproduksi barang dan jasa atau dari penerimaan yang diperoleh dengan penerimaan menjual barang dan jasa tersebut. Dengan kata lain, laba = penerimaan - pengeluaran (Astawan, 1999). b. Break Event Point (BEP) Break even point adalah titik pulang pokok dimana total revenue = total cost (TR=TC). Titik impas memberikan petunjuk bahwa tingkat produksi telah menghasilkan pendapatan yang sama besarnya dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Disamping dapat menyatakan hubungan antara volume produksi, harga satuan dan laba maka analisis titik impas bagi memberikan informasi mengenai hubungan antara biaya tetap dan biaya variabel. Untuk menghitung titik impas digunakan persamaan sebagai berikut (Sigit, 1978) : Perhitungan nilai BEP atas dasar unit produksi adalah sebagai berikut: [
]
Perhitungan nilai BEP atas dasar unit rupiah adalah sebagai berikut: [
]
Perhitungan nilai BEP atas dasar unit waktu adalah sebagai berikut:
22
c. Return On Investment (ROI) Return on Investment atau yang juga disebut dengan tingkat imbalan atas investasi adalah laba operasi bersih dibagi investasi dalam aset yang digunakan untuk meraup laba bersih (Simamora,2002). Return On Investment (ROI) adalah perbandingan antara besarnya laba per tahun dengan besarnya modal, yang dinyatakan persent per tahun.
ROI dapat dihitung berdasarkan laba kotor yaitu selisih antara hasil penjualan dengan biaya produksi keseluruhan (belum dikurangi pajak pendapatan) atau berdasarkan laba bersih yaitu laba dikurangi pajak pendapatan. Demikian juga dengan besarnya modal dapat dinyatakan sebagai modal tetap atau modal keseluruhan modal tetap dan modal kerja (Mulyadi, 1998). Return on Investment (ROI) merupakan perbandingan antara besarnya laba per tahun dengan besarnya modal yang dinyatakan persen (%) per tahun. ROI dapat dihitung berdasarkan laba kotor yaitu selisih antara hasil penjualan dengan biaya produksi keseluruhan (belum dikurangi pajak pendapatan) atau berdasarkan laba bersih yaitu laba dikurangi pajak pendapatan. Demikian juga dengan besarnya modal dapat dinyatakan sebagai modal tetap atau modal keseluruhan modal tetap ditambah modal kerja (Susanto dkk, 1994).
d. Pay Out Time (POT) Metode Payback Period (PP) adalah periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi (initial cash investment) dengan menggunakan arus kas. Dengan kata lain, payback period 23
merupakan rasio antara initial cash investment dan cash inflow-nya yang hasilnya merupakan satuan waktu. Selanjutnya nilai rasio ini dibandingkan dengan maksimum payback period yang dapat diterima. Pay Back Periode merupakan jangka waktu yang dibutuhkan untuk pengembalian modal yang ditanam pada proyek. Nilai tersebut dapat berupa prosentase maupun waktu (baik tahun maupun bulan. Pay back periode tersebut harus lebih (<) dari nilai ekonomis proyek. Untuk industri pertanian diharapkan nilai tersebut lebih kecil 10 tahun atau sedapat mungkin kurang dari lima tahun (Mulyadi, 1998). e. BC Ratio Benefit Cost Ratio adalah nilai perbandingan antara pendapatan dan biaya. Jika nilai B/C lebih besar dari 1 maka perusahaan memenuhi salah satu kriteria untuk dikatakan layak. Jika nilai B/C lebih kecil dari 1 maka perusahaan tidak layak berdiri (rugi). Jika nilai B/C = 1 maka perusahaan berada dalam keadaan impas (Astawan, 1999). ⁄ Benefit Cost Ratio digunakan untuk mengkaji kelayakan proses sering digunakan pula kriteria yang disebut benefit cost ratio-BCR. Penggunaannya amat dikenal dalam mengevaluasi proyek-proyek untuk kepentingan umum atau sektor publik. Meskipun penekananya ditujukan kepada manfaat (benefit) bagi kepentingan umum dan bukan keuntungan finansial perusahaan, namun bukan berarti perusahaan swasta mengabaikan kriteria ini (Mulyadi, 1998).
24