BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Morfologi Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum) dan Ikan Bawal Bintang (Trachinotus blochii) Klasifikasi dan tatanama ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut : Filum
: Chordata
Subfilum
: Craniata
Kelas
: Pisces
Subkelas
: Neopterigii
Ordo
: Cypriniformes
Subordo
: Cyprinoidea
Famili
: Characidae
Genus
: Colossoma
Species
: Colossoma macropomum
Ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) memiliki badan agak bulat, bentuk tubuh pipih, sisik kecil, kepala hampir bulat, lubang hidung agak besar, sirip dada di bawah tutup insang, sirip perut dan sirip dubur terpisah, punggung berwarna abu-abu tua, serta perut putih abu-abu dan merah (Saint-paul dalam Supriatna 1998). Ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) memilki dua buah sirip punggung yang letaknya agak bergeser ke belakang. Sirip perut dan sirip dubur terpisah, sedangkan sirip ekor berbentuk homocercal. Ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) memiliki bibir bawah menonjol dan memiliki gigi besar serta tajam untuk memecah bibi-bijian atau buah-buahan yang ditelannya. Lambung ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) berkembang baik dan memiliki 43-75 buah pyloric caeca. Ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) memiliki insang permukaan, sehingga permukaan pernapasannya lebih luas dari pada jenisikan lain. Permukaan pernapasan yang luas ini memungkinkan ikan bawal (Colossoma macropomum) air tawar mampu
8
9
bertahan hidup pada perairan yang memiliki kandungan oksigen rendah. Pada kondisi perairan dengan kandungan oksigen terlarut kurang dari 0,5 mg O2/l masih memungkinkan ikan ini dapat bertahan selama beberapa jam (Djarijah 2001).
Gambar 1. Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum) Dari arah samping, tubuh ikan bawal tampak membulat (lonjong) dengan perbandingan antara panjang dan tinggi 2:1. Bila dipotong secara vertikal, bawal memiliki bentuk tubuh pipih (compressed) dengan perbandingan antara tinggi dan lebar tubuh 4:1. Bentuk tubuh seperti ini menandakan gerakan ikan bawal tidak cepat seperti ikan lele atau grass carp, tetapi lambat seperti ikan gurame dan tambakan. Sisiknya kecil berbentuk stenoid, di mana setengah bagian sisik belakang menutupi sisik bagian depan. Warna tubuh bagian atas abu-abu gelap, sedangkan bagian bawah berwarna putih. Pada ikan bawal dewasa, bagian tepi sirip perut, sirip anus dan bagian bawah sirip ekor berwarna merah. Warna merah ini merupakan ciri khusus ikan bawal tawar (Colossoma macropomum) sehingga oleh orang Inggris dan Amerika disebut red bally pacu (Arie 2000). Kepala ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) berukuran kecil yang terletak di ujung kepala tetapi agak sedikit ke atas. Bawal memiliki lima buah sirip, yaitu sirip punggung, sirip dada, sirip perut, sirip anus dan sirip ekor. Sirip punggung tinggi kecil dengan sebuah jari-jari tegak keras, tetapi tidak tajam, sedangkan jari-jari lainnya lemah. Sirip punggung pada ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) terletak agak ke belakang. Sirip dada, sirip perut dan sirip anus
10
kecil dan jari-jarinya lemah. Demikian pula dengan sirip ekor, jari-jarinya lemah tetapi berbentuk cagak (Arie 2000). Ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) atau lebih dikenal dengan sebutan tambaqui adalah ikan introduksi yang berasal dari Amerika Latin, terutama dari Brazil. Ikan ini merupakan ikan yang potensial untuk dibudidayakan karena berbagai kelebihannya. Ikan ini mempunyai tingkat kelangsungan hidup yang tinggi (hingga 90%) dan dapat dipelihara dalam kolam dengan kepadatan yang tinggi. Ikan bawal air tawar hidup bergerombol di daerah yang aliran sungainya deras, tetapi ditemukan pula di daerah yang airnya tenang, terutama saat masih dalam kondisi benih. Di habitat asalnya, ikan ini ditemukan di sungai Orinoco di Venezuela dan sungai Amazon di Brazil (Arie 2000). Di dalam negeri sendiri ikan bawal tawar (Colossoma macropomum) mulai digemari oleh berbagai kalangan masyarakat, terutama di Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dari keempat provinsi tersebut, Jawa Barat dapat dikatakan sebagai pelopor karena di provinsi inilah ikan bawal tawar pertama kali dikembangkan. Dalam satu musim tidak kurang 500 juta ekor benih dijual ke berbagai provinsi di Indonesia. Indonesia juga mengekspor ikan bawal dalam ukuran kecil atau sebagai ikan hias ke negara Hongkong dan Amerika. Sampai saat ini baru sekitar 10 % dari seluruh permintaan dapat dipenuhi (Arie 2000). Ikan bawal bintang termasuk ikan predator perenang cepat. Pada saat juvenil ikan hidup bergerombol didaerah muara sungai dan berkarang namun setelah besar hidup soliter di daerah karang maupun laut lepas. Bawal bintang berbentuk sangat gepeng dan ramping (much compressed) dengan ekor bercagak (forked). Tubuh bagian lateral dan ventral berwarna putih keperakan sedangkan bagian dorsal abu-abu kehijauan. Mulut sub terminal dan bisa dikatup sembulkan, dengan dilengkapi gigi beludru halus (feliform teeth). Permukaan tubuh ditutupi sisik kecil bertipe sisir (stenoid), dan mempunyai gurat sisi (lateral fin) melengkung mengikuti profil punggung. Ikan dewasa (matang gonad) berukuran lebih dari 1 kg dengan panjang lebih dari 25 cm. Ukuran dewasa biasanya berumur sekitar 3 tahun. Ikan bawal bintang memilki nama asing yaitu Pompanoo Silver (Hartanto dkk., 2009).
11
Klasifikasi ikan Bawal Bintang yaitu : Filum
: Chordata
Kelas
: Pisces
Subkelas
: Actinopterygii
Ordo
: Perciformes
Famili
: Characidae
Genus
: Trachinotus
Species
: Trachinotus blochii
Bawal bintang merupakan ikan introduksi dari Taiwan dan memiliki prospek baik di kawasan Asia Pasifik dengan harga yang cukup tinggi. Pembenihan dan budidaya bawal bintang di Taiwan sudah berkembang baik sedangkan di Indonesia komoditas hanya dibudidayakan di karamba jaring apung (KJA) dengan benih yang diperoleh dari usaha pembenihan di Taiwan.
Gambar 2. Ikan Bawal Bintang (Trachinotus blochii) Bawal bintang termasuk ke dalam kelompok ikan pemakan segala (Omnivora), tetapi ada pula yang menyebutkan bahwa ikan ini cenderung menjadi karnivora (pemakan daging). Hal tersebut terlihat dari bentuk giginya yang tajam. Pada ukuran larva bawal bintang, ikan ini menyukai zooplankton dari jenis rotifera (Brachionus dan Artemia) untuk jenis phytoplankton adalah Tetraselmis sp. (Balai Budidaya Laut Batam, 1999). Pada ukuran benih menyukai makanan sejenis plankton (Fitoplankton dan zooplankton) serta tumbuhan air atau dedaunan (herbivora).
12
Kualitas dan kuantitas pakan sangat penting dalam budidaya bawal bintang, agar dapat tumbuh dan berkembangbiak. Kualitas pakan dapat dipenuhi dengan pemberian ikan rucah segar, pellet, pencampuran vitamin dan multivitamin. Sedangkan untuk kuantitas pakan yang baik diberikan 3-5 % dari berat total induk yang akan dipijahkan (Warta Budidaya, 2007).
2.2Pencernaan Ikan Bawal Air Tawar dan Ikan Bawal Bintang 2.2.1 Sistem Pencernaan Ditinjau dari karakteristik saluran pencernaannya, ikan bawal mempunyai potensi tumbuh yang cukup tinggi, karena bagian organ pencernaannya cukup lengkap. Ikan ini mempunyai gigi yang berfungsi memotong dan menghancurkan pakan, seperti halnya ikan piranha sehingga ikan ini mampu beradaptasi terhadap segala jenis makanan, termasuk hijauan kasar seperti daun-daunan. Lambung ikan ini berbentuk U dengan kapasitas cukup besar. Ususnya panjang, dan pada bagian anteriornya dilengkapi dengan piloric caeca yang didalamnya terjadi proses pencernaan enzimatis seperti halnya pada usus dan lambung. Bagian akhir dari usus terjadi diferensiasi usus yang lebih lebar yang disebut rectum. Pada bagian ini tidak lagi terjadi pencernaan, fungsinya selain sebagai alat ekskresi, juga membantu proses osmoregulasi (Hoar 2006). Berdasarkan kebiasaan makanan terlihat perbedaan struktur anatomis alat pencernaan ikan. Perbedaan yang mencolok ditemukan pada struktur tapis insang, struktur gigi pada rongga mulut, keberadaan dan bentuk lambung, serta panjang usus. Tapis insang pada ikan herbivora banyak, panjang, dan rapat, sementara pada ikan omnivora sedang dan pada ikan karnivora sedikit, pendek, dan kaku. Rongga mulut pada ikan herbivora sering tidak bergigi, sementara pada ikan omnivora bergigi kecil dan pada ikan karnivora umumnya bergigi kuat dan panjang. Ikan herbivora berlambung palsu atau tidak berlambung, sementara ikan omnivora berlambung dengan bentuk kantong dan ikan karnivora berlambung dengan bentuk bervariasi. Usus ikan herbivora sangat panjang beberapa kali panjang tubuhnya, sementara pada ikan omnivora sedang 2 sampai 3 kali panjang tubuh dan pada ikan karnivora pendek, kadang lebih pendek dari panjang tubuhnya. Organ hati
13
dan pankreas adalah kelenjar pencernaan yang mensekresikan bahan yang kemudian digunakan dalam proses pencernaan makanan. Bahan hasil sekresi kedua organ tersebut akan masuk ke usus melalui ductus choledochus dan ductus pankreaticus. Adanya hubungan antara kelenjar pencernaan dan usus depan maka letak kelenjar tersebut berada di sekitar usus depan dan lambung. Keasaman (pH) lambung pada saat lambung kosong (tidak ada makanan) berkisar antara 4-7,4 sedangkan pada saat penuh berkisar antara 2,2-2,8. Keasaman (pH) usus adalah netral atau hampir alkalis, yaitu antara 6 sampai 8. Pada ikan grass carp pH berkisar antara 7,4-8,5 pada usus bagian anterior, pada bagian pertengahan berkisar antara 7,2-7,6 dan di bagian posterior sekitar 6,8 (Hickling 1960 dalam Opusynski dan Shireman 1994). Spesies lain dari ikan laut dengan pH usus berkisar antara 6,1-8,6 (Horn 1989 dalam Opuszynski dan Shireman 1994). Berdasarkan kebiasaan makannya, Ikan bawal air tawar termasuk jenis ikan omnivor (Saint-paul dalam Supriatna 1998). Ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) bersifat kanibal pada saat stadium larva. Jadi pada saat fase tersebut larva tidak boleh kekurangan makanan karena sifat kanibalnya akan muncul (Arie 2000) dan untuk Ikan bawal bintang merupakan ikan karnivora yang cenderung bersifat omnivora, dengan pakan utama plankton dan menyukai udang ataupun ikan-ikan kecil dan hewan lainnya. (Tatang 1981). Panjang usus berkisar 2-2,5 kali panjang badan. Usus ikan bawal dilengkapi dengan pyloric caeca pada bagian anterior, yang merupakan modifikasi dari usus ikan fungsinya sebagai organ pencernaan dan bentuknya agak membesar dari pada sehingga menurut Suhartono 1991 banyak terdapat enzim yang diproduksi oleh bakteri. Ikan yang memiliki pyloric caeca (Gambar 3) biasanya ikan yang memiliki pencernaan yang berbeda dengan ikan secara umum. Pyloric caeca berfungsi sebagai organ tambahan dalam proses pencernaan, sehingga proses pencernaan dapat berlangsung dengan cepat dan maksimal (Souza et al 2005). Selain itu pyloric caeca diketahui merupakan tempat utama dalam pengabsorbsi nutrien dan alat pembantu osmoregulasi tubuh pada beberapa jenis ikan (Veillette 2007).
14
Gambar 3. Pyloric caeca Ikan Secara Umum. (sumber : Barbieri et al. 2008) Keterangan : Esophagus (E), transition site (arrow), cardiac stomach (C), caecal stomach (CS), pyloric stomach (P), pyloric caeca (PC).
2.2.2 Struktur dan Fungsi Saluran Pencernaan Menurut Weichert (1959), kelenjar pencernaan pada ikan terdiri hati dan pankreas. Kedua organ tersebut megekskresikan bahan yang kemudian digunakan dalam proses pencernaan makanan. Saluran pencernaan pada ikan dimulai dari rongga mulut. Di dalam saluran rongga mulut terdapat gigi-gigi kecil yang berbentuk kerucut pada geraham bawah dan lidah pada dasar mulut yang tidak dapat digerakan serta banyak menghasilkan lendir, bukan sebagai kelenjar ludah (penghasil enzim). Dari rongga mulut makanan masuk ke esophagus melalui faring yang terdapat di daerah sekitar insang. Esofagus berbentuk kerucut, pendek, terdapat di belakang insang dan bila tidak dilalui makanan lumennya menyempit. Dari kerongkongan makanan di dorong masuk ke lambung, lambung pada umumnya membesar, tidak jelas batasnya dengan usus. Pada beberapa jenis ikan, terdapat tonjolan buntu untuk memperluas bidang penyerapan makanan. Dari lambung, makanan masuk ke usus yang berupa pipa panjang berliku-liku dan sama besarnya. Hal yang mencolok pada segmen ini adalah adanya penebalan lapisan otot melingkar yang mengakibatkan terjadinya penyempitan saluran. Dengan menyempitnya saluran pencernaan pada segmen ini bahwa segmen pyloric caeca berfungsi sebagai pengatur pengeluaran makanan dari lambung ke
15
segmen usus. Pada pyloric caeca terdapat enzim tripsin dan kimotripsin (Poernomo 1992). Selanjutnya dari usus akan bermuara pada anus.
Gambar 4. Organ Pencernaan Ikan Bawal Sumber :http://konservasi-laut.blogspot.com.anatomi-ikan-bawaldorang.html Proses pencernaan hewan laut khususnya ikan, sebenarnya tidak berbeda dengan pencernaan pada hewan-hewan lain, kecuali pada ikan yang tidak mempunyai lambung. Sebab, enzim pencernaan berasal dari lambung, usus kecil dan pankreas. Protein mulai dicerna di lambung oleh hasil pengaktifan pepsinogen menjadi pepsin (pH 1,5-2,5). Di dalam lambung merupakan suatu persiapan untuk pencernaan di dalam usus. Di dalam usus peptid akan mengalami hidrolisis dimana prosesnya dilakukan oleh enzim karboksipeptidase, tripsin, khimotripsin, elastase sebagai katalisatornya menjadi polipeptida, tripeptida dan dipeptida. Selanjutnya oligopeptid tersebut akan dihidrolisis oleh enzim peptidase menjadi bentuk tritida dan dipeptid hingga akhirnya menjadi asam amino. Pencernaan protein ikan yang tidak berlambung terjadi di usus depan dan diperankan oleh enzim protease yang bersala dari pankreas. Menurut Isnaeni (2006), proses pencernaan secara lebih sempurna dan penyerapan sari makanan berlangsung di dalam usus. Di usus, bahan makanan (karbohidrat, lipid dan protein) dicerna lebih lanjut dengan bantuan enzim dan diubah menjadi berbagai komponen penyusunnya agar dapat diserap dan digunakan secara optimal oleh hewan. Berikut proses pencernaan karbohidrat, lipid dan protein.
16
Pencernaan Karbohidrat Di dalam mulut, karbohidrat dalam makanan dicerna secara mekanik dengan
bantuan gigi.
Pencernaan Protein Apabila dalam lambung terdapat protein, sel dinding lambung akan
menghasilkan gastrin, yaitu senyawa kimia yang merangsang lambung untuk mengeluarkan asam dari sel parietal dan pepsinogen dari sel kepala (chief cells). Selanjutnya, enzim pemecah protein (proteolitik) akan menguraikan protein dengan cara memutuskan ikatan peptide pada protein sehingga dihasilkan asam amino.
Pencernaan Lipid Pencernaan lipid baru dimulai pada saat bahan makanan sampai di
usus.Pencernaan ini terjadi dengan bantuan enzim lipase usus, lipase lambung dan lipase pankreas. Lipase akan menghidrolisis lipid dan trigliserida menjadi digliserida, monogliserida, gliserida dan asam lemak bebas. Lipase dalam bentuk zimogen (prolipase) akan diaktifkan oleh protein khusus dari sel epitel usus (disebut kolipase) sehingga dapat memecah lipid menjadi asam lemak.
2.2.3 Enzim Pencernaan Enzim adalah katalisator biologis dalam reaksi kimia yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan. Enzim adalah protein yang disintesis di dalam sel dan dikeluarkan dari sel penghasilnya melalui proses eksositosis. Enzim yang disekresikan ke luar digunakan untuk pencernaan di luar sel (di dalam rongga pencernaan) atau disebut extracelluler digestion, sedangkan enzim yang dipertahankan di dalam sel digunakan untuk pencernaan di dalam sel itu sendiri atau disebut intracelluler digestion (Affandi et al 2005). Enzim pencernaan yang disekresikan dalam rongga pencernaan berasal dari sel-sel mukosa lambung, pyloric caeca, pankreas dan mukosa usus. Oleh karena itu, perkembangan sistem pencernaan erat kaitannya dengan perkembangan aktivitas enzim di dalam rongga saluran pencernaan (Walford dan Lam 1993).
17
Enzim berperan sebagai katalisator dalam hidrolisis protein, lemak dan karbohidrat menjadi bahan-bahan yang sederhana. Sel-sel mukosa lambung menghasilkan enzim protease dengan suatu aktivitas proteolitik optimal pada pH rendah.
Pyloric
caeca
yang
merupakan
perpanjangan
usus
terutama
mensekresikan enzim yang sama seperti yang dihasilkan pada bagian usus, yaitu enzim pencernaan protein, lemak dan karbohidrat yang aktif pada pH netral dan sedikit basa. Cairan pankreas banyak mengandung tripsin, yaitu suatu protease yang aktivitasnya optimal sedikit di bawah alkalis, di samping itu cairan ini juga mengandung amilase, maltase dan lipase. Pada ikan yang tidak memiliki lambung dan pyloric caeca, aktivitas proteolitik terutama berasal dari cairan pankreas. Beberapa hasil studi menunjukkan bahwa komposisi cairan pencernaan berhubungan dengan makanan yang dimakan oleh suatu spesies ikan. Hasil dari studi tertentu memberikan dukungan yang jelas bahwa komposisi cairan digestif berhubungan dengan makanan yang dimakan oleh suatu spesies ikan (Handayani 2008). Enzim berperan dalam mengubah laju reaksi sehingga kecepatan reaksi yang diperlihatkan dapat dijadikan ukuran keaktifan enzim. Satu unit enzim adalah jumlah enzim yang mengkatalisis transformasi 1 mikromol substrat dalam waktu 1 menit pada suhu 25°C dan pada keadaan pH optimal. Aktivitas enzim bergantung pada konsentrasi enzim, substrat, suhu, pH, dan inhibitor. Huisman (1976) menyatakan bahwa enzim pencernaan yang dihasilkan oleh lambung ikan aktif pada pH 2-4. Aktivitas enzim pencernaan adalah suatu indikator yang baik untuk menentukan kapasitas pencernaan. Aktivitas enzim yang tinggi secara fisiologis mengindikasikan bahwa larva siap untuk memproses pakan dari luar (Gawlicka etal 2000). Aktivitas enzim pencernaan meningkat dengan meningkatnya umur larva. Peningkatan ini disebabkan oleh semakin sempurnanya organ penghasil enzim. Akan tetapi, untuk beberapa jenis enzim akan menurun sesuai dengan kebiasaan makanan dari ikan (Infante dan Cahu 2001). Berdasarkan evaluasi yang dilakukan Haryati (2002) ada keterkaitan antara aktivitas enzim pencernaan dan perkembangan struktur organ pencernaan dan kebiasaan makanan dari ikan bandeng. Pada saat struktur
18
anatomis dan histologis alat pencernaan belum sempurna, enzim endogen yang disekresikan sangat sedikit. Hal ini dicerminkan oleh aktivitas enzim pepsin, tripsin, a-amilase dan lipase yang sangat rendah. Dengan bertambahnya umur larva, struktur anatomis organ pencernaan semakin sempurna hingga mencapai fase definitif. Setelah mencapai bentuk definitif, produksi enzim pencernaan sudah cukup tinggi sehingga ikan mampu mencerna pakan yang tidak mengandung enzim. Aktivitas enzim amilase terus meningkat dengan meningkatnya umur, sedangkan aktivitas enzim lipase dan tripsin menurun pada saat larva umur 35 hari. Penurunan aktivitas enzim protease diduga karena adanya perubahan dalam kebiasaan makanan, yaitu dari karnivora menjadi omnivora. Aktivitas enzim amilase pada ikan karnivora lebih rendah dibandingkan dengan pada ikan omnivora dan herbivora (Furuichi 1988). Dengan demikian, kemampuan ikan mencerna karbohidrat sangat rendah terutama pada ikan karnivora. Kecernaan suatu makanan bervariasi menurut spesies ikan. Secara umum kecernaan protein mulai dari 70 sampai 90%, karbohidrat bervariasi dari 15 sampai 40% dan untuk selulosa sekitar 1% (Zonneveld et al. 1991). Organ pencernaan utama yang mensekresikan lipase adalah usus, pankreas dan pyloric caeca. Secara umum, ikan yang mendapatkan pakan berupa uniseluler dan diatom (kandungan lemak kasar 1,98%) mempunyai aktivitas lipase yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang diberi pakan alga hijau berfilamen (kandungan lemak kasar 0,98%). Enzim yang disekresikan ke dalam lumen (rongga) saluran pencernaan berasal dari mukose larinl, piyloric caeca, pankreas dan mukosa usus. Enzim-enzim karbohidrase, protease dan lipase mempengaruhi pencernaan makanan di usus anterior.
19
2.2.4 Proteinase Protein adalah bahan organik dengan berat yang tinggi, tersusun dari sejumlah asam amina yang disatukan dalam ikatan peptid. Pada hidrolisis protein sederhaha hanya menghasilkan asam amino, sedangkan hidrolisis protein yang berikatan dengan senyawa lain menghasilkan tambahan grup nonprotein (gugusprostetik). Selama pencernaan, rantai peptida dihidrolisis satu per satu menjadi asam amino atau gugus asam amino. Enzim-enzim pencernaan protein yang dikenal secara umum dapat dilihat pada tabel 1. Menurut Handajani (2006) enzim protease dibagi menjadi endopeptidase dan eksopeptidase. Endopeptidase berperan sebagai katalisator dalam menghidrolisis rantai peptid bagian tengah dan rantai peptid yang sangat spesifik. Sedangkan eksopeptidase mengkatalisis dalam melepaskan ujung asam amino. Endopeptidase dan eksopeptidase dapat ditemukan sebagai enzim intra selular maupun ekstra selular. 1. Pepsin Enzim endopeptidase yang berperan penting dalam pencernaan protein antara lain adalah pepsin. Pepsin merupakan enzim yang disekresikan oleh mukosa lambung. Enzim ini memiliki aktivitas proteolitik optimal pada pH 2. Pepsin ditemukan pada seluruh hewan vertebtata kecuali pada ikan yang tidak memiliki lambung. Aktivitas pepsin tergantung pada pH, suhu dan jenis substrat. Kekuatan mencerna dari cairan gastrik bergantung pada jumlah pepsin pH. Konsentrasi enzim tertentu, aktivitas proteolitik dari cairan digestif akan mencapai maksimal pada pH lebih rendah dari 4. Cairan gastrik cukup mengandung HCl untuk mencapai pH asam. Di dalam lambung, hanya lapisan luar dari makanan yang mempunyai nilai pH yang cocok untuk aktivitas pepsin, sedangkan bagian dalam mempunyai nilai pH yang lebih tinggi. Konsekuensinya adalah pencernaannya terjadi secara bertahap, sehingga ketika lapisan luar telah menjadi cair baru kemudian lapisan berikutnya mengalami pengasaman dan selanjutnya akan dicerna hingga menjadi cair. Selain dipengaruhi pH, pencernaan di lambung juga disokong oleh konsentrasi pepsin yang tinggi, suhu yang tinggi dan gerakan lambung yang intensif. Sebagai hasil
20
akhir dari hidrolisis enzim pepsin ini adalah protease, pepton dan peptida. Untuk dapat diserap, hasil hidrolisis enzim dihirolisis lagi oleh enzim eksopeptidase.
Tabel 1. Enzim Pencernaan Protein dan Aktivator Zymogen Aktivator Enzym ENDOPEPTIDASE,
Pepsinogen
HCL Pepsin
PROTEINASES
Pepsin Trypsinogen
Enterokinase Trypsin Trypsin
Chymotrypsin
Trypsin Chymotrypsin Pepsin
EKSOPEPTIDASE,
Peptidase
PEPTIDASE
Tripeptidase Dipeptidase
Ma,MG
Mn, Mg, Zn
Sumber: Handajani (2006) 2. Tripsin Enzim ini disekresikan oleh pankreas eksokrin. Aktivitas tripsin dapat ditemukan dalam segmen usus, diserap oleh mukosa usus. Tripsin aktif secara maksimal pada media basa karena pada pH 7-11, tergantung substrat. Hasil akhir hidrolisis tripsin adalah Protease, pepton, peptida dan asam amino. Aktivitas proteolitik pada segmen usus umumnya menurun dari bagian depan ke arah bagian belakang dan enzim ini resisten terhadap autolisis di dalam usus. Walaupun demikian enzim yang ada pada hormon tersebut akan diserap kembali oleh dinding usus di bagian belakang (Handajani, 2006). Aktivitas enzim sangat mempengaruhi kecernaan dapat ditentukan dengan umur ikan, keadaan fisiologis dan musim, serta berkorelasi positif dengan kebiasaan makanan ikan (Kuzmina 1996). Menurut Souza et al. (2007) pada ikan di daerah tropis memiliki enzim alkali protease diperoleh dari pyloric caeca dan berfungsi dalam menjaga kestabilan suhu yang baik dan mempunyai aktivitas yang tinggi pada rentang pH yang luas. Ada macam-macam jenis ikan air tawar
21
salah satunya adalah ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) memiliki pyloric caeca yang dapat menghasilkan enzim alkali protease. Enzim alkaliprotease merupakan salahsatu turunan dari enzim serin. Alkali protease ditemukan aktif pada pH antara 8-13 dan banyak yang termasuk kedalam golongan protese serin subtisilin. Asam amino serin, histidin dan aspartat pada sisi aktif protease kelompok ini ditemukan bersifat consevered (Neurath 1989 dalam Suhartono 2000). Protease alkali tersebar luas pada virus, bakteri dan golongan eukariot, sehingga menunjukkan peranannya yang sangat penting bagi makhluk hidup. Berdasarkan kemiripan strukturnya, alkali protease dibedakan menjadi 20 famili yang diperkirakan berakar pada 6 molekul enzim pemula (ancestor ) (Rao et al.1998). Alkali protease diproduksi oleh berbagai spesies bakteri, kapang dan khamir. Enzim alkali protease spesifik terhadap residu asam amino aromatik atau hidrofobik fenilalanin atau leusin pada sisi karboksil dari titik pemutusan, mempunyai spesifitas yang mirip, tapi sedikit lebih kuat dibandingkan dengan akhimotripsin (Suhartono 2000). Enzim alkali protease banyak dihasilkan dari golongan Bacillus. Alkali protease yang banyak dikenal adalah substilin, yang meliputi substilin Carlsberg dan subtisilin BPN. Subtisilin Carlsberg pertama sekali dikenali dalam keseluruhan asam amino yang telah disekuen. Subtisilin clasberg dihasilkan oleh Bacillus licheniformis bersifat tahan panas, pH optimumnya kira-kira 10, oleh sebab itu banyak bermanfaat dalam berbagai industri deterjen dan industri pangan khususnya pembuatan protein hidrolisat (Aunstrup 1979). Subtisilin Novo atau subtisilin BPN yang dihasilkan oleh Bacillus amiloliquefacien, sangat mirip dengan substisilin Carlsberg dalam hal stabilitas dan aktivitasnya. Kisaran temperatur pH dan subtisilin BPN sedikit lebih sempit untuk subtisilin BPN. Kedua jenis enzim tersebut tidak memiliki residu sistein, akt if pada pH 8-9 serta dihambat senyawa yang bereaksi dengan serin (Rao et al.1998). Menurut Primanita Sukma (2003) usus ikan bawal hitam memiliki isolat proteolitik juga ditemukan di daerah usus sepanjang 3-6 cm dari lambung namun protease ekstraseluler yang diekresikan bersifat tidak stabil.
22
2.2.5 Bakteri Saluran Pencernaan Ikan Bakteri merupakan mikroorganisme bersel satu, tidak berklorofil, berkembang biak dengan membelah diri, dan ukurannya sangat kecil. Bakteri termasuk ke dalam golongan prokariot dengan dinding sel yang kompleks. Di sebelah luar dinding sel terdapat selubung atau kapsul. Di dalam bakteri tidak terdapat membran dalam (endomembran) dan organel bermembran seperti kloroplas dan mitokondria (Dwidjoseputro, 2005). Lingkungan mengandung beranekaragam bakteri dalam jumlah yang berbeda-beda. Keadaan lingkungan menentukan jumlah dan spesies bakteri yang dominan di lingkungan tersebut (Gandjar et al. 1992). Salah satu lingkungan yang menjadi habitat bakteri adalah saluran pencernaan ikan. Saluran pencernaan adalah tabung khusus yang terbagi menjadi beberapa bagian yang memanjang dari bibir hingga anus yang meliputi lambung, usus kecil dan usus besar. Fungsi utama saluran pencernaan adalah mengubah makanan menjadi komponen yang dapat dicerna dan diserap oleh tubuh, dan dalam proses metabolismenya bersimbiosis dengan bakteri (Zoetendal et al. 2004). Menurut Leano et al. (2005), jumlah bakteri yang ditemukan dalam saluran pencernaan ikan lebih tinggi dibandingkan dengan lingkungan perairan sekitarnya. Hal tersebut
menunjukkan bahwa saluran pencernaan ikan
menyediakan habitat yang menguntungkan bagi bakteri. Fatimah (2005) dalam penelitiannya menyatakan bahwa dengan metode kultur konvensional didapatkan beberapa genus bakteri yang memiliki potensi sebagai bakteri proteolitik, diantaranya adalah dari genus Aeromonas dan Enterobacter. Al-Harbi et al (2005) menyebutkan pada penelitiannya bahwa terdapat 19 spesies bakteri yang berhasil diidentifikasi dari perairan payau di Arab Saudi menggunakan kultur konvensional, dimana sebagian besar ditemukan di usus. Bakteri tersebut di antaranya adalah berasal dari genus Vibrio, Streptococcus dan Chryseomonas. Usus beberapa spesies ikan laut banyak mengandung bakteri halofilik (Clarke dan Bauchop 1977). Bakteri halofilik telah diisolasi dari usus ikan laut dalam, dengan metode Dorayaki yang menggunakan agar laut di bawah tekanan in situ (Nakayama et al, 1994). Aeromonas salmocida dideteksi dalam mukus ikan-
23
ikan salmon (Cipriano et al 1992). Berdasarkan kriteria fisiologisnya, telah diindentifikasi 504 jenis total bakteri saluran pencernaan ikan rainbow trout. Dari jumlah tersebut, 153 strain telah ditentukan urutan gen 16S rRNA. Mikroba yang dominan adalah dari subklas Gamma-Proteobacteria (genera Citrobacter, Aeromonas dan Pseudomonas), bakteri gram positif dengan G + C rendah (genus Carnobacterium) dan subklas Beta-Proteobacteria (Spanggaard et al 2000). Aeromonas sp. diidentifikasi pada 6 jenis ikan air tawar yaitu Cyprinus carpio, Carassius auratus, Tilapia sp., Plecoplossusaiuvelis, Ictalurus puctatus dan Oncorhynchus mykiss (Sugita et al 1994). Aeromonas sp., Plesiomonas sp. dan beberapa famili Enterobanteriaceae adalah bakteri anaerob fakultatif dominan dan banyak terdapat pada ikan air tawar, bersifat patogen dan berhubungan dengan kesehatan ikan (Sakata dan Yuki 1991). Eubacterium nitrogenous telah ditemukan dalam usus ikan mas (Clarke dan Bauchop 1977). Suhu adalah salah satu
variabel
yang
paling
utama
yang
mempengaruhi
pertumbuhan
mikroorganisme. Tingkat pencernaan pada beberapa spesies ikan 5 sampai 10 kali lebih tinggi pada suhu 25°C dibandingkan pada suhu 5°C (Fabian et al. 1963 dalam Clarke dan Bauchop 1977). Dengan demikian, pada beberapa isolasi mikroba saluran pencernaan ikan digunakan suhu 25°C. Pertumbuhan mikroba pada media kultur menurut Cummings (2004), dapat dibedakan menjadi 4 model pertumbuhan: a. Fase lag, selama tahap ini bakteri beradaptasi dengan lingkungan pertumbuhan. Periode ini merupakan tahap pematangan bakteri dan belum dapat membelah diri. Pada siklus pertumbuhan lag phase, sintesis RNA, enzim dan molekul lain terjadi. b. Fase Log (eksponential phase), pada fase ini dicirikan dengan terjadinya penggandaan sel, jumlah dari bakteri yang baru bermunculan per unit waktu yang proporsional dengan populasi awal. Jika pertumbuhan tidak dibatasi, maka penggandaan sel akan terus terjadi hingga lajunya konstan, sehingga perbanyakan sel dan populasinya menjadi dua kali lipat seiring berurutan waktu. Pada fase ini merupakan fase pertumbuhan spesifik, pertambahan sel per unit waktu. Fase ini tidak dapat terjadi secara terus menerus, karena lama-
24
kelamaan nutrient media akan berkurang dan terjadi penumpukan sisa metabolisme. c. Fase stationer, pada fase ini terjadi pertumbuhan yang lamban karena kekurangan nutrien pada media dan akumulasi produk toksik. Fase ini dicapai ketika bakteri sudah kehabisan energi untuk memenuhi nutrisi dari media hidupnya. Fase ini memiliki nilai yang konstan, laju pertumbuhan bakteri sama dengan tingkat kematian bakteri, pada fase ini mikroba cenderung memproduksi senyawa metabolit sekunder seperti enzim. d. Fase kematian (death phase), pada fase ini, bakteri kehabisan nutrient dan mati. Mikroba yang mengalami fase lethal, akan lisis dan dapat dijadikan sumber protein bagi inang.
2.3 Sistem Osmoregulasi Setiap organisme akuatik mempunyai tekanan osmotik yang berbeda dengan lingkungannya, oleh karena itu ikan harus mencegah kelebihan air atau kekurangan air, agar proses-proses fisiologis di dalam tubuhnya berlangsung normal. Pengaturan osmotik cairan pada tubuh ikan disebut osmoregulasi. Osmoregulasi adalah upaya hewan air untuk mengontrol keseimbangan air dan ion antara tubuh dan lingkungannya, atau dengan kata lain suatu proses pengaturan tekanan osmosis di dalam air (Fujaya 2004). Perbedaan
proses
osmoregulasi
pada
beberapa
golongan
ikan,
menyebabkan struktur organ osmoregulasinya juga berbeda. Beberapa organ yang berperan dalam proses osmoregulasi ikan yaitu ingsang, ginjal dan usus. Organ ini melakukan fungsi adaptasi dibawah kontrol hormon osmoregulasi terutama hormon yang di sekresi oleh pituitary, ginjal dan urofisis (Lesmana 2001) Stickney (1979) menyatakan salah satu penyesuaian ikan terhadap lingkungan ialah pengaturan keseimbangan air dan garam dalam jaringan tubuhnya, karena sebagian hewan vetebrata air mengandung garam dengan konsentrasi yang berbeda dari media lingkungannya. Ikan harus mengatur tekanan osmotiknya untuk memelihara keseimbangan cairan tubuhnya setiap waktu. Menurut Brotowijoyo (1995), reproduksi pada ikan dipengaruhi oleh kadar air,
25
distribusi dan lama hidup ikan serta orientasi migrasi dan kadar garam karena itu dapat mempengaruhi regulasi osmotik dan menentukan banyaknya telur-telur ikan yang dapat melayang di permukaan. Menurut Gilles dan Jeuniaux (1997) dalam Affandi et al (2002), osmoregulasi pada organisme akuatik dapat terjadi dalam dua cara yang berbeda yaitu :
Usaha untuk menjaga konsentrasi osmotik cairan diluar sel (ekstraseluler) agar tetap konstan terhadap apapun yang terjadi pada konsentrasi osmotik medium eksternalnya.
Usaha untuk memelihara isoosmotik cairan dalam sel (intraseluler) terhadap cairan luar sel. Setiap organisme mempunyai kemampuan yang berbeda-beda untuk
menghadapi masalah osmoregulasi sebagai respon atau tanggapan terhadap perubahan osmotik lingkungan eksternalnya. Perubahan konsentrasi ini cenderung mengganggu kondisi internal. Untuk menghadapi masalah ini hewan melakukan pengaturan tekanan osmotik dengan cara : Mengurangi gradien osmotik antara cairan tubuh dengan lingkungannya. Mengurangi permeabilitas air dan garam. Melakukan pengambilan garam secara selektif Pada organisme akuatik seperti ikan, terdapat beberapa organ yang berperan dalam pengaturan tekanan osmotik atau osmoregulasi agar proses fisiologis di dalam tubuhnya dapat berjalan dengan normal. Osmoregulasi ikan dilakukan oleh organ-organ ginjal, insang, kulit dan saluran pencernaan. 1.
Ginjal Ginjal merupakan organ ekresi yang mempunyai peranan di dalam proses
penyaringan (filtrasi). Jumlah glomerulus ginjal ikan bertulang sejati (teleostei) air tawar lebih banyak dan diameternya juga lebih besar apabila dibandingkan dengan ikan bertulang sejati air laut. Kondisi ini dikaitkan dengan fungsinya untuk lebih dapat menahan garam-garam tubuh tidak keluar dan memompa air keluar dengan mengeluarkan urine, sehingga urine yang dikeluarkan sangat encer.
26
2.
Insang Insang mempunyai peranan yang sangat penting sebagai organ yang
mampu dilewati air maupun mineral, serta tempat dibuangnya sisa metabolisme (Moyle dan Cech 1999 dalam affandi 2001). Permeabilitas insang yang tinggi terhadap ion-ion monovalen Na¯ dan Cl¯, sehingga pasif bergerak dari media atau lingkungan air laut ke dalam plasma. 3.
Kulit Pada ikan yang bersifat hiperosmotik terhadap media atau lingkungan
hidupnya, masalah utama yang muncul adalah bagaimana memasukkan air secara osmose. 4.
Saluran Pencernaan Saluran pencernaan yang berperan dalam osmoregulasi adalah bagian
esofagus dan usus. Dinding saluran pencernaan lebih resisten terhadap difusi garam-garam dan air ke dalam ruangan cairan ekstraseluler pada kelompok ikan tidak bertaring atau belut, untuk mengganti kehilangan air hasil dari gradien difusi medium eksternal. Sedangkan pada ikan bawal diferensiasi usus yang disebut rectum dapat membantu proses osmoregulasi tersebut. Osmoregulasi pada ikan air tawar melibatkan pengambilan ion dari lingkungan untuk membatasi kehilangan ion. Air akan masuk ke tubuh ikan karena kondisi tubuhnya hipertonik, sehingga ikan banyak mengeksresikan air dan menahan ion (Boyd1990 dalam Arista 2001). Ada tiga pola regulasi ion dan air, yakni: 1.
Regulasi hipertonik atau hiperosmotik, yaitu pengaturan secara aktif konsentrasi cairan tubuh yang lebih tinggi dari konsentrasi media, misalnya pada potadrom (ikan air tawar). Teleostei potadrom bersifat hiperosmotik terhadap lingkungannya, menyebabkan air bergerak masuk ke dalam tubuh dan ion-ion ke luar lingkungan dengan cara difusi. Untuk menjaga keseimbangan cairan tubuhnya, ikan air tawar berosmoregulasi dengan cara minum sedikit atau tidak minum sama sekali.
2.
Regulasi hipotonik atau hipoosmotik, yaitu pengaturan secara aktif konsentrasi cairan tubuh yang lebih rendah dari konsentrasi media, misalnya
27
pada ikan air laut. tekanan osmosis air laut lebih tinggi daripada cairan tubuh, sehingga secara alami air akan mengalir dari dalam tubuh teleostei oseanodrom ke lingkungannya secara osmose melewati ginjal, insang, dan mungkin juga kulit. Sebaliknya garam-garam akan masuk ke dalam tubuh melalui proses difusi. Untuk mempertahankan konsentrasi garam dan air dalam tubuh, teleostei oseanodrom memperbanyak minum air laut dan melakukan osmoregulasi 3.
Regulasi isotonik atau isoosmotik, yaitu bila konsentrasi cairan tubuh sama dengan konsentrasi media, misalnya ikan-ikan yang hidup pada daerah estuari. Sistem osmoregulasi pada ikan laut berbeda dengan ikan air tawar.
Teleostei laut yang mempunyai cairan tubuh hipoosmotik terhadap air laut, mempunyai mekanisme adaptasi tertentu yang bermanfaat untuk menghindari kehilangan air dari tubuhnya. Kehilangan air dari tubuh terutama terjadi melalui insang. Sebagai penggantinya, hewan ini akam meminum air laut dalam jumlah yang banyak sehingga terjadi peningkatan garam yang ikut masuk ke dalam tubuh. Kelebihan garam dikeluarkan dalam jumlah besar melalui insang, karena insang ikan mengandung sel khusus yang disebut sel klorid. Sel klorid adalah sel yang berfungsi untuk mengeluarkan NaCl dari plasma ke air laut secara aktif (Isnaeni, 2006). Insang juga dilengkapi dengan lapisan selsel penghasil mukus dan sel-sel yang mengekskresikan amonia dan kelebihan garam. Insang teleotei terdiri dari dua rangkaian yang tersusun atas empat lekungan tulang rawan dan tulang keras yang menyusun sisi-sisi jaring. Pada golongan ikan teleostei terdapat gelembung air seni (urinary bladder) untuk menampung air seni. Di sini dilakukan penyerapan kembali terhadap ion-ion, dindingnya impermeabel terhadap air seni ( Rachman 2003). Sistem osmoregulasi melibatkan salah satu saluran pencernaan yaitu usus sehingga bakteri yang terdapat pada usus ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) dan bawal bintang (Trachinotus blochii) berbeda tergantung pada habitat. Pada perairan tawar banyak terdapat bakteri golongan Pseudomonas sp, Bacillus sp. dan Aeromonas sp., sedangkan pada perairan laut banyak terdapat
28
bakteri halofilik seperti Vibrio sp., Flavobacterium sp dan Pseudomonas sp (Nursyirwani, 2003).
2.4 Marka 16S rRNA Ribosomal RNA adalah RNA yang terdapat pada ribosom yang berperan dalam sintesis protein (Clarridge 2004). Di antara berbagai makromolekul di dalam sel, molekul rRNA dipertimbangkan sebagai indikator yang tepat untuk memprediksi evolusi dan identitas suatu organisme prokariot. Hal tersebut dikarenakan beberapa faktor, yaitu informasi genetika pada rRNA memiliki laju mutasi yang sangat lambat dan terdistribusi secara universal pada setiap organisme. Selain itu rRNA bersifat homolog, dan urutan basa nukleotida di antara molekul-molekul rRNA dapat dibandingkan dengan tepat, sehingga memudahkan untuk mengidentifikasi keanekaragamannya (Madigan dkk. 2010). Pada organisme prokariotik, terdapat tiga macam rRNA, yaitu 23S rRNA (S=Svedberg units; 2900 nukleotida), 16S rRNA (1550 nukleotida), dan 5S rRNA (120 nukleotida) (Gambar 5). Di antara ketiga melekul rRNA tersebut, 16S rRNA yang paling umum digunakan. Molekul 16S rRNA memiliki informasi genetik yang cukup banyak dan lebih mudah dianalisis.Molekul 23S rRNA memiliki struktur sekunder dan tersier yang cukup panjang, sehingga menyulitkan analisis, sedangkan molekul 5S rRNA memiliki urutan basa yang terlalu pendek, sehingga tidak ideal dari segi analisis statistika (Madigan dkk. 2010). Analisis gen penyandi 16S rRNA telah menjadi prosedur baku untuk menentukan hubungan filogenetik dan menganalisis suatu ekosistem (Pangastuti 2006).
Gambar 5. Segmen ribosomal RNA (Sumber: Tamarin 2002: 257)
29
Gen 16S rRNA disebut penanda sejarah evolusi yang baik (Jung-Hoon dkk. 1997). Hal tersebut karena gen 16S rRNA memiliki fungsi yang konstan, terdapat conserved region, variable region, dan bersifat universal (pada bakteri). Letak conserved region gen 16S rRNA adalah pada bagian awal gen (contoh: posisi basa 9--27), daerah tengah (contoh: posisi basa 515--531, 519--536) dan bagian akhir (contoh: 1524--1541), sedangkan sisanya adalah variable region (Clarridge 2004). Teknik yang akurat untuk identifikasi molekular bakteri adalah identifikasi terhadap
gen
penyandi
16S
rRNA,
dikenal
dengan
sebutan
ribotyping/riboprinting. Identifikasi tersebut didasarkan pada tingkat kesamaan dalam sekuens gen 16S rRNA sebagai sidik jari genetik bakteri atau disebut sekuens sidik jari. Gen 16S rRNA dari setiap spesies bakteri memiliki bagian yang stabil dalam sekuens dan satu sel bakteri memiliki ribuan kopi RNA. Gen 16S rRNA berupa polinukleotida besar (1500-2000 basa) dan merupakan bagian dari subunit kecil dari ribosom prokariot. Gen 16S rRNA bersama dengan beberapa protein kecil tergabung dalam subunit kecil ribosom. Analisis terhadap gen penyandi 16S rRNA merupakan metode terpilih untuk identifikasi dan melihat filogenitas bakteri. Keuntungannya adalah RNA secara umum dimiliki oleh semua bakteri, sedikit berubah dalam waktu tertentu, merupakan unit yang konstan dan merupakan target yang sensitif karena terdapat dalam jumlah banyak dalam sel yang aktif. Jika sekuens nukleotida dari gen 16S rRNA dari dua tipe organisme sangat mirip atau memiliki sedikit perbedaan basa dalam rRNA, maka kedua organisme tersebut memiliki hubungan kekerabatan yang dekat, ditinjau dari kedekatan secara evolusinya (Anglia, 2008).