BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Defenisi Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) adalah alat yang terbuat dari bahan yang aman (plastik yang dililiti oleh tembaga) dan dimasukkan ke dalam rahim oleh bidan atau dokter yang terlatih. Sebaiknya dipasang setelah haid atau 40 hari setelah melahirkan (BKKBN, 2009). B. Jenis Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Menurut Glasier (2005, hlm 118-119), saat ini alat kontrasepsi dalam rahim dibagi manjadi berapa bagian antara lain : 1. Copper - Releasing
Copper T 380 A
Nova T
Miltiload 375
2. Progestin - Releasing
Progestasert
LevoNova (LNG - 20)
Mirena
C. Cara Kerja Alat Kontrasepsi Dalam Rahim 1. Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopi. 2. Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri. 3. Alat kontrasepsi dalam rahim mampu mencegah sperma dan ovum untuk bertemu. 4. Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus (BKKBN, 2006). 5
6 D. Efektivitas Menurut Handayani (2010, hlm. 143 ), alat kontrasepsi dalam rahim memiliki efektivitas antara lain : 1. Efektivitas dari alat kontrasepsi dalam rahim dinyatakan dalam angka kontinuitas (continuation rate) yaitu berapa lama alat kontrasepsi dalam rahim tetap tinggal inutero tanpa ekspulsi spontan, terjadinya kehamilan dan pengangkatan / pengeluaran karena alasan medis atau pribadi. 2. Efektivitas dari alat kontrasepsi dalam rahim tergantung pada : a. Ukuran, bentuk, dan mengandung tembaga (Cu) atau Progesterone. b. Aseptor 1) Umur : Semakin tua usia, semakin rendah angka kehamilan, ekspulsi dan pengangkatan / pengeluaran alat kontrasepsi dalam rahim. 2) Paritas : Semakin muda usia, terutama pada nulligravid, semakin tinggi angka ekspulsi dan pengangkatan / pengeluaran alat kontrasepsi dalam rahim. 3) Frekuensi senggama. 3. Sebagai kontrasepsi, efektivitasnya tinggi. Sangat efektif 0,6 - 0,8 kehamilan per 100 perempuan dalam 1 tahun pertama yaitu 1 kegagalan dalam 125 - 170 kehamilan. E. Keuntungan dan Kerugian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim 1. Keuntungan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim a. Sebagai kontrasepsi, efektivitasnya tinggi. Sangat efektif 0,6-0,8 kehamilan / 100 perempuan dalam 1 tahun pertama (1 kegagalan dalam 125-170 kehamilan). b. AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan. c. Metode jangka panjang (10 tahun proteksi dari CuT- 380A dan tidak perlu diganti). d. Sangat efektif karena tidak perlu mengingat - ingat.
7 e. Tidak mempengaruhi hubungan seksual. f. Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut hamil. g. Tidak ada efek samping hormonal dengan alat kontrasepsi dalam rahim jenis CuT- 380A. h. Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI. i. Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus dan tidak terjadi infeksi. j. Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun atau lebih setelah haid terakhir). k. Membantu mencegah kehamilan ektopik (BKKBN, 2006). 2. Kerugian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Menurut Glasier (2005, hlm. 122-124), kerugian dari pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim antara lain: a. Pola Perdarahan Menstruasi Efek samping yang sering terjadi pada pemakai alat kontrasepsi dalam rahim jenis tembaga adalah pola perdarahan menstruasi yang lebih banyak dan lebih lama. Lebih dari 10 % pemakai alat kontrasepsi dalam rahim melaporkan gangguan menstruasi. Pengeluaran atas alasan medis, terutama akibat peningkatan banyaknya darah menstruasi, nyeri, dan bercak darah antar-menstruasi adalah sekitar 4% per tahun. b. Infeksi Angka PRP (penyakit radang panggul) pada pemakai alat kontrasepsi dalam rahim adalah 1,4 - 1,6 kasus per 1000 wanita selama tahun pemakaian. Resiko ini meningkat selama 20 hari pemakaian (9,7 per 1000). Hal ini berkaitan dengan masuknya organisme infektif kedalam rongga rahim saat pemasangan alat kontrasepsi dalam rahim, terutama pemasangan tidak mengikuti prosedur aseptik yang benar.
8 c. Ekspulsi Alat kontrasepsi dalam rahim dapat berpindah atau keluar dari rongga rahim secara spontan. Angka ekspulsi spontan alat kontrasepsi dalam rahim jenis LNG-IUS berkisar dari 3 - 10 % pada tahun pemakaian, bergantung pada usia dan paritas pemakai, waktu pemasangan dan tipe alat kontrasepsi dalam rahim, dan keahlian petugas yang memasang alat tersebut. d. Perforasi Perforasi uterus merupakan kejadian yang jarang (kurang dari 1 dalam 1000 pemasangan) dan berkaitan dengan tipe alat kontrasepsi dalam rahim, teknik pemasangan, dan keterampilan petugas. Resiko perforasi fundus lebih besar pada awal periode pascapartum sebelum uterus mengalami involusi sempurna.
F. Persyaratan Pemakaian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim 1. Indikasi a. Usia reproduksi. b. Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang. c. Resiko rendah dari IMS d. Tidak menghendaki metode hormonal. e. Tidak menyukai untuk mengingat minum pil setiap hari. f. Tidak menghendaki kehamilan setelah 1-5 hari senggama (BKKBN, 2006). 2. Kontraindikasi a. Diketahui atau dicurigai hamil b. Perdarahan vagina abnormal yang belum di diagnosis. c. Dicurigai mengidap keganasan saluran genital
9 d. Rongga uterus yang mengalami distorsi hebat sehingga pemasangan atau penempatan sulit dilakukan misalnya fibroid besar (Suzanne, 2007, hlm. 198).
G. Efek Samping dan Komplikasi Menurut Varney (2006, hlm. 451), efek samping dan komplikasi pemasangan alat kontrasepsi dalam rahim antara lain : 1.
Efek samping yang umum terjadi : a. Perubahan siklus haid (umumnya pada 8 bulan pertama dan akan berkurang setelah 3 bulan). b. Haid lebih lama dan banyak. c. Perdarahan (spotting) antar menstruasi. d. Saat haid lebih sakit.
2.
Komplikasi lain : a. Merasakan sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah pemasangan. b. Perdarahan berat pada waktu haid atau diantaranya yang memungkinkan penyebab anemia. c. Perforasi dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangannya benar).
3.
Sinkop vasovagal saat pemasangan alat kontrasepsi dalam rahim.
4.
Keram, nyeri punggung bagian bawah terjadi bersamaan selama beberapa hari setelah pemasangan alat kontrasepsi dalam rahim.
5.
Dismenorea, terutama yang terjadi selama satu sampai tiga bulan pertama setelah pemasangan alat kontrasepsi dalam rahim.
6.
Gangguan menstruasi (menoragia, mentroragia, amenore, oligomenorea).
7.
Benang alat kontrasepsi dalam rahim hilang, karna terlalu panjang atau terlalu
10 pendek. 8.
Kehamilan ektopik. Masalah lain yang mungkin timbul yaitu :
1. Benang hilang. 2. Resiko infeksi panggul (hingga 20 hari pasca - insersi). 3. Perforasi uterus (jarang terjadi). 4. Ekspulsi spontan 5. Kehamilan ektopik 6. Abortus spontan 7. Gangguan / rasa tidak nyaman akibat benang saat sanggama. H. Waktu Pemasangan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim 1. Insersi Interval a. Kebijakan lama : Insersi alat kontrasepsi dalam rahim dilakukan segera sesudah haid. Hal ini dikarenakan ostium uteri lebih terbuka, canalis cervikalis lunak, perdarahan yang timbul karena prosedur insersi, tertutup oleh perdarahan haid yang normal, wanita pasti tidak hamil tetapi akhirnya kebijakan ini ditinggalkan karena infeksi dan ekspulsi lebih tinggi bila insersi dilakukan saat haid. Dilatasi canalis servikalis adalah sama pada saat haid maupun pada saat mid-siklus sehingga mempermudahkan calon akseptor pada setiap ia datang ke klinik KB. b. Kebijakan sekarang : Insersi alat kontrasepsi dalam rahim dapat dilakukan setiap saat dari siklus haid dan tidak dalam keadaan hamil. 2. Insersi Post-Partum Insersi alat kontrasepsi dalam rahim aman dalam beberapa hari post-partum, hanya kerugian paling besar adalah angka kejadian ekspulsi yang sangat tinggi. Tetapi
11 menurut penelitian di Singapura, saat yang terbaik adalah delapan minggu postpartum. Hal ini dikarenakan antara empat sampai delapan minggu post-partum, bahaya perforasi tinggi sekali. 3. Setelah menderita abortus (segera atau dalam waktu 7 hari) apabila tidak ada gejala infeksi. 4. Dipasangkan maksimal setelah 5 hari senggama yang tidak dilindungi (Handayani, 2010, hlm. 147).
Petunjuk bagi klien : 1. Kembali memeriksakan diri setelah 4 sampai 6 minggu pemasangan alat kontrasepsi dalam rahim. 2. Selama bulan pertama menggunakan alat kontrasepsi dalam rahim, periksalah benang alat kontrasepsi dalam rahim secara rutin terutama setelah haid. 3. setelah bulan pertama pemasangan, hanya perlu memeriksa keberadaan benang setelah haid apabila mengalami : a. Kram / kejang di perut bagian bawah. b. Perdarahan (spotting) di antara haid atau setelah senggama. c. Nyeri setelah senggama atau apabila pasangan mengalami tidak nyaman selama melakukan hubungan seksual. 4. Alat kontrasepsi dalam rahim jnis CuT-380A perlu dilepas setelah 10 tahun pemasangan, atau lebih awal apabila diinginkan. 5. Kembali ke klinik apabila :
12 a. Tidak dapat meraba benang alat kontrasepsi dalam rahim berarti alat kontrasepsi dalam rahim lepas. b. Terjadi pengeluaran cairan dari vagina yang mencurigakan. c. Adanya infeksi (BKKBN, 2010).