BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Defenisi Air Bersih Air adalah semua air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah kecuali
air laut dan air fosil. Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, sungai, rawa, danau, telaga, waduk dan muara. (PP. No. 82 Tahun 2001). Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi persyaratan kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Air pemandian umum adalah air yang digunakan pada tempat-tempat pemandian bagi umum tidak termasuk pemandian untuk pengobatan tradisional dan kolam renang, yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan (Permenkes RI no 416 tahun 1990). 2.2.
Manfaat Air Bagi Kehidupan Air adalah sangat penting bagi kehidupan manusia. Manusia akan lebih cepat
meninggal karena kekurangan air daripada kekurangan makanan. Di dalam tubuh manusia itu sendiri sebagian besar dari air. Tubuh orang dewasa, sekitar 55 % - 60 % berat badan terdiri dari air, untuk anak – anak sekitar 65 % dan untuk bayi sekitar 80 % (Notoatmodjo, 2003).
Air yang dibutuhkan oleh manusia untuk hidup sehat harus memenuhi syarat kualitas. Disamping itu harus pula dapat memenuhi secara kuantitas (jumlahnya). Diperkirakan untuk kegiatan rumah tangga yang sederhana paling tidak membutuhkan air sebanyak 100 L/orang/hari.
Universitas Sumatera Utara
Angka tersebut misalnya untuk : a.
Berkumur, cuci muka, sikat gigi, wudhu
: 20L/orang/hari
b.
Mandi/mencuci pakaian dan alat rumah tangga
: 45L/orang/hari
c.
Masak, minum
: 5L/orang/hari
d.
Menggolontor kotoran
: 20L/orang/hari
e.
Mengepel, mencuci kendaraan
: 10L/orang/hari
(Entjang, 1991). Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk minum, masak, mandi, mencuci dan sebagainya. Menurut perhitungan WHO di negara – negara maju tiap orang memerlukan air antara 60 – 120 liter per hari. Sedangkan di negara – negara berkembang, termasuk Indonesia tiap orang memerlukan air antara 30 – 60 liter per hari. Di antara kegunaan-kegunaan air tersebut, yang sangat penting adalah kebutuhan untuk minum (Notoatmodjo, 2003). 2.3.
Sumber-sumber Air Sumber air yang digunakan sehari-hari haruslah memenuhi syarat-syarat
kesehatan. Air di bumi selalu mengalami siklus hidrologi sehingga dikenal 4 (empat) sumber air di bumi yaitu : (Sutrisno, 2006) 2.3.1. Air Laut Air laut adalah merupakan air yang menutupi permukaan tanah yang sangat luas dan umumnya mengandung garam dan berasa asin. Mempunyai sifat asin, karena mengandung garam NaCl. Kadar garam NaCl dalam air laut 3%. Dengan keadaan ini; maka air laut tidak memenuhi syarat untuk air minum. Air laut memiliki kadar garam karena bumi dipenuhi dengan garam mineral yang terdapat di dalam batu-batuan dan
Universitas Sumatera Utara
tanah. Contohnya natrium, kalium, kalsium, dll. Apabila air sungai mengalir ke lautan, air tersebut membawa garam. Ombak laut yang memukul pantai juga dapat menghasilkan garam yang terdapat pada batu-batuan. Lama-kelamaan air laut menjadai asin karena banyak mengandung garam . 2.3.2. Air Tanah Air tanah adalah air yang berada di bawah permukaan tanah. Air tanah merupakan sumber air tawar terbesar, mencakup kira-kira 30% dari total air tawar atau 10,5 juta km3. Air tanah terbentuk dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi dan meresap ke dalam tanah melalui pori-pori tanah dan akar tanaman, dan kemudian tertahan pada lapisan tanah membentuk lapisan yang mengandung air tanah (Aquifer). Akhir-akhir ini pemanfaatan air tanah meningkat dengan cepat, bahkan di beberapa tempat tingkat eksploitasinya sudah sampai tingkat yang membahayakan. Air tanah biasanya diambil, baik untuk sumber air minum dan air bersih maupun untuk irigasi (Suripin, 2002). 2.3.3. Air Atmosfir, Air Meteorologik. Dalam keadaan murni, air sangat bersih, karena dengan adanya pengotoran udara yang disebabkan oleh kotoran-kotoran industri/debu dan lain sebagainya. Maka untuk menjadikan air hujan sebagai air minum hendaknya pada waktu menampung air hujan jangan dimulai pada saat hujan mulai turun, karena masih mengandung banyak kotoran. Selain itu air hujan mempunyai sifat agresif terutama terhadap pipa-pipa penyalur maupun bak-bak reservoir, sehingga hal ini akan mempercepat terjadinya korosi (karatan). Juga air hujan ini mempunyai sifat lunak, sehingga akan boros terhadap pemakaian sabun.
Universitas Sumatera Utara
2.3.4. Air Permukaan. Air permukaan adalah air yang mengalir di permukaan bumi. Pada umumnya air permukaan ini akan mendapat pengotoran selama pengalirannya, misalnya oleh lumpur, batang-batang kayu, daun-daun, kotoran industri kota dan sebagainya. Beberapa pengotoran ini, untuk masing-masing air permukaan akan berbeda-beda, tergantung pada daerah pengaliran air permukaan ini. Jenis pengotorannya adalah merupakan kotoran fisik, kimia dan bakteriologi (Sutrisno, 2002). Air permukaan ada 2 macam yakni : a. Air sungai b. Air rawa/danau. a.
Air sungai Sungai mempunyai karakteristik umum yaitu debit aliran, pengeluaran, dan
fluktuasi kualitas air sepanjang tahun, hari bahkan jam. Debit aliran minimum biasanya terjadi pada akhir periode musim kering. Debit aliran maksimum yang disertai kualitas air yang buruk biasanya terjadi sesudah hujan lebat selama periode musim hujan. Dalam penggunaannya sebagai air minum, haruslah mengalami suatu pengolahan yang sempurna, mengingat bahwa air sungai ini pada umumnya mempunyai derajat pengotoran yang sangat tinggi sekali. Debit yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan akan air minum pada umumnya dapat mencukupi. b.
Air rawa/danau Air danau adalah sejumlah air tawar yang terakumulasi di suatu tempat yang
cukup luas, yang dapat terjadi karena mencairnya gletser, aliran sungai, atau karena adanya mata air. Kebanyakan air rawa/danau ini berwarna yang disebabkan oleh adanya
Universitas Sumatera Utara
zat-zat organis yang telah membusuk, misalnya asam humus yang larut dalam air yang menyebabkan warna kuning coklat. Danau dapat memiliki manfaat serta fungsi seperti untuk irigasi pengairan sawah, ternak serta kebun, sebagai objek pariwisata, sebagai PLTA atau pembangkit listrik tenaga air, sebagai tempat usaha perikanan darat, sebagai sumber penyediaan air bagi makhluk hidup sekitar dan juga sebagai pengendali banjir dan erosi.
2.4.
Karakteristik Danau Toba
Ukuran panjang Danau Toba lebih dari 87 kilometer dengan lebar maksimum 31,5 kilometer. Permukaan air danau berada pada elevasi + 905 meter di atas permukaan laut, dikelilingi oleh tebing dan gunung-gunung dengan ketinggian maksimal 2.157 meter. Kedalaman air danau diukur pada penelitian ini dengan kedalaman 499 meter dan menurut informasi ada beberapa tempat yang kedalamannya lebih dari 1.000 meter (Bapedalda Sumut, 2000). Danau Toba ini merupakan sumber daya air yang mempunyai nilai sangat penting ditinjau dari fungsi ekologi, hidrologi serta fungsi ekonomi. Hal ini berkaitan dengan fungsi danau sebagai habitat berbagai jenis organisme air, sebagai sumber air minum bagi masyarakat sekitarnya, sebagai sumber air untuk kegiatan pertanian dan budidaya perikanan serta menunjang berbagai jenis kegiatan industri. Tak kalah penting adalah fungsi Danau Toba sebagai kawasan wisata yang sudah terkenal ke mancanegara dan sangat potensial untuk pengembangan kepariwisataan di Sumatera Utara (Barus, 2007 dalam Fitra, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Secara umum kondisi perairan Danau Toba masih tergolong Oligotropik (miskin zat hara). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pada lokasi yang terletak di tengah danau (sekitar 500 m dari pinggir danau), kecerahan air mencapai 11-14 m dengan kandungan nutrisi dalam air masih rendah dan kadar oksigen masih terdeteksi sampai ke dasar danau pada kedalaman antara 200 – 500 m. Pada bagian pinggir Danau Toba yang dekat dengan pemukiman dan aktivitas penduduk serta lokasi budidaya ikan dalam jarring apung terdeteksi kadar nutrisi yang tinggi (Barus, 2007 dalam Fitra, 2008). Air Danau Toba merupakan sumber air minum bagi sebahagian besar masyarakat yang bermukim di sekitarnya. Delapan puluh dua persen (82%) masyarakat di pinggir Danau Toba menggunakan air danau sebagai sumber air minum, baik secara langsung maupun melalui pengolahan sederhana (Sitanggang, 2009). 2.4.1. Kualitas Air Danau Toba Hasil analisis laboratorium terhadap sampel air Danau Toba yang diambil pada bulan November 2008 di daerah Pangambatan, Silimalombu dan Hutaginjang menunjukkan bahwa nilai pH sebesar 8,18, kelarutan oksigen (DO) yaitu sebesar 3,76 mg/l, BOD (Biochemical Oxygen Demand) sebesar 11,26 mg/l, COD sebesar 18,66 mg/l, dan fosfat yang ditemukan 0,3 mg/l (Anonim, 2008). Menurut penelitian yang dilakukan di daerah Parapat, bahwa hasil pengukuran menunjukkan temperature pada Perairan Danau Toba berkisar antara 24,61-26,59°C. Hasil pengukuran kecerahan pada tiga stasiun pengamatan berkisar antara 4,29 - 7,94 m. Hasil penelitian menunjukkan, nilai pH Perairan Danau Toba berkisar 7,30 - 7,41 (Fitra, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Nilai rata-rata BOD5 Perairan Danau Toba sewaktu penilitian berkisar 1,10 – 2,8 mg/l. BOD5 tertinggi sebesar 2,8 mg/l diperoleh pada daerah keramba jaring apung sedangkan yang terendah sebesar 1,10 mg/l diperoleh pada daerah tengah danau. Dengan demikian maka kebutuhan oksigen oleh bakteri untuk mengoksidasi bahan organik pada lokasi pengamatan berkisar 1,10 – 2,8 mg/l. Tingginya nilai BOD5 pada daerah keramba jaring apung mengindikasikan bahwa kandungan bahan organik di daerah keramba jaring apung lebih tinggi dari pada daerah pemukiman penduduk. Bahan organik ini berasal dari pakan ikan yang tidak habis termakan oleh ikan sehingga terlarut di dalam air (Fitra, 2008). Nilai rata-rata COD Perairan Danau Toba sewaktu penelitian berkisar 26,02 30,21 mg/l. Nilai COD yang diperoleh sewaktu penelitian pada Perairan Danau Toba tergolong kurang baik, sebab baku mutu air golongan I menurut PP No. 82 tahun 2001 memiliki nilai COD maksimal 10 mg/l. Fosfat yang terukur di Perairan Danau Toba sewaktu penelitian berkisar 0,23 - 0,35 mg/l. Berdasarkan baku mutu air golongan I (PP No. 82 tahun 2001), nilai kandungan fosfat yang dimiliki danau Toba sudah tergolong tidak layak. Dalam hal ini nilai yang layak untuk fosfat adalah 0,200 mg/l. Besarnya kandungan rata-rata nitrat (NO3-N) di Perairan Danau Toba berkisar 10,29-15,47 mg/l. Nilai nitrat tertinggi di jumpai pada daerah pemukiman penduduk sedangkan terendah di daerah tengah danau. Nitrat pada daerah pemukiman penduduk lebih tinggi, karena nitrat merupakan hasil oksidasi terakhir dari amonium dan amoniak yang berasal dari limbah domestik. Karena berada pada lokasi yang dekat dengan aktivitas penduduk maka buangan limbah domestik yang mengandung amoniak jelas akan menyebabkan jumlah nitrat akan menjadi lebih tinggi. Sebaliknya kandungan nitrat
Universitas Sumatera Utara
di daerah tengah danau lebih rendah karena berada jauh dari buangan limbah organik. Dihubungkan dengan nilai baku mutu air golongan I (PP No.82 tahun 2001), kandungan nitrat Perairan Danau Toba tergolong cukup tinggi artinya telah melampau batas maksimal yang diperbolehkan. Dalam hal ini batas maksimal yang diperbolehkan adalah 10 mg/l. Besar nilai rata-rata amoniak yang diperoleh pada Perairan Danau Toba sewaktu penelitian berkisar 0,09-1,63 mg/l. Kandungan amoniak tertinggi pada daerah keramba jaring apung karena adanya pencemaran bahan organik yang berasal dari pakan ikan yang tidak habis termakan, sehingga amoniak terakumulasi di perairan (Fitra, 2008). 2.4.2. Sumber Pencemaran Air Danau Toba Kualitas perairan Danau Toba pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh kegiatankegiatan manusia, terutama pemukiman penduduk, peternakan, pertanian, kegiatan industri pariwisata, kegiatan perindustrian dan perdagangan termasuk pasar, hotel dan restoran, serta kegiatan transportasi air (Partogi, 2006). Limbah dan kegiatan pemukiman/rumah tangga seperti : air cucian, tinja, sampah, kotoran ternak akan mempengaruhi kualitas air Danau Toba. Limbah dari hotel dan restoran/rumah makan seperti : limbah cair, tinja, limbah padat/sampah, sisa-sisa makanan dimana berbagai limbah tersebut selanjutnya akan meningkatkan kadar BOD, COD, bakteri pathogen dan lain-lain (Anonim, 2009). Kegiatan ekonomi masyarakat di Kawasan Danau Toba disektor perikanan meliputi kegiatan penangkapan dan budidaya. Kegiatan budidaya yang berkembang pesat adalah dengan Keramba Jaring Apung. Keberadaan Keramba Jaring Apung diperairan Danau Toba menambah beban pencemaran akibat adanya limbah berupa sisa-sisa pakan ikan yang tidak habis dikonsumsi ikan dan kotoran ikan itu sendiri (Fitra, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan data Badan Pengawas Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda), perairan Danau Toba digunakan untuk budidaya keramba jaring apung yang jumlahnya 5.612 unit dimana jumlah pakan yang diberikan adalah 24 kg/per keramba/hari. Pencemaran air Danau Toba mulai dirasakan ketika keberadaan keramba jaring apung itu ada di permukaan danau. Diperparah lagi pertumbuhan eceng gondok yang begitu subur menjadi indikator bahwa air kaya zat-zat organik (pencemaran organik) (Anonim, 2008).
Lokasi keramba jaring apung hendaknya jauh dari atau di luar wilayah yang diperuntukkan bagi pengembangan pariwisata atau/ dan kegiatan manusia lainnya agar tidak terjadi dampak yang mungkin mengganggu kehidupan ikan yang dipeliharanya atau sebaliknya. Jumlah keramba jaring apung yang diperkenankan di suatu perairan harus dibatasi mengingat jumlah ikan yang dipelihara sangat banyak. Besarnya jumlah ikan mengakibatkan besarnya jumlah pakan yang diberikan. Akibatnya, banyak sekali kotoran ikan dari hasil metabolisme pakan yang yang terbuang ke dalam perairan. Hal ini menyebabkan meningkatnya kadar bahan organik, fosfat, dan nitrat di dalam air (Suyanto, 2009). Karena nitrat dan fosfat juga bermanfaat bagi tumbuhan air, maka terjadi pertumbuhan yang berlebih di dalam perairan. Suatu perairan dapat samasekali tertutup oleh tumbuhan sehingga mengurangi cahaya yang masuk ke dalam air. Selain itu oksigen telarut menjadi berkurang, air menjadi semakin anaerobik, anyir dan bau, sehingga mengurangi populasi organisme yang aerob dan menurunkan nilai estetik. Dengan demikian, dayaguna air bagi kesehatan juga menurun. Pertumbuhan tanaman sedemikian dapat pula mengganggu sistem pengolahan air. Hal inipun memberi pengaruh terhadap
Universitas Sumatera Utara
kesehatan secara tidak langsung lewat musnahnya rantai makanan yang bersifat aerob (Slamet, 2007). 2.5.
Syarat Kualitas air Agar air tidak menyebabkan penyakit, maka air tersebut hendaknya diusahakan
memenuhi persyaratan-persyaratan kesehatan, setidak-tidaknya diusahakan mendekati persyaratan tersebut yang tercantum dalam Permenkes RI No 416 tahun 1990 dan PP. No. 82 Tahun 2001. Air yang sehat harus mempunyai persyaratan secara fisik, kimia dan bakteriologis (Notoatmodjo, 2003). 2.5.1. Kualitas Secara Fisik Peraturan
menteri
kesehatan
RI
Nomor
:
416/MENKES/PER/IX/1990,
menyatakan bahwa air yang layak dikonsumsi dan digunakan dalam kehidupan seharihari adalah air yang mempunyai kualitas yang baik sebagai sumber air minum maupun air baku (air bersih), antara lain harus memenuhi persyaratan secara fisik, tidak berbau, tidak berasa, tidak keruh, serta tidak berwarna. 1. Kekeruhan Air dikatakan keruh, apabila air tersebut mengandung begitu banyak partikel bahan yang tersuspensi sehingga memberikan warna/ rupa yang berlumpur dan kotor. Bahan-bahan yang menyebabkan kekeruhan ini meliputi: tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik yang tersebar secara baik dan partikel-partikel kecil yang tersuspensi lainnya (Sutrisno, 2006). Kekeruhan tergantung pada konsentrasi partikel-partikel padat yang ada di dalam air. Tingkat kekeruhan air biasanya diukur dengan alat yang disebut dengan turbidimeter.
Universitas Sumatera Utara
Kekeruhan untuk air minum dibatasi tidak lebih dari 10 mg/lt (skala silika), lebih baik kalau tidak melebihi 5 mg/lt (Suripin, 2002). 2. Warna Banyak air permukaan khususnya yang berasal dari daerah rawa-rawa, seringkali berwarna sehingga tidak dapat diterima oleh masyarakat baik untuk keperluan rumah tangga maupun untuk keperluan industri, tanpa dilakukan pengolahan untuk menghilangkan warna tersebut (Sutrisno, 2006). Bahan buangan dan air limbah yang berupa bahan anorganik dan bahan organik seringkali dapat larut di dalam air. Apabila bahan buangan dan air limbah dapat larut dalam air maka akan terjadi perubahan warna air. Air dalam keadaan normal dan bersih tidak akan berwarna, sehingga tampak bening dan jernih (Wardhana, 2004). 3. Bau dan Rasa Rasa dalam air biasanya akibat adanya garam-garam terlarut. Bau dan rasa yang timbul dalam air karena kehadiran mikroorganisme, bahan mineral, gas terlarut, dan bahan-bahan organik. Polusi dapat dapat menimbulkan bau dan rasa yang tidak dikehendaki (Suripin, 2002). 4. Suhu Suhu air sebaiknya sejuk dan tidak panas terutama agar tidak terjadi pelarutan zat kimia yang dapat membahayakan kesehatan, menghambat reaksi-reaksi biokimia, mikroorganisme pathogen tidak mudah berkembang biak, dan bila diminum air dapat menghilangkan dahaga (Slamet, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Temperatur yang diinginkan adalah ± 30C suhu udara disekitarnya yang dapat memberikan rasa segar, tetapi iklim setempat atau jenis dari sumber-sumber air akan mempengaruhi temperatur air. 2.5.2. Kualitas Secara Kimia Air yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu di dalam jumlah yang tertentu pula. Kekurangan atau kelebihan salah satu zat kimia di dalam air, akan menyebabkan gangguan fisiologis pada manusia (Notoatmodjo, 2003). Kandungan zat kimia dalam air bersih yang digunakan sehari-hari hendaknya tidak melebihi kadar maksimum yang diperbolehkan seperti tercantum dalam PP. No. 82 Tahun 2001. 1. pH atau Konsentrasi Ion Hidrogen Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH sekitar 6,5 - 7,5. Air akan bersifat asam atau basa tergantung besar kecilnya pH. Bila pH di bawah pH normal, maka air tersebut bersifat asam, sedangkan air yang mempunyai pH di atas pH normal bersifat basa. Air limbah dan bahan buangan industri akan mengubah pH air yang akhirnya akan mengganggu kehidupan organisme di dalam air (Wardhana, 2004). 2. Oksigen terlarut (DO) Tanpa adanya oksigen terlarut, banyak mikroorganisme dalam air tidak dapat hidup karena oksigen terlarut digunakan untuk proses degradasi senyawa organik dalam air. Oksigen dapat dihasilkan dari atmosfir atau dari reaksi fotosintesa algae. Oksigen yang dihasilkan dari reaksi fotosintesa algae tidak efisien, karena oksigen yang terbentuk akan digunakan kembali oleh algae untuk proses metabolisme pada saat tidak ada cahaya.
Universitas Sumatera Utara
Kelarutan oksigen dalam air tergantung pada temperatur dan tekanan atmosfir (Warlina, 2004). 3. Kebutuhan Oksigen Biokimia (BOD) BOD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam lingkungan air untuk memecah (mendegradasi) bahan buangan organik yang ada di dalam air lingkungan tersebut. Pada dasarnya, proses oksidasi bahan organik berlangsung cukup lama (Wardhana, 2004). Semakin besar kadar BOD, maka merupakan indikasi bahwa perairan tersebut telah tercemar, sebagai contoh adalah kadar maksimum BOD 5 yang diperkenankan untuk kepentingan air minum dan menopang kehidupan organisme akuatik adalah 3,0 – 6,0 mg/L
berdasarkan
UNESCO/WHO/UNEP,
1992.
Sedangkan
berdasarkan
Kep.51/MENKLH/10/1995 nilai BOD 5 untuk baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri golongan I adalah 50 mg/L dan golongan II adalah 150 mg/L. 4. Kebutuhan Oksigen Kimiawi (COD) COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia baik yang dapat didegradasi secara biologis maupun yang sukar didegradasi. Bahan buangan organik tersebut akan dioksidasi oleh kalium bichromat yang digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) menjadi gas CO2 dan gas H2O serta sejumlah ion chrom (Warlina, 2004). Seperti pada BOD, perairan dengan nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan perikanan dan pertanian. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/L, sedangkan pada perairan tercemar dapat lebih dari 200 mg/L dan pada limbah industri dapat mencapai 60.000 mg/L.
Universitas Sumatera Utara
5. Nitrat Nitrogen merupakan salah satu unsur penting bagi pertumbuhan organisme dan proses pembentukan protoplasma, serta merupakan salah satu unsur utama pembentukan protein. Di perairan, nitrogen biasanya ditemukan dalam bentuk amonia, amonium, nitrit (NO2) dan nitrat (NO3) serta beberapa senyawa nitrogen organik lainnya (Anonim, 2010). Sumber nitrogen organik di perairan berasal dari proses pembusukan makhluk hidup yang telah mati, karena protein dan polipeptida terdapat pada semua organisme hidup. Sumber antropogenik nitrogen organik adalah limbah industri dan limpasan dari daerah pertanian, terutama urea. Urea juga digunakan sebagai bahan dasar pembuatan plastik dan obat-obatan, serta sebagai pelarut selulosa pada industri kertas. Nitrat biasanya ada di air permukaan dalam konsentrasi kecil, dan kemungkinan mencapai konsentrasi tinggi pada air tanah. Nitrat adalah unsur penting dalam proses protosyntesis tanaman air. Adanya NO 3 dalam air adalah berkaitan erat dengan siklus Nitrogen dalam alam. Dalam siklus tersebut dapat diketahui bahwa Nitrat dapat terjadi baik dari N 2 atmosfir maupun dari pupuk-pupuk (fertilizer) yang digunakan dan dari oksidasi NO 2 - oleh bakteri dari kelompok Nitrobacter. Asam yang dibentuk dari nitrat dapat bereaksi membentuk nitrosamines yang kebanyakan diketahui potensi carcinogen (Sutrisno, 2006). Nitrat dapat digunakan untuk mengelompokkan tingkat keseburan perairan. Perairan oligotrofik memiliki kadar nitrat antara 0-1 mg/l, perairan mesotrofik memiliki kadar nitrat antara 1-5 mg/l, dan perairan eutrofik memiliki kadar nitrat yang berkisar antara 5-50 mg/l (Wetzel, 1975 dalam Effendi, 2003)
Universitas Sumatera Utara
Kadar maksimum NO 3 sebagai N dalam air bersih yamg masih diperbolehkan 10 mg/L (PP. No. 82 Tahun 2001). 6. Fosfat Fosfat banyak terdapat diperairan dalam bentuk inorganik dan organik sebagai larutan, debu, dan tubuh organisme. Sumber utama fosfat inorganik dari penggunaan detergen, dan pupuk pertanian. Fosfat organik berasal dari makanan dan buangan rumah tangga. Semua fosfat mengalami proses perubahan biologis menjadi fosfat iorganik yang selanjutnya digunakan oleh tanaman untuk membuat energi (Sutrisno, 2006). Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan. Karakteristik fosfor sangat berbeda dengan unsur-unsur utama lain yang merupakan penyusun biosfer karena unsur ini tidak terdapat di atmosfer. Pada kerak bumi, keberadaan fosfor relatif sedikit dan mudah mengendap. Fosfor juga merupakan unsur yang esensial bagi tumbuhan tingkat tinggi dan algae, sehingga unsur ini menjadi faktor pembatas bagi tumbuhan dan alga akuatik serta sangat mempengaruhi tingkat produktivitas perairan (Anonim, 2010). Kadar fosfor yang diperkenankan bagi kepentingan air minum adalah 0,2 mg/liter dalam bentuk fosfat (PO 4 ). Kadar fosfor pada perairan alamai berkisar sekitar 0,02 mg/liter P-PO 4 (UNESCO/WHO/UNICEP, 1992). Kadar fosfor dalam ortofosfat (P-PO4 ) jarang melebihi 0,1 mg/liter, meskipun pada perairan eutrof. Kadar fosfor total pada perairan alami jarang melebihi 1 mg/liter (Boyd dalam Effendi, 2003). Berdasarkan kadar ortofosfat, perairan diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu : perairan oligotrofik yang memiliki kadar ortofosfat 0,003 – 0,01 mg/liter; perairan
Universitas Sumatera Utara
mesotrofik yang memiliki kadar ortofosfat 0,011 – 0,03 mg/liter; dan perairan eutrofik yang memiliki kadar ortofosfat 0,031 – 0,1 mg/liter (Wetzel, 1975 dalam Effendi, 2003). Berdasarkan kadar fosfor total, perairan diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu : perairan dengan tingkat kesuburan rendah, yang memiliki kadar fosfat total berkisar antara 0-0,02 mg/liter; perairan dengan tingkat kesuburan sedang, yang memiliki kadar fosfat total 0,021-0,05 mg/liter; dan perairan dengan tingkat kesuburan tinggi, yang memiliki kadar fosfat total 0,051-0,1 mg/liter. Fosfat merupakan parameter untuk mendeteksi pencemaran air. Kadar maksimum fosfat sbg P dalam air minum yang masih diperbolehkan 0,2 mg/L (PP. No. 82 Tahun 2001). 2.5.3. Kualitas Bakteriologis Air untuk keperluan minum yang sehat harus bebas dar segala bakteri, terutama bakteri pathogen (Notoatmodjo, 2003). Bakteri golongan Coli (Coliform bakteri) tidak merupakan bakteri patogen, tetapi bakteri ini merupakan indikator dari pencemaran air oleh bakteri patogen. Menurut Permenkes RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990, bakteri coliform yang memenuhi syarat untuk air bersih bukan perpipaan adalah < 50 MPN. 2.6.
Bahan Pencemar Di Dalam Air Berbagai macam kegiatan yang ada saat ini apabila tidak disertai dengan program
pengolahan limbah yang baik akan memungkinkan terjadinya pencemaran air, baik secara langsung maupun secara tidak
langsung. Bahan pencemar air dapat
dikelompokkan sebagai berikut : (Wardhana, 2004).
Universitas Sumatera Utara
2.6.1. Bahan Buangan Padat Bahan buangan padat yang dimaksud disini adalah bahan buangan yang berbentuk padat, baik yang kasar (butiran besar) maupun yang halus (butiran kecil). Kedua macam bahan buangan padat tersebut apabila dibuang ke air lingkungan maka kemungkinan yang dapat terjadi adalah : a. Pelarutan Bahan Buangan Padat oleh Air Apabila bahan buangan padat larut di dalam air, maka kepekatan air atau berat jenis cairan akan naik. Adakalanya pelarutan bahan buangan padat di dalam air akan disertai pula dengan perubahan warna air. Air yang mengandung larutan pekat dan warna gelap akan mengurangi penetrasi sinar matahari ke dalam air. Akibatnya, proses fotosintesis tanaman dalam air menjadi terganggu. Jumlah oksigen yang terlarut di dalam air juga akan berkurang. Hal ini sudah barang tentu berakibat pula terhadap kehidupan organisme yang hidup di dalam air. b. Pengendapan Bahan Buangan Padat di Dasar Air. Kalau bahan buangan padat berbentuk kasar dan berat serta tidak larut dalam air maka bahan buangan tersebut akan mengendap di dasar air. Terjadinya endapan di dasar air sanagt menggagu kehidupan organisme di dalam air kerena endapan akan menutup permukaan dasar air. Endapan juga dapat menghalangi datangnya sinar matahari sehingga fotosintesis terganggu. c. Pembentukan Koloid Yang Melayang Di Dalam Air Koloid terjadi karena bahan buangan padat yang berbentuk halus sebagian da yang larut dan sebagian lagi tidak dapat larut dan tidak dapat mengendap. Koloid ini melayang di dalam air sehingga air menjadi keruh.
Universitas Sumatera Utara
2.6.2. Bahan Buangan Organik Bahan buangan organik pada umumnya berupa limbah yang dapat membusuk atau terdegradasi oleh mikroorganisme. Oleh karena bahan buangan organik dapat membusuk atau terdegradasi maka akan sangat bijaksana apabila bahan buangan yang temasuk kelompok ini tidak dibuang ke air lingkungan karena akan dapat menaikkan populasi mikroorganisme di dalam air. Dengan bertambahnya populasi mikroorganisme di dalam air maka tidak tetutup pula kemungkinannya untuk ikut berkembangnya bakteri patogen yang berbahaya bagi manusia (Suripin, 2002). 2.6.3. Bahan Buangan Anorganik Bahan buangan anorganik pada umumnya berupa limbah yang tidak dapat membusuk dan sulit terdegradasi oleh mikroorganisme. Apabila bahan buangan anorganik ini masuk ke air lingkungan maka akan terjadi peningkatan jumlah ion logam di dalam air. Bahan buangan anorganik biasanya berasal dari industri yang melibatkan penggunaan unsur-unsur logam seperti Timbal, Arsen, Merkuri, Kadmium, Air Raksa, Magnesium, Kobalt dan lain-lain (Wardhana, 2004). 2.6.4. Bahan Buangan Olahan Bahan Makanan. Sebenarnya bahan buangan olahan bahan makanan dapat juga dimaksukkan ke dalam kolompok bahan buangan organik, namun dalam hal ini sengaja dipisahkan karena bahan buangan olahan bahan makanan seringkali menimbulkan bau busuk yang menyengat hidung. Air lingkungan yang mengandung bahan buangan olahan bahan makanan akan mengandung banyak mikroorganisme, termasuk pula di dalamnya bakteri patogen.
Universitas Sumatera Utara
2.6.5. Bahan Buangan Cairan Minyak. Minyak tidak dapat larut dalam air, melainkan akan mengapung di atas permukaan air. Air yang telah tercemar oleh minyak juga tidak dapat dikomsumsi oleh manusia karena seringkali dalam cairan yang berminyak terdapat juga zat-zat beracun, seperti senyawa benzen, senyawa toluen dan lain sebagainya. 2.6.6. Bahan Buangan Zat Kimia Bahan buangan zat kimia banyak ragamnya, tetapi yang dimaksud dalam kelompok ini adalah bahan pencemar air yang berupa, sabun (deterjen, sampo dan bahan pembersih lainnya), bahan pemberantas hama (insektisida), zat warna kimia, larutan penyamak kulit, dan zat radioaktif. Keberadaan bahan buangan zat kimia tersebut di dalam air lingkungan jelas merupakan racun yang menggangu dan bahkan dapat mematikan hewan air, tanaman air dan mungkin juga manusia (Suripin, 2002). 2.7.
Air dan Kesehatan Disamping air bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia juga dapat
memberikan pengaruh negatif terhadap kesehatan manusia, apabila kualitasnya tidak memenuhi persyaratan kesehatan. Air yang digunakan untuk kebutuhan manusia sebagai air minum atau keperluan sehari-hari haruslah memenuhi syarat kesehatan antara lain bebas dari kuman penyebab penyakit atau tidak mengandung bahan beracun (Depkes RI, 1990 dalam Bukit 2004). Terjadinya keluhan kesehatan dapat disebabkan oleh berbagai hal dan juga jenis penyakit sangatlah beragam. Beberapa penyakit dapat disebabkan ataupun ditularkan melalui air yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
2.7.1. Penyakit Yang Berhubungan Dengan Air (Waterborne Deseases) Beberapa penyakit yang berhubungan dengan air telah dikenal sejak lama. Pencemaran air oleh air limbah, yang mengandung organisme yang dapat menimbulkan penyakit, virus, bakteri pathogen, dan sebagainya, dapat menyebar dengan cepat ke seluruh air bersih, serta dapat menyebabkan wabah atau peledakan jumlah penderita penyakit di suatu wilayah dalam waktu singkat (Said, 2000). Beberapa ciri khusus penyebaran penyakit-penyakit tersebut antara lain yakni: proses penularan umumnya melalui mulut, terjadi di daerah pelayanan yang airnya tercemar, penderita umumnya terkonsentrasi pada suatu wilayah secara temporer, penderitanya tidak terbatas pada suku, umur, atau jenis kelamin tertentu; meskipun sulit mendeteksi bakteri pathogen dalam air, tetapi dapat diperkirakan melalui pemeriksaan/ pendeteksian bakteri coli. Beberapa penyakit yang paling sering berjangkit yang menyebabkan berbagai keluhan kesehatan antara lain : 1. Dysentri Penyebabnya adalah beberapa jenis bakteri desentri baccilus, waktu inkubasi 1-7 hari, biasanya sekitar 4 hari atau kurang. Gejala penyakitnya antara lain : bakteri desentri yang masuk melalui mulut akan tumbuh di dalam perut besar, dan berubah secara lokal ke kondisi sakit misalnya timbulnya bisul pada selaput lendir (mucous membrane). Gejala utama yakni menceret, mulas, demam, rasa mual, muntah-muntah, serta berak darah campur lendir. Infeksi penyakit ini dapat berjangkit sepanjang tahun. Penderita dan carriernya adalah sumber penularan yang utama, dan penularannya dapat terjadi melalui makanan, air minuman atau kontak dari orang ke orang (Slamet, 2007).
Universitas Sumatera Utara
2. Thypus dan Parathypus Penyebabnya adalah jenis baccilus thypus dan parathypus, dengan waktu inkubasi antara 1 sampai 3 minggu. Bakteri penyakit tersebut masuk melalui mulut dan menjangkit pada struktur lympha (getah bening) pada bagian bawah usus halus, kemudian masuk ke aliran darah dan akan terbawa ke organ-organ internal sehingga gejala muncul pada seluruh tubuh misalnya: seluruh badan lemas, pusing, hilang nafsu makan, dan timbul demam serta badan menggigil. Sumber penularan yang utama adalah penderita itu sendiri atau carriernya, dan penularan dapat terjadi karena infeksi yang disebabkan oleh bakteri melali air minum, makanan, atau kontak langsung (Said, 2000). 3. Cholera Penyebabnya adalah bakteri pathogen jenis vibrio cholera, dan waktu inkubasinya antara beberapa jam sampai lima hari. Bakteri vibrio cholera yang masuk melalui mulut akan berkembang di dalam usus halus (small intestine), dan menghasilkan oxotoksin yang menyebabkan rasa mual. Gejala yang penting adalah mencret atau diare dengan warna putih keruh dan muntah-muntah. Kadang-kadang terjadi juga dehidrasi, dan pada kasus yang serius kemungkinan dapat menyebabkan penderita menjadi koma. Sumber utama penularan adalah air minum atau makanan yang tekontaminasi atau tercemar oleh kotoran atau muntahan penderita ataupun tercemar oleh inang atau pembawa bakteri cholera (Wardhana, 2004). 4. Hepatitis A Penyebabnya adalah virus hepatitis A, dengan waktu inkubasi antara 15 sampai 30 hari (biasanya 30 hari). Infeksi umumnya terjadi melalui mulut. Gejala primairnya antara lain rasa mual, pusing disertai demam, dan rasa lelah/lemas di seluruh tubuh.
Universitas Sumatera Utara
Gejala spesifik antara lain terjadinya pembengkakan liver dan timbul gejala sakit kuning. Sumber penularan yakni melalui air minum atau makanan yang tercemar oleh kotoran manusia yang mengandung virus hepatitis A (Slamet, 2007).
2.7.2. Bahaya Oleh Zat Kimia Yang Ada Dalam Air Resiko atau bahaya terhadap kesehatan dapat juga akibat adanya kandungan zat atau senyawa kimia dalam air, yang melebihi ambang batas konsentrasi yang diijinkan. Adanya zat/senyawa kimia dalam air ini dapat terjadi secara alami dan atau akibat kegiatan manusia misalnya oleh limbah rumah tangga, industri, perikanan, dll (Said, 2000). Beberapa zat/ senyawa kimia yang bersifat racun terhadap tubuh manusia misalnya, logam berat, pestisida, senyawa mikro polutan hidrokarbon, dan zat-zat radio aktif. Beberapa contoh senyawa kimia racun yang sering ada dalam air, antara lain yakni : 1. Nitrat Salah satu contoh sumber pencemaran nitrat terhadap air yakni akibat kegiatan pertanian (perikanan). Meskipun pencemaran nitrat juga dapat terjadi secara alami, tetapi yang paling sering yakni akibat pencemaran yang berasal dari limbah pertanian yang banyak mengandung senyawa nitrat akibat pemakaian nitrogen (urea). Senyawa nitrat dalam air dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan Methaemoglobinameia, yakni kondisi dimana haemoglobin di dalam darah berubah menjadi Methaemoglobin sehingga darah menjadi kekurangan oksigen. Hal ini dapat mengakibatkan pengaruh yang fatal, serta dapat mengakibatkan kematian khususnya pada bayi (Said, 2000). Selain itu Nitrat sebagai N, dapat menyebabkan gangguan saluran pencernaan, diare dengan darah, convulasi, shock, koma dan meninggal. Keracunan khronis
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan
depresi
yang
umum,
sakit
kepala,
gangguan
mental
dan
Methemoglobinamia terutama pada bayi (blue babies) (Slamet, 2007). 2. Fosfat Keracunan oleh zat ini adalah menurunkan kadar enzim cholinesterase dalam tubuh karena terblokirnya enzim ini oleh fosfat sehingga banyak acethylcholin terkumpul dalam jaringan tubuh. Gejalanya berupa penglihatan menjadi kabur, mual, pusing, kejang usus, dada sesak, badan terasa lemah dan buang-buang air. Sebelum terjadinya koma karena keracunan ini, biasanya didahului oleh banyaknya keluar keringat dari tubuh, mata berair, badan menjadi biru dan kejang-kejang (Supardi, 1995). 3. Flourida (F) Flourida adalah senyawa kimia yang secara alami ada di dalam air pada berbagai konsentrasi. Pada konsentrasi yng lebih kecil 1,5 mg/l, sangat bermanfaat bagi kesehatan khususnya kesehatan gigi, karena dapat mencegah kerusakan gigi. Tetapi pada konsentrasi yang besar (lebih besar 2 mg/l), dapat menyebabkan kerusakan gigi (fluorosis) yakni gigi menjadi bercak-bercak. Pemaparan flourida pada konsentrasi yang lebih besar lagi (3 - 6 mg/l), dapat menyebabkan kerusakan pada struktur tulang. Oleh karena itu, dosis flourida dalam air minum dibatasi maksimal 0,8 mg/l. 4. Air Raksa (Mercury, Hg) Air raksa atau mercury adalah unsur logam yang temasuk logam berat yang bersifat racun tarhadap tubuh manusia. Biasaya secara alami ada dalam air dengan konsentrasi yang sangat kecil. Pencemaran air atau sumber air oleh merkuri umumnya akibat buangan limbah yang berasal dari industri. Logam merkuri dapat terakumulasi di
Universitas Sumatera Utara
dalam produk perikanan atau tanaman dan jika produk tersebut oleh manusia akan dapat terakumulasi di dalam tubuh (Wardhana, 2004). Keracunan akut yang ditimbulkan oleh logam mercury dapat diketahui dengan mengamati gejala-gejala berupa pharyngitis, dispaghia, mual-mual, dan muntah, radang pada ginjal, dan radang pada hati. Akumulasi logam ini dapat meracuni dan mengakibatkan kerusakan permanen terhadap system saraf yaitu tremor (gemetar) ringan dan parkinsonisme yang juga disertai dengan tremor pada fungsi otot sadar (Palar, 1994). 2.8.
Cara Pemeriksaan Kualitas Air Didalam pemeriksaan air dikenal dua cara yaitu (Depkes RI, 1991 dalam Putra,
2010) : a. pemeriksaan air di lapangan b. pemeriksaan air di laboratorium Pemeriksaan air dilapangan dimaksudkan untuk mengadakan pemeriksaan air di lokasi dimana contoh air itu diambil. Biasanya pemeriksaan air dilapangan dilakukan untuk parameter suhu, bau, rasa, warna, sedangkan yang lainnya dilaksanakan di laboratorium. Tenik pengambilan sampel disesuaikan dengan kedalaman danau sebagai berikut (Effendi, 2003) : a.
Danau yang kedalamannya kurang dari 10 m, contoh diambil di 2 titik yaitu permukaan dan bagian dasar.
b.
Danau yang kedalamannya 10-30 m, contoh diambil di 3 titik yaitu permukaan, lapisan termokilin, dan bagian dasar danau.
Universitas Sumatera Utara
c.
Danau yang kedalamannya 31-100 m, contoh diambil di 4 titik titik yaitu permukaan, lapisan termokilin, di atas lapisan hipolimnion dan bagian dasar danau.
d.
Danau yang kedalamannya lebih dari 100 m, titik pengambilan contoh ditambah sesuai keperluan.
2.9.
Kerangka Konsep Kerangka konsep penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :
Kualitas Air Danau Toba :
Penggunaan air Danau Toba
- Kualitas fisik (bau, rasa, suhu) - Kualitas kimia (pH, DO, BOD, Nitrat, Fosfat) - Kualitas bakteriologis
Pemeriksaan laboratorium
Keluhan Kesehatan Masyarakat : 1. Ada 2. Tidak
Memenuhi Syarat Permenkes No. 416 Tahun 1990 Tidak Memenuhi Syarat Permenkes No. 416 Tahun 1990
Universitas Sumatera Utara